29.01.2013 Views

Pendataan Sebaran Merkuri di Daerah Cineam, Kab.Tasikmalaya

Pendataan Sebaran Merkuri di Daerah Cineam, Kab.Tasikmalaya

Pendataan Sebaran Merkuri di Daerah Cineam, Kab.Tasikmalaya

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PENDATAAN SEBARAN MERKURI<br />

DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT<br />

DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA<br />

Oleh :<br />

Denni Widhiyatna, Bambang Tjahjono, Rudy Gunrady,<br />

Mulyana Sukandar, Zamri Ta’in<br />

SUBDIT KONSERVASI<br />

ABSTRACT<br />

Inventory of mercury <strong>di</strong>stribution raised from illegal gold mining has been conducted in the<br />

<strong>Cineam</strong> District, <strong>Tasikmalaya</strong> Regency, West Java and in the Sangon District, Kulon Progo Regency,<br />

Yogyakarta. This mercury <strong>di</strong>stribution needs to be documented due to the fact that the gold mining<br />

activities in these area have been using mercury as a reagent for gold processing, and therefore, the<br />

dangerous impacts of mercury <strong>di</strong>spersion in the local environment should be investigated. The<br />

inventory used geochemical methods, inclu<strong>di</strong>ng sampling techniques of stream se<strong>di</strong>ment, soil, water,<br />

rock and tailing <strong>di</strong>sposals. Results of stream se<strong>di</strong>ments analyses show significantly high levels of<br />

mercury concentration within the areas of mining operation and gold processing. This may in<strong>di</strong>cate<br />

mercury contamination in the surroun<strong>di</strong>ng environment related to the tailing <strong>di</strong>sposals caused by the<br />

use of amalgamation techniques.<br />

The chemical analyses also resulted in relatively high concentration of mercury in soil samples,<br />

compared to the normal abundance of mercury contents in soil. The mercury concentrations in soil<br />

samples from the mining and processing areas are relatively higher compared to those taken from the<br />

other sampling locations.<br />

All the water samples show that the level of mercury concentration is below threshold or below<br />

detection limits, and this in<strong>di</strong>cates no mercury contamination yet in surface water in the <strong>Cineam</strong> and<br />

Sangon areas.<br />

S A R I<br />

Kegiatan pendataan sebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> daerah<br />

<strong>Cineam</strong> <strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong> Provinsi Jawa Barat dan daerah Sangon, <strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo,<br />

Prvpinsi <strong>Daerah</strong> Istimewa Yogyakarta. Hal ini perlu <strong>di</strong>lakukan karena kegiatan pertambangan emas<br />

skala kecil melakukan pengolahan bijihnya dengan proses amalgamasi dengan menggunakan merkuri<br />

(Hg) sebagai me<strong>di</strong>a untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya serta perlunya<br />

penanganan dan pengelolaan bahan galian yang ramah lingkungan, maka kegiatan pendataan sebaran<br />

merkuri ini perlu <strong>di</strong>lakukan.<br />

Metode yang <strong>di</strong>lakukan pada kegiatan ini adalah pengambilan conto-conto geokimia, antara lain<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai, tanah, air, batuan dan tailing.<br />

Hasil kegiatan ini menunjukkan data bahwa pada conto se<strong>di</strong>men sungai terdapat<br />

pengelompokkan konsentrasi tinggi yang signifikan dari unsur merkuri <strong>di</strong> daerah penambangan dan<br />

pengolahan bijih emas, hal ini menunjukkan adanya gejala kontaminasi akibat pembuangan tailing<br />

dari proses amalgamasi.<br />

Seluruh conto tanah memiliki nilai konsentrasi unsur merkuri yang relatif tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan<br />

dengan kelimpahan rata-rata merkuri <strong>di</strong> dalam tanah.. Pada daerah pengolahan bijih emas <strong>di</strong> kedua<br />

daerah tersebut menghasilkan kelompok konsentrasi yang relatif tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng lokasi pengambilan<br />

conto lainnya.<br />

Seluruh conto air menunjukkan konsentrasi merkuri <strong>di</strong> bawah nilai ambang batas dan belum<br />

tercemar apabila menggunakan standar baku mutu yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah<br />

No.82/2001 tentang kriteria mutu air.<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-1


1. PENDAHULUAN<br />

1.1. Latar Belakang<br />

Salah satu tujuan pembangunan nasional<br />

yang berwawasan lingkungan adalah terciptanya<br />

keserasian hubungan antara manusia dengan<br />

lingkungan alam sekitarnya dengan cara<br />

pembangunan yang berkelanjutan. Dalam<br />

laporan Komisi Sedunia tentang Lingkungan dan<br />

Pembangunan (WCED, 1987) pembangunan<br />

berkelanjutan <strong>di</strong>definisikan sebagai<br />

“pembangunan yang mengusahakan <strong>di</strong>penuhinya<br />

kebutuhan sekarang tanpa mengurangi<br />

kemampuan generasi yang akan datang untuk<br />

memenuhi kebutuhan mereka”. Oleh karenanya<br />

pengelolaan bahan galian harus <strong>di</strong>upayakan<br />

secara optimal sesuai dengan azas konservasi<br />

dan berwawasan lingkungan dengan menekan<br />

dampak negatif yang <strong>di</strong>timbulkan seminimal<br />

mungkin.<br />

Usaha pertambangan oleh sebagian<br />

masyarakat sering <strong>di</strong>anggap sebagai penyebab<br />

kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai<br />

contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas<br />

skala kecil, pengolahan bijih <strong>di</strong>lakukan dengan<br />

proses amalgamasi <strong>di</strong>mana merkuri (Hg)<br />

<strong>di</strong>gunakan sebagai me<strong>di</strong>a untuk mengikat emas.<br />

<strong>Merkuri</strong> banyak <strong>di</strong>gunakan sejak lama oleh para<br />

penambang emas dalam wilayah yang cukup<br />

luas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya<br />

dan termasuk logam B3, maka penyebaran<br />

logam ini perlu <strong>di</strong>awasi agar penanggulangannya<br />

dapat <strong>di</strong>lakukan se<strong>di</strong>ni mungkin secara terarah.<br />

Selain itu, untuk menekan jumlah limbah<br />

merkuri, maka perlu <strong>di</strong>lakukan perbaikan sistem<br />

pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah<br />

yang <strong>di</strong>hasilkan akibat pengolahan dan<br />

pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut <strong>di</strong><br />

atas, maka <strong>di</strong>perlukan upaya pendekatan melalui<br />

penanganan tailing atau limbah B3 yang<br />

berwawasan lingkungan dan sekaligus<br />

peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk<br />

meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.<br />

Mengingat keadaan <strong>di</strong>atas maka Sub<strong>di</strong>t<br />

Konservasi, Direktorat Inventararisasi Sumber<br />

Daya Mineral telah melakukan kegiatan<br />

pendataan sebaran merkuri <strong>di</strong> lokasi<br />

pertambangan emas skala kecil <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong><br />

Kecamatan <strong>Cineam</strong> dan Kecamatan Karangjaya,<br />

<strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>, Propinsi Jawa Barat<br />

dan <strong>Daerah</strong> Sangon, Kecamatan Kokap,<br />

<strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo, Propinsi <strong>Daerah</strong><br />

Istimewa Yogyakarta.<br />

1.2. Maksud dan Tujuan<br />

<strong>Pendataan</strong> sebaran merkuri <strong>di</strong> lingkungan<br />

usaha pertambangan emas rakyat <strong>di</strong>maksudkan<br />

untuk menginventarisasi sebaran merkuri, yang<br />

dapat <strong>di</strong>gunakan sebagai dasar pertimbangan<br />

dalam pencegahan penurunan kualitas<br />

lingkungan.<br />

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan<br />

gambaran mengenai sebaran unsur merkuri <strong>di</strong><br />

daerah <strong>Cineam</strong> dan Sangon sebagai data/bahan<br />

kajian untuk instansi terkait lainnya.<br />

1.3. Lokasi Kegiatan<br />

Kegiatan ini <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> dua daerah yaitu :<br />

1. Kecamatan <strong>Cineam</strong> dan Kecamatan<br />

Karangjaya, <strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>,<br />

Propinsi Jawa Barat. Secara geografis<br />

terletak antara 7 o 22’ 30” LS - 7 o 29’<br />

30” LS dan 108 o 19’ 30” BT - 108 o 26’<br />

00” BT dengan luas daerah 174 km 2 .<br />

2. <strong>Daerah</strong> Sangon, Kecamatan Kokap,<br />

<strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo terletak <strong>di</strong><br />

bagian paling barat Propinsi <strong>Daerah</strong><br />

Istimewa Yogyakarta, secara geografis<br />

terletak antara 7 o 38’ 42” LS - 7 o 59’<br />

03” LS dan 110 o 01’ 37” BT - 110 o 16’<br />

26” BT. dengan wilayah seluas 73,79<br />

km 2 .<br />

2. METODOLOGI<br />

Secara garis besar metode yang <strong>di</strong>gunakan<br />

pada kegiatan ini dapat <strong>di</strong>bagi dalam tahapan :<br />

1. Pengumpulan data sekunder;<br />

2. Pengumpulan data primer, antara lain :<br />

a) Memetakan aktivitas penambangan dan<br />

pengolahan emas,<br />

b) Penyontoan se<strong>di</strong>men sungai aktif;<br />

c) Penyontoan tanah;<br />

d) Penyontoan tailing;<br />

e) Penyontoan air permukaan;<br />

f) Penyontoan batuan.<br />

3. TERMINOLOGI<br />

3.1. Terminologi dan Gambaran Umum<br />

<strong>Merkuri</strong>, <strong>di</strong>tulis dengan simbol kimia Hg<br />

atau hydragyrum yang berarti “perak cair”<br />

(liquid silver) adalah jenis logam sangat berat<br />

yang berbentuk cair pada temperatur kamar,<br />

berwarna putih-keperakan, memiliki sifat<br />

konduktor listrik yang cukup baik, tetapi<br />

sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang<br />

kurang baik.<br />

<strong>Merkuri</strong> membeku pada temperatur –38.9<br />

o C dan men<strong>di</strong><strong>di</strong>h pada temperatur 357 o C<br />

(Stwertka, 1998). Dengan karakteristik<br />

demikian, merkuri sering <strong>di</strong>manfaatkan untuk<br />

berbagai peralatan ilmiah, seperti termometer,<br />

barometer, termostat, lampu fluorescent, obat-<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-2


obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri<br />

lainnya adalah kemempuannya untuk melarutkan<br />

logam lain dan membentuk logam paduan<br />

(alloy) yang <strong>di</strong>kenal sebagai amalgam. Emas dan<br />

perak adalah logam yang dapat terlarut dengan<br />

merkuri, sehingga merkuri <strong>di</strong>pakai untuk<br />

memperoleh atau mengikat emas dalam proses<br />

pengolahan bijih sulfida mengandung emas<br />

(proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas<br />

<strong>di</strong>panaskan sehingga merkuri menguap<br />

meninggalkan logam emas dan campurannya<br />

(<strong>di</strong>sebut bullion). Uap merkuri dapat<br />

<strong>di</strong>kondensasikan dan <strong>di</strong>pakai kembali.<br />

3.2. Usaha Pertambangan Emas Rakyat<br />

Kegiatan penambangan emas primer secara<br />

tra<strong>di</strong>sional yang <strong>di</strong>lakukan oleh masyarakat <strong>di</strong><br />

Indonesia <strong>di</strong>cirikan oleh penggunaan teknik<br />

eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan<br />

relatif murah. Untuk pekerjaan penggalian atau<br />

penambangan <strong>di</strong>pakai peralatan cangkul, linggis,<br />

ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya.<br />

Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau<br />

bijih hasil penambangan <strong>di</strong>tumbuk sampai<br />

berukuran 1-2 cm, selanjutnya <strong>di</strong>giling dengan<br />

alat gelundung (trommel, berukuran panjang 55-<br />

60 cm dan <strong>di</strong>ameter 30 cm dengan alat<br />

penggiling 3-5 batang besi). Bijih seberat 5-10<br />

kg <strong>di</strong>masukkan kedalam gelundung dan <strong>di</strong>putar<br />

selama beberapa jam, gelundung <strong>di</strong>buka,<br />

<strong>di</strong>buang ampas (tailing) dan <strong>di</strong>tambahkan bijih<br />

baru, selanjutnya gelundung <strong>di</strong>putar kembali.<br />

Proses pengisian ulang biasanya <strong>di</strong>lakukan<br />

beberapa kali dan penggilingan bijih dapat<br />

berlangsung sampai 24 jam.<br />

Proses pengolahan emasnya biasanya<br />

menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan<br />

mencampur bijih dengan merkuri untuk<br />

membentuk amalgam (logam paduan Au-Hg)<br />

dengan me<strong>di</strong>a air. Bijih atau pulp yang telah<br />

<strong>di</strong>gelundung <strong>di</strong>saring dan <strong>di</strong>peras dengan kain<br />

parasit untuk memisahkan amalgam dengan<br />

ampasnya. Selanjutnya emas <strong>di</strong>pisahkan dengan<br />

proses penggarangan (penguapan merkuri) pada<br />

suhu ±400<br />

o C <strong>di</strong> tempat terbuka sampai<br />

<strong>di</strong>dapatkan logam paduan emas dan perak<br />

(bullion). Produk akhir <strong>di</strong>jual dalam bentuk<br />

bullion dengan memperkirakan kandungan emas<br />

pada bullion tersebut.<br />

3.3. <strong>Merkuri</strong> dan Pencemaran Lingkungan<br />

Pencemaran lingkungan adalah suatu<br />

keadaan yang terja<strong>di</strong> karena perubahan kon<strong>di</strong>si<br />

tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak<br />

menguntungkan (merusak dan merugikan<br />

kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan)<br />

yang <strong>di</strong>sebabkan oleh keha<strong>di</strong>ran benda-benda<br />

asing (seperti sampah, limbah industri, minyak,<br />

logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan<br />

manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan<br />

tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo,<br />

2003).<br />

Lingkungan yang terkontaminasi oleh<br />

merkuri dapat membahayakan kehidupan<br />

manusia karena adanya rantai makanan. <strong>Merkuri</strong><br />

terakumulasi dalam mikro-organisme yang<br />

hidup <strong>di</strong> air (sungai, danau, laut) melalui proses<br />

metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung<br />

merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut<br />

<strong>di</strong>makan oleh mikro-organisme tersebut dan<br />

secara kimiawi terubah menja<strong>di</strong> senyawa<br />

methyl-merkuri. Mikroorganisme <strong>di</strong>makan ikan<br />

sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam<br />

jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menja<strong>di</strong> rantai<br />

makanan ikan besar dan akhirnya <strong>di</strong>konsumsi<br />

oleh manusia. Oleh karenanya, usaha<br />

pengolahan emas dengan menggunakan merkuri<br />

seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing)<br />

kedalam aliran sungai sehingga tidak terja<strong>di</strong><br />

kontaminasi merkuri pada lingkungan<br />

<strong>di</strong>sekitarnya, dan tailing yang mengandung<br />

merkuri harus <strong>di</strong>tempatkan secara khusus dan<br />

<strong>di</strong>tangani secara hati-hati.<br />

4. PEMBAHASAN<br />

4.1. Pengambilan Conto Geokimia<br />

Pengumpulan conto geokimia <strong>di</strong> dua daerah<br />

tertera pada tabel <strong>di</strong> bawah ini :<br />

Tabel.1.<br />

Pemercontoan<br />

JENIS DAERAH<br />

NO<br />

CONTO CINEAM SANGON<br />

Se<strong>di</strong>men<br />

1<br />

111 97<br />

Sungai Aktif<br />

2 Air 33 41<br />

3 Tanah 25 5<br />

4 Tailing 5 9<br />

5 Batuan 8 9<br />

J u m l a h 181 176<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-3


4.2 <strong>Merkuri</strong> Dalam Se<strong>di</strong>men Sungai<br />

Sehubungan hingga saat ini belum ada<br />

standar baku mutu kelimpahan unsur dalam<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai aktif, maka dalam kajian<br />

ini yang <strong>di</strong>pergunakan sebagai referensi adalah<br />

data kelimpahan atau <strong>di</strong>spersi unsur dalam<br />

se<strong>di</strong>men sungai yang sering <strong>di</strong>pakai sebagai<br />

petunjuk mineralisasi dalam kegiatan eksplorasi<br />

mineral logam.<br />

Tabel.2.<br />

Kelimpahan beberapa unsur logam berat dalam tanah, air dan se<strong>di</strong>men sungai<br />

(Sumber: Techniques in Mineral Exploration)<br />

Unsur<br />

Kelimpahan (dalam ppb)<br />

Tanah Air Se<strong>di</strong>men Sungai<br />

Au


KJ/S.009 <strong>di</strong> S.Citambal (158,421 ppm),<br />

KJ/S.019 <strong>di</strong> S.Cihapitan (64,737 ppm), KJ/S.042<br />

<strong>di</strong> S.Cisarua (45,263 ppm) dan KJ/S.051 <strong>di</strong><br />

S.Cihapitan (642,105 ppm). Kon<strong>di</strong>si tersebut <strong>di</strong><br />

atas dapat <strong>di</strong>tafsirkan peninggian konsentrasi<br />

merkuri pada conto se<strong>di</strong>men sungai <strong>di</strong>sebabkan<br />

oleh kontaminasi dari pengolahan emas tersebut.<br />

Hasil analisis pada conto lainnya<br />

menunjukkan nilai > 1 ppm Hg hingga 10 ppm<br />

Hg. Lokasi-lokasi conto tersebut tersebar <strong>di</strong><br />

bagian hilir sungai yang terdapat aktivitas<br />

pengolahan emas <strong>di</strong> bagian hulu yang<br />

kemungkinan berhubungan dengan pengaruh<br />

mobilitas merkuri tersebut sehingga terja<strong>di</strong><br />

gejala penurunan konsentrasi<br />

Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai <strong>di</strong> daerah Sangon<br />

menunjukkan nilai minimum 0,01 ppm Hg dan<br />

maksimum 97,84 ppm Hg dengan zonasi dan<br />

pola sebaran seperti yang <strong>di</strong>tunjukkan pada<br />

Gambar.4.<br />

Dengan menggunakan standar nilai<br />

kelimpahan unsur Hg dari Tabel.2 tersebut<br />

<strong>di</strong>atas, maka terdapat 7 conto se<strong>di</strong>men sungai<br />

yang memberikan kadar < 0.1 ppm Hg atau<br />

0,1 ppm Hg,<br />

termasuk <strong>di</strong>antaranya 63 conto yang memiliki<br />

kadar 0,1 - 1,0 ppm Hg, dan sisanya sejumlah 27<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai memiliki kadar >1,0 -<br />

97,84 ppm Hg.<br />

Semua conto se<strong>di</strong>men sungai yang<br />

menunjukkan kadar >2 ppm Hg berasal dari<br />

daerah <strong>di</strong>mana terdapat lokasi penambangan<br />

emas rakyat atau yang berdekatan dengan lokasi<br />

penambangan emas rakyat (Gambar.4).<br />

Termasuk <strong>di</strong>antaranya adalah conto KO-070-SS<br />

yang mengandung 11,44 ppm Hg, <strong>di</strong>ambil dari<br />

Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2, yang<br />

berada <strong>di</strong>bawah lokasi bekas Shaft dan<br />

Gelundung Sarjan. Conto KO-071-SS yang<br />

<strong>di</strong>ambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2<br />

memberikan hasil 97,84 ppm Hg juga berada<br />

pada wilayah penambangan emas rakyat.<br />

Demikian juga lokasi conto KO-001-SS dan<br />

KO-006-SS yang mengandung 8,46 ppm Hg dan<br />

52,28 ppm Hg, semuanya berada <strong>di</strong> sekitar<br />

lokasi penambangan emas rakyat yang masih<br />

aktif. Dengan kata lain, tingginya kadar merkuri<br />

dalam conto se<strong>di</strong>men sungai memiliki korelasi<br />

positif dengan keberadaan penambangan emas<br />

rakyat yang mempergunakan teknik amalgamasi.<br />

Dari analisis data tersebut <strong>di</strong>atas dapat<br />

<strong>di</strong>duga bahwa penambangan emas rakyat yang<br />

menggunakan gelundung (amalgamasi) dalam<br />

pengolahannya telah menyebabkan kontaminasi<br />

atau pencemaran sungai <strong>di</strong> sekitarnya. Meskipun<br />

standar baku mutu untuk se<strong>di</strong>men sungai belum<br />

<strong>di</strong>tentukan, namun kadar merkuri dalam<br />

beberapa conto se<strong>di</strong>men sungai telah<br />

menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan tentu<br />

saja berpotensi menimbulkan dampak<br />

lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi<br />

kesehatan masyarakat <strong>di</strong> sekitar lokasi<br />

penambangan tersebut.<br />

Relatif tingginya konsentrasi merkuri dalam<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai <strong>di</strong> daerah <strong>Cineam</strong><br />

<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan daerah Sangon<br />

kemungkinan <strong>di</strong>sebabkan :<br />

a) Kegiatan pengolahan emas <strong>di</strong> <strong>Cineam</strong> telah<br />

berlangsung lebih lama dan terorganisnir<br />

<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan <strong>di</strong> Sangon, sehingga<br />

aktivitas pengolahan yang menghasilkan<br />

limbah merkuri relatif lebih banyak.<br />

b) Pengolahan emas yang <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> sungai<br />

lebih banyak <strong>di</strong> <strong>Cineam</strong> <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan<br />

dengan <strong>di</strong> daerah Sangon, karena debit air<br />

yang cukup besar untuk menggerakkan<br />

gelundung. Sedangkan <strong>di</strong> Sangon umumnya<br />

pengolahan emas <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> pemukiman<br />

dan kebun. Pada kegiatan ini <strong>di</strong> <strong>Cineam</strong><br />

terdata jumlah gelundung <strong>di</strong> sungai yang<br />

aktif adalah <strong>di</strong> S.Citambal ( 99 buah ),<br />

S.Cihapitan ( 81 buah ), S.Cisarua ( 121<br />

buah) dan S.Cikurawet (12 buah).<br />

c) Di daerah Sangon, umumnya tailing yang<br />

<strong>di</strong>hasilkan <strong>di</strong>jual ke luar daerah<br />

penambangan, sedangkan <strong>di</strong> <strong>Cineam</strong> tidak<br />

<strong>di</strong>lakukan.<br />

4.3. <strong>Merkuri</strong> Dalam Tanah<br />

Hasil analisis kimia conto tanah <strong>di</strong> daerah<br />

<strong>Cineam</strong> menunjukan kisaran konsentrasi merkuri<br />

antara 1,474 – 30,526 ppm Hg. Konsentrasi Hg<br />

dalam conto tanah yang <strong>di</strong>ambil <strong>di</strong> sekitar<br />

pengolahan emas (gelundung) menunjukkan<br />

kisaran nilai <strong>di</strong> atas 10 ppm antara lain KJ/T.152<br />

<strong>di</strong> S.Citambal (11,282 ppm), KJ/T.160 <strong>di</strong><br />

S.Ciseel (10,224 ppm), KJ/T.171 <strong>di</strong> S.Cisarua<br />

(10,237 ppm), KJ/T.172 <strong>di</strong> S.Cisarua (10,947)<br />

dan Nilai tertinggi terdapat pada lokasi KJ/T.153<br />

<strong>di</strong> S.Citambal (30,526 ppm). Sedangkan 2 lokasi<br />

conto yang <strong>di</strong>ambil <strong>di</strong> sekitar lokasi<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-5


penggarangan bulion emas adalah KJ/T.154<br />

(4,895 ppm) dan KJ/T.155 (4,829 ppm)<br />

(Gambar.5).<br />

Di <strong>Daerah</strong> Sangon, dari hasil analisis kimia<br />

5 conto tanah yang <strong>di</strong>ambil dari lokasi <strong>di</strong> sekitar<br />

tempat pengolahan emas rakyat (gelundung),<br />

semuanya menunjukkan kadar merkuri (Hg)<br />

yang sangat tinggi. Empat conto tanah<br />

mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg<br />

dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm<br />

Hg (Gambar.6).<br />

Sampai kegiatan ini <strong>di</strong>lakukan belum ada<br />

peraturan pemerintah untuk standar baku mutu<br />

Hg dalam tanah. Sebagai ”pemban<strong>di</strong>ng” dapat<br />

<strong>di</strong>lihat Peraturan Pemerintah, no. 18 Tahun 1999<br />

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya<br />

dan Beracun, <strong>di</strong>mana nilai ambang batas (NAB)<br />

untuk logam Hg adalah : 0,01 mg/lt atau 0,01<br />

ppm. Dilihat dari data hasil analisis Hg, seluruh<br />

titik pengamatan conto tanah <strong>di</strong> kedua daerah<br />

mengandung konsentrasi Hg <strong>di</strong>atas nilai NAB.<br />

Sedangkan apabila <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan nilai<br />

kelimpahan unsur merkuri dalam tanah yang<br />

normalnya kurang dari 0,3 ppm maka<br />

konsentrasi merkuri dalam tanah ini <strong>di</strong>anggap<br />

sangat tinggi. Dengan demikian dapat<br />

<strong>di</strong>simpulkan bahwa <strong>di</strong> kedua daerah tersebut <strong>di</strong><br />

sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah<br />

mengalami kontaminasi merkuri yang<br />

signifikan.<br />

Konsentrasi merkuri dalam tanah <strong>di</strong> daerah<br />

Sangon relatif lebih besar <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan<br />

<strong>di</strong> <strong>Cineam</strong>, kemungkinan hal ini <strong>di</strong>sebabkan oleh<br />

Kebiasaan sebagian besar penambang emas <strong>di</strong><br />

Sangon yang mengolah bijih emas <strong>di</strong> sekitar<br />

pemukimannya kemu<strong>di</strong>an mengalirkan<br />

material/lumpur tailingnya ke halaman rumah<br />

sebelum <strong>di</strong>tampung pada kolam buatan yang<br />

terbatas atau bahkan <strong>di</strong>alirkan ke sungai <strong>di</strong><br />

sekitarnya. Hal ini <strong>di</strong>sebabkan oleh debit sir<br />

sungai <strong>di</strong> daerah Sangon relatif kecil.<br />

Sedangkan <strong>di</strong> daerah <strong>Cineam</strong>, lokasi<br />

pengolahan tersebut umumnya terletak <strong>di</strong><br />

pinggiran sungai dan se<strong>di</strong>kit <strong>di</strong>temukan<br />

pengolahan bijih emas yang <strong>di</strong>angkut ke dekat<br />

perumahan penduduk.<br />

4.4. <strong>Merkuri</strong> Dalam Air Permukaan<br />

Hasil analisis conto air pada seluruh lokasi<br />

pencontoan <strong>di</strong> daerah <strong>Cineam</strong> dan Sangon<br />

menghasilkan konsentrasi <strong>di</strong>bawah batas deteksi<br />

alat yaitu < 0,5 ppb Hg atau < 0,0005 ppm Hg.<br />

Sedangkan kriteria mutu air yang <strong>di</strong>tentukan<br />

dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,001<br />

ppm (kelas 1), 0,002 ppm (kelas 2 dan 3), dan<br />

0,005 ppm (kelas 4). Dengan demikian dapat<br />

<strong>di</strong>katakan bahwa mutu air permukaan <strong>di</strong> kedua<br />

wilayah tersebut masih baik dengan konsentrasi<br />

merkuri <strong>di</strong>bawah batas deteksi alat. Hasil<br />

pengukuran keasaman air permukaan <strong>di</strong> daerah<br />

Sangon menunjukkan pH minimum 7,3 dan<br />

maksimum 8,3, dengan pH rata-rata 7,7, yang<br />

berarti masih berada dalam kisaran pH yang<br />

<strong>di</strong>tentukan (pH 5 - 9).<br />

Mengingat tingginya konsentrasi merkuri<br />

dalam tanah dan se<strong>di</strong>men sungai <strong>di</strong> kedua daerah<br />

tersebut, maka perlu <strong>di</strong>antisipasi dampak yang<br />

akan timbul pada air tanah dangkal dan air<br />

permukaan walaupun saat ini masih dalam<br />

kon<strong>di</strong>si baik.<br />

4.5. <strong>Merkuri</strong> Dalam Batuan<br />

<strong>Merkuri</strong> sangat jarang <strong>di</strong>jumpai sebagai<br />

logam murni (native mercury) <strong>di</strong> alam dan<br />

biasanya membentuk mineral sinabar (cinnabar),<br />

yaitu merkuri sulfida (HgS) berwarna merah<br />

terang. <strong>Merkuri</strong> sulfida terbentuk dari larutan<br />

hidrothermal pada temperatur rendah dengan<br />

cara pengisian rongga (cavity filling) dan<br />

penggantian (replacement). <strong>Merkuri</strong> sering<br />

berasosiasi dengan endapan logam sulfida<br />

lainnya, <strong>di</strong>antaranya Au, Ag, Sb, As, Cu, Pb dan<br />

Zn, sehingga <strong>di</strong> daerah-daerah mineralisasi emas<br />

tipe urat biasanya kandungan merkuri dan<br />

beberapa logam berat lainnya cukup tinggi.<br />

Kelimpahan rata-rata merkuri dalam kerak bumi<br />

adalah sebesar 0,08 ppm (Levinson, 1974).<br />

Hasil analisis kimia 6 conto batuan<br />

termineralisasi <strong>di</strong> daerah <strong>Cineam</strong> menghasilkan<br />

kadar merkuri antara 0,9 ppm hingga 4,2 ppm.<br />

Sedangkan <strong>di</strong> daerah Sangon pada 6 conto<br />

batuan yang termineralisasi menunjukkan kadar<br />

merkuri (Hg) berkisar antara 1,4 ppm sampai 3,4<br />

ppm. Conto bijih berupa urat kuarsa<br />

mengandung emas, yang <strong>di</strong>ambil dari lokasi<br />

Tambang Nurwaji (Sangon 2) mengandung 92<br />

ppm Hg, pada lokasi tambang lainnya memiliki<br />

kadar 18 ppm Hg (Shaft Sangon 2) dan 2,3 ppm<br />

Hg (Shaft Tambang Suwiji, Gunung Kukusan).<br />

Kadar merkuri <strong>di</strong> kedua daerah tersebut<br />

relatif tinggi, oleh karena itu apabila batuan<br />

tersebut <strong>di</strong>tambang dan <strong>di</strong>olah dengan cara<br />

amalgamasi, maka akan memberikan dampak<br />

lingkungan yang signifikan karena merkuri dan<br />

logam dasar lainnya akan terbuang bersamasama<br />

tailing.<br />

4.6. <strong>Merkuri</strong> Dalam Tailing<br />

Konsentrasi merkuri yang tinggi dalam<br />

conto tailing pada umumnya <strong>di</strong>sebabkan oleh<br />

proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari<br />

uji coba yang <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> daerah <strong>Cineam</strong><br />

menghasilkan data hilangya merkuri dalam satu<br />

kali amalgamasi sebanyak 9 %. Berdasarkan<br />

beberapa penelitian, <strong>di</strong>peroleh data yang<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-6


menunjukkan merkuri yang hilang setelah<br />

amalgamasi dapat mencapai 5% - 10%.<br />

Hasil analisis kimia pada conto tailing <strong>di</strong> 5<br />

lokasi pengolahan emas rakyat <strong>di</strong> <strong>Cineam</strong><br />

menghasilkan nilai konsentrasi Hg antara 201 –<br />

595 ppm Hg. Sedangkan hasil analisis conto<br />

tailing pada 9 lokasi <strong>di</strong> daerah Sangon<br />

menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang relatif<br />

lebih tinggi, yaitu 800 – 6900 ppm Hg.<br />

Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat<br />

tinggi berhubungan erat dengan pemakaian<br />

merkuri dalam proses amalgamasi dan berasal<br />

dari konsentrasi Hg dalam bijih.<br />

Mengingat hal tersebut <strong>di</strong> atas, maka<br />

pengelolaan dan penanganan tailing ini harus<br />

<strong>di</strong>lakukan secara baik karena <strong>di</strong> dalam tailing<br />

tersebut masih banyak mengandung konsentrasi<br />

merkuri, sehingga dapat <strong>di</strong>kurangi dampak<br />

pencemaran dari tersebut.<br />

5. KESIMPULAN<br />

a) Pengelompokkan nilai yang signifikan dari<br />

unsur merkuri <strong>di</strong> daerah penambangan dan<br />

pengolahan bijih emas, menunjukkan<br />

adanya gejala kontaminasi akibat<br />

pembuangan tailing dari proses amalgamasi.<br />

b) Adanya perbedaan konsentrasi merkuri pada<br />

conto se<strong>di</strong>men sungai dan tanah <strong>di</strong> daerah<br />

<strong>Cineam</strong> dan Sangon <strong>di</strong>sebabkan oleh<br />

perbedaan lokasi pengolahan emas dan<br />

perlakuan terhadap tailing.<br />

c) Penyebaran merkuri akibat usaha<br />

pertambangan emas rakyat <strong>di</strong>perkirakan<br />

masih bersifat lokal karena <strong>di</strong>pengaruhi oleh<br />

kemampuan <strong>di</strong>spersi merkuri tersebut<br />

d) Seluruh conto tanah memiliki nilai<br />

konsentrasi unsur merkuri <strong>di</strong> atas harga ratarata<br />

kelimpahan unsur merkuri dalam tanah.<br />

Kelompok konsentrasi merkuri yang tinggi<br />

tersebut terdapat pada daerah pengolahan<br />

bijih emas.<br />

e) Nilai konsentrasi merkuri dalam air <strong>di</strong> kedua<br />

daerah masih <strong>di</strong> bawah Nilai Ambang Batas<br />

dan dalam kon<strong>di</strong>si baik apabila<br />

<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan Peraturan Pemerintah<br />

No.82/2001 tentang kriteria mutu air.<br />

Dampak yang timbul akibat pengolahan<br />

emas tersebut adalah timbulnya kekeruhan<br />

terhadap air permukaan.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A.,<br />

Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariya<strong>di</strong>, W. dan<br />

Suhen<strong>di</strong>, E., 2001. Percontohan<br />

Penambangan Emas <strong>di</strong> Kecamatan Kokap,<br />

<strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo, <strong>Daerah</strong> Istimewa<br />

Yogyakarta. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Teknologi Mineral dan<br />

Batubara, Bandung.<br />

Gunra<strong>di</strong>, R, dkk, 2000, Laporan Penyeli<strong>di</strong>kan<br />

Pemantauan Unsur Hg (mercury) Akibat<br />

Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) <strong>di</strong><br />

<strong>Daerah</strong> Pongkor, Jawa Barat, Dengan<br />

Pemetaan Geokimia, Koor<strong>di</strong>nator Urusan<br />

Departemen Energi dan Sumberdaya<br />

Mineral, Propinsi Jawa Barat.<br />

Gunra<strong>di</strong>, R dan Nugroho, D., 1994. Laporan<br />

Pendahuluan Tolok Ukur Eksplorasi Bahan<br />

Galian Logam Penyeli<strong>di</strong>kan Mineralisasi<br />

Logam <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong> Perbukitan Menoreh, <strong>Kab</strong>.<br />

Purworejo, Magelang - Jawa Tengah, <strong>Kab</strong>.<br />

Kulon Progo, DIY. Direktorat Sumber Daya<br />

Mineral, Bandung.<br />

Said, A, dkk, 2002, Laporan Bimbingan Teknis<br />

Konservasi Sumber Daya Mineral DI <strong>Daerah</strong><br />

<strong>Cineam</strong> Dan Sekitarnya, Kecamatan <strong>Cineam</strong>,<br />

<strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>, Provinsi Jawa<br />

Barat, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya<br />

Mineral.<br />

Suratmo, F. Gunawan, 1990, Analisis Mengenai<br />

Dampak Lingkungan, Gajah Mada University<br />

Press,<br />

Prapto, A.S., Karno, Tambunan, A.F. dan<br />

Pertiwi, M., 1997. Laporan Eksplorasi<br />

Logam Mulia dan Logam Dasar <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong><br />

Kecamatan <strong>Cineam</strong>, <strong>Kab</strong>upaten<br />

<strong>Tasikmalaya</strong>, Propinsi Jawa Barat.<br />

Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.<br />

Rahardjo, W., Sukandarrumi<strong>di</strong> dan Rosi<strong>di</strong>,<br />

H.M.D., 1995. Peta Geologi Lembar Gunra<strong>di</strong><br />

R., Sukmana, Ta’in, Z. dan Nixon, 2000.<br />

Laporan Penyeli<strong>di</strong>kan Pemantauan Unsur<br />

Hg (<strong>Merkuri</strong>) Akibat Penambangan Emas<br />

Tanpa Ijin (PETI) <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong> Pongkor, Jawa<br />

Barat dengan Pemetaan Geokimia.<br />

Koor<strong>di</strong>nator Urusan Departemen Energi dan<br />

Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.<br />

Selinawati dan Soban<strong>di</strong>, 1994. Distribusi<br />

Pencemaran Air Raksa Pada Tambang<br />

Rakyat <strong>Cineam</strong>. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.<br />

Soemarwoto, O, 2003, Analisis Mengenai<br />

Dampak Lingkungan, Gajah Mada University<br />

Press.<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-7


Stwertka, A., 1998. Guide To The Elements.<br />

Oxford University Press, New York, 240 hal.<br />

Susilo, Y.E.B., 2003. Menuju Keselarasan<br />

Lingkungan. Averroes Press, Malang, 156<br />

hal.<br />

Gambar.1 Peta Lokasi <strong>Daerah</strong> <strong>Cineam</strong>, <strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>,<br />

Propinsi Jawa Barat<br />

Gambar.2 Peta Lokasi <strong>Daerah</strong> Sangon, <strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo,<br />

Propinsi DI Yogyakarta<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-8


Gambar.3 Peta Zonasi dan <strong>Sebaran</strong> Unsur <strong>Merkuri</strong> Dalam Conto Se<strong>di</strong>men Sungai<br />

Aktif, <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong> <strong>Cineam</strong>, <strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>, Propinsi Jawa Barat.<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-9


Gambar.2 Peta Lokasi <strong>Daerah</strong> Sangon, <strong>Kab</strong>upaten Kulon<br />

Progo, Propinsi DI Yogyakarta<br />

Gambar.4 Peta Zonasi dan Kisaran Unsur <strong>Merkuri</strong> Dalam Conto Se<strong>di</strong>men Sungai<br />

Aktif, <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong> Sangon, <strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo, Propinsi <strong>Daerah</strong><br />

Istimewa Yogyakarta.<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-10


Gambar.5 Peta Kisaran Nilai Unsur <strong>Merkuri</strong> Dalam Tanah, Batuan dan Tailing <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong><br />

<strong>Cineam</strong>, <strong>Kab</strong>upaten <strong>Tasikmalaya</strong>, Propinsi Jawa Barat<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-11


Gambar.6 Peta Kisaran Nilai Unsur <strong>Merkuri</strong> Dalam Tanah, Batuan dan Tailing <strong>di</strong> <strong>Daerah</strong><br />

Sangon, <strong>Kab</strong>upaten Kulon Progo, Propinsi <strong>Daerah</strong> Istimewa Yogyakarta<br />

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-12

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!