Chapter II.pdf - USU Institutional Repository
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>II</strong>.1. Pengantar<br />
BAB <strong>II</strong><br />
DESKRIPSI PROYEK<br />
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kondisi eksisting dan hal-hal yang berkembang<br />
seperti kebijakan pemerintah tentang rencana tata ruang kota Lhokseumawe dan tentang<br />
sistem transportasi Kota Lhokseumawe. Kebijakan-kebijakan yang terkait tentang strategi-<br />
strategi pengembangan sistem transportasi kota. yang akan dijadikan panduan pembangunan<br />
sarana dan prasarana transportasi kota. Hal-hal ini terkait dengan kelayakan proyek yang<br />
menjadi usulan yaitu Lhokseumawe Commuter & Central Station.<br />
Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang gambaran secara umum proyek, tujuan<br />
proyek, lokasi proyek, batas-batas lokasi proyek, dan kondisi fisik site lainnya. Selain itu juga<br />
akan dijelaskan tentang karakteristik pengguna dan spesifikasi moda transportasi yang<br />
menjadi usulan serta studi-studi banding proyek dengan fungsi sejenis.<br />
<strong>II</strong>.2. Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe<br />
Penjelasan uraian mengenai pemahaman rencana tata ruang wilayah kota Lhokseumawe akan mengacu<br />
pada Keputusan Menteri Kimpraswil Momor 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata<br />
Ruang Kawasan Perkotaan adalah sebagai berikut :<br />
a. Untuk menjabarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam penataan ruang wilayah kecamatan.<br />
b. Untuk menyiapkan perwujudan ruang, melalui arahan struktur dan pola ruang kota.<br />
c. Mengatur pemanfaatan ruang wilayah kota untuk menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras,<br />
serasi dan efisien.<br />
d. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kota melalui pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.<br />
e. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota sebagai instrumen untuk mengoptimalkan pemanfaatan<br />
ruang, serta meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.<br />
<strong>II</strong>.2.1. Azas, Tujuan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe<br />
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan merupakan rencana pemanfaatan ruang<br />
Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam<br />
rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan perkotaan dalam jangka panjang.<br />
Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Rencana Umum Tata Ruang Kawasan<br />
Perkotaan adalah untuk:<br />
xx
a. Menjaga konsistensi perkembangan Kota/Kawasan Perkotaan dengan strategi perkotaan nasional dan<br />
arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dalam jangka panjang;<br />
b. Menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya;<br />
c. Menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.<br />
Manfaat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan<br />
adalah sebagai pedoman untuk:<br />
Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan;<br />
a. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan dan keserasian antar sektor;<br />
b. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di Wilayah<br />
Kota/Kawasan Perkotaan (rujukan bagi penerbitan ijin lokasi bagi pembangunan);<br />
c. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan<br />
d. Pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan.<br />
<strong>II</strong>.2.2. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe<br />
Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut:<br />
a. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya;<br />
b. Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi dan<br />
wilayah kota;<br />
c. Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi Kawasan Perdesaan, Kawasan<br />
Perkotaan dan Kawasan Tertentu;<br />
d. Penataan ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan sebagai bagian dari penataan ruang wilayah Kota;<br />
e. Penataan ruang Kawasan Perkotaan meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan<br />
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan;<br />
f. Perencanaan tata ruang Kawasan Perkotaan dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta<br />
penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan<br />
yang berlaku;<br />
g. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan perlu dibedakan dalam 3 jenis rencana dengan tingkat<br />
kedalaman yang berbeda:<br />
1) Rencana Struktur adalah kebijakan yang menggambarkan arahan tata ruang<br />
untuk Kawasan Perkotaan Metropolitan dalam jangka waktu sesuai dengan<br />
rencana tata ruang;<br />
2) Rencana Umum adalah kebijakan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi<br />
dan dibudidayakan serta diprioritaskan pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan;<br />
3) Rencana Rinci terdiri dari:<br />
• Rencana Detail, merupakan pengaturan yang memperlihatkan keterkaitan antara blokblok<br />
penggunaan kawasan untuk menjaga keserasian pemanfaatan ruang dengan<br />
manajemen transportasi kota dan pelayanan utilitas kota.<br />
xxi
• Rencana Teknik, merupakan pengaturan geometris pemanfaatan ruang yang<br />
<strong>II</strong>.2.3. Ruang Lingkup Wilayah<br />
menggambarkan keterkaitan antara satu bangunan dengan bangunan lainnya serta<br />
keterkaitannya dengan utilitas bangunan dan utilitas kota/kawasan (saluran drainase,<br />
sanitasi dan lain-lain).<br />
Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ini meliputi seluruh wilayah<br />
Kota Lhokseumawe dengan luas wilayah 18.110 ha, yang terdiri dari 4 Kecamatan<br />
(Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan<br />
Blang Mangat). Secara geografis Kota Lhokseumawe berbatasan dengan wilayah sebagai<br />
berikut:<br />
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka;<br />
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara;<br />
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara; dan<br />
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.<br />
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan<br />
ketelitian atau skala petanya, yakni 1:20.000 dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun atau disesuaikan dengan<br />
kebutuhan setempat. Unit analisis yang digunakan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota<br />
(RTRWK) ini adalah unit kecamatan, sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem<br />
primer dan sekunder.<br />
<strong>II</strong>.3. Kondisi Eksisting Sistem Transportasi Kota Lhokseumawe<br />
Pada saat ini sistem transportasi di kawasan pusat Kota Lhokseumawe yang sangat berpengaruh<br />
terhadap pergerakan lokal maupun regional adalah sistem transportasi darat seperti jalan raya. Dengan perincian<br />
sebagai berikut :<br />
Jaringan Jalan :<br />
Di dalam Kota Lhokseumawe umumnya jaringan jalan berbentuk pola grid yang menghubungkan antara<br />
suatu kelurahan dengan kelurahan yang lain dan berbentuk pola radian yang menghubungkan antar kecamatan.<br />
Pengguna jalan yang masuk dan keluar Kota Lhokseumawe sebesar ±15000-17000 jiwa per hari.<br />
xxii
<strong>II</strong>.4. Kebijakan Pemerintah Terkait Sistem Tranportasi Kota Lhokseumawe<br />
Terdapat beberapa kebijakan baru dari Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk sistem transportasi, rencana<br />
jaringan jalan, pembangunan jalur kereta api dan pengembangan terminal. Hal ini tercantum dalam Rencana<br />
Ruang Tata Wilayah Kota Lhokseumawe (RTRW).<br />
Gambar 2.1 Rencana Sistem Jaringan Jalan Kota Lhokseumawe<br />
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe<br />
xxiii
Gambar 2.2 Rencana Jaringan Jalur Kereta Api<br />
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe<br />
Gambar 2.3 Rencana Pengembangan Terminal Lhokseumawe<br />
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe<br />
Tabel 2.1 Rencana Pembangunan Kereta Api Aceh<br />
xxiv
No Kota Jarak<br />
1 Sp.mane-Bungkah-Kr<br />
Geukuh-B.Pulo<br />
2 B.Pulo-Lhokseumawe dan<br />
Sp.Mane-Mns Alue<br />
(Km)<br />
Tahun Alokasi Dana<br />
(Rp)<br />
20.4 2007 108 Miliyar<br />
51.5 2008 772.5 Miliyar<br />
3 Sigli-Mns Alue 106 2009 1.509 Miliyar<br />
4 Banda Aceh-Sigli 112 2010-2012 1.680 Miliyar<br />
5 Lhokseumawe-Batas Sumut 199.5 2009-2012 2.992,5 Milyar<br />
Sumber: Data Kdishubkomintel Provinsi NAD<br />
<strong>II</strong>.4.1 Konsep Pengembangan Transportasi Multimoda<br />
Guna menghubungkan struktur ruang di Kota Lhokseumawe digunakan pendekatan sistem transportasi<br />
multimoda. Analisis transportasi multimoda saat ini sangat perlu dilakukan mengingat semakin lama aktivitas<br />
transportasi semakin padat. Pengangkutan yang efisien sangat diperlukan dan disesuaikan dengan karakteristik<br />
pergerakan yang ada. Kesesuaian pengangkutan dengan pola pergerakan akan mengarah kepada efisiensi dan<br />
efektifitas pengangkutan yang berkelanjutan. Untuk itu didalam hal ini terdapat jenis angkutan massal yang<br />
melayani pusat kota (lingkar Kota Lhokseumawe) merupakan suatu pilihan terbuka yang perlu kajian lanjut<br />
dalam penetapannya, apakah bus lane, busway, monorail, LRT atau heavy rail.<br />
<strong>II</strong>.4.2 Konsep Pembangunan Transportasi Masal<br />
Konsep pembangunan transportasi massal terdiri dari dua macam, yaitu transportasi Kereta api untuk<br />
perjalanan komuter dan yang melayani pergerakan Antar Kota dan Provinsi. Adapun rencana pengembangan<br />
transportasi massal adalah sebagai berikut:<br />
• Meningkatkan keamanan perlintasan kereta api dengan lalu lintas moda lain melalui<br />
perbaikan dan pemeliharaan pintu perlintasan atau mengupayakan pembangunan<br />
perlintasan tidak sebidang. Pembangunan perlintasan tidak sebidang (fly over/under<br />
pass) di beberapa perlintasan KA untuk mengurangi kemacetan lalulintas dan kecelakaan.<br />
• Untuk kawasan pusat kota dapat di usulkan jenis transportasi massal dapat menggunakan<br />
monorail, busway, atau trem dan perlu studi lebih lanjut.<br />
<strong>II</strong>.4.3 Konsep Pengembangan Angkutan Umum<br />
Pengembangan angkutan umum yang direncanakan untuk mendukung pengembangan<br />
transportasi multimoda, sehingga angkutan umum berfungsi sebagai feeder terhadap moda<br />
yang lainnya. Sistem angkutan umum yang dikembangkan sedapat mungkin memiliki<br />
frekuensi pelayanan yang tinggi, sehingga yang dikembangkan adalah halte-halte. Penataan<br />
xxv
ute angkutan umum dalam rangka meningkatkan distribusi pelayanan serta efisiensi<br />
penggunaan jalan adalah sebagai berikut :<br />
• Memisahkan antara moda angkutan dalam kota dan luar kota.<br />
• Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal yang dapat mengangkut penumpang<br />
dalam jumlah besar, yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman, terjadwal dan<br />
berfrekuensi tinggi pada koridor-koridor utama (jalur primer) berbasis rel atau jalan raya.<br />
Dalam hal ini angkot diarahkan sebagai angkutan pengumpan (feeder) untuk moda<br />
angkutan dengan hirarki yang lebih tinggi diteruskan kepada jalur jalur primer (trunk<br />
route) yang dilayani oleh Kereta Api.<br />
• Pengembangan terminal untuk melayani pergerakan regional dengan membangun terminal<br />
terpadu.<br />
• Pengembangan terminal angkutan barang terpadu di Kecamatan Muara 2 tepatnya di jalan<br />
Line Pipa yang dilengkapi dengan pergudangan, perkantoran, pool kendaraan dan terpadu<br />
dengan angkutan lanjutannya yaitu kereta api.<br />
Penataan pelayanan angkutan paratransit yang berkualitas dan terpadu dengan pelayanan<br />
angkutan umum lain. Angkutan paratransit ini merupakan angkutan umum yang tidak<br />
mempunyai lintasan dan waktu pelayanan yang tetap. Termasuk dalam angkutan paratransit<br />
adalah taksi, becak dan ojek. Sebagai kota jasa, maka kriteria minimum kelengkapan dan<br />
pelayanan minimum bagi seluruh angkutan umum kota Lhokseumawe harus mengikuti<br />
ketentuan yang berlaku.<br />
<strong>II</strong>.5. Deskripsi Umum Proyek<br />
Proyek ini berjudul Lhokseumawe Commuter & Central Station, secara bahasa dapat diartikan<br />
sebagai berikut :<br />
a. Definisi Stasiun<br />
• Dalam kamus Oxford Dictionary Stasiun adalah Building, etc where service is<br />
organized, stopping place for trains 1<br />
• Dalam kamus Bahasa Indonesia, stasiun adalah tempat menunggu bagi calon<br />
2<br />
penumpang kereta api/tempat pemberhentian kereta api .<br />
1 Oxford Dictionary<br />
2 Kamu Bahasa Indonesia<br />
xxvi
• Menurut PT.Kereta Api Indonesia stasiun merupakan Tempat kereta api berhenti<br />
dan berangkat bersilangan. Menyusul/disusul yang dikuasai oleh seseorang kepala<br />
yang bertanggung jawab penuh atas urusan perjalanan kereta api 3<br />
.<br />
• Sedangkan menurut Donalds. Berry, The technological of Urban Transportation<br />
stasiun adalah suatu tempat dalam kota yang dipergunakan untuk mengakhiri atau<br />
mengawali pergerakan alat angkutan umum, tempat berlangsungnya kegiatan<br />
4<br />
penumpang naik dan turun dari kenderaan dan tempat bongkar muat barang .<br />
Dapat disimpulkan pengertian stasiun adalah bangunan tempat perhentian kereta yang<br />
didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan operasional dan pengelolaan bangunan serta<br />
naik dan turun penumpang.<br />
b. Devinisi komuter<br />
• Berasal dari bahasa Inggris Commuter ; Dalam bahasa Indonesia juga disebut<br />
Penglaju atau Penglajo.<br />
• Seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat<br />
tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat<br />
bekerjanya.<br />
<strong>II</strong>.5.1 Lokasi Proyek<br />
Lokasi site berada di kawasan Kota Lhokseumawe tepatnya berada di :<br />
• Provinsi : Nanggroe Aceh Darussallam<br />
• Kabupaten : Aceh Utara<br />
• Kota Madya : Lhokseumawe<br />
• Kecamatan : Muara Dua, Cunda<br />
3 PT.KAI<br />
4 Donalds. Berry, The technological of Urban Transportation<br />
xxvii
Jalan keluar kota<br />
Lhokseumawe<br />
Jalan raya Medan-<br />
Banda aceh<br />
Gambar 2.4 Peta Lokasi Site<br />
KOTA LHOKSEUMAWE<br />
- Lokasi site ditinjau berdasarkan dari Rencana Tata Ruang Kota Lhokseumawe<br />
Letak Kota Lhokseumawe<br />
Lokasi Perancangan :<br />
Stasiun kereta api listrik<br />
Lhokseumawe dan<br />
sekitarnya. Luas : +-<br />
4 Hektar<br />
Jalan masuk kota<br />
Lhokseumawe<br />
xxviii
Gambar 2.5 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Muara Dua Kota lhokseumawe<br />
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe<br />
<strong>II</strong>.5.2 Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api dan Insfrastruktur Transportasi pendukung<br />
<strong>II</strong>.5.2.1 Sejarah Stasiun Kereta Api Indonesia<br />
Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta<br />
api di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet<br />
van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg<br />
Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km)<br />
dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.<br />
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen-Tanggung, yang kemudian pada<br />
tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong<br />
minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang<br />
jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km,<br />
tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.<br />
<strong>II</strong>.5.2.2 Kereta Api<br />
Lokasi site tepat berada<br />
pada area rencana pusat<br />
perdagangan dan jasa<br />
Kereta api berskala regional adalah moda pengangkutan umum dengan menggunakan<br />
pelayanan rel yang melayani perpindahan dari pusat kota dengan daerah sub urban dan<br />
kota-kota komuter lainnya. Seperti namanya kereta ini dipergunakan untuk mengangkut<br />
para penglaju atau commuter dari daerah-daerah tersebut setiap harinya. Kereta ini<br />
xxix
eroperasi dengan jadwal yang sudah ditentukan, dengan laju rata-rata mulai dari 50<br />
sampai 200 km/jam (35 – 125 mph).<br />
Perkembangan kereta api jenis ini tengah populer saat ini, seiring dengan terus<br />
meningkatnya jumlah penduduk dan keterbatasan pemakaian bahan bakar, dan isu-isu<br />
permasalahan lingkungan lainnya, serta meningkatnya angka kepemilikan mobil yang<br />
akhirnya meningkatkan kebutuhkan area parkir.<br />
Dibandingkan dengan rapid transit (subway), kereta ini memiliki frekuensi yang lebih<br />
rendah, lebih kepada mengikuti jadwal dari pada interval. Kereta ini melayani area yang<br />
lebih berkepadatan rendah, dan sering berbagi jalur dengan kereta antarkota atau kereta<br />
barang. Terkadang dalam kondisi tertentu beberapa kereta melayani saat jam-jam sibuk.<br />
Kereta ini memiliki gerbong dengan satu level dan dua level, dan ditujukan agar semua<br />
penumpang mendapatkan tempat duduk. Biasanya kereta ini memiliki jangkauan antara 15<br />
sampai 200 km (10 sampai 125 mil) 5<br />
. Dari tabel 2.3 dibawah ini dapat dilihat spesifikasi<br />
fisik Kereta Api.<br />
Tabel 2.2 Karakteristik Fisik kereta api<br />
Infrastruktur<br />
Ukuran<br />
Panjang kereta 20 sampai 26 meter<br />
Lebar kereta 3,05 sampai 3,2 meter<br />
Tinggi kereta single-level 4 meter<br />
Tinggi kereta double-level 5 meter<br />
Jumlah penumpang single-level Lebih dari 128 kursi<br />
Jumlah penumpang double-level Lebih dari 175 kursi<br />
Kapasitas berdiri 360 orang<br />
Jumlah gerbong dalam kereta 1 sampai 12 gerbong<br />
Laju kecepatan maksimal 80 mph (130 km/jam)<br />
Kecepatan rata-rata 18-50 mph (30-75 km/jam)<br />
Maksimum kurva rel :<br />
� Jalur utama<br />
� Jalur stasiun<br />
Maksimum Kenaikan Rel :<br />
• Jalur utama<br />
• Jalur utama tergabung<br />
• Jalur dengan kebutuhan maksimal<br />
Radius 174 meter<br />
Radius 91 meter<br />
Kenaikan 3%<br />
Kenaikan 1%<br />
Kenaikan 2%<br />
Jarak senggang sepur 1,435 meter<br />
Minimum lebar selubung 4 sampai 4,75 meter<br />
5 (Diunduh pada 11 September 2008) dari World Wide Website http//.wikipedia.org/wikiCommuter_rail<br />
xxx
Minimum tinggi selubung 5,4 meter<br />
Minimum tinggi selubung kereta barang 6,7 sampai<br />
Berdasarkan jenis penggeraknya kereta ini dibagi atas dua macam, yaitu: 1). Penggerak dengan<br />
menggunakan motor tenaga diesel, dan 2). Berpenggerak tenaga listrik. Sedangkan berdasarkan jumlah<br />
kapasitas penumpang, kereta ini juga dibagi atas dua kategori, yakni: 1). Single level cars, dan 2).Bi-level<br />
cars, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 dibawah ini:<br />
Single-Level Cars<br />
xxxi
Bi-Level Cars<br />
<strong>II</strong>.5.2.3 Stasiun Kereta Api<br />
Gambar 2.6 Single level cars dan Bi-level cars<br />
Sumber: Ansaldobreda dari McGraw-Hill (2004)<br />
xxxii
Stasiun merupakan bagian dari perkeretaapian yang memiliki peran penting dalam memberikan<br />
pelayanan kepada para pengguna jasa kereta api. Beberapa pengertian mengenai stasiun:<br />
a. Stasiun adalah tempat untuk menaikan dan menurunkan penumpang, dimana penumpang dapat membeli<br />
karcis, menunggu kereta dan mengurus bagasinya. Di stasiun itu juga diadakan kesempatan untuk<br />
mengirim dan menerima barang kiriman, serta kesempatan untuk bersimpangan atau bersusulan dua<br />
kereta api atau lebih 6<br />
.<br />
b. Stasiun adalah tempat akhir dan awal perjalanan kereta api, bukan merupakan tujuan atau awal<br />
perjalanan yang sebenarnya. Dari stasiun masih dibutuhkan moda angkutan lain untuk sampai ke tujuan<br />
7<br />
akhir .<br />
Stasiun sendiri menurut Imam Subarkah (1981), memiliki jenisnya masing-masing, dengan rincian<br />
sebagai berikut:<br />
a. Menurut bentuknya<br />
1. Stasiun siku-siku, letak gedung stasiun adalah siku-siku dengan letak sepur-sepur yang berakhiran<br />
di stasiun tersebut.<br />
2. Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan sepur-sepur dan merupakan stasiun pertemuan.<br />
3. Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan sepur-sepur tetapi letaknya di tengah-tengah antara<br />
sepur.<br />
4. Stasiun semenanjung, letak gedung stasiun pada sudut dua sepur yang bergandengan.<br />
6 Subarkah, Imam, 1981<br />
7 Warpani, Suwandjoko, 1990<br />
Gambar 2.7 Stasiun siku-siku.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
Gambar 2.8 Stasiun paralel.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
Gambar 2.9 Stasiun pulau.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
Gambar 2.10 Stasiun semenanjung.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
xxxiii
. Menurut jangkauan pelayanan<br />
1. Stasiun jarak dekat (Commuter Station).<br />
2. Stasiun jarak sedang (Medium Distance Station).<br />
3. Stasiun jarak Jauh (Long Distance Station).<br />
c. Menurut letak<br />
1. Stasiun akhiran, stasiun tempat kereta api mengakhiri perjalanan.<br />
2. Stasiun antara, stasiun yang terletak pada jalan terusan.<br />
3. Stasiun pertemuan, stasiun yang menghubungkan tiga jurusan.<br />
4. Stasiun silang, stasiun terdapat pada dua jalur terusan.<br />
d. Menurut ukuran<br />
1. Stasiun kecil, disini biasanya kereta api ekspress tidak berhenti, hanya ada dua atau tiga rel kereta<br />
api.<br />
Gambar 2.11 Stasiun kecil.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
2. Stasiun sedang, disinggahi kereta api ekspress, terdapat gudang barang dan melayani penumpang<br />
jarak jauh.<br />
3. Stasiun besar, melayani pemberangkatan dan pemberhentian kereta yang banyak dari berbagai jenis<br />
perjalanan, fasilitasnya lengkap dengan sistem pengaturan yang sangat kompleks.<br />
Gambar 2.13 Stasiun besar.<br />
Sumber: Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
e. Menurut posisi<br />
1. Ground level station, bangunan stasiun yang letaknya sejajar dengan platform/ peron diatas tanah.<br />
2. Over track station, letak bangunan stasiunnya diatas platform/ peron.<br />
Gambar 2.12 Stasiun sedang.<br />
Sumber : Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
Gambar 2.14 Ground Level Station<br />
Sumber : Jalan Kereta Api, Imam<br />
Subarkah, 1981.<br />
xxxiv
Gambar 2.15 Over Track Station<br />
Sumber : Jalan Kereta Api, Imam<br />
3. Under track station, letak bangunan stasiunnya di bawah peron.<br />
Subarkah, 1981.<br />
Gambar 2.16 Under Track Station<br />
Sumber : Jalan Kereta Api, Imam<br />
Sedangkan menurut PT. Kereta Api, stasiun digolongkan/ diklasifikasikan Subarkah, dalam 1981.<br />
beberapa kelas yang<br />
diputuskan oleh PT. Kereta Api Indonesia dengan mempertimbangkan nilai bobot stasiun. Penilaian bobot<br />
stasiun menggunakan rumus Point Method yang terdiri dari 10 faktor penilaian/ klasifikasi, yaitu :<br />
1. Jumlah Personel.<br />
2. Jumlah kereta api yang dilayani.<br />
3. Jumlah kereta api yang berhenti.<br />
4. Jumlah kereta api yang dilangsir.<br />
5. Daerah tingkat kedudukan stasiun.<br />
6. UPT lain disekitarnya.<br />
7. Potensi angkutan.<br />
8. Volume penumpang.<br />
9. Volume barang.<br />
10. Pendapatan stasiun.<br />
Dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas, stasiun kereta api dikelompokkan menjadi 4 kelas stasiun,<br />
yaitu :<br />
1. Stasiun kelas besar.<br />
2. Stasiun kelas 1.<br />
3. Stasiun kelas 2.<br />
4. Stasiun kelas 3.<br />
Perubahan kelas suatu stasiun diputuskan oleh Dirut PT. Kereta Api (Persero) dengan memperhatikan penilaian<br />
di atas dan juga memperhatikan usulan-usulan yang disampaikan oleh pengelola stasiun serta wilayah dimana<br />
stasiun itu berada.<br />
xxxv
<strong>II</strong>.5.2.4 Bus<br />
Bus merupakan moda transportasi yang sudah sejak lama dikembangkaan. Memiliki banyak varian<br />
dalam pengembangannya. menurut ukurannya, bus memiliki beberapa varian, seperti yang terlihat pada<br />
Gambar 2.10 di bawah ini:<br />
Gambar 2.17 Ragam Ukuran Berbagai Jenis Bus<br />
Sumber: Neoplan USA Coorporation dari Urban Transportation System<br />
Dan berikut ini spesifikasi fisik bus yang ada (lihat Tabel 2.4):<br />
Tabel 2.3 Spefisifikasi Ukuran dan Kapasitas Bus<br />
xxxvi
<strong>II</strong>.5.2.5 Taksi<br />
Sumber: Neoplan USA Corporation dari Urban Transportation System<br />
Taksi merupakan moda transportasi kota yang patut diperhitungkan karena memiliki kebebasan dalam<br />
menentukan jalur pelayanan, dan tidak terjadwal. Sehingga harus tersedia ruang untuk dapat<br />
mengakomodasi moda in, seperti halnya halte.<br />
<strong>II</strong>.5.2.6 Pedestrian<br />
Pelayanan terhadap pejalan kaki menjadi suatu keharusan bagi sebuah pelayanan yang berada di<br />
kawasan pusat kota. Konsep TOD 8<br />
(Transit Oriented Development), yang mewajibkan tersedianya sarana<br />
pedestrian untuk pejalan kaki yang nyaman dalam radius 0,4 – 0.8 km dari pusat transportasi, harus<br />
teraplikasi pada proyek ini<br />
<strong>II</strong>.5.3 Keberadaan Stasiun Bagi Kota<br />
Keberadaan stasiun disebuah kota cukup penting. Stasiun menjadi sebuah gerbang bagi sebuah kota,<br />
pada kasus ini stasiun menjadi gerbang dari suatu daerah didalam kota. Biasanya sebuah daerah, stasiun<br />
diletakkan pada titik-titik strategis, agar orang mudah mencarinya dan dekat untuk tujuan didaerah tersebut.<br />
9<br />
Menurut Kevin Lynch (1977) citra kota dibagi dalam lima elemen, namun dalam kasus ini elemen yang dipakai<br />
adalah :<br />
1. Path (jalur), adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Path merupakan<br />
rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan<br />
secara umum, yaitu jalan, gang, rel kereta, saluran dan sebagainya.<br />
2. Node (Simpul), merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau<br />
aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya<br />
persimpangan, stasiun, lapangan terbang, jembatan, pasar, dan lain-lain. Node<br />
8<br />
Sumber: Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2008), (Dokumen 03) Kebijakan Terkait Desain Tata Ruang<br />
Kawasan Pusat Kota Medan<br />
9<br />
Kevin Lynch<br />
xxxvii
memiliki identitas yang lebih baik apabila memiliki bentuk yang jelas, serta berbeda<br />
dari lingkungannya.<br />
3. Landmark (tengaran), merupakan titik referensi seperti elemen node. Landmark<br />
merupakan elemen eksternal dengan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya<br />
gedung tinggi, menara, terminal, tempat ibadah, stasiun, dan sebagainya. Landmark<br />
adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu<br />
daerah.<br />
Dapat disimpulkan, stasiun dikota sesuai dengan tingkat kepentingan akan fungsi, bentuk, makna, dan ruang<br />
harus mempunyai keutamaan sebagai node kota dan juga Landmark sebuah kota. Keutamaan ini ditandai dengan<br />
aksesbilitas yang mudah, orientasi yang jelas berupa jalur transportasi, ruang pengantar yang memadai berupa<br />
ruang terbuka, terminal, parkir, pedestrian dari bangunan utama, dan sebagainya sehingga menjadi bangunan<br />
yang terpadu dengan fasilitas kota.<br />
<strong>II</strong>.5.4 Studi Banding Proyek Sejenis<br />
Berikut beberapa studi banding bangunan dengan fungsi sejenis. proyek-proyek sejenis ini dapat diambil<br />
sebagai bahan pembelajaran, baik itu tipologi maupun penerapan konsep-konsep arsitekturnya. Studi banding<br />
tersebut antara lain:<br />
1. Wuhan Train Station<br />
Wuhan Train Station merupakan sebuah stasiun yang berada di wilayah selatan china dan baru selesai<br />
pengerjaannya saat ini lihat Gambar 2.26. Berikut rincianya:<br />
Nama Proyek : Wuhan Train Station<br />
Lokasi : Wuhan, Hubei, China<br />
Status : Selesai, September 2008<br />
Site area : 30 hektar<br />
Luas lantai (Gross floor area) : 355.000 m 2<br />
Ketinggian bangunan : 58,5 m<br />
Klien / Pemilik : Wuhan-Guangzhou Passenger Special Line Co., Ltd<br />
Architecture Firm : The Fourth Survey & Design Institute of China Railways, AREP<br />
Principal Architects : Sheng Hui, Liu Yunqiang<br />
Main Contractor : China State Construction and Engineering Corp., China Railways<br />
17 th Bureau (Group) Co., Ltd<br />
Mechanical & Electrical Engineers : Hu Shiqiang, Qin Ling<br />
Civil & Structural Engineer : Tao Yong, Shi Di<br />
Interior Designers : Zhang Yie, Gu Jianying, Ji Mian<br />
Foto : The Fourth Survey & Design Institute of China Railways<br />
xxxviii
Gambar 2.18 Wuhan Train Station Entrance<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Rancangan stasiun kereta api Wuhan mengikutsertakan budaya dan sejarah lokal serta mempertimbangkan<br />
kondisi iklim lokal, hal tersebut merepresentasikan trend di Cina yang melihat melihat lingkungan sekitarnya<br />
sebagai inspirasi untuk arsitektur bangunan publik yang berskala besar.<br />
Terletak pada lahan hijau, stasiun ini dikelilingi oleh desa-desa, kolam-kolam ikan dan beberapa pabrik.<br />
Dengan sungai Yang Chun dan Sungai Timur pada bagian utara dan selatan, keseluruhan lahan akan menjadi<br />
batu permata bagi pembangunan sebuah kota baru di Wuhan, stasiun ini berfungsi sebagai pusat transportasi dan<br />
pusat perhatian. Stasiun ini terletak dimana sumbu pembangunan Wuhan dan jalur kereta api menyatu,<br />
menghadap ke kota pada sebelah barat dan jalur ekspres pada sebelah timur. Dalam menghubungkan dua danau<br />
yang ada, stasiun ini mengintegrasi pemandangan danau dan penghijauan pada keseluruhan denahnya.<br />
Keterhubungan dengan transportasi merupakan fokus stasiun bagian timur : sebuah plaza akan dibangun untuk<br />
menciptakan sebuah zona buffer antara stasiun dan jalur ekspres dan taman industri pada bagian lainnya.<br />
Gambar 2.19 Site plan dan floor plan<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Dengan mengambil ide rancangan dari sejarah dan budaya Wuhan, atap berbentang lebar yang<br />
merupakan fitur visual yang paling kuat pada struktur yang besar ini memiliki banyak arti. Pertama, atap ini<br />
xxxix
menggambarkan seekor bangau kuning : sebuah referensi untuk Yellow Crane Tower (menara bangau kuning),<br />
salah satu landmark Wuhan yang paling penting dan merupakan salah satu legenda lokal Wuhan serta sebuah<br />
puisi yang terkenal pada zaman dinasti Tang. Dari kejauhan, rancangan atap yang masif ini dirancang tampak<br />
seperti seekor burung yang membentangkan sayapnya, dengan atap transparan dan arch raksasa yang<br />
menyimbolkan bulu-bulu burung. Pada siang hari, cahaya matahari masuk ke bagian dalam bangunan melalui<br />
ruang-ruang antara arch, sedangkan pada malam hari bangunan ini bersinar seperti lampion kertas. Bentuk atap<br />
yang bergelombang ini juga merepresentasikan tujuan Wuhan sebagai ibukota dari “provinsi dengan seribu<br />
danau”. Terakhir, siluet atap bangunan ini mengingatkan kita pada struktur sebuah pagoda.<br />
Atap bangunan ini terdiri dari arch utama dengan ukuran lebar 116 meter, dan tinggi 49 meter serta<br />
empat arch sekunder pada kedua sisi-nya. Kubah lobi utama dan kanopi atap peron terbuat dari piringan<br />
polycarbonate dan tabung-tabung perforated aluminium. Tabung-tabung tersebut menyediakan peneduh cahaya<br />
matahari, pada saat yang sama lubang-lubang yang ada pada tabung tersebut juga mendifusikan cahaya alami ke<br />
lobi utama, ruang-ruang tunggu, peron-peron, dan lantai dasar. Piringan-piringan poycarbonate memberikan<br />
penambahan jumlah peneduh ketika sinar sinar matahari bergerak dari bagian sayap bangunan ke arch utama<br />
yang menciptakan sebuah permainan cahaya dan bayangan sambil membatasi panas yang didapatkan ruang<br />
dalam bangunan. Keseluruhan arch bangunan ini menghalangi sinar matahari ke dinding pada bagian utara dan<br />
selatan stasiun. Lihat pada Gambar 2.28.<br />
Gambar 2.20 Central Lobby<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Ventilasi pasif disediakan untuk kepentingan mekanis untuk menyediakan udara segar yang banyak<br />
pada bangunan ini. Sistem pengkondisian udara menyediakan udara segar ke bagian bangunan yang lebih rendah,<br />
dimana kerumunan berkumpul; kereta api yang bergerak melalui stasiun membantu untuk menyediakan<br />
pergerakan udara. Udara yang lebih hangat dan tercemar yang dihasilkan oleh lokomotif bertenaga diesel naik ke<br />
bagian atas bangunan untuk dibuang melalui sistem ventilasi.<br />
Stasiun Wuhan menginovasi sirkulasi penumpang dengan menggabungkan sistam “waiting and<br />
boarding” (tunggu dan berangkat) yang tradisional dengan sistem transit “pass-through”. Ketika memasuki lobi<br />
utama, penumpang dapat memilih untuk menunggu di ruang tunggu atau pergi langsung ke “green express line”<br />
(jalur ekspres hijau) yang langsung menuju peron. Untuk meningkatkan hubungan dengan daerah Wuhan<br />
xl
lainnya, stasiun dan jalur kereta api dinaikkan. Ruang di bawahnya digunakan untuk parkir kendaraan publik dan<br />
menyediakan akses ke stasiun kereta api bawah tanah, taxi, bus kota dan bus jarak jauh tanpa meninggalkan<br />
stasiun. Kantor, penginapan dan fasilitas-fasilitas hiburan akan dibangun di sekitar stasiun kereta untuk<br />
menguatkan posisi bangunan ini sebagai pusat dari pembangunan kota baru Wuhan.<br />
Kesimpulan:<br />
Pembangunan sebuah proyek yang berada di pusat pengembangan kota, menghadirkan berbagai makna terhadap<br />
pengaplikasian desain arsitekturnya, menanggapi kondisi site yang diapit danau dan persawahan. Menanggapi<br />
budaya dan kearifan lokal sehingga tidak menghadirkan bangunan ‘alien’ yang nyentrik.<br />
Selain itu bangunan ini memanfaatkan struktur atap bentang lebarnya sebagai pembentuk bayangan dan ventilasi<br />
alami.<br />
2. Lyon-Satolas TGV Station, Perancis<br />
Lyon-Satolas station merupakan stasiun kereta super cepat TGV (Train a Grande Vitesse) sekaligus bandara<br />
internasional di kota Lyon, Perancis (Gambar 2.29). Salah satu karya arsitek kenamaan Santiago Calatrava,<br />
dengan luasan 495 x 60 m 2 .<br />
Gambar 2.21 TGV Station<br />
Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com<br />
Calatarava terinspirasi oleh sebuah model seperti burung, dengan kaca-kacanya yang menyerupai sayap<br />
burung dan baja, di hall utamanya penuh muatan ekspresi gaya-gaya tarik, dan tekan. Namun bentuk ini<br />
ditentang oleh ahli yang berpendapat perluanya ekonomisasi unsur struktur.<br />
Walaupun demikian kekuatan ekspresi kekuatan ekspresi Lyon membuat fasilitas ini menjadi atraksi<br />
pariwisata tersendiri. Calatarava memiliki karakter tersendiri menegenai desain yang ia buat, kemampuannya<br />
menyatukan seni mematung dengan prinsip-prinsip struktur fisika bangunan, membuat bangunan yang<br />
didesainnya memiliki karakter yang kuat, sehingga memiliki ekspresi tersendiri bagi orang yang melihat dan<br />
menggunakannya.<br />
xli
Gambar 2.22 Fasade seperti sayap burung<br />
Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com<br />
Kedalaman lipatan yang mirip kepak sayap (lihat Gambar 2.30) memperkokoh kehadiran empat busur<br />
pendukung yang terlihat amat ringan. Busur-busur itu mencembung tepat di pangkal “pinggang” beton tunggal<br />
(lihat Gambar 2.31-2.32), yang membentangi bantalan jalur KA di bawahnya. Sementara itu, rusuk-rusuk baja<br />
memperkuat dinding-dinding jendela yang dibuat vertical berukuran raksasa.<br />
Gambar 2.23 Interior dengan pencahayaan alami<br />
Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com<br />
xlii
Gambar 2.24 Akses dan interior<br />
Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com<br />
Arus sirkulasi pada bangunan ini sangat sederhana. Dari peron kedatangan kereta api, penumpang<br />
bergerak naik ke hall utama. Di sini kita bebas memilih keluar menuju tempat parker atau naik ke lantai mezanin<br />
dan berjalan menuju terminal bandara. Memasuki hall utama akan terlihat mezanin yang menghubungkan stasiun<br />
dengan bandara. Kesan kombinasi unsur yang berkesan ringan dan mengalir pada atap lengkung dilapisi beton<br />
tuang di tempat yang membentangi level jalur tiga trave. Dari hall utama penumpang bergerak tepat di bawah<br />
titik pusat atap lengkung lipat untuk mencapai escalator menuju peron. Pergantian dari beton pada bagian bawah<br />
ke baja pada bagian atas merupakan hal yang sangat kompleks hingga pas satu dengan yang lain.<br />
Peran arsitektur yang logis dan lugas sangat tercermin dalam karaya Calatrava ini. Arsitektur yang<br />
dimengertinya bukan merupakan sekadar estetika tinggi, namun logika yang melekat pada tektonis<br />
konstruksinya, serta material yang mewujudkannya. Sikap arsitektur seperti ini sama tuanya dengan usia pyramid<br />
di Mesir; selalu memiliki prinsip dasar The Art of Building. Tetapi dalam menginterpretasikannya Calatrava<br />
bekerja dengan beton, baja dan kaca, namun seperti kata orang Mesir, kita tidak mempunyai komponenkomponen<br />
itu dan membiarkan cahaya menyinarinya.<br />
Dalam mendesain stasiun-bandara ini, Calatrava mempercayai pemahaman berarsitektur yang serupa<br />
dengan Frank Lloyd Wright dan Mies Van de Rohe. Ketepatan dalam menggunakan material dan kekagumannya<br />
terhadap teknologi kunci puitisasi pada karyanya. Teknik dan arsitektur yang menyuguhkan The Art of<br />
Construction.<br />
Gambar 2.25 Logika Tektonika Konstruksi<br />
Sumber: Dari world wide web http.arcspace.com<br />
Pendekatan yang dilakukannya merupakan sintesa artistic dan pragmatic, sehingga ia mengibaratkan<br />
arsitektur sebagai lukisan atau patung. Transformasi dari sesuatu yang Nampak dangkal dipermukaan menjadi<br />
xliii
sebuah karya seni bernilai tinggi. Filosofi ini mendasari upaya memasukkan karya arsitektur kedalam warisan<br />
budaya.<br />
Kalau manusia menghargai sebuah lukisan sebagai penyangga dan penerus pesan budaya dari waktu ke<br />
waktu, demikian halnya pada staiun-bandara ini. Bahkan jika manusia tidak peduli terhadap lingkungannya,<br />
infrastruktur itu kelak mempengaruhi dan membentuk mereka.<br />
Kesimpulan:<br />
Penerapan desain yang ekspresionis dan fungsional, menjadi karakter bagi bangunan yang diarsiteki oleh<br />
Santiago Calatrava. Bentuk-bentuk yang diinspirasi oleh alam, membuat bangunan ini tampil monumental, dan<br />
tak hanya bentuk, penggunaan elemen-elemen estetis yang ikut menambahkan keberlanjutan dalam desainnya.<br />
Bentukan yang ekpressionis bersatu dengan logika tektonik menciptakan ruang yang monumental.<br />
3. Stasiun KL Sentral, Kuala Lumpur, Malaysia<br />
Stasiun Sentral Kuala Lumpur, atau biasa dikenal dengan Kl Sentral adalah stasiun kereta api terbesar di<br />
Kuala Lumpur, yang didisain sebagai pusat transportasi. Dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan<br />
antara bus dengan KA. Ditandai sebagai pusat utama basis transportasi bermoda rel Kuala Lumpur, dan juga<br />
sebagai titik transisi kereta api antar lintas wilayah yang melayani sepenanjung Malaysia dan Singapura.<br />
Gambar 2.26 KL Sentral Station<br />
Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my<br />
Di dalamnya terdapat retail-retail dan outlet makanan atau food court, didisain untuk dapat<br />
mengakomodasi 50 juta penumpang dalam setahun dan akan meningkat 100 juta penumpang di tahun 2020<br />
mendatang.<br />
xliv
Gambar 2.27 Floor Plan KL Sentral Station<br />
Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my<br />
KL Sentral juga melayani Skybus yang melayani penumpang yang akan langsung dari dan menuju bandara Low<br />
Cost Carrier Terminal (LCCT) KLIA.<br />
KL Sentral dibangun dengan mengakomodasi enam jaringan rel yang selesai Desember tahun 2000 lalu<br />
sedangkan kereta, retail serta food court nya mulai beroperasi pada April 2001. Terbentang diatas lahan seluas<br />
9,5 are, bangunan utamanya memiliki luas 500 ribu m 2 dan spesifikasinya berdasarkan pada proyeksi penumpang<br />
di masa mendatang hingga 2020, yang mana Malysia dicita-citakan menjadi Negara yang sepenuhnya<br />
berkembang.<br />
Bangunan ini juga berusaha menerapkan konsep keberlanjutan dalam desainnya dengan tetap<br />
mengupayakan pencahayaan dan penghawaan alami. Karena bangunan ini menaungi ratusan ribu orang setiap<br />
harinya, sehingga harus dapat menciptakan kenyamanan tanpa harus menghabiskan energi.<br />
KL Sentral dibagi menjadi beberapa seksi dengan pelayanan jalur rel yang berebeda-beda:<br />
• Lantai 1 Transit Concourse (Hall utama umum) yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang<br />
dan calon penumpang yang akan menggunakan KTM Komuter, KLIA Transit dan Kelana Jaya Line yang dikenal<br />
juga sebagai kereta ringan cepat (LRT).<br />
• Lantai 2 Transit Concourse yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang dan calon penumpang<br />
yang akan menggunakan layanan kereta antar lintas semenanjung KTM Intercity Train.<br />
• KL City Air Terminal (KL CAT) pada lantai satu yang melayani KLIA Ekspres, jereta berkecepatan<br />
tinggi yang langsung menuju Kuala Lumpur International Airport (KLIA).<br />
Tersembunyi dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM<br />
(Kereta Tanah Melayu) dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan<br />
xlv
menggunakan Touch ‘n Go Card atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan lagi setelah sampai<br />
tujuan.<br />
Kesimpulan:<br />
KL Sentral dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan antara bus dengan KA, melayani puluhan ribu<br />
orang setiap harinya, namun tetap menghadirkan kenyamanan ditengah cepatnya aktivitas manusia. Tersembunyi<br />
dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM (Kereta Tanah Melayu)<br />
dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan menggunakan Touch ‘n Go<br />
Card atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan lagi setelah sampai tujuan.<br />
4. Kashiwanoha-Campus Station<br />
Terletak di kashiwashi, Jepang. Stasiun ini dirancang dengan sentuhan modern futuristik, dengan garis-garis<br />
horizontal yang mendominasi tampaknya (lihat Gambar 2.36). Dan berikut ini rincianya:<br />
Gambar 2.28 Kashiwanoha-Campus Station<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Data Proyek :<br />
Nama Proyek : Kashiwanoha-Campus Station<br />
Lokasi : Kashiwa-shi, Japan<br />
Status : Selesai, 2005<br />
Site area : 1.953 m 2<br />
Luas lantai (Gross floor area) : 3.748 m 2<br />
Ketinggian bangunan : 16,45 m<br />
Klien / Pemilik : Japan Railway Construction, Transport and Technology Agency<br />
Architecture Firm : Makoto Sei Watanabe / Architects’ Office<br />
Principal Architects : Makoto Sei Watanabe<br />
Main Contractor : Kajima Corporation<br />
Foto : Makoto Sei Watanabe / Architects’ Office<br />
xlvi
Fasade Kaswhiwanoha-campus station yang horizontal dan berlipat di sepanjang jalur kereta komuter<br />
Tsukuba Express Tokyo menggambarkan interaksi pemodelan dengan komputer dan design arsitektural.<br />
Selimut bangunan stasiun ini memiliki penampilan seperti kain yang terlipat secara horozontal yang<br />
diiris dengan bukaan panjang dan sejajar dengan lipatan bangunan. Arsitek Makoto Sei Watanabe memasukann<br />
kesan “mengalir” ke dalam fasade bangunan dan menggabungkan sketsa yang ia buat sendiri dan algoritma<br />
komputer menjadi pola fasade tersebut. Ia membuat beberapa sketsa dan memasukkannya ke dalam program<br />
komputer yang kemudian menggambarkan maksud perancang dan menghasilkan gambar tambahan. Ia<br />
mengulangi proses tersebut sampai ia puas dengan hasilnya – sebuah fasade yang menggambarkan aliran yang<br />
berlapis dan bergelora secara bersamaan. Penggabungan alam dan ilmu pengetahuan ke dalam konsep design<br />
sesuai dengan lokasi stasiun ini karena stasiun ini melayani dua universitas yang terkenal dengan riset ilmu<br />
pengetahuan alam nya.<br />
Fasade sebelah barat stasiun ini terbuat dari panel glass-fibre reinforced concrete (GRC) (satu panel<br />
GRC berukuran1,8 meter kali 5 meter; fasade sebelah barat membutuhkan 182 panel) sedangkan fasade sebelah<br />
timur ditutupi oleh extrusion-moulded cement panel (panel semen cetak), lihat pada Gambar 2.37. Untuk<br />
meminimalkan kebutuhan perawatan, kedua fasade ini dilapis dengan lapisan yang dapat membersihkan sendiri.<br />
Panel-panel tersebut, yang melekat pada pilar-pilar, berfungsi sebagai dinding luar dan dalam.<br />
Gambar 2.29 Dinding Kashiwanoha-Campus Station<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Selimut bangunan stasiun ini adalah sebuah kesatuan yang terpisah dari struktur pendukung teknis nya –<br />
struktur utama peron stasiun dibangun di atas pendukung yang dinaikkan, baru kemudian ditutupi fasade. Hal ini<br />
membuat bentuk arsitektural bangunan ini bebas dari elemen teknis sehingga menjaga integrasi struktur peron<br />
nya dan mengurangi waktu dan biaya konstruksi serta memungkinkan adanya fleksibilitas design yang lebih<br />
banyak.<br />
Eksterior dan aula stasiun ini berwarna putih untuk menggambarkan kesederhanaan dan ketenangan.<br />
stasiun yang berwarna merah dan biru ini merepresentasikan keamanan dan energi. Penanda pada stasiun<br />
dirancang dengan warna latar biru untuk keberangkatan dan warna latar kuning untuk ketibaan.<br />
xlvii
Gambar 2.30 Interior Kashiwanoha-Campus Station<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Hukum di Jepang mewajibkan operator kereta api untuk memastikan bahwa jalur kereta api<br />
memperhatikan pengembangan jalan, taman, rumah dan fasilitas urban lainnya pada saat yang bersamaan. Oleh<br />
karena itu, pemerintah kota Kashiwa, penduduk lokal, arsitek dan pengembang bertemu berulang kali untuk<br />
membuat sebuah solusi yang sesuai dengan kebutuhan semua orang. Kesimpulannya adalah bahwa kota itu<br />
sendiri harus beroperasi seperti sebuah kampus universitas. Pada lingkungan ini, stasiun ini bukan hanya sebuah<br />
fasilitas transportasi tetapi sebuah ruang komunitas dengan café, galeri, dan fasilitas publik lainnya.<br />
Kesimpulan:<br />
Penggabungan metode perancangan arsitektur dengan komputerisasi dan sketsa menghasilkan rancangan yang<br />
sangat detail dan unik. Fasade bangunan yang memiliki kesan “mengalir” membuat bangunan ini menjadi salah<br />
satu ciri khas bangunan ini. Pemakaian material dan struktur selimut bangunan yang berbeda dengan struktur<br />
bangunan utama memudahkan dalam pembangunan dan maintenance. Walaupun fungsi utama stasiun ini<br />
melayani area kampus, pengaturan dan pengembangannya merupakan hasil kerja sama dari penduduk sekitarnya.<br />
5. Fujian Transportation Hub<br />
Fujian Transportation Hub bertujuan untuk menjadi sebuah ruang transportasi yang mudah digunakan,<br />
efisen, dapat diakses serta menggunakan metode design sustainable. Secara visual struktur stasiun ini terlihat<br />
seperti tiga buah kereta cepat yang berhenti secara bersamaan, yang menyimbolkan transisi dari sebuah keadaan<br />
yang dinamis ke statis. Lihat pada Gambar 2.39. Berikut ini data dan rincianya :<br />
Nama Proyek : Fujian Transportation Hub<br />
Lokasi : Fujian District, Shenzen, China<br />
Status : Selesai, Juli 2007<br />
Site area : 26.000 m 2<br />
Luas lantai (Gross floor area) : 137.000 m 2<br />
xlviii
Ketinggian bangunan : 27 m<br />
Jumlah lantai : 4 (di atas tanah) dan 1 (bawah tanah)<br />
Klien / Pemilik : Shenzhen Transportation Bureau<br />
Architecture Firm : Shenzhen Municipal Engineering Design Institute (Zhanglei Studio)<br />
Principal Architects : Zhang Lei<br />
Arsitek : Cai Xuixing, Chen Huifen<br />
Main Contractor : CSCEC-Paul. Y Construction Co., Ltd<br />
Civil & Structural Engineer : Li Chenjun, Su Jing<br />
Gambar 2.31 Fujian Transportation Hub<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Pusat transportasi yang menampung kereta bawah tanah, bus, dan taksi ini terletak di bagian barat kawasan<br />
Futian, Shenzhen. Pusat transportasi ini terhubung dengan baik ke jalur ekspres dan jalan-jalan utama. Dengan<br />
tujuan untuk mengurangi kepadatan pada stasiun penumpang yang telah ada, pusat transportasi ini akan memiliki<br />
52 titik keberangkatan bus jarak jauh dan 500 buah tempat parkir. Lalu lintas yang diantisipasi pusat transportasi<br />
ini adalah 10.000 penumpang kereta bawah tanah per jam dan 4600 bus kota serta 2000 bus jarak jauh setiap<br />
harinya.<br />
Dalam mengembangkan proyek ini, tim design berhadapan dengan beberapa tantangan yang berhubungan<br />
dengan lingkungan. Sebelumnya, cagar alam Hongshulin menempati area sebelah selatan pusat transportasi ini;<br />
cagar alam ini hilang karena pembangunan urban. Akantetapi nama stasiun bawah tanah – Zhuzilin, atau hutan<br />
bambu – memberikan gambaran taman alami kepada penduduk lokal. Perancang telah bekerja untuk<br />
memperbaharui lingkungan ekologis dengan membatasi ketinggian bangunan menjadi 24 meter dan<br />
menggunakan bambu untuk lansekap.<br />
xlix
Gambar 2.32 Site Plan dan Floor Plan Level 1<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Dengan sebuah jejak kaki yang berbentuk permata, pusat transportasi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu<br />
Ruang tunggu yang terletak di ujung selatan; ruang transfer dan kantor yang terletak di ujung utara; serta area<br />
transisi yang terletak diantaranya.<br />
Karena Shenzhen memiliki sinar matahari dan curah hujan yang banyak, fasade utama bangunan ini<br />
menggunakan kaca besar yang beremisi rendah untuk memaksimalkan pencahayaan alami serta mengurangi<br />
panas yang didapatkan. Ruang tunggu dibuat terbuka untuk penghawaan alami. Sebuah teras dengan panjang 200<br />
meter dan lebar 15 meter pada area transisi memberikan udara ke ruang peron dan mengeluarkan udara kotor dari<br />
stasiun.<br />
Gambar 2.33 Interior Fujian Transportation Hub<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Fasade ruang tunggu terbuat dari beton tak bertulang dengan finishing self-cleaning urethane coating;<br />
fasade ruang transfer merupakan sebuah kombinasi kaca beremisi rendah dan polyvinylidene (PVDF) dan solar<br />
panel; fasade bagian timur dan barat memiliki panel perforated untuk menimbulkan kesan elegan dan menyaring<br />
sinar langsung matahari. Solar panel pada fasade akan memberikan daya pada lampu LED untuk penerangan<br />
malam hari. Pelindung sinar matahari secara otomatis akan bereaksi terhadap jalur matahari untuk mengurangi<br />
panas yang diterima. Metode dan teknologi design sustainable lainnya yang digunakan adalah jendela aluminium<br />
yang terinsulasi, pelindung matahari internal pada bagian atas ruang tunggu, lansekap pada atap, dan sistem<br />
pergantian air bersih.<br />
6. Bayfront and Landmark Stations<br />
l
Mengingat ketrampilan negara Singapura akan pembangunan jaringan transportasi untuk mendukung<br />
pengembangan urban-nya, tidak mengherankan bahwa pengembangan Marina Bay, sebuah area luas berupa<br />
lahan reklamasi yang melingkar di sekeliling bagian dalam teluk dari pusat kota sekarang ini, yang masih<br />
dalam proses pengembangan sampai saat ini telah dihubungkan dengan sistem transportasi kota Singapura.<br />
Gambar 2.34 Landmark Station Entrance<br />
Sumber: FUTURARC,November 2007<br />
Berikut data dan rincianya :<br />
Nama Proyek : Bayfront and Landmark Stations, Downtown Line<br />
Lokasi : Singapore<br />
Status : Pengembangan design, diharapkan selesai 2012<br />
Klien / Pemilik : Land Transport Authority<br />
Architecture Firm : Aedas Pte Ltd<br />
Principal Architects : Jeremy Aloysius<br />
Engineering Firm : Maunsell Consultants (Singapore) Pte Ltd<br />
Foto : Aedas Pte Ltd<br />
Fase pertama dari Downtown Line yang akan datang ini adalah sebuah koneksi antara Circular Line (dalam<br />
proses pembangunan) dan North-East Line sepanjang 3-4 kilometer dengan empat pemberhentian. Jalur ini akan<br />
melewati daerah pengembangan Marina Bay, yang meliputi sebuah kawasan bisnis dan keuangan yang baru,<br />
retail, ruang komersil dan hiburan, serta resor Marina Bay yang berintegrasi pasir atau MBSIR (Marina Bay<br />
Sands Integrated Resort).<br />
Pada saat ini dua dari stasiun-stasiun tersebut – sementara disebut dengan Bayfront dan Landmark – sedang<br />
dirancang oleh Aedas perwakilan Singapura, sebuah peusahaan design internasional yang terkenal dengan<br />
kepiawaiannya dalam arsitektur rel.<br />
li
Stasiun Bayfront akan terletak di bawah Bayfront Avenue untuk kemudahan akses ke resor yang terintegrasi;<br />
stasiun Landmark akan terletak di bawah Central Boulevard untuk orang yang akan bepergian ke kawasan bisnis<br />
dan keuangan yang baru.<br />
Oleh karena infrastruktur juga dikembangkan secara bersamaan dengan keseluruhan pembangunan ini, kedua<br />
stasiun tesebut akan terintegrasi secara penuh dengan pabrik urban dan jalur penghubung ke pembangunanpembangunan<br />
yang telah direncanakan pada area sekitar. Kedua stasiun tersebut juga akan menjadi bagian dari<br />
jaringan pedestrian bawah tanah kota Singapura yang merupakan sebuah rangkaian jalur lintas bawah tanah yang<br />
menghubungkan bangunan-bangunan dan jaringan transportasi.<br />
Selagi memastikan kenyamanan pengguna, tingkatan integrasi yang dibutuhkan kedua stasiun tersebut<br />
mengurangi kesempatan untuk menggunakan entrance sebagai idenditas arsitektur. Akantetapi, Aedas<br />
menanggapinya dengan membuat sebuah idenditas dan menciptakan perasaan kedatangan melalui ruang-ruang<br />
interior bawah tanah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan pencahayaan alami untuk menerangi<br />
stasiun bawah tanah yang biasanya berkesan gelap.<br />
Pada stasiun Landmark, salah satu akses masuk utama akan melewati sebuah foyer yang luas yang terletak<br />
antara stasiun landmark sendiri dan retail bawah tanah pusat keuangan Marina Bay atau MBFC (Marina Bay<br />
Financial Centre). Dua struktur kaca di atas tanah yang terdapat pada MBFC akan berfungsi sebagai untuk<br />
membawa penumpang dan pencahayaan alami ke foyer. Skylight yang diletakkan secara strategis pada trotoar di<br />
atas juga menambah cahaya ke dalam stasiun.<br />
Fitur design lainnya yang menarik dari Stasiun Landmark adalah elemen kereta/transportasi. Pengguna<br />
stasiun dapat melihat kereta mendekat dari hampir semua sudut stasiun yang menambahkan pergerakan dan<br />
animasi pada ruang. Orientasi linear stasiun Bayfront menimbulkan dua node yang berbeda pada kedua ujung<br />
aula. Pada ujung utara-barat, sebuah ruang bulat yang besar, yang memiliki skylight yang besar dan berada di luar<br />
ambang tiket, menandakan pemusatan berbagai jalur ke stasiun dan menciptakan sebuak titik pertemuan untuk<br />
stasiun dan resor yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengaburkan batas antara stasiun ini dengan<br />
MBSIR. Foyer pada ujung selatan-barat akan mendapatkan arti pentingnya ketika hubungan dengan area-area<br />
yang berdekatan dibangun.<br />
Untuk kedua stasiun ini, Aedas telah merancang aula terbuka untuk memfasilitasi pencarian arah; void-void<br />
antara lantai-lantai stasiun memaksimalkan keterbukaan untuk mencari arah dengan insting dan meminimalkan<br />
ketergantungan kepada signage. Kedua stasiun ini masih berada dalam tahap pengembangan perancangan dan<br />
diharapkan dapat selesai pada tahun 2012.<br />
Berikut ini kesimpulan secara keseluruhan:<br />
Tabel 2.4 Kesimpulan studi banding Proyek Sejenis<br />
No. Studi Banding Pendekatan Struktur lingkungan<br />
lii
1. Wuhan Train Station Alam sebagai inspirasi Bentang lebar lahan hijau, dikelilingi<br />
untuk arsitektur<br />
oleh desa-desa, kolam-<br />
bangunan publik yang<br />
kolam ikan dan beberapa<br />
berskala besar.<br />
pabrik. Serta dibatasi<br />
oleh dua buah sungai<br />
2. Stesen KL Sentral Sustainable Bentang lebar -<br />
3. Lyon-Satolas TGV<br />
Station<br />
4. Kuningan Central<br />
Station<br />
5. Kashiwanoha-Campus<br />
Station<br />
Sintesa artistik dan Menggunakan beton,<br />
-<br />
pragmatis<br />
baja dan kaca.<br />
Tropis Beton dan Baja ringan Pusat keramaian kota,<br />
dikelilingi bangunanbangunan<br />
tinggi<br />
Gabungan<br />
Adanya pemisahan Berada di wilayah<br />
komputerisasi dan struktur utama<br />
kampus<br />
sketsa<br />
bangunan dan selimut<br />
bangunan<br />
6. Fujian Transportation Sustainable Bentang lebar Berada di wilayah bekas<br />
Hub<br />
cagar alam, banyak<br />
terdapat tanaman bambu<br />
di sekitarnya<br />
7. Bayfront and Landmark TOD grid Berada di pusat<br />
Stations<br />
pengembangan daerah<br />
baru, dikelilingi oleh<br />
fasilitas-fasilitas<br />
penginapan dan bisnis<br />
Kesimpulan akhir:<br />
Perancangan bangunan stasiun biasanya ditempatkan pada daerah pusat kota dan pusat pengembangan.<br />
Pendekatan yang dilakukan dalam merancang bangunan stasiun biasanya disesuaikan dengan lingkungan tempat<br />
stasiun tersebut dibangun dengan menggunakan teknologi canggih. bangunan stasiun pada umumnya berbentang<br />
lebar untuk menutupi peron-peron dan concourse yang berukuran besar. Bangunan stasiun dewasa ini juga tidak<br />
hanya menunjang satu moda transportasi saja melainkan menunjang beberapa moda transportasi lainnya yang<br />
saling berhubungan untuk mencapai suatu tempat tujuan.<br />
Sumber: Hasil olah data primer, 20<br />
<strong>II</strong>.5.5 Data Pendukung desain terhadap Debit air dan sumur resapan<br />
Penyaluran Air hujan dan Sumur resapan (ground water tank)<br />
Untuk menentukan debit air hujan yang perlu ditampung dalam saluran dan sumur resapan (ground water tank),<br />
secra rinci dapat digunakan rumus :<br />
liii
Dimana : Q(hujan maks) adalah debit maksimum (m³ / detik )<br />
C adalah koefisien aliran ( table)<br />
I adalah curah hujan (mm/m²/jam)<br />
A adalah luas area yang dihitung (Km2)<br />
Tabel 2.5 pipa pembuangan air hujan dan sumur resapan<br />
Luas Atap (m²) Diameter Pipa (Inci) Volume sumur<br />
Resapan (m³)<br />
≤ 50 2 2<br />
52 – 99 2 4<br />
100 – 149 2.5 6<br />
150 – 199 2.5 8<br />
200 – 299 3 12<br />
300 – 399 4 16<br />
499 – 499 4 20<br />
500 – 599 4 24<br />
600 – 699 5 28<br />
700 – 799 5 32<br />
800 – 899 5 36<br />
900 – 999 5 40<br />
1000 – 1500 6 60<br />
1500 – 3000 8 120<br />
Luas Atap Stasiun : 3.800 m² : 3000 + 800<br />
- Diameter pipa untuk : - 3000 m² = 8 Inci dan volume sumur 120 m³<br />
Maka kebutuhan debit air hujan yang perlu ditampung dalam saluran dan sumur resapan (ground water<br />
tank) pda curah hujan maksimum adalah 3.800 m² dengan pipa berdiameter 15 Inci dan Volume sumur adalah<br />
156 m³.<br />
liv