04.02.2013 Views

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

14_kisah_si_bangau_putih_tamat.pdf 1933KB Mar - Directory UMM

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Sin Hong menatap muka yang merah dan kurus kering itu tanpa merasa takut, dan dia<br />

menggeleng kepala. “Aku tidak tahu.”<br />

“Tukkk!” Gagang tongkat naga hitam itu menotok lambung dan Sin Hong ter-kejut lalu<br />

meronta-ronta dan menggeliat kesakitan karena yang ditotok adalah jalan darah yang<br />

mendatangkan rasa nyeri luar biasa sekali.<br />

“Hayo katakan, kalau tidak, akan kutambah lagi!” bentak Thian Kek Seng-jin, matanya<br />

ber<strong>si</strong>nar-<strong>si</strong>nar gembira me-lihat korbannya menggeliat kesakitan. Akan tetapi terjadi keanehan<br />

pada tubuh Sin Hong. Seperti juga tadi, ketika ber-kali-kali mengalami pukulan, rasa nyeri<br />

hanya sebentar saja dan ada hawa hangat di dalam tubuhnya yang berkumpul di tempat yang<br />

sakit lalu rasa nyeri itu lenyap seketika. Itu adalah hawa sakti di tubuhnya yang bekerja<br />

dengan otomatis, berkumpul di bagian tubuh yang rusak karena serangan dari luar dan<br />

memulih-kannya kembali.<br />

“Aku tidak tahu,” katanya lagi.<br />

“Desss!” Tongkat itu kembali bergerak dan menyerampang kedua kaki Sin Hong, membuat<br />

tubuhnya kembali terpelanting dan bergulingan. Thian Kong Cin-jin me-nambahinya dengan<br />

tendangan sehingga tubuhnya terus menggelinding dan mem-bentur dinding. Dia pun rebah<br />

tak ber-gerak lagi, kembali pingsan!<br />

“Jangan bunuh dulu!” Tiba-tiba Sin-kiam Mo-li berseru melihat betapa dua orang pendeta itu<br />

hendak melanjutkan <strong>si</strong>ksaan mereka dan agaknya hendak mem-bunuh pemuda itu karena<br />

kecewa.<br />

“Huh, Mo-li, laki-laki macam ini saja membuatmu tergila-gila? Apanya <strong>si</strong>h yang menarik? Di<br />

setiap dusun engkau akan dapat menemukan pemuda macam ini ratusan orang banyaknya!”<br />

kata Thian Kek Seng-jin, pendeta Pek-lian-kauw yang kurus kering dan bermuka merah itu,<br />

dengan nada cemburu. Memang pendeta ini pernah diajak tidur bersama oleh Sin-kiam Mo-li,<br />

akan tetapi wanita itu tidak suka padanya dan tidak pernah lagi meng-ulang perbuatannya,<br />

padahal kakek ini kagum dan suka sekali kepada Sin-kiam Mo-li. Melihat betapa wanita itu<br />

kini melindungi seorang pemuda yang biasa saja, timbul pula rasa cemburu di hati-nya!<br />

“Benar, dia harus dibunuh. Kalau ti-dak, kelak hanya akan mendatangkan gangguan saja,”<br />

kata pula Thian Kong Cin-jin tokoh Pat-kwa-kauw.<br />

“Hemmm, kalian ini selalu berpikiran kotor dan menuduhku yang tidak-tidak. Pula, andaikata<br />

aku memilih dia untuk melayaniku, apa sangkutannya dengan kalian? Dia memang tidak<br />

tampan, tidak pandai ilmu <strong>si</strong>lat, akan tetapi ketabahan-nya membuat aku kagum. Kalian lupa<br />

bahwa dia ma<strong>si</strong>h dapat kita pergunakan. Ingat saja mayat-mayat yang berserakan di luar itu,<br />

apakah kalian akan membiar-kan saja mayat sute-sute kalian dan anak buah kalian membusuk<br />

di sana? Dia ini dapat kita pergunakan tenaganya untuk menggali lubang dan mengubur<br />

mayat-mayat itu.”<br />

“Ah, benar juga!” kata Thian Kek Seng-jin, malu kepada diri sendiri yang tadi hanya mencela<br />

karena cemburu.<br />

“Dan engkau tidak perlu khawatir dia akan mendatangkan gangguan kelak, Thian Kong Cin-<br />

Kisah <strong>si</strong> Bangau Putih > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com 34

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!