Lampiran[1] - Digilib UIN Malang
Lampiran[1] - Digilib UIN Malang
Lampiran[1] - Digilib UIN Malang
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Proposal<br />
KONVERSI PANTI ASUHAN AL-MIZAN LAMONGAN<br />
(Studi Kasus dari Panti Asuhan ke Model Panti Pesantren)<br />
A. Konteks Penelitian<br />
Zaman sekarang yang dikenal dengan sebutan era globalisasi telah<br />
didominasi oleh pesatnya persaingan ekonomi. Keadaan tersebut ternyata telah<br />
membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat dalam banyak<br />
segi. Perubahan yang nyatanya mengusung kemajuan yang luar biasa,<br />
sekaligus juga menimbulkan kegelisahan dan krisis ekonomi di kalangan<br />
banyak orang 1 .<br />
Seirama dengan krisis ekonomi ini, permasalahan sosial juga selalu<br />
berkembang mengiringi perubahan. Kemiskinan dan kefakiran contohnya,<br />
keduanya merupakan rona kehidupan yang tak pernah absent dalam bingkai<br />
kehidupan. Kemiskinan dan kefakiran akan selalu ada dalam kehidupan<br />
sebagai bagian dari ayat Allah SWT, yaitu suatu ayat yang menguji kehidupan<br />
manusia agar ada rasa kepedulian terhadap sesama. Seiiring dengan hal<br />
tersebut, kepedulian antar sesama juga merupakan perintah Allah SWT dan<br />
merupakan bagian dari keimanan kepada Allah SWT dalam mewujudkan<br />
keseimbangan alam ciptaan-Nya.<br />
Setelah melihat keadaan sekeliling, ternyata banyak hal yang<br />
mengejutkan, menggembirakan dan menghenyakkan bangsa ini. Himpitan<br />
ekonomi akibat krisis yang belum selesai melanda Indonesia sekarang<br />
1 Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, (<strong>Malang</strong>, <strong>UIN</strong> Press, 2007), hal 3
tampaknya tidak menyurutkan niat anak-anak nandang kesrakat 2 untuk<br />
meneruskan pendidikannya. Dengan semangat mereka tetap menimba ilmu di<br />
bangku pendidikan, meskipun dengan kondisi biaya yang sangat minim.<br />
Berkelindan dengan biaya pendidikan yang ikut melambung, muncul suatu<br />
masalah, siapakah yang akan men-support cita-cita generasi muda yang cekak<br />
dana ini?<br />
Beberapa waktu yang lalu, pendekatan pelayanan terhadap masalah<br />
kemiskinan masih seputar “sandang, pangan dan papan”, sehingga dengan<br />
demikian tidak begitu sulit jika hanya memberikan bantuan yang sifatnya<br />
konsumtif tanpa memikirkan pendidikan berkelanjutan yang membentuk<br />
pribadi unggul. Lebih daripada hal itu, pendekatan bantuan konsumtif tersebut<br />
ternyata amat kurang tepat jika masih diterapkan di zaman ini.<br />
Setelah melihat fenomena di sekitar kita, kiranya panti-lah salah satu<br />
jawaban bagi anak-anak kurang mampu untuk mewujudkan cita-cita mereka.<br />
Di panti asuhan anak akan dilayani, diperhatikan, dan dididik menjadi pribadi<br />
sosial yang unggul. Artinya disini panti asuhan menjadi lembaga filantropi 3<br />
plus.<br />
Filantropi sendiri menurut Komarudin Hidayat merupakan bagian dari<br />
kekuatan penyangga civil society 4 atau masyarakat madani. Oleh karena itu<br />
2<br />
Nandang Kesrakat adalah istilah jawa yang bermakna orang-orang yang tidak mampu atau<br />
fakir miskin<br />
3<br />
Filantropi adalah kedermawanan. Kata filantropi (philanthrophy) berasal dari bahasa Yunani<br />
yakni philos yang berarti cinta atau kasih sedangkan anthrophos yang berarti manusia. Ahmad<br />
Gaus AF, Filantropi Dalam Masyarakat Islam, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2008), hal 1<br />
4<br />
Civil Society adalah kelompok masyarakat yang diidentifikasi melakukan kebebasan serta<br />
selalu lepas dari pembatas-pembatasan kekuasaan. Todung Mulya Lubis, Jalan Panjang Hak Asasi<br />
Manusia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), Hal 135<br />
2
siapapun yang memiliki kepedulian terhadap penguatan civil society tidak<br />
akan mengabaikan peranan filantropi. 5 Diakui ataupun tidak, lembaga<br />
filantropi seperti panti asuhan telah membantu perekonomian masyarakat<br />
duafa 6 . Namun yang menjadi pertanyaannya adalah mampukah para duafa<br />
khususnya anak-anak bisa mandiri sebagai penopang masyarakat maju, bukan<br />
hanya dilayani namun mampu melayani agama dan bangsanya.<br />
Lembaga filantropi yang telah berdiri saat ini di antaranya adalah<br />
Yayasan Dompet Duafa Republika, Pos Keadilan Peduli Umat, Yayasan Dana<br />
Sosial al-Falah, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan al Sofwa dan lain<br />
sebagainya. Setelah penulis amati ternyata dari lembaga di atas baru dompet<br />
duafa yang mengelola dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) untuk mendirikan<br />
sekolah atau madrasah bagai anak yatim, piatu dan duafa. Hal ini menandai<br />
bahwa dari seluruh filantropi Islam yang ada, setiap filantropi memiliki<br />
karakter yang berbeda-beda, dan kebanyakan aktivitas filantropi Islam selain<br />
panti asuhan tampaknya dinilai hanya terkait dengan penyaluran dana ZIS<br />
kepada fakir miskin.<br />
Sebenarnya sejak tahun 1970-an telah muncul lembaga filantropi Islam<br />
modern yang berbasis kelembagaan dengan pengelolaan zakat, infak, dan<br />
sedekah secara profesional. 7 Filantropi modern ini mengelola ZIS untuk<br />
disalurkan bagi usaha-usaha produktif serta pendidikan yang berkelanjutan.<br />
5<br />
Ahmad Gaus AF, Filantropi Dalam Masyarakat Islam, … hal ii<br />
6<br />
Duafa adalah orang-orang yang lemah dan tertindas, Muhsin, Menyayangi Duafa, (Gema<br />
Insani Press: Jakarta, 2004), hal 12<br />
7<br />
Ahmad Gaus AF, Filantropi dalam masyarakat Islam, …hal 8<br />
3
Bentuknya dapat berupa dana qard al-hasan 8 , beasiswa pendidikan, pendirian<br />
balai kesehatan serta prasarana umum.<br />
Menjadi hal yang menarik dan berbeda apabila ada lembaga filantropi<br />
profesional seperti yang disebutkan di atas memiliki lembaga yang bukan<br />
sekadar bersifat karitas semata, namun juga scientific philanthropy, neo<br />
scientific philanthropy, dan creative philanthropy. Lembaga profesional<br />
filantropi tersebut tepatnya ada pada "Panti Asuhan", yaitu suatu lembaga<br />
yang bertujuan menjadi wadah bagi setiap muslim untuk merealisasikan<br />
komitmen keyakinan al-íman bi Allah dan al- íman bi al -yaum al-akhír<br />
dengan turut serta memberikan kontribusi amal jariyyah, tenaga dan pikiran<br />
dalam sebuah lembaga pengasuhan yang mendidik anak yatim dan duafa<br />
menggapai pendidikan yang lebih layak.<br />
Berdasarkan indikasi Panti Asuhan yang ada, menurut J. Salulu sampai<br />
saat ini banyak dari lembaga Panti Asuhan yang ada di tanah air dinilai kurang<br />
berkembang dengan baik. 9 Dengan tidak mengingkari Panti Asuhan yang<br />
cukup maju. Banyak panti asuhan di tanah air yang kurang biaya operasional<br />
disamping kurangnya tenaga profesional, hal ini tentu akan berdampak pada<br />
dicabutnya izin operasional Panti Asuhan. Sangat ironi jika panti “mati”<br />
karena tidak ada lagi yang percaya untuk membantu, padahal masih banyak<br />
yang masih membutuhkan kehadirannya. Sebenarnya kondisi ironi diatas tidak<br />
8 Qard al-hasan adalah pinjaman yang memberikan kelonggaran kepada peminjam agar<br />
membayarnya dalam waktu yang ditetapkan tanpa menarik keuntungan. Sulaiman, Jejak Bisnis<br />
Rasul, (Bandung: Hikmah, 2010), hal 96<br />
9 J. Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi<br />
Nonprofit, (Jakarta: Rasindo, 2003), hal 5<br />
4
akan terjadi jika Panti Asuhan mampu bermodifikasi dengan jejaring<br />
filantropinya secara optimal melayani anak asuh, muzakki dan pengurus panti.<br />
Sebenarnya Panti Asuhan yang maju merupakan pengembangan<br />
daripada kegiatan filantropi. Panti Asuhan muncul agar pemberian filantropi<br />
tidak berhenti sekedar karitas semata. Fenomena yang ditangkap oleh penulis,<br />
bahwa Panti Asuhan dalam inovasinya telah merubah haluan dalam<br />
pengasuhan, anak yang dahulunya hanya makan, tidur dan tinggal di asrama<br />
dirubah menjadi makan, tidur dan tinggal yang lebih bermakna dengan<br />
pendidikan agama model pesantren. Model inovasi tersebut ternyata juga<br />
turut disetujui pula oleh lembaga Panti Asuhan Al-Mizan Lamongan sehingga<br />
dalam perjalanannya menjadi Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan.<br />
Panti asuhan Al-Mizan Lamongan sendiri merupakan salah satu bagian<br />
dari panti asuhan di Indonesia yang bermodifikasi dengan mensinergikan<br />
model pesantren. Panti Asuhan ini sendiri diusahakan oleh masyarakat<br />
Muhammadiyah dalam rangka menghidupkan kembali dinamisme dan<br />
komitmen sosial Muhammadiyah.<br />
Lembaga sosial panti asuhan Al-Mizan Lamongan merupakan gerakan<br />
yang tumbuh dan bersumber dari inisiatif lokal, baik dari segi ide gagasan,<br />
keuangan maupun pelaksanaanya. Para penggerak Muhammadiyah mencoba<br />
memikirkan ulang bagaimana Muhammadiyah dapat kembali menjadi aktor<br />
terdepan dalam filantropi Islam dengan membentuk panti pesantren sebagai<br />
tempat karikatif yang lebih mapan serta mampu beradaptasi menurut<br />
kebutuhan masyarakat sekitar.<br />
5
Aspek keunikan dari lembaga ini terletak pada saat proses modifikasi<br />
dari Panti Asuhan menjadi Pesantren. Lembaga Panti Asuhan Al-Mizan sangat<br />
jeli mengambil kesempatan melalui celah yang tampak pada eranya dengan<br />
menggabungkan sistem pesantren untuk mendukung dan mengangkat nilai<br />
jual panti asuhan dalam mengelola anak asuhnya. Tidak hanya itu saja, untuk<br />
menopang pendidikan formal di dalam Panti Asuhan juga di didirikan<br />
Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Sehingga bisa dibilang telah lengkap usaha<br />
pengawasan yang dilakukan panti dalam mengelola anak asuh dengan adanya<br />
central education 10 . Oleh karena itulah maka penelitian model panti pesantren<br />
ini menjadi lebih menarik dan unik. Secara personal, ada kebanggaan<br />
tersendiri karena keunikan tersebut. Anak asuh yang dahulu dipanggil “anak<br />
panti”, lebih terangkat motivasi belajarnya dengan panggilan baru yakni “anak<br />
pesantren”.<br />
Dalam era globalisasi ini Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan telah<br />
merumuskan pendekatan yang sesuai untuk mengurangi persoalan kemiskinan<br />
di tengah masyarakat. Umur 25 tahun sudah merupakan umur dewasa bagi<br />
lembaga Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan untuk berkembang<br />
memantapkan diri dalam dunia filantropi.<br />
Berangkat dari kondisi lapangan, Panti Asuhan Al-Mizan Lamongan<br />
telah mampu melakukan terobosan-terobosan yang signifikan dalam<br />
melaksanakan proses pengembangannya. Menjadi hal yang sangat menarik<br />
untuk dikaji lebih dalam, mengingat kondisi saat ini baru beberapa panti<br />
10 Central education adalah pendidikan yang terpusat, jadi seluruh anak asuh mengikuti<br />
pendidikan formal dan non formal dalam satu lokasi pendidikan.<br />
6
asuhan melakukan model pesantren seperti ini dengan berbagai macam<br />
pengembangannya.<br />
Kendala-kendala yang dialami Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan<br />
selama proses modifikasi menjadi Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan<br />
tentunya tidak sedikit, perjalanan proses perubahan yang memunculkan<br />
pembaharuan menjadikannya kajian sejarah yang layak untuk difahami<br />
sebagai pijakan pengembangan Panti Pesantren lebih lanjut. Atas dasar itulah<br />
penelitian ini mencoba mengangkat proses perjalanan Perkembangan Panti<br />
Pesantren Al-Mizan Lamongan kisaran tahun 1985-2010<br />
B. Fokus Penelitian<br />
Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman terhadap konteks<br />
penelitian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan<br />
dalam bentuk pertanyaan rinci sebagai berikut:<br />
1. Mengapa Panti Asuhan Al-Mizan Lamongan harus berubah menjadi Panti<br />
Pesantren Al-Mizan Lamongan?<br />
2. Bagaimana proses terjadinya perkembangan Panti Al-Mizan menjadi Panti<br />
Pesantren Al-Mizan Lamongan?<br />
3. Manfaat apakah yang dapat disumbangkan Panti Pesantren Al-Mizan<br />
Lamongan sebagai lembaga filantropi Islam kepada masyarakat?<br />
7
C. Tujuan Penelitian<br />
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memecahkan suatu masalah<br />
dengan jalan penyimpulan sebuah pengetahuan yang memadai dan yang<br />
mengarah kepada upaya untuk memahami atau memperjelas faktor-faktor<br />
yang berkaitan dengan Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan.<br />
Secara kusus penelitian ini bertujuan untuk:<br />
1. Memahami sebab Panti Asuhan Al-Mizan Lamongan harus berubah<br />
menjadi Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan.<br />
2. Memahami proses terjadinya perubahan Panti Asuhan Al-Mizan menjadi<br />
Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan.<br />
3. Memahami manfaat yang dapat disumbangkan Panti Pesantren Al-Mizan<br />
Lamongan kepada masyarakat.<br />
D. Manfaat Penelitian<br />
1. Manfaat secara teoritis<br />
Diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat bagi<br />
perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam kajian pengembangan<br />
filantropi Islam yang berkenaan dengan Panti Asuhan menjadi model<br />
Pesantren. Disamping itu hasil dari penelitian ini semoga juga dapat<br />
dijadikan referensi dalam kajian pengembangan Panti Asuhan model<br />
Pesantren.<br />
8
2. Manfaat secara praktis<br />
a) Bagi Dinas Sosial, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai<br />
referensi dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan sistem<br />
Panti Asuhan model Pesantren. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga<br />
dapat dijadikan sebagai acuan untuk merumuskan buku pedoman<br />
standar Panti Asuhan Pesantren.<br />
b) Secara umum, bagi penyelenggara filantropi Islam di Panti Asuhan,<br />
diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam<br />
melaksanakan sistem Pesantren.<br />
c) Bagi Pesantren Al-Mizan Lamongan hasil dari penelitian ini dapat<br />
dijadikan sebagai bahan kajian sejarah untuk meningkatkan<br />
pengasuhan terhadap anak asuh, sehingga Pesantren menjadi salah satu<br />
Panti Asuhan yang berdaya dan mandiri.<br />
d) Bagi para peneliti selanjutnya, manfaat dari penelitian ini dapat<br />
dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian dalam<br />
kajian filantropi Islam di Panti Asuhan dengan model Pesantren.<br />
E. Orisinalitas Penelitian<br />
Originalitas Penelitian ini merupakan kajian penelitan terdahulu<br />
mengenai apa yang telah diketahui oleh orang lain mengenai filantropi Islam.<br />
Tentunya telah banyak penelitian dan karya ilmiah yang membahas tentang<br />
Pesantren, namun kecenderungan mengambil tema yang bernuansakan<br />
keagamaan, organisasi masyarakat, maupun tokoh serta lembaga<br />
9
pendidikannya, sedangkan penelitian tentang proses perkembangan panti<br />
menjadi pesantren sampai saat ini belum banyak diketahui adanya.<br />
Sepengetahuan penulis, sementara ini belum ada penelitian serupa<br />
yang berkaitan dengan topik ini. Tentang filatropi sendiri yang ditulis oleh<br />
Ahmad Gaus mengungkapkan bahwa filantropi modern memberikan kail<br />
bukan ikan, tujuannya agar pihak penerima bisa diberdayakan secara ekonomi,<br />
sehingga nantinya mereka mampu berdiri. 11 Tulisan Gaus dirasa penulis<br />
seirama dengan model Panti Asuhan, karena di Panti Asuhan anak tidak diberi<br />
bantuan dana langsung. Walaupun demikian pembahasan kualitatif analisis<br />
kritis yang dilakukan Ahmad Gaus tidak membahas Panti Asuhan secara fokus<br />
sebagai bentuk filantropi Islam.<br />
Begitu juga halnya dengan Penelitan filantropi yang berjudul Melayani<br />
Umat Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan Kaum Modernis ditulis oleh<br />
Hilman Latief, penelitiannya dirasa masih bersifat umum dengan analisis<br />
kualitatif kritis. 12 Penelitiannya terhadap seluruh filantropi telah khusus<br />
mengangkat filantropi Muhammadiyah, tapi belum secara gamblang<br />
membahas tataran secara pragmatis pada pengembangan Panti Asuhan.<br />
Demikian halnya dengan penelitian oleh Abu Choir tentang<br />
pembaharuan manajemen Pondok Pesantren dengan pendekatan studi kasus di<br />
Pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur. 13 Penelitian kualitatif ini telah<br />
menyimpulkan bahwa pembaharuan manajemen pondok pesantren<br />
11 Ahmad Gaus, Filantropi dalam Masyarakat Islam,… hal 8<br />
12 Hilman Latief, Melayani Umat Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan Kaum<br />
Modernis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010). hal xxxiii<br />
13 Abu Choir, Pembaharuan Manajemen Pondok Pesantren, Tesis tidak diterbitkan, (<strong>Malang</strong>:<br />
Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri <strong>Malang</strong>, 2002). hal 74<br />
10
dilatarbelakangi oleh kemauan dari kiai, tersedianya Sumber Dana Manusia,<br />
dan adanya tuntutan kondisi perkembangan pondok pesantren yang berubah.<br />
Pembaharuan juga meliputi kewenangan makro dan mikro, kewenangan<br />
makro dimiliki oleh pengasuh dan kewenangan mikro operasional tekhnis<br />
dipegang oleh pengurus. Dalam hal pengelolaan panti dan pesantren,<br />
penelitian Abu Choir ini memberikan gambaran yang sama antara pengasuhan<br />
anak di Panti Asuhan dan Pesantren. Hal yang membedakan dari pesantren<br />
dan panti asuhan adalah sumber dana keduanya.<br />
Demikian halnya penelitian oleh Wahdatun Nisa yang membahas tema<br />
pesantren yaitu tentang manajemen sumber dana pesantren dengan penelitian<br />
kualitatif studi kasus pada pondok pesantren syekh M.Arsyad Al Banjari<br />
Balikpapan Kalimantan Timur. 14 Penelitannya menyimpulkan bahwa pola<br />
pengelolaan keuangan di pesantren yang ditelitinya memiliki ciri kolektif,<br />
pengaruh perkembangan didasari oleh ruhul jihad. Di lain hal perubahan<br />
manajemen dana disebabkan oleh minimnya dana yang dimiliki pesantren dan<br />
banyaknya peluang dari luar yang mengakibatkan harus muncul kebijakan<br />
baru 15 . Penelitian kualitatif studi kasus ini memiliki kesamaan pembahasan<br />
yaitu tentang kelaziman sebuah perubahan pada sebuah organisasi yang ingin<br />
dapat terus eksis. Perbedaannya, penelitian ini tidak akan terfokus pada<br />
masalah keuangan pada pesantren namun memang ada relevansi antara<br />
keuangan dengan model panti pesantren.<br />
14 Wahdatun Nisa, Manajemen Sumber Dana Pesantren studi Kasus di pondok pesantren<br />
Syekh M. Arsyad Al Banjari Balikpapan, (<strong>Malang</strong>: Program Pasca Sarjana Universitas Islam<br />
Negeri <strong>Malang</strong>, 2002). Hal 57<br />
15 Wahdatun Nisa, Manajemen Sumber Dana…, hal 142<br />
11
Seirama dengan Acep Mulyadi yang menulis “Dinamika Pesantren<br />
Hidayatullah”, penelitian tersebut merupakan penelitian dengan Pendekatan<br />
Kualitatif yang berpola pada studi kasus di pesantren. 16 Penelitian ini sama-<br />
sama menggunakan Teori perubahan, perbedaanya penelitian Acep tersebut<br />
menggunakan teori perubahan Sidi Gazalba yang menuangkan teori ingin<br />
maju merupakan faktor penggerak proses perubahan. 17 Penelitian Acep<br />
terfokus pada perubahan pesantren menjadi organisasi masyarakat bukan<br />
organisasi filantropi menjadi Pesantren.<br />
Demikian pula penelitian Moh. Rifa’i yang berjudul Pemberdayaan<br />
Masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian kualitatif ini<br />
menggunakan pendekatan studi kasus di pesantren di Al Amien Prenduan<br />
Sumenep. 18 Kesamaannya penelitian ini juga mengangkat Teori simbiotik<br />
yakni saling membutuhkan antara lembaga dan masyarakat. Sedangkan<br />
perbedaannya penelitian ini lebih terfokus pada hubungan lembaga pendidikan<br />
dan masyarakat.<br />
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah<br />
penelitian dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Solo yang membahas<br />
tentang Kurikulum yang dirumuskan oleh pesantren Al-Mizan dalam rangka<br />
kaderisasai mubaligh merupakan kurikulum kombinasi antara kurikulum<br />
16 Acep Mulyadi, Dinamika Pesantren Hidayatullah, Thesis tidak diterbitkan, (<strong>Malang</strong><br />
:Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri <strong>Malang</strong>, 2001). hal 9<br />
17 Acep Mulyadi, Dinamika Pesantren Hidayatullah,… hal 54<br />
18 Moh. Rifa’i, Pemberdayaan Masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan Studi Kasus<br />
di MA TMI Al-Amin Prenduan, Thesis tidak diterbitkan, (<strong>Malang</strong> :Program Pasca Sarjana<br />
Universitas Islam Negeri <strong>Malang</strong>, 2008), hal 93<br />
12
formal dengan kurikulum kepondokkan 19 . Bedanya Penelitian ini<br />
memfokuskan pada pengembangan kurikulum Pesantren Al-Mizan dalam<br />
membentuk mubaligh yang bermanfaat bagi masyarakat. Jika dibandingkan<br />
dengan penelitian ini maka tampak berbeda, karena tidak membidik filantropi<br />
di Panti Pesantren Al-Mizan.<br />
Untuk memperjelas perbedaan penelitian ini dengan penelitian<br />
terdahulu, dapat kita mapping penelitian tersebut dalam tabel dibawah ini:<br />
No Nama Peneliti,<br />
Judul dan Tahun<br />
Penelitian<br />
1 Ahmad Gaus,<br />
Filantropi dalam<br />
Masyarakat Islam,<br />
2008<br />
2 Hilman Latief,<br />
Melayani Umat<br />
Filantropi Islam<br />
dan Ideologi<br />
Tabel 1.1 Mapping Penelitian Terdahulu<br />
Persamaan Perbedaan Orisinalitas<br />
Penelitian<br />
Kualitatif,Pendekatan<br />
Studi Analisis Kritis<br />
Membahas filantropi<br />
Islam.<br />
Penelitian Kualitatif,<br />
membahas lembaga<br />
filantropi<br />
Muhammadiyah<br />
Fokus<br />
penelitian<br />
terhadap<br />
seluruh<br />
lembaga<br />
filantropi<br />
Pendekatan<br />
Studi<br />
Analisis<br />
Kritis.<br />
Penelitian<br />
Objek<br />
penelitian<br />
13<br />
hanya pada<br />
Panti Asuhan<br />
Objek<br />
penelitian<br />
hanya pada<br />
Panti Asuhan<br />
19 Suwito, Makna Kaderisasi Mubaligh, Studi Kasus di Pesantren Al-Mizan Lamongan,<br />
Thesis tidak diterbitkan, (Solo:Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Solo, 2009),<br />
hal 9
Kesejahteraan<br />
Kaum Modernis,<br />
2010<br />
3 Abu Choir,<br />
Pembaharuan<br />
Manajemen<br />
Pondok Pesantren,<br />
Studi Kasus di<br />
Pesantren Sidogiri<br />
Pasuruan Jawa<br />
Timur, 2002<br />
4 Wahdatun Nisa,<br />
manajemen sumber<br />
dana pesantren<br />
dengan penelitian<br />
kualitatif studi<br />
kasus pada pondok<br />
pesantren syekh<br />
Penelitian Kualitatif,<br />
pendekatan studi<br />
kasus di pesantren.<br />
Membahas<br />
pembaharuan suatu<br />
lembaga.<br />
Penelitian Kualitatif,<br />
pendekatan studi<br />
kasus di pesantren.<br />
Pengaruh dana<br />
terhadap<br />
keberlangsungan<br />
pesantren.<br />
Pembahasan<br />
peneliti<br />
sangat luas<br />
tidak<br />
terfokus<br />
pada satu<br />
lembaga<br />
filantropi<br />
Fokus<br />
penelitian di<br />
manajemen<br />
pesantren.<br />
Fokus<br />
penelitian<br />
pada<br />
manajemen<br />
keuangan.<br />
Lokasi<br />
Penelitian<br />
Objek<br />
Penelitian<br />
Tahun<br />
Penelitian<br />
Lokasi<br />
Penelitian<br />
Objek<br />
Penelitian<br />
Tahun<br />
Penelitian.<br />
14
M.arsyad Al<br />
Banjari Balikpapan<br />
Kalimantan Timur.<br />
2002<br />
5 Acep Mulyadi,<br />
Dinamika<br />
Pesantren<br />
Hidayatullah,2001<br />
6 Moh. Rifa’i.<br />
Pemberdayaan<br />
Masyarakat dalam<br />
meningkatkan<br />
mutu pendidikan,<br />
studi kasus di<br />
pesantren di Al<br />
Amien Prenduan<br />
Sumenep.2008<br />
Penelitian Kualitatif,<br />
pendekatan studi<br />
kasus di pesantren.<br />
Perubahan model<br />
pendidikan Islam.<br />
Penelitian Kualitatif<br />
Pendekatan studi<br />
kasus di Pesantren.<br />
Teori simbiotik<br />
masyarakat dengan<br />
lembaga<br />
Fokus<br />
penelitian<br />
terhadap<br />
perubahan<br />
pesantren.<br />
Teori<br />
perubahan<br />
sidi gazalba<br />
Fokus<br />
terhadap<br />
hubungan<br />
masyarakat<br />
dengan<br />
lembaga<br />
Lokasi<br />
Penelitian<br />
Objek<br />
Penelitian<br />
Tahun<br />
Penelitian<br />
Lokasi<br />
Penelitian<br />
Objek<br />
Penelitian<br />
Tahun<br />
Penelitian<br />
7 Suwito, Makna Penelitian Kualitatif Fokus Objek<br />
15
Kaderisasi<br />
Muballigh di Pondok<br />
Pesantren Al-Mizan<br />
Muhammadiyah<br />
Lamongan, 2009<br />
Pendekatan studi<br />
kasus di Pesantren<br />
Al-Mizan Lamongan<br />
terhadap<br />
kurikulum<br />
pendidikan<br />
Penelitian<br />
Tahun<br />
Penelitian<br />
Berdasarkan kajian terdahulu, kiranya penelitian ini berbeda dan<br />
menarik ketika filantropi dilihat dari sudut pandang lain, yakni modifikasi dari<br />
sebuah Panti Asuhan Al-Mizan menjadi Pesantren Al-Mizan. Disamping itu<br />
penelitian ini menjadi menarik bagi peneliti khususnya mengenai hal penting<br />
yang harus dilakukan untuk memberikan konstribusi yang lebih besar dalam<br />
kegiatan pemberdayaan dan pengembangan filantropi Islam di Panti Asuhan<br />
dimasa sekarang dan mendatang.<br />
F. Definisi Istilah<br />
Untuk menghindari persepsi yang salah dalam memahami tesis<br />
Perubahan Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan, perlu kiranya peneliti<br />
memberikan beberapa penegasan istilah sebagai berikut:<br />
1. Konversi didefinisikan sebagai situasi nyata yang selalu berbeda di masa<br />
lalu, masa kini dan masa depan. Perkembangan yang dimaksud di sini<br />
adalah perubahan dari model yang dahulunya hanya sekadar Panti Asuhan<br />
menjadi Panti Pesantren.<br />
16
2. Panti Asuhan adalah merupakan tempat anak-anak yatim dan duafa tinggal<br />
dan dilayani kesejahteraan fisik serta non fisik 20 . Panti Asuhan juga<br />
merupakan Lembaga filantropi yang mengelola zakat, infak, sedekah dan<br />
wakaf.<br />
3. Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam<br />
menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul<br />
dan tempat tinggalnya. 21 Pada umumnya pelajaran di pesantren sendiri<br />
dimulai sejak subuh dan berakhir pada jam 22.00 wib.<br />
4. Konversi Panti Pesantren adalah upaya para penyelenggara dan pengelola<br />
panti asuhan untuk memajukan pengelolaan pelayanan dalam usaha<br />
mewujudkan misi dan visinya meningkatkan potensi anak asuh seperti di<br />
pesantren, agar anak asuh lebih berperan dalam pembangunan masyarakat,<br />
bangsa dan negara.<br />
5. Kota Lamongan merupakan kota yang berjarak 73 kilometer dari<br />
Surabaya, ibu kota propinsi Jawa Timur. Jalan raya Paciran merupakan<br />
bagian dari Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) buatan tahun 1808 yang<br />
pernah menjadi satu-satunya jalan penghubung seluruh Pulau Jawa. 22<br />
Dari definisi Istilah tersebut, maka yang dimaksud dengan Perubahan<br />
Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan adalah sebuah proses perjalanan<br />
20<br />
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat ,Tanfidz<br />
Rekernas MKKM 22-25 Juni 2006, Revitalisasi Pelayanan Berbasis Akar Rumput, hal 98<br />
21<br />
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,<br />
(Jakarta:Erlangga, 2005), hal 2<br />
22<br />
Laporan Jurnalistik Kompas, Ekspedisi Anjer-Panarukan, (Jakarta: PT. Kompas Media<br />
Nusantara, 2008), hal 130<br />
17
perubahan Panti Asuhan menjadi model Pesantren, yang terjadi di Panti<br />
Pesantren Al-Mizan Lamongan.<br />
G. Kajian Pustaka<br />
1.Panti dan Pesantren<br />
a. Panti Asuhan<br />
Panti Asuhan diperlukan dalam masyarakat, sebagaimana yang<br />
dilakukan oleh beberapa organisasi dan yayasan Islam dalam menyantuni,<br />
membantu dan menolong anak-anak yatim yang hidupnya terlantar. 23 Bisa<br />
dibayangkan jika banyak anak terlantar tidak ada yang mengasuh,<br />
mendidik dan memberikan kehidupan yang layak, keadaan yang akan<br />
terjadi pada masa depan adalah munculnya kelompok proletar yang tak<br />
berdaya menjawab perkembangan zaman, kelompok yang tentunya akan<br />
menjadi beban bangsa dan negara.<br />
Kehadiran Panti Asuhan berfungsi sebagai lembaga pengelola,<br />
pendayaguna serta penanggung jawab bantuan dari muzakki. Panti Asuhan<br />
sendiri menurut Umrotul Khasanah secara prinsip harus bersifat<br />
independent, netral, tidak diskriminatif dan tidak berpolitik praktis. 24 Panti<br />
Asuhan harus bisa memposisikan dirinya sebagai lembaga yang<br />
rahmatanlil’alamin, berdiri untuk semua golongan yang membutuhkan<br />
bantuan.<br />
23 Muhsin MK, Mari Mencintai Anak Yatim,(Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal 33<br />
24 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat,<br />
(<strong>Malang</strong>: <strong>UIN</strong> Press, 2010), hal 70<br />
18
Sedangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban, Panti Asuhan<br />
haruslah memiliki beberapa unsur yakni: amanah, profesional, dan<br />
transparan. 25 Sebagai lembaga yang diberi mandat kepercayaan oleh orang<br />
lain, Panti Asuhan haruslah mampu membuktikan kehadirannya mampu<br />
membawa kesejahteraan dan manfaat bagi semua fihak.<br />
Panti asuhan menjadi suatu pilihan dalam mengasuh anak yatim<br />
dan terlantar karena:<br />
1) Panti Asuhan dapat menampung anak-anak yatim jauh lebih banyak<br />
daripada di rumah-rumah<br />
2) Kenyataan dan kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat yang<br />
masih lemah, sehingga tidak banyak dari keluarga mampu mengasuh<br />
anak-anak yatim dan duafa di rumah mereka sendiri.<br />
3) Pendidikan dan pembinaan secara terprogram dan berkelomok<br />
terhadap anak-anak yatim akan lebih mudah dilaksanakan dalam panti<br />
asuhan karena setiap hari mereka berkumpul di asrama<br />
4) Para donator lebih mudah melihat secara langsung anak-anak yatim<br />
yang disantuni dan dibiayainya dalam panti. 26<br />
Menurut Mulkhan mengutip Kiai Ahmad Dahlan bahwa membentuk<br />
panti asuhan sama halnya dengan penggunaan rumah sakit dan sekolah<br />
modern, karena sistem panti di asuhan juga berorientasi menggunakan<br />
25 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern …,hal 71<br />
26 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern …,hal 34<br />
19
organisasi modern yang pragmatis dalam memenuhi tuntutan pemeliharaan<br />
anak asuh. 27<br />
Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan bahwa Panti<br />
Asuhan tak ubahnya seperti rumah besar dimana anak-anak mendapat<br />
pengasuhan, pengawasan serta pendidikan sepertinya anak-anak lain yang<br />
tinggal dengan orang tua mereka.<br />
b. Pesantren<br />
Menurut Endang Turmudi Pesantren di Indonesia telah menjadi pusat<br />
pembelajaran dan dakwah. Ia telah memainkan peran pentng karena<br />
merupakan sistem pembelajaran dan pendidikan tertua di Indonesia. 28<br />
Pondok pesantren memiliki ciri khas dibandingkan dengan lembaga<br />
pendidikan lain di Indonesia. Ia merupakan lembaga pendidikan yang<br />
memiliki kekhususan dalam pendidikan ilmu keagamaan. 29 Dikemudian<br />
hari dalam perkembangannya, perubahan mulai diadopsi mata pelajaran<br />
umum, talangkan ciri sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Pondok<br />
pesantren kemudian disebut dengan pondok pesantren modern.<br />
Menurut Marzuki Kasubdit Salafiyah Kementrian Agama, berdasar<br />
alam perspektif kebudayaan, bahwa pesantren adalah sebuah institusi<br />
kemasyarakatan yang telah lama ada dan berkembang di Indonesia, yang<br />
kemudian perkembangannya berkelanjutan menjadi sebuah lembaga<br />
27<br />
Abdul Munir Mulkhan, Manusia Alquran: jalan ketiga religiositas di Indonesia,<br />
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hal 37<br />
28<br />
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: LKiS, 2004) hal 37<br />
29<br />
Hery Irawan di http://pendis.kemenag.go.id/kerangka/pontren.htm diakses pada 3 Juni 2011<br />
20
sosial. 30 Pesantren adalah perpaduan antara substansi tradisi zawiyah yaitu<br />
lingkaran pengajian Islam yang berkembang di tanah suci dengan struktur<br />
dan metode padepokan yang telah mengakar di masyarakat.<br />
Pondok menurut istilah merupakan tempat sederhana yang merupakan<br />
tempat tinggal kyai bersama para santrinya. 31 Pesantren murupakan suatu<br />
komunitas tersendiri, dimana kiai, ustad, santri dan pengurus pesantren<br />
hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan, berladaskan nilai-nilai<br />
agama Islam. 32 Pesantren memiliki tiga ciri umum yakni ada masjid<br />
sebagai pusat kegiatan, ada kyai yang mengajar serta ada asrama sebagai<br />
tempat tinggal santri. 33 Hal ini berarti bahwa pesantren murupakan<br />
lembaga pendidikan Islam untuk mempelajari, memahami, mandalami,<br />
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam sesuai al-Qur’an dan<br />
hadits.<br />
Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung yang biasanya<br />
terdiri dari bangunan asrama santri dan rumah kyai, termasuk didalamnya<br />
perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi,<br />
lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan<br />
pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang juga didirikan oleh<br />
30 Muharram Marzuki, Pesantren dan Budaya Damai : Menegaskan Kembali Visi Pesantren<br />
pada Kemaslahatan Bangsa,http://pendis.kemenag.go.id/kerangka/pontren.htm diakses pada 3<br />
Juni 2011<br />
31 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan<br />
Perkembangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ,1999), hal 142<br />
32 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia …,Hal 3<br />
33 Mansur dan Mahfudz Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,<br />
(Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), hal 96<br />
21
penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang<br />
dibutuhkan.<br />
Salah satu niat pesantren selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat<br />
asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk<br />
mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup<br />
mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus<br />
memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti<br />
memelihara lingkungan pesantren.<br />
Sistem asrama yang berada di pesantren ini merupakan ciri khas tradisi<br />
yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan<br />
Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut<br />
surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan 34<br />
Jika berdasarkan pengakuan dari pemerintah maka pesantren dibagi<br />
menjadi pesantren mu’addalah, pesantren kesetaraan, dan pesantren<br />
madrasah. Pesantren mu’addalah ialah pesantren yang memiliki kurikulum<br />
pendidikan sendiri dan telah diakui oleh pemerintah bahkan luar negeri,<br />
sedang pesantren kesetaraan adalah pesantren yang memiliki kurikulum<br />
pendidikan tersendiri dan belum diakui oleh pemerintah sehingga harus<br />
mengikuti program wajardikdas dan kejar paket, sedangkan pesantren<br />
madrasah adalah pesantren yang memiliki madrasah sebagai pendidikan<br />
formal dan memberikan kurikulum pesantren pada waktu-waktu tertentu.<br />
34 Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:<br />
LP3ES, 1985), hal 45<br />
22
Menurut Suwendi yang mengutip dari Karel A. Stenbrink<br />
mengungkapkan bahwa model pesantren jika didasarkan atas respon<br />
perkembangan zaman terdiri dari empat, yaitu : pesantren yang<br />
memasukkan subjek umum dan ketrampilan, pesantren pembaharuan<br />
metodologi seperti sistem klasikal dan penjenjangan, pembaharuan<br />
kelembagaan pendidikan, pesantren dengan pembaharuan fungsi. 35<br />
Menurut fungsinya Azyumardi Azra dalam buku Ridlo dan Sulthon,<br />
menawarkan tiga fungsi pesantren, yaitu:<br />
1. Transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam.<br />
2. Pemeliharaan tradisi Islam<br />
3. Reproduksi ulama 36<br />
Dengan 3 (tiga) fungsi pesantren diatas kiranya mampu menjawab<br />
eksistensi pendidikan pondok pesantren di era modern ini, sehingga<br />
mampu didasari tiga hal, yaitu : Pertama, pesantren benar-banar menjadi<br />
pusat tafaqquh fi al din. Kedua, pesantren menjadi pusat lembaga<br />
pendidikan dan pengembangan IPTEK, dengan cara meningkatkan<br />
apresiasi dan SDM para santri terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi<br />
mutahir. Ketiga, pesantren menjadi pusat dakwah dan pengembangan<br />
masyarakat baik dalam konteks nasional maupun global. 37<br />
35 Suwendi, Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajagrafindo, 2004), hal 161<br />
36 Sulton, M dan Khusnurridlo, M, Manajemen Pesantren Dalam Perspektif Global,<br />
(Yogyakarta: Laksbang Press, 2006), hal 13-14<br />
37 Basuni, M. Maftuh, Revitalisasi Spirit Pesantren, Gagasan, Kiprah, dan Refleksi, (Jakarta:<br />
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jendral Pendidikan Islam<br />
Departemen Agama Republik Indonesia, 2007), hal 219<br />
23
Dengan demikian, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa<br />
pesantren merupakan gambaran dari sebuah misi Religious based<br />
community development yaitu suatu pengembangan masyarakat yang<br />
dibangun atas dasar agama. Sangat diharapkan dari para santri untuk<br />
menjadi agen perubahan apabila telah kembali ke masyarakat, dengan<br />
mampu melibatkan agama dalam pembaharuan sosial.<br />
c. Panti Pesantren<br />
Panti pesantren menjadi trend baru dalam model pembinaan dan<br />
pemberdayaan anak-anak yatim piatu dan anak keluarga pra sejahtera di<br />
lembaga sosial "panti asuhan". Karena dilihat dari sisi pendiriannya,<br />
keduanya memiliki instrument yang sama. Yakni; adanya fasilitas asrama,<br />
tempat pembinaan dan tempat ibadah.<br />
Kolaborasi panti dengan pesantren ini merupakan pandangan yang<br />
cukup tepat guna menghadapi perubahan-perubahan yang kian cepat tanpa<br />
mengorbankan esensi dari nilai-nilai pesantren. Panti dengan sumber dana<br />
yang dimiliki kiranya akan mampu mengangkat Pesantren yang memiliki<br />
madrasah tsasaniwah dan aliyah untuk melaksanakan pendidikan.<br />
Alasan utama yang menjadikan panti asuhan yang selama ini kita<br />
kenal menjadi model panti pesantren adalah konsep pembinaan pesantren<br />
lebih memiliki visi dan misi jelas terutama dalam pembinaan agama dan<br />
bimbingan mental (mental dan spiritual). Apalagi dilengkapi di dalamnya<br />
dengan lembaga pendidikan formal dan non formal serta ketrampilan (life<br />
skill).<br />
24
Panti diharapkan menjadi lembaga financial support, mengingat<br />
animo masyarakat untuk membantu panti lebih besar dibanding lembaga<br />
pendidikan formal atau nonformal. Sedangkan pondok pesantren sebagai<br />
lembaga pendidikan dan pengajaran sebagai condrodimuko generasi<br />
muda.<br />
Secara fungsional panti pesantren mencoba mensinergikan dalam<br />
sebuah konsep pembinaan dan pemberdayaan masyarakat kurang mampu,<br />
serta mencerdaskan kehidupan bangsa dalam era yang diwarnai kompetisi<br />
hidup yang semakin ketat.<br />
2. Filantropi Islam<br />
Kedermawanan menurut Islam dapat didefenisikan sebagai”loving<br />
People”. Pada saat ini kegiatan filantropi telah bergeser menjadi satu tindakan<br />
filantropi yang beorientasi pada ”tujuan-tujuan publik” yakni kesejahteraan.<br />
Kasih sayang sendiri disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pembuka<br />
kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk umatnya. Kalimat<br />
bismilāhi al rohmaani al rrohím merupakan landasan manusia dalam hidup di<br />
dunia agar menebarkan kasih sayang serta kebaikan demi mewujudkan<br />
kesejahteraan di dunia dan akherat.<br />
Payton, Profesor di bidang studi filantropi telah mengkonstruksi suatu<br />
defenisi operasional (working defenition) dari filantropi sebagai ”voluntary<br />
25
action for the public good”. 38 Diartikan bahwa aksi filantropi merupakan aksi<br />
sosial untuk kebutuhan kesejahteraan masyarakat.<br />
Filantropi Islam, yang dikenal dalam tradisi agama disebut zakat,<br />
infaq, shadaqah dan wakaf menjadi fondasi utama dalam praktek keagamaan<br />
dan sosial. Filantropi Islam ini juga bersumber dari surat al-Ma’un:<br />
Ÿωuρ ∩⊄∪ zΟŠÏKuŠø9$# ‘í߉tƒ ”Ï%©!$# šÏ9≡x‹sù ∩⊇∪<br />
⎺tã<br />
öΝèδ<br />
t⎦⎪Ï%©!$#<br />
∩⊆∪<br />
š⎥,Íj#|Áßϑù=Ïj9<br />
×≅÷ƒuθsù<br />
É⎥⎪Ïe$!$$Î/<br />
Ü>Éj‹s3ãƒ<br />
“Ï%©!$# |M÷ƒuu‘r&<br />
∩⊂∪<br />
È⎦⎫Å3ó¡Ïϑø9$#<br />
ÏΘ$yèsÛ<br />
4’n?tã<br />
26<br />
Ùçts†<br />
∩∠∪ tβθãã$yϑø9$# tβθãèuΖôϑtƒuρ ∩∉∪ šχρâ!#tムöΝèδ t⎦⎪Ï%©!$# ∩∈∪ tβθèδ$y öΝÍκÍEŸξ|¹<br />
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?.Itulah orang yang<br />
menghardik anak yatim,.Dan tidak menganjurkan memberi makan orang<br />
miskin..Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orangorang<br />
yang lalai dari shalatnya.Orang-orang yang berbuat riya[1603]. Dan<br />
enggan (menolong dengan) barang berguna[1604].<br />
Dalam ayat di atas konsep keberagamaan seseorang dilihat dari<br />
kepeduliaanya terhadap keadaan sosial dilingkungannya, sehingga orang yang<br />
tidak mau melihat dan peduli keadaan sosial sekitarnya disebut juga orang<br />
yang mendustakan agama.<br />
Kekuatan ajaran filantropi Islam didukung oleh perintah Allah SWT<br />
yang tercantum dalam al-Quran surat surat al-Isro’ ayat 29 :<br />
#·ƒÉ‹ö7s?<br />
ö‘Éj‹t7è?<br />
Ÿωuρ È≅‹Î6¡¡9$# t⎦ø⌠$#uρ t⎦⎫Å3ó¡Ïϑø9$#uρ …絤)ym 4’n1öà)ø9$# #sŒ ÏN#uuρ<br />
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada<br />
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu<br />
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.<br />
38 Robert L. Payton,Michael P. Moody, Understanding philanthropy: its meaning and mission,<br />
(Bloomington USA: Indiana University Press, 2008), hal 27
Pemanfaatan harta haruslah digunakan secara bijak, jangan sampai<br />
terkesan harta yang dikeluarkan bernilai sia-sia di mata Allah SWT. Dengan<br />
adanya lembaga filantropi Islam maka diharapkan akan muncul optimalisasi<br />
harta khusus zakat sehingga tepat sasaran, sepeti yang tertuang dalam QS. al-<br />
Taubah 60 yaitu:<br />
öΝåκæ5θè=è%<br />
3<br />
«!$#<br />
Ïπx©9xσßϑø9$#uρ<br />
š∅ÏiΒ<br />
ZπŸÒƒÌsù<br />
$pκön=tæ<br />
(<br />
t⎦,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ<br />
È≅‹Î6¡¡9$#<br />
È⎦ø⌠$#uρ<br />
È⎦⎫Å3≈|¡yϑø9$#uρ<br />
«!$#<br />
È≅‹Î6y<br />
Ï!#ts)àù=Ï9<br />
†Îûuρ<br />
t⎦⎫ÏΒÌ≈tóø9$#uρ<br />
àM≈s%y‰¢Á9$#<br />
É>$s%Ìh9$#<br />
$yϑ¯ΡÎ)<br />
27<br />
*<br />
†Îûuρ<br />
∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ<br />
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang<br />
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk<br />
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,<br />
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,<br />
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha<br />
mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].<br />
Tradisi filantropi Islam yang berkembang di Indonesia masih sangat<br />
didominasi oleh kuatnya pengaruh motif-motif dan tujuan keagamaan.<br />
Dominasi itu tergambar bukan hanya dalam wacana yang dilontarkan namun<br />
juga praktik yang diaktualkan.<br />
Menurut Azumardi Azra Istilah filantropi baru populer di Indonesia<br />
dan mulai menguat dalam pelbagai bentuknya kira-kira pada abad 19 M dan<br />
terus berkembang pada awal abad 20. 39 Perkembangan ini ditandai dengan<br />
adanya sekolah Islam di lingkungan Muhammadiyah, Nahdhotul Ulama dan<br />
lain-lain. Lembaga-lembaga tersebut dapat berkembang berkat adanya biaya<br />
dari hasil praktek filantropi Islam<br />
39 Azumardi Azra, Malam Seribu Bulan, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal 166
Menurut Dawam Raharjo mengutip dari Budhy Munawar-Rachman,<br />
bahwa filantropi dan keadilan sosial itu terus berkembang sehingga untuk<br />
mencari kerangkanya agak sulit. 40<br />
Peneliti filantropi dari Barat Helmut K Anheir dan Diana Leat<br />
menawarkan sebuah model filantropi yang meliputi : pendekatan karitas,<br />
scientific philanthropy, neo scientific philanthropy, dan creative<br />
philanthropy. 41 Pendekatan karitas yang berarti pemenuhan kebutuhan fisik<br />
sehingga seorang anak dapat hidup. Scintific philanthropy dimaknai dengan<br />
pemenuhan kebutuhan pendidikan. Neo scientific philanthropy dimaksudkan<br />
sebagai pemenuhan lahan untuk mengembangkan pendidikan anak asuh.<br />
Sedangkan creative scientific diartikan sebagai bentuk pemberian ketrampilan<br />
anak asuh agar mampu hidup mandiri.<br />
Jika berdasarkan pelayanan, Janine A. Clark mengungkapkan bahwa<br />
lembaga-lembaga sosial yang dimiliki organisasi-organisasi muslim ternyata<br />
lebih merupakan bagian dari aktivitas muslim kelas menengah yang terbatas<br />
memberikan ruang dan fasilitas. 42 Berbeda dengan Clark, kekuatan filantropi<br />
berasal dari adanya kepercayaan sosial (social trust) dan jaringan sosial<br />
(social nerwork) ungkap Lili Wang dan Elizabeth Graddy 43 . Ungkapan Clark<br />
tersebut agaknya terlalu sempit jika hanya dimaknai demikian, sependapat<br />
dengan Lili Wang dan Elizabeth menurut pengamatan penulis sampai saat ini,<br />
40 Idris Thaha,Berderma Untuk Semua, (Jakarta: Teraju, 2003), hal xxxiii<br />
41 Hilman Latief, Melayani Umat, Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan Kaum<br />
Modernis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal 22 dapat dilihat di Waren F. Ilchman,<br />
Stanley N. Katz and Edward L Queen, Philantrophy in the world’s Religion, (Bloomingtoon:<br />
Indiana University Press, 2001), hal 98<br />
42 Hilman Latief, Melayani Umat, Filantropi Islam …, hal 26<br />
43 Hilman Latief, Melayani Umat, Filantropi Islam …, hal 45<br />
28
lembaga-lembaga sosial tidak akan hidup sendiri tanpa bantuan kelas atas.<br />
Penulis menganggap hubungan kelas menengah dan kelas atas atau kelompok<br />
the have merupakan hubungan simbiotik mutualisme, jadi kurang tepat jika<br />
aktivitas sosial hanya milik kelompok menengah saja.<br />
Menurut W.K Kellogg fondation filantropi dimaknai dengan<br />
memberikan waktu, uang dan pengetahuan bagaimana cara mengembangkan<br />
kebaikan bersama 44 . Berdasarkan hal ini maka tidak salah jika kesejahteraan<br />
pengasuh anak panti juga turut pula diperhatikan.<br />
Sedangkan menurut Aileen Shaw bahwa filantropi bukan sekedar<br />
karitas namun juga pendampingan (advocacy) pemberdayaan yang berdampak<br />
jangka panjang bagi kemandirian. 45 Sefaham dengan ungkapan ini penulis<br />
menganggap bahwa adanya pesantren sebagai model pengasuhan anak panti<br />
merupakan pendamping dan pemberdayaan yang mampu membawa manfaat<br />
bagi masa depan anak asuh.<br />
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat dimaknai bahwa tujuan<br />
filantropi islam di panti asuhan merupakan kegiatan sosial yang dilakukan<br />
untuk menopang hidup orang lain yang kekurangan. Secara lembaga filantropi<br />
diartikan sebagai usaha bersama (gotong royong) membantu orang yang<br />
membutuhkan dengan tujuan sesuai visi dan misi lembaga. Disamping itu,<br />
dikarenakan filantropi secara lembaga adalah milik bersama, maka menjadi<br />
tugas penting bagi pengurus lembaga filantropi panti asuhan untuk membuat<br />
al-muzakki tergantung dan percaya terhadap lembaga panti asuhan yang<br />
44 Hilman Latief, Melayani Umat, Filantropi Islam …, hal 36<br />
45 Hilman Latief, Melayani Umat, Filantropi Islam …, hal 37<br />
29
dikelolanya dengan menjadikan lembaga filantropi panti pesantren yang<br />
capable.<br />
3. Teori Perubahan<br />
Perubahan atau modifikasi merupakan peristiwa yang umum dan lazim<br />
terjadi di tengah kehidupan manusia. Seorang manusia akan berubah kondisi<br />
dari masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa hingga masa tua. Perubahan<br />
tidak saja dinilai secara fisik namun juga dinilai dari aspek non fisik.<br />
Perubahan merupakan suatu peristiwa umum dalam sebagian besar organisasi<br />
saat ini.<br />
Sepertihalnya alam semesta ini yang juga terus mengalami perubahan-<br />
perubahan yang disebabkan adanya interaksi antar kehidupan. Kehidupan di<br />
Panti Asuhan akan senantiasa diilhami oleh keharmonisan dan kreativitas dari<br />
pergerakan alam semesta ini, sehingga dia dapat menguasai pola perubahan<br />
tersebut dengan cara senantiasa memadamkan usaha mementingkan diri<br />
sendiri (ego), sehingga tercapai realisasi kesejahteraan.<br />
Perubahan merupakan sesuatu yang bersifat terus menerus sepanjang<br />
manusia melakukan interaksi dan sosialisasi. Perubahan diatas menurut<br />
Rhenald Kasali mengutip dari Evelyn Gaugh, dikatakan bahwa perubahan<br />
adalah pertanda kehidupan (change is the only evidence of live). 46 Lawan<br />
daripada hidup adalah kata “mati”, dengan hidup seseorang atau Lembaga<br />
akan terus berubah, perubahan menjadi lebih buruk atau baik dari sebelumnya.<br />
46 Rhenald Kasali, Change, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal 5<br />
30
Dengan perubahan lebih baik sesuatu akan tumbuh menjadi lebih baik, dan<br />
sebaliknya perubahan yang buruk akan mempercepat kematian.<br />
Dalam menyikapi perubahan, sebuah lembaga ataupun individu akan<br />
memiliki pola sikap yang berbeda-beda, yakni: sikap menolak, sikap acuh<br />
(tidak peduli), sikap konfrontasi maupun sikap siap untuk berubah. Hasil dari<br />
sikap tersebut di atas tentu dengan sendirinya akan berbeda, hasil sikap<br />
tersebut memposisikan lembaga ataupun individu pada beberapa posisi, yakni<br />
1.Siap menjadi motor penggerak perubahan, 2. Mendiamkan perubahan<br />
dengan tidak berbuat apapun, 3.Melawan perubahan, 4. Diubah oleh arus<br />
perubahan.<br />
Perubahan mutlak harus dilakukan bagi siapa pun yang ingin hidup<br />
dan berkembang lebih maju. Bagi yang masih mempertahankan cara-cara<br />
lama, ia tidak akan bisa bertahan. Dengan membawa perubahan lembaga<br />
filantropi panti asuhan tidak akan menjadi terasing dari dunia luar. Perubahan<br />
akan menjadikan panti asuhan sebagai lembaga yang membawa harapan baru,<br />
membawa generasi yatim, piatu dan duafa memperoleh kehidupan dan<br />
pendidikan yang layak.<br />
Konsep perubahan harus ditanamkan bagi seluruh komponen yang<br />
terlibat dalam lembaga panti asuhan. seperti yang diungkapkan Kasali,<br />
mengutip dari George Bernard Shaw, bahwa pengembangan akan mustahil<br />
tanpa perubahan, maka dari itu barang siapa yang tidak dapat merubah<br />
pikirannya, dia tidak akan mampu merubah apapun (Progress is impossible<br />
31
hal 32<br />
without change, and those who cannot change their minds cannot change<br />
anything). 47 Imam Syafi’i menuturkan dalam sya’irnya :<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
, <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Saya lihat air (sungai) yang tak mengalir pasti membusuk, bila<br />
mengalir ia menjadi baik dan bila tidak mengalir menjadi buruk. 48<br />
Perubahan di sini diibaratkan seperti air yang mengalir, perubahan<br />
merupakan keharusan dalam proses melanjutkan kehidupan, termasuk di<br />
dalam suatu lembaga.<br />
Di dalam perubahan sendiri, lembaga panti asuhan tentunya akan<br />
menemukan dan menghadapi berbagai macam masalah, hal ini merupakan<br />
pilihan yang harus diambil dalam perubahan. Dengan adanya masalah semua<br />
komponen akan diajak untuk melihat, bergerak serta menyelesaikan masalah<br />
dengan mengumpulkan kekuatan kolektif yang ada, hal ini membawa dampak<br />
munculnya rasa kebersamaan dalam komponen panti sehingga panti asuhan<br />
secara lembaga mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada.<br />
Gerak adaptif diatas seirama dengan Rhenald Kasali yang mengutip<br />
dari Charles Darwin dalam bukunya, bahwa bukan yang terkuat yang mampu<br />
berumur panjang melainkan yang paling adaptif. 49 Panti Asuhan yang selalu<br />
menyesuaikan diri terhadap perubahan, dan bisa melewati zamannya adalah<br />
panti asuhan yang melakukan perhitungan dan memiliki komitmen untuk<br />
bersungguh-sungguh melihat, menggerakkan dan menyelesaikan seluruh<br />
proses perubahan menjadi pesantren sampai tuntas.<br />
47 Rhenald Kasali, Change,…hal 8<br />
48 Azhar Arsyad, Retorika Kaum Bijak, (Ponorogo: Latansa Press, 2001), hal 148<br />
49 Rhenald Kasali, Re-code Your Change DNS, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007),<br />
32
Linier dengan teori perubahan, Teori Unilinear Theories of Evolution<br />
mengungkapkan bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya<br />
akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari<br />
bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna.<br />
Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert Spencer. 50<br />
Perubahan-perubahan yang harus dilakukan menurut analisis<br />
Turnaround meliputi beberapa hal yakni :<br />
1. Membuang hal yang jelek (negative)<br />
2. Kepemimpinan dan manajemen dirubah<br />
3. Proses operasionalnya dirubah<br />
4. Pendekatan kepada pasar dirubah, dalam hal ini kepada al-muzakki 51<br />
Sedangkan Tipologi proses perubahan itu sendiri didasarkan atas<br />
empat kriteria utama yaitu: 1. bentuk proses sosial yang terjadi; 2. hasilnya; 3.<br />
kesadaran akan perubahan ; 4. kekuatan yang menggerakkan proses tersebut.5.<br />
Realitas sosial disekitar. 6. Jangka waktu berlangsungnya proses sosial. 52<br />
Berdasarkan teori diatas, dalam proses perubahan sebagai fenomena, 53<br />
maka panti asuhan nantinya akan menemui beberapa fase. Fase-fase tersebut<br />
yakni fase motivasi yang menanamkan visi dan misi, kemudian fase sosialisasi<br />
yang mana akan bertemu dengan orang yang setuju, menentang atau abastein<br />
terhadap visi dan misi, kemudian fase trasisi yakni pergumulan antara yang<br />
50<br />
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal 162<br />
51<br />
Rhenald Kasali, Change, …hal 175<br />
52<br />
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, terj. Alimandan, (Jakarta: Prenada Media<br />
Group, 2008), hal 13<br />
53<br />
Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia, (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2009), hal<br />
231<br />
33
setuju dan menentang visi dan misi, dan terakhir fase penentu yang akan<br />
menetapkan visi dan misi serta posisi dari seluruh pelaksana.<br />
Nilai-nilai perubahan sendiri disebutkan dalam al-Qur’an surat al-<br />
Ra’du ayat 11, yaitu :<br />
3 öΝÍκŦàΡr'Î/ $tΒ<br />
34<br />
(#ρçÉitóãƒ<br />
4©®Lym BΘöθs)Î/ $tΒ çÉitóãƒ<br />
Ÿω ©!$# χÎ)<br />
“Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga<br />
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”<br />
Ayat tersebut ditafsirkan bahwa apabila suatu kaum mengubah<br />
keadaan yang ada pada diri mereka dengan arahan dan amalannya, maka Allah<br />
akan merubah keadaan mereka sesuai dengan perubahan yang mereka<br />
lakukan. 54 Semakin kuat gerakan perubahan maka akan semakin kuat pula<br />
perubahan yang akan dialami pelaku perubahan. Dalam prespektif Islam<br />
perubahan merupakan suatu kelaziman yang harus dialami oleh makhluk<br />
Allah SWT, namun perubahan itu sendiri bisa baik dan buruk tergantung pada<br />
makhluk Allah itu sendiri.<br />
Berdasarkan keterangan di atas kita akan memperoleh gambaran<br />
bahwa perubahan yang dilakukan oleh Panti Asuhan Al-Mizan menjadi Model<br />
Pesantren merupakan suatu kelaziman yang harus dilakukan agar laju<br />
filantropi terus dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan perkembangan<br />
zaman. Perubahan tersebut akan terjadi melalui reformasi, evolusi dan inovasi<br />
yang diarahkan kepada peningkatan pelayanan kepada anak asuh, muzakki<br />
dan pengurus Panti Asuhan. Tindakan Panti Asuhan untuk berubah sendiri<br />
54 Sayyid Kutb, Tafsir Fi Zhilal al Qur’an, terj, As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani<br />
Press, 2003), Hal 66
merupakan suatu kesadaran para pengurus bahwa Allah SWT tidak akan<br />
merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab<br />
kemunduran. Sehingga diakui bahwa kebahagiaan, kesejahteraan dan<br />
kesuksesan Panti Pesantren Al-Mizan merupakan akibat dari perubahan-<br />
perubahan yang dilakukan untuk menjadi lebih baik.<br />
H. Pendekatan Dan Jenis Penelitian<br />
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif<br />
(Qualitative Research) dengan jenis penilitian studi kasus. Sebagai<br />
informan yang pertama diwawancarai melalui wawancara-wawacara<br />
informal adalah Ust. Hamim selaku Pimpinan Cabang Muhammadiyah<br />
yang tentunya memiliki banyak informasi dan mengetahui situasi latar di<br />
lokasi penelitian, kedua Ust. Rejep sebagai penanggungjawab panti asuhan<br />
dan Ust.Suwito sebagai sekertaris pesantren.<br />
Dalam penelitian studi kasus ini tidak menutup kemungkinan<br />
banyak sekali dijumpai paradigma yang berdimensi jamak dan berubah-<br />
ubah, oleh karena itu maka tidak menutup kemungkinan rancangan<br />
penelitian berkembang selama proses penelitian berlangsung. 55<br />
Studi kasus sendiri menurut Yin adalah suatu inkuiri empiris yang<br />
menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-<br />
batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan bilamana<br />
55 Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar<br />
Baru,1989), hal 8<br />
35
multi sumber bukti dimanfaatkan. 56 Kemudian sasaran dalam penelitian<br />
studi kasus menurut Arifin yaitu dapat berupa manusia, peristiwa, latar dan<br />
dokumen, kemudian sasaran akan ditelaah secara mendalam sebagai suatu<br />
totalitas, sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan<br />
maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada diantara variable-<br />
variabelnya. 57<br />
Berkaitan dengan tujuan penelitian ini maka dalam hal ini<br />
digunakan metode fenomenologi, yang berarti memahami peristiwa dalam<br />
kaitanya dengan orang lain dalam situasi tertentu. 58 Penelitian ini juga<br />
akan dikemas dalam setting atau lingkungan nyata yang alamiah (natural)<br />
di Panti Pesantren Al-Mizan Lamongan, sehingga objek yang diteliti akan<br />
diiringi dengan waktu ataupun situasi. Hasil daripada penelitian ini<br />
merupakan deskripsi interpretasi yang bersifat tentative dan konteks pada<br />
waktu maupun situasi tertentu.<br />
Penelitian ini juga termasuk dalam kajian sejarah, mengingat asas<br />
pengembangan kerangka konseptual bagi penelitian sejarah sendiri juga<br />
lebih ditekankan kepada prespektif perubahan. 59<br />
56<br />
Yin, Robert K, Studi Kasus desain dan methode, terj. M. Djauzi Mudzakir, (Jakarta: PT.<br />
Raja Grafindo Persada, 2002) hal 18<br />
57<br />
Arifin, Imron, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Social dan Keagamaan Penelitian,<br />
(<strong>Malang</strong>: Kalimashada Press, 1996), hal 57<br />
58<br />
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal<br />
17 59 Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup,<br />
2007), hal 37<br />
36
Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui,<br />
mendeskripsikan dan memahami secara jelas dan rinci tentang proses<br />
pengembangan Panti Asuhan menjadi Pesantren.<br />
I. Lokasi Penelitian<br />
Penelitian ini dilaksankan di salah satu Panti Pesantren di kota<br />
Lamongan yaitu Panti Pesantren Muhammadiyah Al-Mizan Lamongan,<br />
pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa Panti Asuhan<br />
tersebut telah berhasil merubah dirinya dari yang hanya sekedar menampung<br />
anak asuh menjadi Pesantren sebagai tempat perkaderan generasi muda,<br />
disamping itu pula bahwa Panti Pesantren tersebut juga telah menjadi salah<br />
satu prototype Panti Asuhan di Jawa Timur. 60<br />
Panti Pesantren Al-Mizan ini tepatnya berada di Alamat : Jl. Jend.<br />
Sudirman No. 1 Kelurahan/Desa Banjar Mendalan, Kecamatan Lamongan,<br />
Kota Lamongan, Propinsi Jawa Timur.<br />
J. Kehadiran Peneliti<br />
K. Dalam penelitian kualitatif ini kehadiran peneliti secara langsung di lokasi<br />
penelitian sangat diperlukan, karena peneliti harus dapat menangkap<br />
makna dengan melakukan interaksi terhadap berbagai nilai yang ada di<br />
obyek penelitian, yang mana hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan<br />
angket.<br />
Pada penelitian kualitatif ini peneliti bertindak sebagai instrumen<br />
sekaligus pengumpul data. Selain peneliti, instrumen yang lain adalah<br />
60 PWM, Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat dalam Lokarkaya Panti Asuhan<br />
Muhammadiyah di Lamongan pada 2 Mei 2009<br />
37
pedoman wawancara, pedoman observasi dan sebagainya juga turut<br />
digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti<br />
sebagai instrument utama. Oleh karena itulah maka kehadiran peneliti<br />
adalah mutlak 61 .<br />
Peneliti akan berusaha menghindari sifat subyektif dan menjaga<br />
diri untuk tidak terlalu intervensi, disamping peneliti disini juga akan tetap<br />
menjaga hubungan keharmonisan dalam berkomunikasi dengan para<br />
informan, sehingga dalam penelitian ini dapat berjalan dengan baik serta<br />
mendapatkan data yang falid<br />
L. Data dan Sumber data<br />
Data penelitian yang akan dikumpulkan berupa informasi tentang<br />
perkembangan Panti Asuhan Al-Mizan menjadi Pesantren Al-Mizan<br />
Lamongan. Data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang<br />
meliputi :<br />
1. Informan atau nara sumber, yang antara lain adalah terdiri dari Pengurus<br />
Panti, Pengasuh, Pengurus Cabang Muhammadiyah dan Bendahara<br />
Pesantren.<br />
Dokumen atau arsip, yang antara lain berupa dokumen-dokumen dan arsip<br />
yang ada kaitannya dengan pengelolaan panti dan keuangannya.<br />
M. Pengumpulan Data<br />
Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan tekhnik pengumpulan<br />
data yang meliputi :<br />
61 TIM PPs <strong>UIN</strong> Maulana Ibrohim, Pedoman Penulisan Thesis dan Desertasi, (<strong>Malang</strong>, <strong>UIN</strong><br />
Press, 2010), Hal 7<br />
38
2. Observasi<br />
Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi murni (pure<br />
observation) 62 dan observasi terlibat (participant observation). 63 Observasi<br />
ini akan dilakukan oleh penulis selama beberapa kali sampai data yang<br />
dicari ditemui. Observasi keterlibatan oleh penulis ini dilakukan untuk<br />
mendapatkan data yang sebenar-benarnya atau tanpa adanya rekayasa dari<br />
subyek yang diteliti dan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi<br />
Panti Asuhan, Pesantren, serta lingkungan sekitar Pesantren<br />
3. Dokumentasi<br />
Dokumentasi dalam hal ini adalah penggunaan dokumen resmi baik yang<br />
berupa CD, Laporan Tahunan maupun jurnal. yang diperlukan untuk<br />
mengetahui sejarah berdirinya Panti Pesantren, pergantian kepemimpinan,<br />
serta kondisi para pengasuh.<br />
4. Wawancara<br />
Wawancara dalam suatu penelitian bukan hanya terbatas pada terjadinya<br />
dialog antara peneliti dengan informan, melainkan suatu percakapan<br />
mendalam dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk penggalian<br />
sebuah data. karena itu maka pertanyaan yang akan diajukan telah penulis<br />
persiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan informan, penulis telah<br />
62 Observasi yang dilakukan dengan sengaja agar obyek yang diobservasi tidak berubah<br />
karena kedatangan peneliti, dan bersifat tertutup. Observasi semacam ini sesuai digunakan untuk<br />
mengamati kegiatan-kegiatan. Dapat dilihat dibuku Bogdan, Robert C. Dan Biklen, Sari Knopp,<br />
Riset kualitatif untuk Pendidikan; Pengantar ke Teori dan Metode. terj. Munandir Jakarta: Dirjend<br />
Perguruan Tinggi Depdikbud, 1990), hal 65<br />
63 Observasi ini dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada<br />
kegiatan yang dilakukan oleh subyek dalam ligkungannya, mengumpulkan data secara sistematik<br />
dalam bentuk catatan lapangan. Secara garis besar tipe dari observasi terlibat adalah pasif (<br />
passive), sedang (moderate) aktif ( active) dan lengkap ( complete)<br />
39
menentukannya sebelum berlangsungnya wawacara. Meski demikian,<br />
bentuk pertanyaan tidak terstruktur secara tepat (bahkan penulis<br />
menyelipkan pertanyaan pancingan / probing ditengah wawancara yang<br />
sedang berlangsung) untuk menggali informasi untuk memberikan ruang<br />
bagi pertanyaan yang mengembang demi mendapatkan informasi yang<br />
lebih banyak dan mendalam.<br />
Wawancara yang penulis lakukan dalam upaya mengumpulkan<br />
informasi adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan secara<br />
langsung baik kepada pengurus dan pengasuh Pesantren mengenai hal-hal<br />
yang terkait dengan perkembangan Panti menuju model Panti Pesantren.<br />
Dalam proses pencarian data ini juga bergulir dari satu informan ke<br />
informan yang lain dengan mengikuti prinsip bola salju atau snow ball<br />
sampling dan akan berakhir jika data berkenaan dengan perkembangan Panti<br />
Asuhan menjadi Pesantren telah diketahui.<br />
N. Analisis Data<br />
O. Untuk mendapatkan data kualitatif yang komprehensif penulis<br />
menggunakan teknik analisa data pada dokumen. Pengamatan data dalam<br />
penelitian sebagai sumber data diharapkan mampu mendorong penelitian<br />
secara komphrehensif. Disamping itu, dokumen sebagai sumber data dapat<br />
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk hipotesa awal.<br />
P. Menurut Moleong analisis data merupakan proses pengorganisasian dan<br />
mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehinga<br />
40
hal 103<br />
dapat ditemukan suatu data dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti<br />
yang disarankan oleh data. 64<br />
Q. Dengan purposive sampling yang dipadukan dengan teknik snowball<br />
sampling, peneliti melanjutkan wawancara kepada orang yang dianggap<br />
dapat memberikan informasi mengenai fokus penelitian dengan<br />
mempertimbangkan waktu yang dimiliki oleh informan yang<br />
bersangkutan.<br />
R. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan oleh peneliti selama<br />
berlangsung proses pengumpulan data penelitian. Analisis terdebut<br />
meliputi rangkaian kegiatan-kegiatan yaitu: (1) Reduksi data (2) Penyajian<br />
data (3) Penarikan kesimpulan.<br />
S. Penulis akan mereduksi data dengan cara mengumpulkan data sebanyak-<br />
banyaknya, baik yang diperoleh melalui pelibatan diri secara langsung<br />
dalam kegiatan di Pesantren maupun data yang diperoleh dari dokumen<br />
dan hasil wawancara dengan para pengurus dan pengasuh.<br />
T. Langkah selanjutnya yaitu penyajian data yang telah diperoleh setelah<br />
dilakukan sejumlah analisis dan mengecek ulang (reduksi) data mentah<br />
yang telah terkumpul.<br />
U. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan akhir penulis<br />
sajikan setelah melakukan beberapa analisis terhadap data-data yang<br />
sebelumnya telah berhasil penulis kumpulkan. Langkah-langkah analisis<br />
data penelitian kualitatif diatas, digambarkan oleh Miles dan Huberman<br />
64 Lexy J Moleong,. Metodologi Penelitan Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000),<br />
41
menjadi suatu model komponen analisis data model interaktif sebagaimana<br />
gambar berikut ini 65 :<br />
Pengumpulan<br />
Data<br />
Reduksi<br />
Data<br />
Gam bar 3.1 Penarikan Kesimpulan<br />
V. Pengecekan Keabsahan Temuan<br />
1. Triangulasi Data<br />
Penyajian<br />
Data<br />
Kesimpulankesimpulan:<br />
Penarikan/<br />
Verifikasi<br />
Dalam penelitian ini, penulis melakukan triangulasi data dengan<br />
mencari informasi tidak hanya dari satu pihak, tetapi pihak-pihak yang<br />
terlibat secara langsung dalam proses pengembangan Panti menjadi<br />
Pesantren yaitu para pengurus dan pengasuh panti, data tidak hanya<br />
terfokus di kantor, tetapi juga di luar kantor. Selain itu, penulis juga<br />
melakukan pengecekan ulang informasi yang telah disampaikan oleh para<br />
65 Miles,M.B. & Hubermen,A.M.. Analisis Data Kualitatif,Buku Sumber Tentang Metode-<br />
Metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia<br />
(UI-Pers), 1992), hal 20.<br />
42
informan. Pengecekan ulang ini akan penulis lakukan dalam beberapa kali<br />
pertemuan dengan narasumber.<br />
2 . Triangulasi Metode<br />
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga macam metode:<br />
wawancara, dokumentasi dan partisipasi secara langsung. Triangulasi ini<br />
merupakan suatu hal yang wajib untuk mendapatkan data yang valid dan<br />
bisa dipertanggung jawabkan.<br />
3 Triangulasi Sumber<br />
Sebelum menentukan layak tidaknya sebuah informasi, penulis telah<br />
menentukan sumber yang akan dijadikan informan dengan cara mencari<br />
tahu pengurus dan pengasuh yang berpengaruh dalam perkembangan Panti<br />
Asuhan tersebut. penulis melakukannya dengan menanyakan kepada<br />
beberapa individu yang pernah berhubungan dengan para narasumber.<br />
4. Triangulasi Peneliti<br />
Triangulasi ini penulis lakukan dengan menemui kolega yang banyak<br />
mengetahui fenomena mengenai interaksi edukatif untuk kemudian diajak<br />
bertukar informasi atau mendiskusikan fenomena / data yang masih<br />
diragukan kebenarannya.<br />
Diantara kolega yang telah penulis ajak dialog mengenai interaksi edukatif<br />
adalah dosen pembimbing dan beberapa teman di internet dan dari pengurus<br />
organisasi Muhammadiyah di Jawa Timur<br />
43