04.02.2013 Views

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

pintu depan, dengan <strong>si</strong>kap yang tenang, bahkan ter-senyum menghadapi mereka!<br />

Melihat ini, para pendeta itu hampir berteriak kaget dan kembali nyali mereka menjadi kecil,<br />

apalagi mereka melihat kenyataan bahwa suami isteri tua penghuni Istana Gurun Pa<strong>si</strong>r itu<br />

ternyata ditemani oleh seorang hwe<strong>si</strong>o yang me-reka kenal sebagai Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o yang<br />

lihai! Mereka tentu saja mengenal hwe<strong>si</strong>o ini yang dahulunya adalah se-orang pendekar<br />

dengan julukan Si Jari Maut!<br />

“Celaka,” pikir mereka. “Kiranya di samping Pendekar Naga Sakti dan isteri-nya, ma<strong>si</strong>h ada<br />

lagi Si Jari Maut!”<br />

Akan tetapi, Sin-kiam Mo-li yang tadinya kaget juga melihat adanya Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o di<br />

<strong>si</strong>tu, membesarkan hati kawan-kawannya dan berkata, “<strong>Mar</strong>i maju, mereka hanyalah tiga<br />

orang tua bang-ka yang sudah mau mampus!”<br />

“Omitohud....!” Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o berseru sambil tersenyum lebar. “Bukan-kah yang datang<br />

ini sahabat-sahabat lama, Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawan dari Pat-kwa-kauw dan Pek-liankauw?<br />

Sin-kiam Mo-li, sudah bertahun-tahun” engkau agaknya belum juga mau ber-tobat? Mau<br />

apakah engkau dan teman-temanmu mengunjungi tempat sunyi ini?”<br />

Sin-kiam Mo-li memandang kepada hwe<strong>si</strong>o itu dengan marah sekali. Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o<br />

adalah musuh besarnya. Ada-lah hwe<strong>si</strong>o ini yang dahulu memimpin para pendekar untuk<br />

menentang ibu ang-katnya, yaitu mendiang Kim Hwa Nio-nio dan Sai-cu Lama sehingga ibu<br />

angkat-nya itu tewas (baca <strong>kisah</strong> SULING NAGA). Melihat kehadiran kakek ini di Istana<br />

Gurun Pa<strong>si</strong>r, bukan saja mengejutkan hatinya, akan tetapi lebih lagi mendatang-kan<br />

kemarahan dan kebencian mendalam. Ia tidak takut karena kini hwe<strong>si</strong>o itu nampak sudah<br />

demikian tua!<br />

“Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o, tua bangka yang mau mampus. Kebetulan engkau berada di <strong>si</strong>ni<br />

sehingga kami dapat membasmi sekalian!” bentaknya.<br />

Selama beberapa tahun ini, Wan Ceng sudah dapat memenangkan diri sendiri. Ia yang<br />

dahulunya merupakan seorang wa-nita yang gagah perkasa, galak dan keras hati, kini menjadi<br />

seorang nenek yang berhati lembut. Biarpun ia tahu bahwa Sin-kiam Mo-li dan kawankawannya<br />

itu adalah tokoh-tokoh sesat yang amat ja-hat, namun tidak timbul kebencian atau<br />

kemarahan dalam hatinya. Melihat ke-nyataan ini, bukan main girangnya rasa hati Wan Ceng.<br />

Inilah ujian terakhir baginya, ujian bagi keadaan batinnya apakah benar-benar ia telah bebas<br />

dari-pada kemarahan dan kebencian. Dan ia melihat kenyataan yang menggirangkan bahwa<br />

kemunculan orang-orang jahat yang berniat buruk ini pun kini tidak dapat mengu<strong>si</strong>k dan<br />

memunculkan ke-marahan atau kebencian dalam batinnya. Ia menoleh kepada suaminya<br />

dalam ba-tinnya. Ia menoleh kepada suaminya yang nampak tenang saja seolah-olah tidak<br />

menghadapi ancaman, dan kepada Tiong Khi Hwe<strong>si</strong>o yang tertawa-tawa. Hatinya terharu.<br />

Sungguh Wan Tek Hoat kini telah berubah sama sekali. Dahulu pernah dijuluki Si Jari Maut<br />

yang ber<strong>si</strong>kap keras tanpa mengenal ampun kepada orang jahat atau musuhnya, akan tetapi<br />

kini telah menjadi seorang hwe<strong>si</strong>o yang ma<strong>si</strong>h tertawa-tawa biarpun diancam dan di-maki.<br />

Kakek Kao Kok Cu yang ber<strong>si</strong>kap tenang itu bangkit berdiri, diikuti oleh isterinya dan Tiong<br />

Khi Hwe<strong>si</strong>o, dan berkata dengan halus namun berwibawa sekali, “Kami penghuni Istana<br />

Kisah <strong>si</strong> Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 24

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!