31.10.2014 Views

Koperasi daerah Pedesaan - Smecda

Koperasi daerah Pedesaan - Smecda

Koperasi daerah Pedesaan - Smecda

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Koperasi</strong><br />

PEDESAAN<br />

253<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

254


JAWA TIMUR<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE Pujon Malang<br />

Dokumentasi<br />

SAPI PERAH<br />

BAWA BERKAH<br />

255<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Dokumentasi<br />

Pengurus dan pengawas<br />

berpose usai RAT.<br />

Pujon adalah sebuah wilayah dingin yang dikelilingi gunung dan bukit<br />

dengan suhu rata-rata 19-26 derajat celcius dan curah hujan 2.310<br />

mm per tahun Sebelum dan sampai dengan tahun 1962 wilayah yang<br />

sangat bagus untuk lahan pertanian ini belum dapat dimanfaatkan oleh<br />

masyarakat untuk memproduksi komoditi pertanian seperti sayur-sayuran<br />

ataupun hasil-hasil bumi yang lain.<br />

Hal ini disebabkan karena petani tidak mampu membiayai proses<br />

produksi, sehingga jatuh pada kontraktor-kontraktor maupun penyewapenyewa<br />

tanah bermodal kuat yang berasal dari luar wilayah Pujon.<br />

Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang mampu mengelola lahan<br />

yang dimiliki, sehingga banyak yang terpaksa menjadi buruh tani. Karena<br />

pendapatan sebagai buruh tani tidak mencukupi kebutuhan hidup seharihari,<br />

maka masyarakat yang tinggal di ketinggian 1.100 m dari permukaan<br />

air laut ini, mulai merambah lingkungannya.<br />

Pohon-pohon lebat yang seharusnya dilestarikan ditebang. Kayunya<br />

dijual dan sebagian dijadikan arang. Akibatnya, lingkungan hutan di<br />

seputar wilayah Pujon rusak berat. Saat itu pemerintah <strong>daerah</strong> setempat<br />

(Muspika) berusaha memberikan penerangan pentingnya pelestarian lingkungan,<br />

namun himbauan tersebut tidak dihiraukan. Akhirnya Muspika<br />

terpaksa turun tangan menangkap para penebang liar.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

256<br />

KEBANGKITAN PETERNAK<br />

Selain bekerja sebagai buruh tani dan penebang liar, sebagian kecil<br />

warga masyarakat Pujon ada yang berusaha mencukupi beban hidup<br />

sebagai peternak sapi perah. Usaha beternak sapi perah sebagai mata<br />

pencaharian di Pujon sebenarnya sudah berlangsung pada abad pertengahan<br />

ke 19 dengan adanya dua buah stal (milkcray).<br />

Stal adalah usaha beternak sapi perah yang diambil air susunya untuk<br />

dijual. Sedangkan stal itu sendiri sebenarnya tempat untuk memelihara sapi.<br />

Dua buah stal yang ada di Pujon salah satunya milik Mr. Pochert dan lainnya<br />

milik Mr.Swarthuten, keduanya bangsa Belanda. Mereka menjalankan<br />

bisnis dengan memperkerjakan penduduk Pujon dengan system upah.


Buruh-buruh Mr. Pochert dan Mr.Swarthuten bekerja sebagai<br />

pengembala sapi perah, membersihkan dan menjaga kandang serta ternak,<br />

memerah, dan sebagai voorloper (mengantar susu ke pelanggan/pemasaran).<br />

Sekitar tahun 1942 Mr. Pochert dan Mr.Swarthuten meninggalkan<br />

Pujon beserta harta benda termasuk ternaknya karena situasi politik pada<br />

saat itu. Kemudian usaha ternak sapi perahnya dilanjutkan oleh bangsa<br />

Jepang dan sebagian lagi diteruskan warga Pujon sendiri.<br />

Sayangnya usaha ini tidak berkembang. Ketika Jepang meninggalkan<br />

Pujon karena situasi politik, selanjutnya usaha beternak sapi perah<br />

sepenuhnya berada di tangan beberapa masyarakat Pujon secara individu.<br />

Dalam memasarkan susu sapi perahnya, para pengusaha sapi perah<br />

terus bersaing. Persaingan mereka menurunkan harga susu guna merebut<br />

pasaran. Akibat persaingan harga menyebabkan beternak sapi justru<br />

membuat mereka rugi dan semakin melarat. Usaha beternak sapi perah<br />

menjadi tidak diminati. Sebenarnya usaha beternak sapi perah saat itu<br />

merupakan potensi yang bisa diandalkan jika ditangani secara terpadu.<br />

Melihat potensi yang ada saat itu, sebenarnya usaha beternak sapi perah<br />

perlu digalang, dibangkitkan dan dikembangkan. Sebab, tidak mungkin<br />

masyarakat Pujon terus menerus sebagai buruh tani atau menjadi buron<br />

karena sebagai penebang liar.<br />

Pemikiran untuk menggali potensi lewat pengembangan peternakan<br />

serta menata pemasaran diprakarsai oleh drh. Memet Adinata, Kepala<br />

Dinas kehewanan Malang Selatan. Beliau mendirikan koperasi sebagai<br />

jalan pemecahan bagi peternak sapi. Maka pada 30 Oktober 1962 sebanyak<br />

23 orang peternak sepakat mendirikan koperasi susu yang diberi nama<br />

<strong>Koperasi</strong> Susu Sinau Andandani Ekonomi (belajar memperbaiki ekonomi)<br />

di Pujon, dengan populasi ternak 35 ekor dengan jumlah produksi 50<br />

liter per hari.<br />

SEJARAH<br />

Pada awal berdirinya koperasi SAE beranggotakan 23 orang, ternak<br />

sebanyak 35 ekor dengan produksi susu 50 liter per hari dipasarkan ke warung-warung.<br />

Pada tahun 1963 <strong>Koperasi</strong> SAE mendapatkan bantuan pemerintah<br />

lewat Direktur Jendral Peternakan berupa sapi impor sebanyak 90 ekor.<br />

Bantuan ini bersifat penggaduan; yaitu peternak mendapat bagian<br />

berupa anak sapi yang menjadi hak karena memelihara sapi induk. Dengan<br />

bantuan tersebut dalam tempo lima tahun anggota koperasi SAE berkembang<br />

jadi 150 orang pada tahun 1967 dan berstatus badan hukum<br />

No. 2789/II/12-1967 pada tanggal 16 Agustus 1968. Selama tahun 1968-<br />

1970 <strong>Koperasi</strong> SAE mengalami kemunduran yang mengancam pada suatu<br />

kegagalan total.<br />

Jumlah anggota pada tahun 1970 menyusut menjadi 34 orang yang<br />

semula berjumlah 150 orang. Sapi-sapi perah milik anggota banyak yang<br />

dijual dan hasil penjualan dipergunakan untuk usaha lain. Demikian juga<br />

dengan produksi susu <strong>Koperasi</strong> SAE hanya menampung sekitar 200 liter<br />

sehari dari 2.000 liter per hari. Anggota <strong>Koperasi</strong> SAE banyak yang keluar<br />

karena disebabkan kurang cakap dan kreativitas pengurus, dalam hal ini<br />

257<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


manajemen pengelolaan koperasi. Pola manajemen yang dijalankan<br />

pengurus sangat tidak mencerminkan manajemen usaha <strong>Koperasi</strong> SAE.<br />

Di samping itu ada unsur-unsur politik yang masuk ke dalam organisasi<br />

<strong>Koperasi</strong>, sehingga gerak langkah koperasi tidak membawa aspirasi dari<br />

seluruh anggota melainkan aspirasi golongan tertentu.<br />

Analisis lain menyebutkan, kehancuran <strong>Koperasi</strong> SAE disebabkan<br />

pengurus menjadikan koperasi ini sebagai ladang mengeruk keuntungan<br />

pribadi. Perkembangan situasi ekonomi pemerintah juga tidak<br />

memungkinkan program yang memperhatikan perkembangan koperasi<br />

berjalan baik. Sebagai titik terendah keadaan <strong>Koperasi</strong> SAE pada usianya<br />

yang ke 8 tahun (1962-1970) mempunyai utang kepada anggota akibat<br />

dari kegagalan pengelolaan koperasi sebesar Rp 809.500, sementara<br />

piutang tidak ada sama sekali.<br />

Forum RAT salah satu sarana<br />

anggota menyampaikan usul<br />

dan saran.<br />

Dokumentasi<br />

Pada 23 Mei 1970 sekalipun pengurus periode II (1968-1971) belum<br />

habis masa jabatan, terpaksa direformasi melalui rapat anggota. Atas keputusan<br />

rapat anggota tersebut ditunjuk Kalam Tirtorahardjo sebagai ketua<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE dengan anggota pengurus enam orang. Selanjutnya ketua<br />

pengurus mengajukan pendapat kepada Kepala Kantor <strong>Koperasi</strong> Kabupaten<br />

Malang yang didukung oleh camat, Dansekpol dan Danramil.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

258<br />

MANAJEMEN PROFESIONAL<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE berusaha mengembalikan kepercayaan anggota dan<br />

masyarakat umum. Caranya, dimulai dengan langkah-langkah pembinaan<br />

dan mengadakan berbagai pembenahan baik organisasi maupun manajemen<br />

serta pengembangan usaha yang lebih efektif, intensif dan terpadu.<br />

Selang waktu 3 tahun (1970-1973) <strong>Koperasi</strong> SAE telah menunjukkan<br />

keberhasilannya dengan berhasil melunasi semua utang pada anggota.<br />

Keberhasilan ini juga menunjukkan peran pemerintah yang terus-menerus<br />

memberikan pengarahan serta pembinaan di bidang organisasi maupun<br />

bidang lainnya.<br />

Keberhasilan yang telah dicapai oleh pengurus pada periode III (1970-<br />

1973) menyebabkan mereka dipilih kembali pada periode IV (1974-1977).


Berdasarkan misi koperasi yaitu harus dapat menyejahterakan anggota,<br />

maka <strong>Koperasi</strong> SAE bersama pemerintah melalui Dinas Peternakan mulai<br />

membenahi managemen beternak sapi perah pada anggota, baik mengenai<br />

perkandangan, pakan, genetik dan sebagainya sampai cara penanganan<br />

pasca panen. Sedangkan pemasaran susu produk <strong>Koperasi</strong> SAE masih<br />

berkisar di lingkungan Pujon, Batu dan Kodya Malang.<br />

Pada pertengahan 1974 timbul masalah baru yaitu produksi susu meningkat<br />

dengan pemasaran yang kurang memadai. Saat itu produksi susu<br />

mencapai 2000 liter per hari sedang yang dapat dipasarkan 1500-1600<br />

liter per hari. Sisanya 500 liter diberikan kepada anak sekolah (Sekolah<br />

Dasar), masyarakat yang mau dan selebihnya dibuang karena telah rusak.<br />

Pembuangan susu terpaksa dilakukan karena pada saat itu <strong>Koperasi</strong><br />

SAE belum mempunyai peralatan yang dapat menyelamatkan susu. Bulan<br />

Januari 1975 pengurus menawarkan produk susu anggotanya ke PT Nestle<br />

di Surabaya dan sebulan berikutnya pihak PT Nestle dengan diwakili Soeseno<br />

dan Mister Enggal mengadakan penjajakan. Mulai 1 Mei 1975, PT<br />

Nestle mau menerima dan membeli produksi susu <strong>Koperasi</strong> SAE dengan<br />

pengiriman perdana sebanyak 160 liter perhari dengan harga Rp 90.<br />

Pada tahun 1977 anggota <strong>Koperasi</strong> SAE mencapai 416 orang dengan<br />

populasi ternak 1.664 ekor, produksi susu 1.233.908 liter. Perkembangan<br />

modal mencapai Rp 367.900, simpanan pokok dan simpanan wajibnya<br />

mencapai Rp 988.191 serta volume permodalan meliputi Rp 88.120.370<br />

untuk penerimaan dan pengeluaran sebesar Rp 74.094.510.<br />

Memasuki tahun 1977 <strong>Koperasi</strong> SAE mampu menyetor susu ke PT<br />

Nestle bervolume 3.000 kg per hari. Tetapi harga susu mengalami<br />

penurunan dari Rp 90 per kg menjadi Rp 62 per kg. Dengan harga<br />

tersebut, perjalanan perkembangan <strong>Koperasi</strong> SAE kembali tersendat.<br />

Masalah harga baru yang ditetapkan PT FSI tidak mencukupi pengeluaran<br />

yang harus ditanggung anggota.<br />

Keguncangan yang mengancam <strong>Koperasi</strong> SAE saat itu didengar oleh<br />

Menteri Muda Urusan <strong>Koperasi</strong> Bustanil Arifin. Pada pada 12 Juni 1978,<br />

ia berkunjung ke <strong>Koperasi</strong> SAE dan berdialog dengan pengurus dan<br />

anggota koperasi. Hasilnya, <strong>Koperasi</strong> SAE akan dibantu modal untuk<br />

penyelesaian pembangunan gedung perkantoran sebesar Rp 10.000.000.<br />

Namun pihak <strong>Koperasi</strong> SAE lebih memilih agar pemerintah turun<br />

tangan untuk ikut menangani pemasaran dan harga susu koperasi. Dari<br />

informasi yang dikemukakan oleh pihak <strong>Koperasi</strong> SAE, disimpulkan<br />

bahwa koperasi susu di Indonesia perlu membentuk organisasi untuk<br />

menyatupadukan gerak koperasi susu. Sedangkan masalah pemasaran<br />

susu ke PT Nestle akan segera dipecahkan di Jakarta dengan mengimbau<br />

para pimpinan Industri Pengolah Susu (IPS) bersama industri yang terkait<br />

dengan persusuan.<br />

ALIANSI STRATEGIS<br />

Pada 22 Mei 1979, Bustanil Arifin mengirim utusan ke India untuk<br />

mempelajari koperasi persusuan di sana. Kemudian dibentuk tim Teknis<br />

Peneliti dan Pengembangan <strong>Koperasi</strong> Susu Indonesia untuk menganalisis<br />

259<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


tiap-tiap industri pengolahan susu, pembelian susu import dan penjualan<br />

susu hasil IPS, serta menelaah izin-izin usaha yang ternyata pada umumnya<br />

mereka berjanji untuk menerima susu segar produksi dalam negeri.<br />

Pada 19-21 Juli 1978 di Pusat <strong>Koperasi</strong> Jakarta diadakan Temu Karya<br />

<strong>Koperasi</strong> Susu ke I yang dihadiri 14 koperasi susu terbesar di seluruh<br />

Indonesia. Pertemuan itu bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan<br />

pemecahannya serta membuat program kerja. Selanjutnya pada 29-31<br />

Maret 1979 diadakan Temu Karya ke II untuk mengevaluasi kerja sama<br />

dengan IPS dan membuat rencana kerja lebih mantap dalam organisasi<br />

koperasi, peningkatan produksi susu, juga dilakukan penyesuaian wadah<br />

koperasi susu dari Badan Koordinasi koperasi Susu Indonesia (BKKSI)<br />

menjadi Gabungan <strong>Koperasi</strong> Susu Indonesia (GKSI).<br />

Tugas pertama GKSI adalah mengusulkan kepada Menteri Muda<br />

Urusan koperasi supaya meninjau kembali harga susu yang telah<br />

ditetapkan IPS. Dan akhirnya harga susu disepakati menjadi Rp 165 per<br />

kg dengan standart fat 3,0% mulai tahun 1980.<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE pada program I tahun 1979-1982 mendapat kredit<br />

Krekop sebanyak 700 ekor. Sedangkan kredit program USP di tahun<br />

yang sama mendapat 630 ekor dan bantuan presiden 130 ekor, semua<br />

sapi tersebut berasal dari Newzeland dengan jenis sapi Fresent Holtand<br />

(FH). Pada 1988 yaitu program Kredit koperasi, tahun 1987-1989<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE mendapat kredit sebanyak 216 ekor sapi yang berasal dari<br />

Amerika Serikat. Jumlah sapi baru yang impor sejak tahun 1978-<br />

pertengahan 1988 sebanyak 1676 ekor sapi kredit.<br />

PERKUATAN SDM<br />

Pada 1979 pengurus <strong>Koperasi</strong> SAE dikirim ke luar negeri untuk mendalami<br />

manajemen beternak sapi perah secara modern, dan belajar managemen<br />

perkoperasian. Dalam waktu relatif pendek ilmu yang telah<br />

didapat ditularkan kepada peternak sapi perah di Pujon. Hasilnya, produksi<br />

rata-rata susu Pujon menjadi 10-12 liter per ekor per hari. Tahun 1979,<br />

jumlah populasi ternak yang bergabung dengan <strong>Koperasi</strong> SAE ada 3592<br />

Sapi perah merupakan<br />

aset anggota koperasi.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

260<br />

Dokumentasi


Tabel 1. Komposisi Modal <strong>Koperasi</strong> SAE, 2001-2005<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

Modal Luar 4,486,365,057 5,558,186,960 5,423,878,552 7,063,286,649 8,378,823,355<br />

Modal Dalam 13,892,648,884 14,571,108,319 16,982,256,066 18,599,764 20,339,074,506<br />

ekor. Produksinya sekitar 2.605.914 liter<br />

dengan jumlah peternak 820 orang. Setahun<br />

kemudian populasi membengkak jadi 5.556<br />

ekor, produksi susu 3.305.688 liter dengan<br />

jumlah peternak tetap.<br />

Dalam tempo sepuluh tahun yaitu pada<br />

tahun 1990, terjadi perkembangan<br />

drastis, jumlah anggota koperasi mencapai<br />

3.601 orang dengan populasi ternak 16.774<br />

ekor dan produksi susu 20.371.512,5 liter.<br />

Tahun 2005 jumlah sapi mencapai 21.069<br />

Grafik 1. Perkembangan Simpanan Sukarela<br />

2.500.000.000<br />

2.000.000.000<br />

1.500.000.000<br />

1.000.000.000<br />

500.000.000<br />

ekor dengan jumlah anggota 7.243 orang. Jumlah simpanan sukarela<br />

anggota koperasi juga meningkat dari Rp 214.417.353 tahun 2001<br />

menjadi Rp 2.046.800.184 pada tahun 2005.<br />

Tercatat pada awal tahun 2005 warga masyarakat yang bekerja sebagai<br />

peternak sapi perah anggota <strong>Koperasi</strong> SAE Pujon sebanyak kurang lebih<br />

7.243 kepala keluarga (kk). Setiap keluarga di Pujon, rata-rata terdiri dari<br />

5 jiwa. Kalau sekitar 7.243 kk bekerja sebagai peternak sapi perah, berarti<br />

jumlah jiwa yang menggantungkan hidupnya dari ternak sapi perah sekitar<br />

36.215 jiwa. Kalau dihitung setiap kk mempunyai pekerjaan, maka<br />

angkatan kerja di Pujon bekerja sebagai peternak sapi perah sangat besar<br />

di 10 desa di Pujon.<br />

Maka tidak mengherankan kalau segenap aktivitas perekonomian<br />

didominasi oleh peredaran hasil dari ternak sapi perah. Sehingga kecamatan<br />

Pujon dikenal sebagai kota susu di Jawa Timur khususnya di wilayah<br />

Kabupaten Malang. Sebutan tersebut ditandai dengan didirikannya<br />

monumen yang melukiskan dua ekor sapi perah dan seorang ibu yang<br />

sedang duduk memerah susu sapi.<br />

Monumen yang terletak di dusun Sebaluh desa Pandesari tersebut,<br />

dapat diartikan bahwa masyarakat kecamatan Pujon bekerja sebagai<br />

peternak sapi perah. Sedangkan kantor SAE Pujon bertempat di jalan<br />

yang strategis, yaitu jalan Brigjen Abdul Manan Wijaya 16 Pujon Malang<br />

Jawa Timur.<br />

0<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

Tahun<br />

MODAL ANGGOTA<br />

<strong>Koperasi</strong> SAE Pujon mempunyai komposisi modal sangat besar<br />

dibanding modal luar. Hal ini menunjukkan koperasi ini mampu mengelola<br />

dana yang berasal dari dalam koperasi seperti terlihat pada Tabel 1 diatas.<br />

Sedangkan pada Grafik 1 terlihat perkembangan simpanan sukarela<br />

anggota koperasi yang juga meningkat. Partisipasi anggota koperasi untuk<br />

261<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


5.000.000.000<br />

Grafik 2. Komposisi Simpanan<br />

4.000.000.000<br />

3.000.000.000<br />

2.000.000.000<br />

1.000.000.000<br />

0<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

Tahun<br />

Simpanan Wajib Simpanan Sukarela Simpanan Pokok<br />

Grafik 3. Perkembangan Kepemilikan Jumlah Sapi<br />

21.500<br />

21.000<br />

20.500<br />

20.000<br />

19.500<br />

19.000<br />

18.500<br />

18.000<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

Tahun<br />

Grafik 4. Komposisi Simpanan<br />

7.300<br />

7.200<br />

7.100<br />

7.000<br />

6.900<br />

6.800<br />

6.700<br />

6.600<br />

6.500<br />

6.400<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

262<br />

Tahun<br />

memperkuat dana koperasi terlihat dengan kepercayaan<br />

anggota dengan menanamkan uang<br />

dalam bentuk simpanan sukarela. Lebih rinci<br />

perbandingan simpanan wajib, pokok dan<br />

sukarela dapat terlihat pada Grafik 2.<br />

Faktor produksi yang merupakan titik<br />

fokus <strong>Koperasi</strong> SAE Pujon yaitu sapi<br />

mengalami peningkatan. Jumlah sapi yang<br />

meningkat menunjukkan kemungkinan produksi<br />

susu meningkat pula. Pada tahun 2003<br />

jumlah sapi meningkat pesat dibanding tahun<br />

sebelumnya, karena mendapat bantuan sapi<br />

perah dari pemerintah seperti terlihat pada<br />

Grafik 3. Selain itu jumlah anggota selalu<br />

meningkat sehingga <strong>Koperasi</strong> SAE dapat<br />

dikatakan sebagai usaha masyarakat Pujon<br />

seperti terlihat pada Grafik 4.<br />

Perkembangan koperasi ini menunjukkan<br />

pengelolaan produksi oleh koperasi<br />

dapat dilakukan dengan baik. Usaha tersebut<br />

memerlukan pengorbanan anggota, pengurus<br />

untuk mempertahankan kekuatan<br />

daya tawar sehingga kesejahteraan Pujon<br />

tetap lestari.<br />

Dan yang paling penting <strong>Koperasi</strong> SAE<br />

Pujon sebagai koperasi produsen, memiliki<br />

peran yang strategis bahwa koperasi ini<br />

harus diakui peranannya dalam ikut serta<br />

perbaikan gizi, dalam mencerdaskan kehidupan<br />

bangsa.***


JAWA BARAT<br />

KUD Trisula Majalengka<br />

Agus Sunyoto<br />

PERCONTOHAN SISTEM<br />

RESI GUDANG<br />

263<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Pemberian nama sebuah koperasi, bisa terinspirasi dari mana saja. Ambil<br />

contoh, nama Trisula yang tak lain merupakan sebuah rangkaian kata<br />

dari Tertib (T), Rapih (R), Indah (I), Sehat (S), Usaha (U), Lancar<br />

(L), dan Aman. Maksudnya, nama Trisula akhirnya terpakai oleh <strong>Koperasi</strong><br />

Unit Desa (KUD) yang berlokasi di Desa Palasah, Kecamatan Palasah,<br />

Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.<br />

Letak koperasi berada di jalur utama Bandung – Cirebon, kira-kira 25<br />

km dari arah Cirebon. Berawal dari sebuah kelompok Tani “Tegal Simpur”<br />

yang berjumlah 42 orang, dengan modal dasar Rp 1.000 per orang. KUD<br />

Trisula yang berdiri sejak tahun 1983 ini, memiliki 27 kelompok usaha tani<br />

yang tergabung dari enam desa. Masing-masing di Desa Palasah, Cisambeng,<br />

Majasuka, Buniwangi, Enggalwangi, dan Sindanghaji. Luas lahan<br />

yang dikuasai oleh koperasi atau pemilik lahan anggota sekitar 2.000 hektar<br />

lahan sawah. Sekarang, jumlah anggota koperasi mencapai 2.224 orang,<br />

dengan jumlah aset mencapai Rp 2 miliar.<br />

KUD Trisula memiliki beberapa unit usaha, yaitu Rice Milling Unit<br />

(RMU), <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP), Unit Perikanan, Peternakan,<br />

Sarana Produksi Pertanian (Saprodi)dan Perseroan Terbatas (PT) Trisula.<br />

Dari unit-unit tersebut, yang terbesar adalah unit pertanian padi di mana<br />

lahannya mencapai 2.000 hektar. Namun sampai saat ini yang bisa difasilitasi<br />

baru 500 hektar.<br />

Keberadaan KUD Trisula menjadi keuntungan tersendiri, dari sisi<br />

penyerapan tenaga kerja. Kini koperasi ini memiliki 150 karyawan tetap,<br />

sedangkan karyawan tidak tetap mencapai 100 orang. Hingga Oktober 2006,<br />

KUD Trisula diketuai oleh H Subani dan sekretaris oleh Toto Sumeto serta<br />

H Ikhsan sebagai ketua pengawas. Menurut penuturan para pengurus, KUD<br />

Trisula saat ini menjadi pilot proyek penerapan Model Resi Gudang yang<br />

kini sedang digodok untuk menjadi Undang-Undang.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

264<br />

POKOK PERSOALAN<br />

Permasalahan yang kerap dihadapi para petani kita, antara lain rendahnya<br />

kemampuan modal untuk mengolah lahan pertanian mereka. Menutupi<br />

kekurangan tersebut, para petani tidak jarang harus berhadapan dengan<br />

rentenir demi mendapatkan permodalan. Di sisi lain kenyataan menunjukkan,<br />

petani tidak memiliki akses kepada sumber permodalan. Untuk<br />

memperoleh fasilitas kredit, petani menghadapi berbagai hambatan. Sejak<br />

tidak dimilikinya agunan berbentuk fixed asset seperti tanah dan bangunan,<br />

prosedur birokrasi dan administrasi yang berbelit-belit serta kurangnya<br />

pengalaman bank melayani petani di pedesaan.<br />

Selain karena posisi lemah, petani juga dihadapkan kepada beberapa<br />

masalah lain. Terutama tidak mudahnya para petani mengakses ke informasi<br />

pasar. Akibatnya, petani selalu dirugikan saat harus bertransaksi dengan<br />

para pembeli. Mengantisipasi kondisi tersebut, KUD Trisula melakukan<br />

berbagai program pemberdayaan kehidupan mereka melalui 27 kelompok<br />

tani. Program ini meliputi pengadaan irigasi melalui sumur-sumur pantek,<br />

benih pupuk, pestisida sampai peralatan produksi.<br />

Misalnya, seorang petani tidak memiliki biaya untuk membeli pupuk,<br />

maka ia bisa mengajukan pinjaman lunak lewat kelompoknya. Syaratnya,<br />

calon peminjam harus mengajukan proposal kepada <strong>Koperasi</strong> Simpan


Pinjam (KSP) Trisula. Setelah disurvei, barulah ditentukan apakah orang<br />

tersebut layak atau tidak mendapatkan kredit. Pengembaliannya bisa tiap<br />

bulan atau ketika panen tiba sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan<br />

demikian, petani tidak perlu pusing karena ada alternatif permodalan yang<br />

mudah.<br />

PROGRAM TUNDA JUAL<br />

Para petani sering kali menerima kenyataan pahit. Tegasnya, ketika<br />

musim panen datang harga jatuh. Sementara di kala musim paceklik petani<br />

membutuhkan beras. Pengalaman berulang ini, mengilhami KUD Trisula<br />

membuat sebuah ikhtiar untuk mengamankan harga dasar gabah bagi petani.<br />

Salah satunya, membentuk program bernama “Tunda Jual” bagi petani.<br />

KUD Trisula, sampai Oktober 2006 memiliki tiga unit gudang penampungan<br />

gabah yang memiliki daya tampung sekitar 250 ton.<br />

Selama ini para petani selalu menyimpan gabahnya di gudang KUD<br />

Trisula, Manfaatnya, jika mereka memiliki keperluan keluarga misalnya, ia<br />

bisa meminjam ke KSP dengan mudah. Mengapa? Karena adanya jaminan<br />

gabah yang disimpan di KUD. Mereka bisa menjualnya ketika harga gabah<br />

menjadi tinggi.<br />

Program rintisan KUD Trisula ini menarik perhatian pemerintah.<br />

Bahkan menjadikannya sebagai pilot proyek pelaksanaan Resi Gudang<br />

yang jadi pembahasan dalam bentuk rancangan undang-undang di bidang<br />

pertanian. Melalui program tersebut, diharapkan harga gabah tidak jatuh.<br />

Keuntungan lainnya, penggilingan padi KUD Trisula tidak kekurangan<br />

gabah karena memiliki stok atau simpanan beras yang cukup banyak. Di<br />

samping itu, keberadaan KUD ini membantu petani untuk mendapatkan<br />

harga gabah yang lebih tinggi.<br />

Khusus bagi KUD Trisula, sejauh ini sudah memiliki pasar sendiri yang<br />

setiap bulan membutuhkan pasokannya. Artinya, pemasaran gabah bukan<br />

lagi masalah. Ambil contoh untuk kebutuhan karyawan saja setiap bulannya<br />

mencapai lima ton. Belum lagi untuk memenuhi jatah Bulog dan karyawan<br />

perusahaan tertentu.<br />

BERDAYAKAN PETANI<br />

Sistim resi gudang pada dasarnya dimaksudkan dapat memberikan solusi<br />

atas masalah-masalah sering yang dihadapi petani. Resi Gudang adalah<br />

suatu tanda bukti atau dokumen yang menyatakan pemilikan sejumlah<br />

komoditi dengan karakteristik tertentu yang dikelola perusahaan<br />

pergudangan secara profesional. Sistem ini telah dipraktikkan di beberapa<br />

negara. Salah satunya di Ghana dan terbukti mengalami keberhasilan<br />

terutama untuk meningkatkan produktivitas petani.<br />

Dalam konteks komoditi padi, sistem resi gudang sedang dipraktikkan<br />

di Indonesia walaupun dalam bentuk pilot proyek. Menurut Boy Supanget,<br />

kepala unit Resi Gudang KUD Trisula, keberadaan Resi Gudang ke depan<br />

sangat menjanjikan. Namun dia mensyaratkan, sistem ini akan berhasil jika<br />

ditunjang oleh sistem pemberdayaan petani yang baik pula. Sebab yang<br />

menjadi sasaran sistem ini adalah petani. Di samping komoditi yang akan<br />

disimpan juga harus memiliki kualitas, baik dari sejak benih sampai<br />

pengolahannya.<br />

Agus Sunyoto<br />

Setelah UU Resi Gudang di<br />

berlakukan, isi gudang<br />

bisa menjadi agunan.<br />

265<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Yang jelas, banyak manfaat penerapan bagi usaha tani dan para petani.<br />

Pertama, memobilitasi kredit pertanian dengan menciptakan kolateral yang<br />

aman bagi petani, pengolah dan pedagang (resi gudang dapat dijadikan<br />

sebagai agunan bank). Kedua, meningkatkan posisi tawar petani dengan<br />

memberikan pilihan bagi petani untuk menjual produknya pada waktu yang<br />

tepat. Ketiga, memperpanjang masa simpan atau penjualan komoditi yang<br />

dihasilkan petani. Keempat, mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka<br />

yang lebih kompetitif. Kelima, mengurangi peran pemerintah dalam<br />

stabilisasi harga komoditi pertanian. Keenam, mendorong kesadaran para<br />

petani menjaga komoditinya berkualitas (menjamin kualitas barang yang<br />

disimpan sama dengan kualitas yang diterima). Ketujuh, mengurangi biaya<br />

transaksi dengan penjaminan kualitas dan kuantitas. Kedelapan, memberikan<br />

kepastian nilai minimum komoditi yang dijadikan agunan.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

266<br />

PERLU SOSIALISASI<br />

Namun demikian, kelancaran operasional sistem resi gudang akan<br />

sangat tergantung pada beberapa hal. Misalnya, keputusan menunda<br />

penjualan gabah akan menarik jika harga jual setelah panen akan meningkat<br />

dan dapat menutupi biaya penyimpanan.<br />

Umumnya harga komoditi akan jatuh pada saat panen raya dan harga<br />

akan meningkat setelah musim panen berlalu. Kejadian ini, mungkin saja<br />

tidak terjadi akibat intervensi pemerintah terhadap harga pasar komoditi<br />

tersebut dengan harga subsidi. Ambil contoh kebijakan HPP (harga pembelian<br />

pemerintah) atas gabah, OPM (operasi pasar murni) oleh Bulog dan<br />

pembagian beras miskin (Raskin) buat rakyat miskin.<br />

Terkait sistem Resi Gudang, peran pemerintah perlu bergeser dari peran<br />

mempengaruhi harga ke penciptaan kerangka kelembagaan yang dibutuhkan.<br />

Tegasnya, pemerintah yang akan menggunakan sistim ini perlu memegang<br />

komitmen untuk tidak mengganggu pasar yang bakal berakibat mengacaukan<br />

harga pasar. Selain itu, sistem resi gudang juga mensyaratkan kualitas<br />

tertentu. Maksudnya, komoditi atau produk yang dititipkan dapat disimpan<br />

dan dipelihara dengan baik sampai batas waktu tertentu. Konkritnya, kebijakan<br />

pembinaan kesesuaian kualitas dan reduksi produk yang dihasilkan petani<br />

sangat penting dilakukan agar petani/produsen dapat mengakses sepenuhnya<br />

ke sistem penyimpanan ini.<br />

Tak kalah penting, kelembagaan pemasaran di tingkat petani perlu diperkuat.<br />

Antara lain melalui pembentukan dan penguatan kelompok pemasaran<br />

bersama atau koperasi. Terkait hal ini, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)<br />

yang semula hanya didesain untuk aspek produksi, dapat juga dibina untuk<br />

melakukan aktivitas pemasaran secara kolektif agar petani dapat mengakses<br />

sistem resi ini. Sosialisasi kepada para petani, sangat penting dilakukan untuk<br />

menjamin mereka memahami dan mendukung sistim resi gudang.<br />

Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan sistem resi gudang<br />

ini, adalah kepercayaan dan minat dari bank atau asuransi untuk terjun<br />

dalam sistem ini. Di samping itu, sistem ini harus bisa menjamin adanya<br />

keuntungan, baik bagi bank maupun bagi petani. Karena bagaimana pun<br />

pelaksanaan sistem resi gudang akan membutuhkan modal yang besar dan<br />

itu bisa diperoleh melalui bank. Tapi yang pasti, sistem resi gudang merupakan<br />

alternatif konkrit untuk meningkatkan penghasilan petani.***


JAWA BARAT<br />

Irsyad Muchtar<br />

Kopontren Al-Ishlah Cirebon<br />

MENSINERGIKAN<br />

POTENSI<br />

267<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


P<br />

esantren melahirkan para ustadz, ustadzah atau kiai sudah biasa.<br />

Tapi kalau yang alumninya banyak menjadi pebisnis, barangkali<br />

baru luar biasa. Di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ishlah, bila<br />

kelak para santrinya terinspirasi menjadi wirausahawan. Sebab, para<br />

pengajarnya juga rata-rata menerjuni dunia yang mendatangkan kemakmuran<br />

ini. Tidak lain, dalam pesantren yang beralamat di Jalan Imam<br />

Bonjol Bobos, Dukupuntang, Cirebon, Jawa Barat ini memiliki koperasi<br />

yang lumayan berkembang. Bahkan dibanding koperasi-koperasi di kalangan<br />

pesantren, koperasi tersebut termasuk paling maju. Namun, bila<br />

dibandingkan dengan koperasi produksi lain di tanah air masih ratarata.<br />

Tentu, bukan besar atau kecil untuk membandingkan prestasi yang<br />

telah diraih. Sejatinya, ada keunggulan tersendiri dalam pesantren tersebut.<br />

Pengelola pesantren mempunyai wawasan maju. Melihat potensi<br />

alam di lingkungan Bobos yang kaya hasil tambang, serta masyarakat<br />

sekitar yang telah lama menjadi pengrajin batu alam. Jumlah pengrajin<br />

yang menggantungkan kehidupan ekonomin kepada batu alam Gunung<br />

Kuda sekitar 700 orang. Pesantren ingin mewadahi mereka dalam usaha<br />

Majid Hamidi<br />

Kantor Kopontren Al-Ishlah,<br />

pusat pengendali<br />

operasional usaha.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

268<br />

yang legal, bermartabat, pemasaran lancar dan harga menjadi lebih baik.<br />

Wadah yang selaras adalah koperasi. Apalagi para pengasuh maupun pengajar<br />

di pesantren itu juga menjadi pelaku usaha yang tergolong sukses.<br />

Hasyim Asy’ari dan Tatang Abdul Fatah yang pada Rapat Anggota<br />

Tahunan (RAT) tahun buku 2005 diangkat menjadi ketua dan sekretaris.<br />

Sedangkan Siti Jaya Rohmah dipercaya menjadi bendahara Kopontren<br />

Al-Ishlah. Sedang, dalam struktur organisasi dalam pesantren posisi<br />

mereka sebagai sesepuh dan pengajar.<br />

Tepatnya, Kopontren yang didirikan pada 1990 dengan ini minimalnya<br />

telah berbuat mulia. Selain menghimpun masyarakat dalam koperasi,<br />

juga membantu memasarkan produknya dengan harga tinggi. Sebab, dalam<br />

koperasi mereka mendapat pembinaan untuk meningkatkan mutu.<br />

Sehingga hasil produknya memiliki mutu tinggi, disamping batu alam


dari pegunungan di wilayah Bobos ini pernah menjadi terbaik di Indonesia.<br />

Selain beranggotakan para pengrajin batu alam yang tetap menggunakan<br />

alat-alat sederhana dalam proses penambangan di area yang meliputi<br />

tiga desa yaitu desa Bobos, Lengkong dan Cipanas. <strong>Koperasi</strong> juga menjalin<br />

mitra dengan pabrik pemotongan batu alam yang jumlahnya mencapai<br />

100 pabrik yang tersebar di beberapa desa di wilayah Gunung Kuda.<br />

Pemasaran produk ini selain dipasarkan di dalam negeri juga telah<br />

merambah pangsa luar negeri. Konsumen luar negeri seperti Singapura,<br />

Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Australia, Amerika dan beberapa<br />

negara di Eropa. Spesifik produk yang mereka sukai adalah Sand Stone,<br />

Lime Stone, Rastic Lading dan Handycraft Stone. Sedangkan konsumen<br />

dalam negeri berasal dari Bandung, Batam, Bali, Cirebon, Jakarta,<br />

Lampung, Medan dan Surabaya. Produk yang diminati adalah jenis Batu<br />

Ukir, Ornamen dan Batu Ukur.<br />

Konsumen Jakarta dapat dijumpai di Golf Course Pantai Indah Kapuk,<br />

Bank Indonesia, Gedung PLN Trunojoyo Kebayoran Baru dan Wisma<br />

Tugu Rasuna Said dan Hotel Nusa Dua, Bali Beach Hotel di Bali.<br />

MISI SOSIAL<br />

Sesuai namanya, koperasi ini memang selalu berusaha melakukan<br />

perbaikan terus-menerus. Terutama pada peningkatan sumberdaya manusia<br />

(SDM) dan pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam (SDA)<br />

di Bobos dan sekitarnya. Awalnya, Kopontren ini memang bermaksud<br />

untuk mendukung kegiatan pendidikan Kopontren Al-Ishlah. Yakni,<br />

merupakan sebuah lembaga pendidikan yang terdiri atas Madrasah<br />

Ibtida’iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah<br />

(MA). Kontribusi yang diterima pesantren untuk menunjang kelancaran<br />

operasional kegiatan pendidikan, selain berasal dari sumbangan santri<br />

atau siswa, juga sebagian Sisa Hasil Usaha Kopontren Al-Ishlah.<br />

Sejak berdiri, Kopontren ini memang fokus pada bisnis inti penambangan<br />

batu alam. Ini berkaitan dengan masyarakat di sekitar Gunung<br />

Kuda Palimanan Cirebon yang sebelumnya telah berpencaharian dari<br />

kegiatan penambangan batu alam. Melalui koperasi ini dihimpun seluruh<br />

keanggotaan yang melakukan penggalian.<br />

<strong>Koperasi</strong> kemudian melakukan terobosan-terobosan dan mengurus<br />

berbagai perijinan serta kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Untuk<br />

mendapat hak penambangan Galian C, koperasi mengantongi surat ijin<br />

dari Bupati Cirebon yang dapat diperbaharui sekali lima tahun. Berkaitan<br />

dengan lokasi, koperasi memperoleh injin dari Perum Perhutani (Dinas<br />

Kehutanan).<br />

Untuk memperlancar operasional koperasi sebagai badan usaha,<br />

Kopontren ini pun mengurus segala perijinan yang deperlukan. Selain<br />

legalitas yang diberikan oleh Kepala Wilayah Departemen <strong>Koperasi</strong> sejak<br />

1990, bernomor 113/KDK/ 1017/41/IV-1990 dan diperbaharui sesuai<br />

tuntutan jaman dengan No 9289/BH/PAD/KWK-10/IV/1997. Berturutturut<br />

koperasi memiliki NPWP, SIPD, SIUP, TDP, SITU, BAPP dan<br />

KSO.<br />

269<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


SUPORT DAN PRESTASI<br />

Demi mendukung pembiayaan para pengrajin dan unit-unit usaha<br />

lain, koperasi membuka unit Swamitra bekerjasama dengan Bank Bukopin.<br />

Sejak 2001 unit usaha Batu Alam mengalami reposisi sesuai perkembangan,<br />

dinamika dan orientasi bisnis Kopontren menjadi satu unit<br />

tersendiri dan otonom. Setelah unit-unit lain mengalami perkembangan,<br />

maka unit-unit tersebut juga bersifat otonom. Istilahnya, koperasi hanya<br />

berfungsi sebagai corporate (induk organisasi).<br />

Melihat kinerja Kopontren Al-Ishlah yang sangat positif terhadap<br />

pergerakan ekonomi, mengundang decak kagum pihak luar. Bukti itu<br />

dapat terlihat dari beberapa piagam penghargaan yang pernah diraihnya.<br />

Pada 1997 misalnya, menerima piagam penghargaan, The International<br />

Cooperative and small Enterprise Exhibition, tahun berikutnya mengantongi<br />

predikat kopontren terbaik tingkat Jawa Barat, sejak 1993-1999<br />

selalu menjadi koperasi kelas A (sangat baik). Tahun buku 2001 kembali<br />

penghargaan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM sebagai koperasi berprestasi<br />

tingkat nasional.<br />

Khusus untuk USP Swamitra juga meraih penghargaan sebagai unit<br />

USP terbaik II periode 1999-2000 se-wilayah Cirebon – Brebes tahun<br />

berikutnya masuk dalam sepuluh besar (top ten) Swamitra terbaik tingkat<br />

nasional. Piagam penhargaan pembinaan pengusaha ekonomi kecil dan<br />

koperasi (PPELK) PLN kerja sama dengan Bank Bukopin.<br />

KEANGGOTAAN<br />

Anggota kopontren Al-Ishlah tahun buku 2005 berjumlah 341 orang,<br />

pria 85 dan wanita 256. Karakteristik profesi anggota beragam, terdiri<br />

wiraswasta menduduki tempat tertinggi sejumlah 154 orang, kemudian<br />

guru 65 orang, ibu rumah tangga 49 orang, pedagang 30 orang, dokter<br />

satu orang, karyawan swasta 43 orang dan PNS 8 orang.<br />

Grafik keanggotaan sejak 1996 mengalami fluktuatif dari 95 orang,<br />

1997 berjumlah 107 orang, tahun 1998 berjumlah 117 orang, tahun<br />

Unit Swamitra, memperkuat<br />

permodalan anggota.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

270<br />

Irsyad Muchtar


Grafik Perkembangan Anggota, 1996-2005<br />

1999 berjumlah 178 orang, tahun 2000 berjumlah 209 orang dan tahun<br />

2001 berjumlah 424 orang, tahun 2002 sebanyak 439 orang, tahun 2003<br />

sebanyak 369 orang, tahun 2004 sebanyak 346 orang dan pada 2005<br />

sebanyak 341 orang. Peningkatan jumlah anggota yang besar terutama<br />

terjadi sejak tahun 1999, yaitu sejak dimulainya operasi penambangan<br />

batu alam dan beroperasinya USP Swamitra. Untuk mengoptimalkan<br />

pelayanan kepada anggota, kopontren sedikitnya mempekerjakan<br />

sebanyak 33 orang (lihat grafik).<br />

MANAJEMEN<br />

Kopontren Al-Ishlah memiliki enam unit usaha, yaitu USP Swamitra,<br />

USP Syariah (BMT), wartel, toko obat, waserda dan unit batu alam.<br />

Prinsip-prinsip manajemen moderen nampak telah diterapkan dengan<br />

baik. Di antaranya dilaksanakannya visi dan misi koperasi baik sebagai<br />

organisasi maupun sebagai perusahaan. Juga menyusun program kerja<br />

dengan kegiatan-kegiatan usaha yang lebih spesifik. Mengadakan<br />

pembagian kerja dengan mengembangkan unit usaha dan penugasan<br />

personil dengan kontrak, tugas, tujuan serta kegiatan yang jelas. Pengelolaan<br />

usaha secara transparan dan akuntabel, di antaranya bercirikan<br />

dengan pembukuan neraca di masing-masing unit usaha secara tertib.<br />

mengembangkan jaringan kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak<br />

terkait dengan sebaik-baiknya.<br />

Inilah beberapa unit usaha Kopontren Al-Ishlah yang secara<br />

pelayanan telah menjangkau kebutuhan anggota. Waserda, USP<br />

Swamitra, USP Syariah, toko obat dan unit usaha batu alam. Unit<br />

waserda yang didirikan pada 1990 memiliki tujuan untuk memenuhi<br />

kebutuhan sehari-hari masyarakat di sekitar pondok pesantren. Omset<br />

unit ini per tahun buku 2005 sebesar Rp 414 juta, wartel dan toko obat<br />

aset Rp 177 juta dengan omset Rp 219 juta. Unit ini demi efisiensi pada<br />

periode 2007 akan disesuaikan dengan perkembangan jaman. Salah<br />

satunya pengembangan unit usaha warung internet (warnet).<br />

USP Syariah yang didirikan pada tahun 2000 dan sasarannya adalah<br />

271<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Tabel Perkembangan Keuangan, 2002-2005<br />

No Uraian 2002 2003 2004 2005<br />

1. Aset 1.206.733.984 1.169.077.065 1.180.282.529 1.246.060.704<br />

2. Modal Sendiri 641.818.674 795.196.153 806.190.744 810.150.145<br />

3. Modal Pihak Luar 564.915.310 373.880.912 374.091.785 435.910.559<br />

4. Investasi Unit 908.040.820 925.665.820 955.589.269 845.414.895<br />

5. Aktiva Lancar 219.281.514 145.578.345 126.310.160 141.053.909<br />

6. Aktiva Tetap 78.150.650 96.571.900 96.722.100 257.930.900<br />

7. SHU 42.449.047 50.702.058 59.499.807 62.195.031<br />

pelaku usaha untuk pengusaha kecil. Jumlah aset pada tahun buku 2005<br />

sebesar Rp 203 juta, plafon pinjaman antara Rp 500 ribu - Rp 3 juta.<br />

USP Swamitra yang dirikan pada 1998 dengan sasaran pengusaha mikro<br />

dan kecil di wilayah kerja Palimanan, Sumber hingga Rajagaluh-<br />

Majalengka. Aset yang dimiliki sekitar Rp 1 miliar dengan plafon kredit<br />

berkisar Rp 2 -50 juta. Usaha penambangan batu alam yang merupakan<br />

usaha pokok dari koperasi dimulai sejak 1990 dengan dengan nilai<br />

investasi lahan kompensasi sebesar Rp 223.680.000 rupiah.<br />

Dari kegiatan usaha selama ini Kopontren Al-Ishlah telah membukukan<br />

aset sebesar Rp 1,2 miliar dan mengantongi SHU bersih sebesar<br />

Rp 62 juta lebih. Keberadaan koperasi juga turut menunjang<br />

terlaksananya kelancaran proses belajar mengajar. Semisal pada tahun<br />

buku 2005, koperasi berkontribusi terhadap yayasan sekitar Rp 450<br />

juta.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

272


JAWA TENGAH<br />

KUD Mintorogo Demak<br />

Jahoras<br />

MAKSIMALKAN<br />

KEBUTUHAN ANGGOTA<br />

273<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Jahoras<br />

Supriadi, SH<br />

Manajer KUD Mintorogo<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

274<br />

Kota Demak dikenal dengan sebutan kota para wali. Di sana berdiri<br />

Mesjid Agung yang amat tersohor, tempat makam Raden Patah, raja<br />

jawa pertama yang memeluk agama Islam. Kedatangan para peziarah<br />

dari penjuru tanah air, membuat kota Demak dikenal cukup luas.<br />

Kalau kita melanjutkan perjalanan dari Demak ke arah utara menuju<br />

kota Kudus terlihat jelas hamparan luas tanah pertanian di sisi kiri-kanan<br />

jalan. Tepat di kilo meter 18, kecamatan Karang Anyar kita akan menemukan<br />

salah satu bangunan luas. Itulah pusat kegiatan usaha KUD<br />

Mintorogo yang tegak berdiri sejak 1980 dengan badan hukum<br />

No BH9413/VI/1980.<br />

Sesuai dengan potensi wilayah, usaha yang dikembangkan koperasi<br />

ini adalah pemasaran hasil pertanian dan sarana produksi pertanian<br />

(saprotan) seperti pupuk dan obat-obatan. Padi dan beras merupakan<br />

komoditi unggulan koperasi ini.<br />

Kegiatan usaha didukung satu unit penggilingan padi race mill unit<br />

(RMU). Program pemerintah berupa penyaluran KUT pada masa itu,<br />

juga menjadi salah satu kegiatan usaha KUD Mintorogo.<br />

Seiring dengan perjalanan waktu, KUD ini mengalami perkembangan.<br />

Dengan predikat KUD Mandiri yang diperolehnya tahun 1990,<br />

KUD mengembangkan sayap dengan membuka usaha-usaha baru yang<br />

terkait dengan kepentingan anggotanya yang semakin berkembang.<br />

Sejalan dengan itu, saat ini (2006) KUD Mintorogo telah memiliki beberapa<br />

unit usaha seperti unit usaha waserda, unit simpan pinjam (USP)/<br />

perkreditan, penyaluran pupuk dan sarana produksi pertanian (saprotan),<br />

pengadaan pangan, RMU, pembayaran rekening listrik, perbengkelan dan<br />

wartel.<br />

Semua sarana unit usaha yang dibangun itu sebagai wujud komitmen<br />

pengurus koperasi yang selalu ingin melayani kebutuhan anggota secara<br />

maksimal.<br />

MANAJEMEN MODEREN<br />

Organisasi dan manajemen KUD Mintorogo dikelola dengan cukup<br />

baik. Penggunaan tekhnologi moderen sebagai penunjang aktivitas usaha<br />

berupa sistem informasi komputerisasi (SIK) merupakan bukti kerja keras<br />

pengurus untuk menjadikan KUD ini sebagai badan usaha yang handal.<br />

Dengan penerapan SIK ini, segala data, baik data transaksi usaha<br />

maupun data sumber daya manusia tertata rapi dan dapat disajikan secara<br />

cepat. Penyajian data secara cepat sangat membantu managemen dalam<br />

mengambil kebijakan-kebijakan guna pengembangan usaha. Sistem ini<br />

menjadi suatu keharusan dalam dunia usaha yang aktivitasnya semakin<br />

tinggi.<br />

Kesungguhan pengurus dalam memajukan koperasi, diikuti dengan<br />

penyerahan pengelolaan usaha kepada para tenaga-tenaga profesional.<br />

Pengurus tidak lagi terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, melainkan<br />

menempatkan dirinya hanya sebagai “pengawal” para pengelola menjalankan<br />

usaha. Pengelola tersebut dipercayakaan kepada Supriadi sebagai<br />

manajer utama dibantu manager unit simpan pinjam dan manager unit


perdagangan dengan karyawan sebanyak 64 orang patut diapresiasi.<br />

Suasana kantor yang harmonis dengan penampilan menarik dan<br />

ramah, para karyawan dalam melayani para anggota dan masyarakat<br />

lainnya selalu mendapat perhatian. Tak heran jika setiap orang yang datang<br />

ke kantor KUD ini akan berdecak kagum. Di sebuah kantor KUD yang<br />

berada di pedesaan, didapati suasana pelayanan seperti perkantoran gaya<br />

manajemen perkotaan.<br />

Menurut Supriyadi, penampilan menarik dan ramah menjadi kiat<br />

tersendiri dalam mengembangkan usahanya. Dengan pelayanan yang<br />

ramah akan membawa kesan baik bagi para pengguna jasa usaha KUD.<br />

Kesan tersebut dapat membuat para pengguna jasa menjadi mitra usaha<br />

yang baik pula. Itu sebabnya, setiap menerima karyawan/karyawati, selain<br />

uji kemampuan akademis, penampilan calon pegawai menjadi salah satu<br />

penentu.<br />

AKTIVITAS USAHA<br />

Kegiatan usaha KUD Mintorogo dibagi dalam dua kelompok usaha,<br />

yaitu unit perdagangan/jasa umum dan unit kredit/USP. Masing-masing<br />

dipimpin seorang manajer. Pengelompokkan ini, untuk memudahkan<br />

sistem administrasi.<br />

Dari beberapa unit usaha yang dikelola KUD, unit usaha pengadaan<br />

pangan paling banyak mengalami kendala. Usaha pengadaan pangan<br />

merupakan bentuk kemitraan dengan Perum Bulog, dalam rangka<br />

pengadaan beras/gabah. Kebijakan Bulog dalam pengadaan pangan<br />

tersebut dilakukan dengan sistem setor gabah/beras. Hal ini membutuhkan<br />

modal kerja cukup besar untuk melakukan pembelian gabah dari petani.<br />

Ketiadaan fasilitas kredit untuk modal kerja dari pemerintah dan<br />

keterbatasan modal kerja yang dimiliki, membuat KUD Mintorogo belum<br />

mampu menampung semua hasil produksi para petani di sekitarnya.<br />

Kondisi ini masih menjadi keprihatinan para pengurus. Untuk itu, mereka<br />

berupaya mencari tambahan permodalan agar program pengadaan pangan<br />

terealisasi dengan maksimal.<br />

Dalam usaha pengadaan sarana produksi pertanian (saprotan), KUD<br />

sebagai penyalur pupuk solid, berusaha meningkatkan pelayanan pada<br />

anggota petani. Namun, pada 2005 penyaluran pupuk cair ini masih relatif<br />

kecil yaitu baru sekitar 170 liter. Ini karena minat masyarakat untuk<br />

menggunakan pupuk cair masih sangat rendah.<br />

Bagi anggota yang membutuhkan kendaraan roda dua, KUD telah<br />

menjalin kerja sama dengan dealer motor. Dengan kerja sama ini, para<br />

anggota menjadi mudah untuk memiliki sepeda motor dengan sistem<br />

angsur melalui USP. Demikian halnya dengan pemenuhan kebutuhan<br />

barang-barang elektronik dan furniture dilakukan dengan pola yang sama.<br />

Usaha jasa pembayaran rekening listrik wujud kemitraan antara PLN<br />

dengan KUD. Dengan melakukan penagihan rekening listrik, KUD<br />

memperoleh fee dari PLN. Untuk melaksanakan usaha ini, KUD membuka<br />

beberapa outlet tempat pembayaran. Sampai tahun 2006, jumlah rekening<br />

yang dikelola KUD sebanyak 68.098 rekening.<br />

275<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Unit usaha lain yang dikelola KUD adalah Wartel. Keberadaannya<br />

sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya unit usaha<br />

ini, kebutuhan masyarakat akan sarana komunikasi dapat terpenuhi.<br />

Dari beberapa unit usaha yang dikelola oleh koperasi, USP merupakan<br />

andalan utama dan mempunyai kontribusi terbesar bagi SHU KUD. Pada<br />

tahun buku 2005 kontribusi SHU dari unit usaha ini mencapai 85%.<br />

Perkembangan unit usaha ini cukup pesat menembus kabupaten lain<br />

sekitarnya. Pada 2005 USP telah memiliki tiga kantor cabang, yaitu Kantor<br />

Cabang Mayang dan Tahunan di Kabupaten Jepara serta kantor cabang<br />

Undaan di Kabupaten Kudus. Kantor cabang ini didukung 28 pos-pos<br />

pelayanan yang ada di desa-desa. Pembukaan pos-pos pelayanan tersebut<br />

dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat yang akan<br />

menggunakan jasa simpan-pinjam.<br />

Penyaluran pinjaman kepada anggota dan masyarakat rata-rata<br />

Tabel Keuangan dan Administrasi, 2004-2005<br />

ASPEK PENILAIAN DES 2004 DES 2005 %<br />

1. KEUANGAN<br />

Modal Sendiri 775.192.266 935.153.477 20,6<br />

Asset 4.283.995.320 6.555.779.649 53,0<br />

SHU 137.779.725 139.672.404 1,37<br />

Tabungan Anggota/Cal. Anggota 2.590.127.543 4.356.421.310 68,2<br />

2. ADMINISTRASI/MANAGEMEN<br />

Jumlah Anggota 833 1.253 50,4<br />

Jumlah Karyawan 41 64 56,0<br />

Pengelola Usaha Manager Manager -<br />

Unit Usaha 9 10 11,1<br />

3. Legalitas Usaha<br />

(SIUP, TDP, NPWP, BH) Lengkap Lengkap -<br />

Grafik.<br />

Kinerja KUD Mintorogo<br />

Des 2004 - Des 2005<br />

(dalam juta rupiah)<br />

775,2<br />

935,1<br />

Modal Sendiri ASSET SHU<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

4.284<br />

276<br />

mencapai Rp 1,2 miliar per bulan. Bentuk<br />

pinjaman yang diberikan berupa pinjaman<br />

6.556<br />

mingguan, bulanan dan musiman. Beban bunga<br />

pinjaman berkisar 2,5% - 3,5% per bulan, dengan<br />

Des. 2004<br />

Des. 2005<br />

plafon terendah Rp 200 ribu dan tertinggi Rp 30<br />

juta. Agunan yang diberikan peminjam<br />

137,8 139,6<br />

umumnya berupa surat-surat kendaraan bermotor<br />

(BPKB).<br />

Perkembangan unit usaha simpan-pinjam ini<br />

mengindikasikan besarnya kebutuhan para<br />

anggota dan masyarakat lainnya akan dana, baik<br />

itu untuk modal usaha maupun keperluan<br />

konsumtif. Dari data laporan keuangan, tercatat<br />

bahwa pada 2004 pinjaman yang disalurkan sebesar Rp 5,302 miliar.<br />

Pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi Rp 9,442 miliar.<br />

Besarnya minat anggota dan masyarakat lainnya akan jasa USP<br />

menjadi tantangan tersendiri bagai manajemen KUD Mintorogo akan<br />

ketersediaan dan ketercukupan modal. Ketersediaan dan ketercukupan


modal penting bagi kelangsungan sebuah usaha, dan juga demi menjaga<br />

kepercayaan masyarakat. Agaknya tantangan ini dapat dijawab oleh<br />

Manajemen KUD.<br />

Kepercayaan masyarakat yang telah terbangun atas kinerja<br />

manajemen dalam mengelola usaha, mendorong minat para anggota dan<br />

masyarakat lainnya menempatkan uangnya dalam bentuk simpanan<br />

(tabungan) pada unit simpan-pinjam ini. Manajemen menyiapkan<br />

produk-produk simpanan yang dapat dimanfaatkan penyimpan seperti<br />

simpanan berjangka (simka), simpanan sukarela (sikud), simpanan<br />

pendidikan dan simpanan safari. Kepada para penyimpan diberikan bunga<br />

simpanan yang kompetitif dan undian berhadiah setiap tahunnya. Trend<br />

penyimpanan dan jumlah simpanan meningkat setiap tahun. Tercatat<br />

pada 2004 jumlah simpanan sebesar Rp 2,6 miliar. Pada 2005 bertambah<br />

menjadi Rp 4,3 miliar, meningkat 68%. Total aset bertambah menjadi<br />

(per Desember 2005) sebesar Rp 6,556 miliar. Sementara SHU tercatat<br />

sebesar Rp 139,7 juta.<br />

MENJAWAB TANTANGAN<br />

Pengurus koperasi menyadari bahwa tantangan ke depan tidak<br />

semakin ringan. Arus globalisasi dan persaingan bebas bukan hanya<br />

memasuki pusat-pusat bisnis perkotaan, melainkan telah merambah ke<br />

berbagai pelosok <strong>daerah</strong>. Dunia usaha semakin sarat dengan persaingan.<br />

Kekuatan modal dan kualitas SDM menjadi faktor penentu berkembangnya<br />

sebuah usaha. Lalu bagaimana dengan usaha KUD yang realitanya<br />

minim permodalan dan kualitas SDM?<br />

Akankah unit usaha yang dikelola KUD tenggelam? Pengurus dan<br />

manajemen KUD Mintorogo telah memprediksikan kondisi-kondisi ke<br />

depan. Komitmen menjadikan KUD Mintorogo sebagai badan usaha yang<br />

handal disiapkan secara matang dan bertahap. Pendidikan dan pelatihan<br />

dalam berbagai keterampilan para karyawan, menjadi program rutin.<br />

Fakta, hampir 50% karyawan KUD Mintorogo berpendidikan sarjana,<br />

merupakan suatu modal untuk menjawab tantangan masa depan.<br />

Peningkatan kualitas SDM juga dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan.<br />

Prestasi selalu menjadi perhatian manajemen. Hal ini memacu<br />

semangat kerja para karyawan untuk meraih prestasi. Bagi karyawan yang<br />

dinilai mempunyai prestasi diberi penghargaan berupa tambahan<br />

penghasilan dan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi.<br />

Semua karyawan KUD Mintorogo telah menjadi peserta Jamsostek<br />

untuk mendapatkan tunjangan kesejahteraan, kecelakaan kerja, meninggal<br />

dunia dan tunjangan hari tua. Perhatian pengurus pada peningkatan kualitas<br />

karyawan, diharapkan mendorong terciptanya suasana ketenangan bekerja<br />

yang akhirnya memotivasi karyawan untuk berprestasi. Upaya lain yang<br />

dilakukan adalah penerapan sistem informasi komputerisasi (SIK). Tatkala<br />

persaingan semakin ketat, penguasaan dan penyajian informasi secara<br />

cepat mutlak diperlukan.<br />

Faktor pendukung utama yang kini sedang dilaksanakan adalah<br />

277<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


membangun kantor yang lebih representatif sebagai pusat aktivitas<br />

manajemen dan usaha KUD Mintorogo. Pembangunan gedung baru<br />

tersebut direncanakan menelan biaya sekitar Rp 800 juta.<br />

Menurut Daim Siswanto, Ketua KUD, pembangunan kantor tersebut<br />

dilaksanakan atas biaya yang diperoleh secara bertahap dari penyisihan<br />

pendapatan usaha simpan-pinjam sebesar 10% tiap tahun.<br />

AZAS MANFAAT<br />

Bermanfaatkah koperasi bagi anggota? Pertanyaan ini muncul dan<br />

mengusik kala pengelolaan usaha koperasi telah terjebak pada pola mencari<br />

keuntungan (profit) semata. Bila ini yang terjadi, maka pengurus koperasi<br />

telah mengorbankan kepentingan anggota sebagai pengguna jasa usaha.<br />

Bagi para pengurus, prinsip dan tujuan awal pembentukan koperasi<br />

adalah membantu meningkatkan kesejahteraan para anggota. Komitmen<br />

tersebut mutlak dan tidak dapat diubah. Ada banyak hal yang dapat dilakukan<br />

untuk mewujudkannya. Semisal dengan keterbukaan manajemen dan<br />

efisiensi untuk menekan pengeluaran yang tidak diperlukan.<br />

Hasil survey terhadap beberapa anggota KUD Mintorogo, umumnya<br />

mereka mengaku merasakan manfaat menjadi anggota koperasi.<br />

Kebersamaan yang terbangun dalam dunia koperasi tanpa memandang<br />

apa dan siapa, menjadi salah satu faktor yang menarik bagi mereka.<br />

Disamping itu, berkoperasi bagi mereka juga merupakan ajang pendidikan<br />

untuk bersosialisasi pendapat atau pemikiran. Pelatihan-pelatihan dan<br />

rapat-rapat kelompok serta rapat anggota tahunan yang mereka ikuti<br />

merupakan forum menambah wawasan di bidang ekonomi maupun<br />

bidang sosial lainnya.<br />

Hal lain yang mereka rasakan adalah pemanfaatan fasilitas-fasilitas<br />

usaha koperasi dalam menunjang pemenuhan kebutuhan sehari-hari<br />

maupun kebutuhan ekonomi lainnya. Terakhir, mereka umumnya amat<br />

senang bila tiap tahun mendapat pembagian SHU, semoga! ***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

278


SULAWESI UTARA<br />

Zaenal Wafa<br />

KUD Tamporok Minahasa Utara<br />

PARTISIPASI ANGGOTA<br />

SEBAGAI INTI KEKUATAN<br />

279<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Dari pagi buta sampai menjelang tengah hari, pasar desa itu masih<br />

ramai dikunjungi orang. Sebagian orang mendatangi pasar dengan<br />

menggunakan kendaraan tradisional delman. Ada juga yang<br />

memakai sepeda angin. Namun sudah banyak orang yang datang ke<br />

pasar dengan mengendarai sepeda motor.<br />

Betul, Pasar Tatelu nama pasar desa tersebut. Berdampingan erat<br />

dengan pasar, berdiri bangunan berbentuk empat persegi panjang.<br />

Tersekat dengan tembok sederhana, bangunan digunakan tiga keperluan<br />

yang berbeda-beda.<br />

Di sisi paling kiri, KUD Tamporok memanfaatkan untuk operasional<br />

sehari-hari. Sedangkan bangunan bagian tengah, digunakan oleh unit<br />

waserda untuk melayani kebutuhan anggota maupun warga masyarakat.<br />

Sementara USP memakai sisi kanan bangunan untuk kegiatan utama<br />

bisnisnya.<br />

Zaenal Wafa<br />

Kecermatan<br />

meminimalisir<br />

kesalahan sistem<br />

administrasi.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

280<br />

Yang jelas, keberadaan Pasar Tatelu tak bisa terpisahkan dengan<br />

eksistensi KUD Tamporok. KUD ini berperan besar mewujudkan pasar<br />

desa ini. Didukung Hukum Tua atau kepala desa setempat, termasuk<br />

kerja sama dengan instansi berwenang dari Departemen Dalam Negeri,<br />

Departemen Perdagangan serta Departemen <strong>Koperasi</strong>, KUD Tamporok<br />

akhirnya mampu merealisasikan berdirinya Pasar Tatelu.<br />

Pasar Tatelu tetap memiliki pamor sebagai pusat tradisional bertemunya<br />

penjual dan pembeli. Sementara keberadaan unit waserda, nyatanya<br />

justru saling melengkapi dengan Pasar Tatelu. Ambil contoh, kalau orang<br />

ingin membeli ayam hidup maka ia pasti bisa mendapatkannya di pasar<br />

tradisional tersebut. Tetapi bila ia mencari bumbu kaldu ayam agar dapat<br />

memasak secara cepat, di waserda tempatnya.<br />

Harus digarisbawahi, koperasi jelas mampu menjalankan peranan<br />

sebagai ‘jembatan’ kepentingan antara yang bersifat tradisional yaitu


pasar rakyat dengan kepentingan moderen yang berbentuk waserda.<br />

Keberadaan waserda milik KUD Tamporok juga sudah teruji.<br />

Padahal di saat krisis moneter (krismon) sebagai ujung krisis ekonomi<br />

1997-1998, waserda ini hampir mati. Apa saja kiat yang dijalani waserda<br />

hingga tetap bertahan bahkan berkembang hingga sekarang?<br />

Ketua KUD Tamporok J Kaunang menjelaskan resep mengapa unit<br />

waserda koperasi tetap hidup sampai saat ini, sangat sederhana. Maksudnya,<br />

unit ini tetap menjalankan bisnis sesuai kemampuan yang ada.<br />

Siasatnya, di puncak krisis unit waserda melakukan pembelian barang<br />

dalam jumlah kecil. Memang, konsekuensi berikutnya waserda koperasi<br />

juga hanya mampu menjual barang dalam partai kecil. Ia mensyukuri,<br />

sebab seluruh komponen anggota, pengurus maupun pengawas koperasi<br />

dapat memahami keterbatasan lembaga usaha yang tetap mereka banggakan<br />

bersama. Sedikit demi sedikit, kemampuan waserda koperasi<br />

menggulirkan roda bisnis eceran ini semakin pulih. Saat sekarang,<br />

kondisi usaha sektor ritel ini tetap sehat.<br />

DILEMA KUT<br />

Khusus terkait permasalahan Kredit Usaha Tani (KUT), bagi KUD<br />

Tamporok memang terasa sangat dilematis. Maksudnya, di satu sisi<br />

pencairan dana KUT cukup menolong kebutuhan para petani padi. Tapi<br />

di sisi lain, buntut dari persoalan KUT yang berlarut-larut juga sangat<br />

merugikan kepentingan petani.<br />

Syukurlah, para pengurus koperasi pedesaan yang sudah makan<br />

asam garam ini sejak awal amat berhati-hati untuk menerima atau<br />

menolak KUT. Sampai sekarang, para pengurus tak segan-segan selalu<br />

mendampingi para anggota koperasi yang mengalami persoalan KUT.<br />

Ia mengakui, hingga sekarang cukup banyak anggota yang tak mau<br />

membayar ‘tunggakan’ KUT. Namun demikian para penunggak KUT<br />

tersebut mengajukan argumen, kalau mau menyalahkan mereka, lebih<br />

dulu pertanyakan: Apakah kebijakan KUT benar–benar ingin membantu<br />

para petani atau sekadar mempolitisasi kepentingan mereka?<br />

Yang pasti, KUD Tamporok yang beranggotakan 1.444 orang terus<br />

menjalin koordinasi dan komunikasi dengan para pengurus koperasi<br />

secara konsisten. Di luar RAT, setiap bulan para pengurus selalu<br />

menggelar rapat internal. Sedangkan secara berkelompok, para anggota<br />

menyelenggarakan rapat sedikitnya dua kali setahun. Ini belum termasuk<br />

pelatihan buat anggota koperasi, baik dilakukan sendiri oleh pihak<br />

koperasi maupun menghadiri pelatihan yang digelar pihak lain atau luar<br />

koperasi.<br />

Manfaatnya, interaksi yang intensif tersebut menghasilkan suasana<br />

yang kondusif dan produktif. Padahal sekadar perbandingan dengan<br />

kurun sebelumnya, antara kalangan anggota dan pengurus seringkali<br />

mengalami pertengkaran. Untunglah, saat ini seluruh unsur pendukung<br />

281<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


koperasi sudah menyadari bahwa segala konflik menyangkut<br />

kepentingan koperasi harus diakhiri.<br />

Mereka juga memahami, kelembagaan koperasi itu lah yang benar.<br />

Melalui pendekatan semacam ini, persoalan dilematis seperti KUT akhirnya<br />

bisa dipecahkan secara bijak. Dalam konteks ini, seluruh jajaran<br />

pengurus maupun pengawas koperasi bersepakat untuk membangun<br />

koperasi yang sejati.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

282<br />

PARTISIPASI TINGGI<br />

Terkait tingkat partisipasi anggota terhadap koperasi, Sekretaris<br />

KUD Tamporok Nicolaas A Tidajoh menjelaskan para anggota selalu<br />

aktif mengembangkan koperasi. Ia mengatakan partisipasi ini bisa<br />

mencapai 80 persen. Karena itu mudah dimengerti, bila setiap kali<br />

koperasi menggelar RAT sebanyak 99 persen anggota juga senantiasa<br />

berperan serta sesuai kapasitas persoalan dan kepentingan masingmasing.<br />

Termasuk dalam konteks setiap pengambilan keputusan oleh<br />

koperasi, 90 persen anggota juga aktif memberikan pendapat yang<br />

diperlukan. Salah satu penyebab utama mengapa tingkat partisipasi<br />

anggota begitu tinggi, ia menjawab tak lain karena koperasi sudah<br />

menerapkan salah satu prinsip koperasi mengenai keanggotaan bersifat<br />

sukarela.<br />

Di sisi lain sejumlah anggota KUD yang didirikan pada 1974 dan<br />

sudah mengalami perobahan status BH tiga kali ini berdasarkan isian<br />

kuesioner menjelaskan, selalu ikut memajukan setiap usaha yang<br />

dijalankan koperasi. Mereka rata-rata berpendapat, berusaha mendukung<br />

usaha koperasi sejak sektor perikanan, perkebunan dan pertanian.<br />

Beberapa anggota koperasi yang lain menambahkan, ia senantiasa<br />

aktif membantu koperasi dengan cara menyimpan dan meminjam dana<br />

dari unit simpan pinjam milik koperasi. Selain itu, ia juga selalu<br />

berbelanja beberapa barang kebutuhan sehari-hari di waserda yang milik<br />

koperasi. Ada juga anggota yang aktif mengembangkan koperasi dengan<br />

cara membuka usaha di sub sektor budidaya perikanan air tawar.<br />

Mengapa para anggota KUD memiliki partisipasi tinggi? Sejumlah<br />

anggota mengungkapkan, antara lain berkat mengikuti pelatihan di<br />

bidang pertanian dan perikanan. Anggota lain menjelaskan, merasakan<br />

manfaat besar menjadi anggota koperasi karena diikutkan tata cara<br />

pembibitan ikan air tawar. Ada juga anggota koperasi yang beruntung<br />

karena mengikuti pelatihan mengenai penanaman jagung hibrida.<br />

Sementara itu beberapa anggota koperasi merasa mendapatkan ilmu<br />

di bidang pengelolaan waserda setelah mengikuti pelatihan mengenai<br />

ritel dan simpan pinjam. Sedangkan seorang petani anggota koperasi,<br />

meyakini ilmu yang didapat dari pelatihan tentang seluk-beluk penyuluh<br />

pertanian akan bermanfaat untuk membimbing sesama petani di desanya.


PENGEMBANGAN BISNIS<br />

Menjawab pertanyaan apakah mereka menganggap KUD Tamporok<br />

sebagai koperasi yang berhasil, sejumlah anggota koperasi rata-rata mengatakan<br />

ya. Alasannya antara lain karena koperasi dapat mengembangkan<br />

sejumlah usaha yang dikelola oleh anggota.<br />

Sedangkan anggota lain mengatakan, sebab koperasi dapat melayani<br />

seluruh usaha yang dijalankan anggota. Ada juga anggota yang<br />

menjawab karena koperasi telah mampu memberikan pelayanan yang<br />

cukup. Anggota lain lagi menandaskan, keberhasilan koperasi sebagai<br />

sebuah lembaga usaha terutama telah mampu melayani dengan baik<br />

beberapa usaha yang dijalankan oleh para anggota.<br />

Menurut Wulan Rondonuwu (43) salah seorang anggota KUD Tamporok<br />

mengatakan, perkembangan<br />

usaha koperasinya<br />

sangat baik. Sebab,<br />

bantuan permodalan<br />

usaha yang disalurkan<br />

melalui unit simpan pinjam<br />

ternyata mampu membantu<br />

kelangsungan usaha<br />

yang dikerjakan anggota.<br />

Karena itu ia merasa puas<br />

atas pelayanan yang diberikan<br />

para pengurus koperasi<br />

kepada dia selaku<br />

anggota.<br />

Lain lagi pendapat<br />

Eldath Supit (46) anggota<br />

KUD Tamporok dari<br />

Desa Tatelu, Kecamatan<br />

Dimembe menuturkan,<br />

koperasi hendaknya harus<br />

lebih meningkatkan posisi daya saing. Karena sejauh ini, koperasi belum<br />

membantu maksimal dalam penjualan produk ikan budidaya yang ia<br />

usahakan. Namun demikian ia mengakui, koperasi sudah cukup<br />

membantu kegiatah usaha yang ia kerjakan sekarang.<br />

Berdasarkan dokumen keuangan KUD Tamporok 2001-2005, pendapatan<br />

lembaga usaha ini membaik. Ambil contoh pada akhir 2004,<br />

pendapatan tercatat Rp 2,022 miliar. Sedangkan pada akhir 2005 pendapatannya<br />

bergerak mencapai Rp 2,193 miliar.<br />

Pada kurun yang sama koperasi juga bisa menekan pengeluaran.<br />

Sebab pada 2003 misalnya pengeluaran koperasi senilai Rp 2,046 miliar.<br />

Kemudian pada akhir 2004 pengeluaran koperasi menjadi Rp 1,962<br />

miliar.<br />

Zaenal Wafa<br />

Keberadaan unit simpan pinjam<br />

sangat membantu<br />

kelangsungan usaha anggota.<br />

283<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Cengkeh menjadi komoditi<br />

unggulan KUD Tamporok.<br />

Zaenal Wafa<br />

Yang juga menarik,<br />

perkembangan modal sendiri<br />

koperasi selama lima<br />

tahun terakhir menunjukkan<br />

peningkatan yang<br />

signifikan. Lihatlah kalau<br />

pada akhir 2003, modal<br />

sendiri koperasi tercatat<br />

Rp 2,281 miliar meningkat<br />

menjadi Rp 2,325 miliar<br />

pada akhir 2004 serta<br />

senilai Rp 2,349 miliar di<br />

posisi akhir 2005.<br />

KUD Tamporok yang<br />

dalam bahasa setempat<br />

berarti puncak pohon kelapa<br />

atau simbol dari citacita,<br />

tak berlebihan layak<br />

menjadi percontohan. Mengapa demikian? Sebab dari indikasi tingkat<br />

partisipasi anggota pada rapat-rapat koperasi saja mencapai lebih dari<br />

90 persen. Lebih dari itu nilai transaksi nominal dari 1.444 anggota<br />

koperasi selalu selalu meningkat sangat signifikan. Buktinya, pada akhir<br />

2003 nilai nominal transaksi anggota tercatat Rp 1,955 miliar. Bandingkan<br />

dengan transaksi pada 2004 yang mencapai senilai Rp 1,992 miliar.<br />

Kemudian cermati transaksi anggota koperasi per akhir 2005 yang<br />

mencapai Rp 2,180 miliar. ***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

284


JAWA TIMUR<br />

Zaenal Wafa<br />

Pusat KUD Jatim Surabaya<br />

SIAP MASUK<br />

PASAR GLOBAL<br />

285<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Dokumentasi<br />

Rumah Sakit salah satu<br />

unit bisnis Puskud Jatim.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

286<br />

K<br />

ondisi perkoperasian di Indonesia secara umum belum menggembirakan<br />

mungkin benar. Bukan berarti tidak ada yang bagus.<br />

Fakta menyebutkan dari sekitar 130 ribu daftar koperasi yang ada,<br />

hanya 30% yang aktif. Selebihnya berada dalam deretan tidak memiliki<br />

kegiatan usaha, papan nama dan kelas gurem. Salah satu koperasi yang<br />

aktif dan cenderung aktratif adalah Pusat <strong>Koperasi</strong> Unit Desa (Puskud),<br />

Jawa Timur<br />

Bahkan, bisa dibilang koperasi sekunder KUD ini menjadi yang<br />

paling unggul dalam melakukan ekspansi usaha.<br />

Sekunder yang didirikan oleh lima KUD yaitu KUD Sekar Lamongan,<br />

KUD Kota Madiun, KUD Desa Makmur Bondowoso, KUD Labruk<br />

Lumajang, dan KUD Balong Panggang Gresik, pada 30 Juli 1975 ini<br />

pantas menjadi pelopor sebagai pemilik Perseroan Terbatas (PT).<br />

Ada kalanya koperasi yang mampu sejajar dengan perusahaan lain,<br />

tidak selamanya koperasi menempati lantai paling dasar atau berada dalam<br />

kelas gurem. Membayangkan koperasi tingkat provinsi mempunyai<br />

perseroan terbatas agaknya mustahil dibayangkan akan terwujud. Banyak<br />

orang menganggap perusahan yang mendirikan koperasi karyawan, bukan<br />

sebaliknya. Ternyata perkiraan itu meleset karena Puskud Jatim<br />

mempunyai saham di perusahaan bahkan ada yang berada di bawah<br />

kendali koperasi.<br />

Hal itu mulai terwujud ketika tahun 1989, Puskud Jatim mencanangkan<br />

Jawa Timur menjadi provinsi koperasi. Hasil rapat pengurus dan<br />

anggota adalah mensinergikan KUD yang menjadi anggota agar kekuatan<br />

bersama menjadi daya tawar lebih tinggi. Cara mencapai tujuan tersebut<br />

adalah koperasi KUD di Jawa Timur mengembangkan strategi integrasi<br />

jaringan dari hulu ke hilir. Kekuatan koperasi berbasis lembaga yang<br />

mengakar di tingkat desa dikaitkan dengan produksi, sedangkan peran<br />

koperasi sekunder melakukan kerjasama strategis dengan mitra. Tindakan<br />

tersebut berhasil menembus kelemahan pedagang dan menghilangkan sisi<br />

lemah koperasi primer. Hasil aliansi strategis dengan pelaku pelaku bisnis


diluar dugaan, Puskud Jatim tidak hanya mendapatkan jaringan bisnis<br />

tapi akhirnya melahirkan anak perusahaan. Anak perusahaan menjadi<br />

tombak koperasi untuk meraup keuntungan lebih.<br />

Perjuangan Puskud Jawa Timur tidak lepas dari keinginan untuk<br />

menunjukkan Jawa Timur sebagai provinsi koperasi. Yakni kumpulan<br />

koperasi yang bersinergi agar mempunyai posisi tawar tinggi. <strong>Koperasi</strong><br />

yang mengandalkan jaringan pertanian agar menggurita di pelbagai<br />

kabupaten kota di Jawa Timur.<br />

FOKUS BISNIS<br />

Puskud Jatim memfokuskan bisnis utama pada sektor pertanian seperti<br />

pupuk, saprotan, gaplek, cengkeh. Fokus bisnis ini sesuai dengan sejarah<br />

pendirian koperasi sekunder yang nota bene adalah beberapa KUD di<br />

Jatim. Puskud Jatim berdiri pada 30 Juli 1975 di Surabaya dengan lima<br />

KUD pendiri yaitu: KUD Sekar, Lamongan, KUD Kota Madiun, KUD<br />

Desa Makmur Bondowoso, KUD Labruk Lumajang, dan KUD Balong<br />

Pangang Gresik.<br />

Keberhasilan Puskud Jatim tidak lepas dari jaringan usaha yang dirintis<br />

mulai berdiri hingga 2006, dengan mengembangkan manajemen modern<br />

yaitu membuat corporate plan dan melaksanakan dalam pengorganisasian<br />

koperasi. Penguasaan hulu sampai hilir dan pembagian resiko membuat<br />

Puskud Jawa Timur dapat melampui masa sulit sekitar tahun 1985-1986,<br />

yaitu kesulitan likuiditas dengan pinjaman jatuh tempo yang tinggi. Maka<br />

koperasi mengambil kebijakan periode tahun tersebut melakukan konsolidasi<br />

intern dan dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa usaha.<br />

REFORMASI KELEMBAGAAN<br />

Usaha otonom yaitu usaha yang secara langsung dikelola oleh Puskud<br />

meliputi bidang usaha pupuk, semen dan angkutan. Usaha cabang, yaitu<br />

usaha Puskud di kabupaten (Kab. Lumajang dan Kab. Ngawi), yang<br />

mengelola pengolahan beras. Unit usaha, yaitu penggabungan usaha yang<br />

semula berdiri sendiri digabungkan dalam usaha yang lebih besar. Usaha<br />

ini meliputi unit senkuko, percetakan, dan USP. Kerja sama Operasi<br />

KUD Tani Mulyo<br />

salah satu MPS<br />

Puskud Jatim.<br />

Dokumentasi<br />

287<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


(KSO), usaha ini Puskud kerja sama dengan Dinas Perkebunan Provinsi<br />

Jatim (Pabrik Kopi) dan PT. Juang Area Sejahtera (perdagangan kacamata).<br />

Kemitraan pada pola ini Puskud bersama KUD Tani Mulyo bermitra<br />

dengan PT HM Sampoerna dalam memproduksi sigaret.<br />

PENGEMBANGAN USAHA<br />

Struktur pengembangan usaha dan perusahaan Puskud Jatim secara<br />

hierarkhis dapat digambarkan sebagai berikut :<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

288<br />

Kinerja Puskud Jatim menunjukkan perubahan yang cukup<br />

signifikan. <strong>Koperasi</strong> ketika berdiri hanya mempunyai lima anggota<br />

koperasi primer, 2004 sebanyak 701 KUD. Volume usaha per 31<br />

Desember 2003 berjumlah Rp 32,080 miliar. SHU per 31 Desember 2003<br />

berjumlah, Rp 710 juta atau Rp 59 juta per bulan. Modal sendiri per 31<br />

Desember 2003 berjumlah Rp 3,335 miliar. Jumlah PT anak perusahaan<br />

sebanyak delapan unit. Unit bisnis Puskud Jatim mulai dari Bank<br />

Perkreditan Rakyat bernama PT BPR Artha Mulia, pakan ternak bernama<br />

PT Samudera Omega Jaya Makmur Pasuruan, Dadi Mulyo Sejati, Ngawi,<br />

PT Rukun Jaya Makmur, Bojonegoro. Perusahaan ini bergerak dalam<br />

pelintingan sigaret bermitra dengan PT HM Sampoerna. PT Puskud Delta<br />

Utama, bergerak di bidang workshop dan perbengkelan di Malang.<br />

PT Yamido, Pasuruan bergerak dalam perakitan mesin-mesin pertanian<br />

merek Yanmar. PT SPBU Prambon, bergerak dalam penyaluran BBM<br />

(pompa bensin). PT Tri Mitra Medika Sejahtera Surabaya, bergerak di<br />

bidang rumah sakit dan pelayanan kesehatan. Kepemilikan saham Puskud<br />

Jatim pada masing-masing anak perusahaan tersebut diatas 50%.


Dokumentasi<br />

Kegiatan pelintingan rokok<br />

kerjasama dengan<br />

PT HM Sampoerna.<br />

USAHA OTONOM<br />

Untuk usaha otonom Puskud memiliki penguasaan penuh terhadap<br />

pengelolaan usaha (100%), demikian juga untuk KSO Puskud memiliki<br />

penguasaan penuh (100%), sedangkan pada kemitraan Mitra Produksi<br />

Sigaret (MPS) di 4 lokasi, Puskud memiliki saham 55% dan swasta 45%.<br />

Sedangkan pola perusahaan patungan Puskud memiliki saham yang<br />

berbeda-beda. Perusahaan yang dibangun antara Puskud baik dengan<br />

Perseroan atau kerja sama KUD dengan PT HM Sampoerna memberikan<br />

kontribusi profit mencapai 50,02%, sedangkan usaha otonom memberikan<br />

kontribusi profit sebesar 36,16%.<br />

Ternyata Puskud dengan mendirikan perusahaan, lebih mampu<br />

bekerja secara efisien, bekerja sesuai dengan prinsip perusahaan, memiliki<br />

care competence dalam membangun daya saing.<br />

Dari kemitraan dengan PT HM Sampoerna (MPS KUD Tani Mulyo<br />

dengan tiga PT lainnya) pada tahun 2003 mampu menghasilkan<br />

pendapatan Rp 2,073 miliar (50,02%) penyaluran pupuk, semen dan<br />

angkutan Puskud sebagai agen pengelola (otonom) mampu memperoleh<br />

pendapatan Rp 1,498 miliar (36,16%) dan usaha cabang di Kabupaten<br />

Lumajang dan Kabupaten Ngawi mampu memberikan kontribusi<br />

pendapatan sebesar 5,92%, sedangkan perusahaan yang lain, karena<br />

kepemilikan saham Puskud minoritas, seperti PT BPR Artha Mulia<br />

memberikan kontribusi keuntungan sebesar 3,05% dan PT Yamindo<br />

sebesar 1,75%. Puskud Delta Utama memberikan keuntungan 2,1%.<br />

MENGUTAMAKAN PENYERAPAN TENAGA KERJA<br />

Puskud dengan mendirikan tiga perusahaan dan satu MPS kemitraan<br />

di empat lokasi mampu menyerap tenaga kerja sebesar 7.607 orang Dari<br />

tiga Perusahaan Terbatas dan satu MPS yang bergerak dalam pelintingan<br />

sigaret, PT Rukun Jaya Makmur mampu menyerap 28,04%, PT Warahma<br />

Biki Makmur menyerap 27,59% dan dua Perusahaan Terbatas lainnya<br />

289<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Tabel 1. Struktur Keuangan Usaha<br />

Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja<br />

Perusahaan MPS<br />

Tenaga Kerja yang Diserap (orang) Jumlah %<br />

Administrasi Operasional/Pabrik (Orang)<br />

1. PT Dadi Mulyo Sejati,<br />

Ngawi 31 1.800 1.831 24,07<br />

2. PT Warahma Biki<br />

Makmur, Tuban 34 2.065 2.099 27,59<br />

3. PT Rukun Jaya<br />

Makmur, Bojonegoro 33 2.100 2.133 28,04<br />

4. MPS KUD Tani Mulyo,<br />

Lamongan 44 1.500 1.544 20,30<br />

Jumlah 142 7.465 7.607 100<br />

menyerap masing-masing 24,07 % dan 20,30%. Sedangkan penyerapan<br />

tenaga kerja di perusahaan lain juga cukup besar, seperti di PT Artha<br />

Mulia Bumi Mukti sebanyak 9 orang, PT Puskud Delta Utama Malang<br />

sebanyak 51 orang, PT RS Surabaya Medical Service sebanyak 50 orang<br />

dan PT Samudera Omega Jaya Makmur sebanyak 50 orang.<br />

Penyerapan tenaga kerja yang besar dalam perusahaan pelintingan<br />

rokok karena dalam operasi awalnya menggunakan tenaga manusia/<br />

manual. (lihat tabel 2).<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

290<br />

MANAJEMEN PROFESIONAL<br />

Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktur Utama dan Direksi Puskud<br />

Jatim, pengelolaan perusahaan koperasi harus professional dan efisien.<br />

Oleh karena itu, Puskud Jatim menetapkan tiga strategi yaitu usaha,<br />

manajemen dan fungsional.<br />

Pelaksanaan strategi di bidang usaha, Puskud Jatim menggunakan


tiga strategi, yaitu usaha pusat, usaha melalui cabang dan kerja sama usaha<br />

(KSO). Usaha pusat bersifat otonom dan langsung ditangani Puskud<br />

dalam penyaluran semen, pupuk dan angkutan untuk keperluan anggota.<br />

Untuk kepentingan/keterkaitan usaha dengan anggota dan pelayanan<br />

masyarakat umumnya, pengembangan usaha akan dilakukan melalui<br />

cabang. Pendirian cabang akan dilakukan secara bertahap. Kerja sama<br />

Usaha (KSO) akan dilakukan bersama dengan badan usaha lain dengan<br />

suatu Perjanjian Kerja Sama Usaha. KSU ini akan mempertimbangkan<br />

kemanfaatan buat anggota dan masyarakat pada umumnya disamping tetap<br />

atas dasar azas bisnis saling menguntungkan. Kemitraan dengan PT HM<br />

Sampoerna atau dengan Dinas Perhubungan. Patungan mendirikan PT<br />

untuk usaha-usaha yang tidak terkait dengan usaha anggota, dilakukan<br />

dengan pendirian PT dan atau penyertaan modal pada mitra usaha (PT<br />

sudah terbentuk). Besarnya self financing/penyertaan modal pada PT akan<br />

dikaitkan dengan tingkat resiko usaha yang bakal timbul, satu dan lain<br />

hal berkaitan pula dengan pengalaman usaha jajaran Puskud Jatim<br />

Dokumentasi<br />

INSTITUSI BISNIS<br />

Mencermati koperasi ini masih eksis dan percaya diri menggerakkan<br />

bisnis ke depan, mungkin boleh dicontoh. Faktanya, hingga saat ini<br />

koperasi mempunyai sekitar 10 unit usaha berbentuk Perseroan Terbatas.<br />

Termasuk mengakuisisi satu lembaga Bank Perkreditan Rakyat (BPR)<br />

yaitu PT BPR Artha Mulia dan menambah dua SPBU di Sidoarjo dan<br />

Kediri, di bawah bendera PT SPBU Prambon. <strong>Koperasi</strong> juga memiliki<br />

saham 75 persen di PT Yanmar Indonesia yang memproduksi alat pertanian<br />

di Pasuruan.<br />

Masih di Pasuruan, koperasi juga memiliki saham tak kecil di usaha<br />

pakan ternak melalui PT Samudera Omega Jaya Makmur Pasuruan.<br />

Selanjutnya dengan bendera PT Puskud Delta Utama, perusahaan ini<br />

bergerak di bidang workshop dan perbengkelan di Malang. Kemudian yang<br />

termasuk terakhir adalah PT Tri Mitra Medika Sejahtera Surabaya yang<br />

bergerak di bidang rumah sakit dan pelayanan kesehatan, dengan brand<br />

name Surabaya Medical Service (SMS). Yang jelas pada ketiga perusahaan<br />

ini, kepemilikan saham Puskud Jatim mencapai di atas 50 persen.<br />

291<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Bagaimana koperasi sekunder ini mengatur manajemen? Direktur<br />

Utama Puskud Jatim menandaskan, faktor ketertiban manajemen memang<br />

menjadi prioritasnya. Tentu saja aspek seperti cashflow yang sehat, tidak<br />

boleh diabaikan. Sebab, sebagus apapun usaha lembaga atau perusahaan<br />

bila manajemen tak baik pasti morat-marit.<br />

Mempraktikkan disiplin manajemen di koperasi lebih sulit lagi.<br />

Siasatnya, antara lain dengan merampingkan karyawan secara cerdas.<br />

Maksudnya, jangan sampai pengurus koperasi menumpuk di satu fungsi.<br />

Apalagi, karena koperasi memiliki banyak perusahaan maka diusulkan<br />

pengangkatan level manajer atau direktur berasal dari pengurus koperasi<br />

yang memang memiliki kemampuan.<br />

Sementara direktur utama, salah tugas utamanya mengkomunikasikan<br />

kinerja bisnis seluruh ‘anak perusahaan’ serta kepentingan bisnis otonom<br />

atau konvensional seperti distribusi pupuk dan produksi gabah sebagai<br />

lembaga usaha koperasi ke seluruh anggota. Intinya, tidak mudah membuat<br />

‘kapal bisnis’ koperasi sekunder ini tetap melaju seimbang antara kepentingan<br />

kemanfaatan buat anggota sekaligus mengeruk laba besar.<br />

KONSISTEN DENGAN VISI DAN MISINYA<br />

Anggaran Dasar Puskud Jatim tegas-tegas memberikan batasan visi<br />

yaitu adalah menjadikan Puskud sebagai badan usaha yang kuat dan<br />

profesional serta handal di Jawa Timur, yang didukung oleh anggota guna<br />

meningkatkan taraf hidupnya melalui kehidupan berkoperasi.<br />

Sedangkan misi Puskud Jawa Timur meliputi pengembangkan akses<br />

pasar terhadap produk-produk anggota, membangun perusahaan-perusahaan<br />

yang berorientasi kepada kebutuhan anggota dan masyarakat,<br />

membangun jasa simpan pinjam (lembaga intermediasi keuangan mikro)<br />

dan jasa-jasa lain yang diperlukan anggota dan masyarakat dan mengembangkan<br />

pembinaan kelembagaan dan kegiatan pendidikan, pelatihan,<br />

informasi bagi anggota serta pengelola koperasi.<br />

Kebijakan dibidang kelembagaan Puskud Jawa Timur berorientasi<br />

bagi kepentingan terhadap pelayanan anggota baik dalam hal menyangkut<br />

pembinaan/pemberdayaan KUD (anggota) dan institusi intermediasi<br />

keuangan yang dimilikinya, maupun menyangkut usaha yang berkaitan<br />

dengan anggota dan pola kemitraan usaha.<br />

Professionalisme yang telah dirumuskan dalam visi di atas mengandung<br />

keharusan untuk mengupayakannya berbagai hal kebijaksanaan<br />

pengurus, baik dibidang organisasi, manajemen, sumber daya manusia<br />

dan sistem prosedur operasional usaha.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

292


BALI<br />

Zaenal Wafa<br />

KUD Penebel Tabanan<br />

PENGURUS RESPONSIF<br />

ANGGOTA AKTIF<br />

293<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Waserda KUD Penebel<br />

memiliki empat kamera<br />

tersebunyi.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

294<br />

Zaenal Wafa<br />

Selain strategis, lokasi keberadaan koperasi ini sangat menyolok. Di<br />

tepi jalan utama kota kecamatan, bangunan bertingkat tiga dan<br />

penanda identitas nama yang besar di tembok luar atas. Dari jarak<br />

ratusan meter, mudah terbaca namanya KUD Penebel. Mari melongok<br />

apa saja unit usaha, kinerja lembaga dan dukungan sumber daya manusia<br />

pengurus dan anggota koperasi ini.<br />

Siang itu, sejumlah orang asyik berbelanja di waserda yang merupakan<br />

salah satu unit bisnis koperasi. Sekadar perbandingan, luas bangunan dan<br />

parkir, kenyamanan membeli maupun jenis barang yang dijual di situ tak<br />

kalah dengan Indomart, Alfamart bahkan swalayan Hero sekali pun.<br />

Apalagi, di warung satu ini juga menjual dua item barang yang pasti tak<br />

ada di ketiga toko modern tersebut. Barang apakah yang dijajakan di<br />

sana, sudah barang tentu kebutuhan sekitar pertanian. Pupuk tanaman<br />

padi produksi PT Pusri dan beras merah produksi anggota KUD Penebel<br />

sendiri.<br />

Di samping waserda yang dilengkapi empat kamera tersembunyi itu,<br />

koperasi yang didirikan 16 Maret 1974 ini memiliki sejumlah unit usaha<br />

bersifat saling menunjang. Masing-masing pengadaan pangan, mesin<br />

penggilingan beras (RMU), sarana produksi padi (saprodi), peternakan<br />

sapi dan simpan pinjam. Bagaimana perkembangan koperasi dari sisi<br />

kelembagaan, dukungan SDM, usaha hingga pendanaan?<br />

Ketua KUD Penebel, Tabanan, Bali I Made Cager menjelaskan,<br />

koperasi didirikan oleh prakarsa 30 orang dan ketika itu masih bernama<br />

Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Bermodal awal Rp 530 ribu, mereka<br />

bertekad mewujudkan peningkatan ekonomi rakyat setempat. Seiring<br />

kondisi ekonomi dan perkembangan jaman, serta sesuai saran peserta<br />

RAT pada Maret 1986, nama kelembagaan BUUD berobah menjadi KUD<br />

alias <strong>Koperasi</strong> Unit Desa Penebel.<br />

Meski modal yang dipunyai masih kecil, namun demi menunjang<br />

usaha, koperasi memulainya dengan tiga unit usaha, yakni RMU,<br />

pengadaan saprodi dan pengadaan pangan. Berdasarkan dokumen neraca<br />

koperasi ini per 30 Juni 2006, ketiga unit usaha koperasi tersebut<br />

membukukan kas unit yang lancar dan signifikan. Masing-masing senilai<br />

Rp 19, 193 juta (RMU), Rp 17,532 juta (saprodi) dan Rp 4,853 juta<br />

(pangan).<br />

Hingga 2006, koperasi sudah mengalami lima kali perobahan<br />

anggaran dasar. <strong>Koperasi</strong> bernomor pokok wajib pajak 1.413.311.0-901<br />

ini memiliki wilayah kerja di 7 kebendesaan, yaitu Desa Penebel, Biaung,<br />

Mengesta, Jatiluwih, Babahan, Senganan dan Desa Tajen. Selama tiga<br />

tahun terakhir, perkembangan jumlah keanggotaan koperasi adalah 2.082<br />

orang (2000-2002), 1.953 orang (2003), 1.955 orang (2004) dan 1.949<br />

(akhir 2005).<br />

Sedangkan jumlah pengawas pada kurun yang sama, masing-masing<br />

berjumlah 5 orang dan 3 orang. Sementara karyawan tetap koperasi,<br />

pada 2003 berjumlah 43 orang dan pada akhir 2005 menjadi 42 orang.<br />

Karyawan tidak tetap berjumlah 2 orang dari 2003 hingga 2005.


PENGURUS AKTIF<br />

Menurut Ni Made Ratmini (36) salah seorang anggota KUD Penebel,<br />

salah satu faktor keberhasilan koperasinya adalah kinerja pengurus yang<br />

aktif dan responsif. Anggota yang tinggal di Dusun Ubung, Penebel ini<br />

juga mengaku memperoleh manfaat dengan menjadi anggota koperasi,<br />

karena koperasi bisa menyediakan segala kebutuhan anggota.<br />

Kinerja koperasi di mata anggota sangat baik. Termasuk perkembangan<br />

usaha beberapa unit usaha koperasi. Utamanya karena koperasi<br />

mampu menyediakan berbagai kebutuhan pokok ekonomi rumah tangga.<br />

Semisal mulai beras, gula pasir, minyak goreng, sabun cuci hingga sabun<br />

mandi dan pasta gigi. Semua ini bisa dibeli di waserda koperasi.<br />

Selain itu, anggota merasa puas dengan pembayaran SHU yang<br />

dibagikan rutin setiap tahun. Itu sebabnya banyak anggota yang aktif<br />

menghadiri RAT. “Biasanya saya ikut memberi masukan kalau koperasi<br />

mau bikin program kerja nggih. Misalnya usul, agar harga jual barangbarang<br />

di waserda ndak mahal,” tukas Ratmini dengan logat Bali kental.<br />

Yang jelas, sebagai anggota koperasi Ratmini menulis dalam kuesioner<br />

bahwa ia senantiasa memenuhi kebutuhan rumah tangga di waserda<br />

koperasi. Mengaku berpendapatan Rp 500 ribu – Rp 1 juta, ia menanggung<br />

tiga anggota keluarga. Tiap bulan, ia ia juga mengaku mempunyai<br />

tambahan pendapatan kurang dari Rp 500 ribu.<br />

Bekerja di sektor swasta, perempuan berpendidikan SMA ini menyatakan<br />

kadang-kadang mengikuti pelatihan-pelatihan bagi anggota yang<br />

digelar oleh koperasi. Pelatihan apa saja yang pernah dijalani, ia menjawab<br />

antara lain semacam penyuluhan untuk mendorong peningkatan partisipasi<br />

anggota. Ia pernah pula mengikuti sejenis seminar, diskusi atau lokakarya<br />

yang berkaitan dengan koperasi.<br />

Zaenal Wafa<br />

Kegiatan simpan pinjam<br />

di USP KUD Penebel.<br />

295<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Zaenal Wafa<br />

Waserda KUD Penebel selalu<br />

ramai dikunjungi anggota.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

296<br />

MASUKAN BUAT PENGURUS<br />

Lain lagi pendapat I Wayan Rides (47), anggota KUD Penebel yang<br />

berprofesi sebagai petani padi. Ia yang berpendidikan SMA dan berpendapatan<br />

Rp 1 juta lebih menegaskan, sangat sering melakukan transaksi<br />

dengan koperasinya. Menjawab mengapa menjadi anggota koperasi, Rides<br />

menjelaskan karena koperasi benar-benar menjadi pengikat rasa kepemilikan<br />

bersama segenap anggota. “Karena itu saya juga selalu memanfaatkan<br />

KUD Penebel sebagai wadah pelayanan ekonomi anggota dan<br />

warga masyarakat di pedesaan sini,” tulis Rides di isian kuesioner.<br />

Wayan Rides mengkritisi, kinerja koperasi di matanya lumayan baik.<br />

Alasannya karena koperasi memiliki beberapa usaha yang memang<br />

berkaitan atau menyentuh langsung dengan usaha yang dikerjakan oleh<br />

para anggota koperasi maupun warga masyarakat.<br />

Sedangkan arah perkembangan usaha koperasi, sepengamatan dia<br />

juga sangat baik. Mengapa demikian? Karena para pengelola koperasi,<br />

sejauh ini mampu mengimbangi beberapa<br />

kebutuhan anggota. Baik untuk kebutuhan<br />

pokok sehari-hari dan sarana penunjang<br />

buat kegiatan produksi anggota.<br />

Faktor yang lebih penting, sebagian besar<br />

anggota seringkali menyambut positif rencana-rencana<br />

atau program yang diterjemahkan<br />

pengurus dari berbagai forum<br />

rapat koperasi.<br />

Ia menambahkan, sebagai anggota<br />

koperasi dirinya aktif mengikuti pelaksanaan<br />

setiap RAT. Rides juga menyatakan<br />

selalu mendapat SHU di tiap tahun.<br />

Selain itu, ia aktif memberikan sejumlah<br />

usulan konstruktif buat koperasinya. Terutama,<br />

tulisnya dalam jawaban kuesioner,<br />

masukan-masukan kepada pengurus menyangkut kebutuhan-kebutuhan<br />

anggota yang berprofesi membuka usaha tani.<br />

Konsekuensinya, ia membuktikan dengan selalu membeli sarana<br />

maupun bahan-bahan produksi usahanya dari koperasi. Misalnya, dari<br />

penyediaan benih padi, obat-obatan, pupuk dan sarana produksi tani yang<br />

lain. Di sisi lain, ia juga berupaya memberikan informasi dan perbandingan<br />

harga barang yang sama di tempat lain.<br />

Terkait pelatihan bagi anggota yang diadakan oleh koperasi, Rides<br />

menjawab kadangkala mengikutinya. Yang jelas, ia ingat pernah mengikuti<br />

pelatihan manajemen usaha tani di Denpasar, Bali pada tahun 1998 atau<br />

tak lama setelah berlangsung peristiwa reformasi. Bahkan ia juga pernah<br />

dikirim oleh koperasinya, menjalani pelatihan agrobisnis pada tahun 2004<br />

di Depok, Jakarta.<br />

Sebaliknya, ia menulis tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan<br />

yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau Badan Usaha Milik<br />

Negara (BUMN). Menjawab apa saja faktor yang membuat koperasinya


erhasil, ia menyatakan antara lain para pengurus selalu melakukan<br />

koordinasi dengan pihak perangkat desa melalui lembaga adat Bali yaitu<br />

banjar. Selain itu, pengurus koperasi sering mengadakan serangkaian<br />

penyuluhan ke kelompok-kelompok tani.<br />

MANAJER MESTI LINCAH<br />

Ni Nyoman Rentini (46), juga merupakan anggota KUD Penebel.<br />

Bedanya, ia bukan peternak atau mempunyai usaha tani. Tapi, seharihari<br />

ia membuka warung kecil penjual barang kebutuhan sehari-hari di<br />

rumahnya. Lulusan SMA dan menanggung anggota keluarga 3 orang, ia<br />

mengaku berpenghasilan lebih Rp 1 juta sebulan. Di samping itu, ia masih<br />

mempunyai pendapatan tambahan kurang dari Rp 500 ribu tiap bulan.<br />

Yang pasti, ia sangat sering melakukan transaski dengan koperasinya.<br />

“Saya senang, karena semua jenis barang yang di jual lagi di rumah bisa<br />

dicukupi dengan kulakan di koperasi,” tukas Nyoman Rentini spontan.<br />

Sebagai anggota koperasi dan pemilik warung kecil, ia merasakan<br />

kinerja pengurus relatif baik. Maksudnya, selama ini pengurus atau pengelola<br />

KUD Penebel sudah memberikan pelayanan yang adil. Konkritnya,<br />

beberapa jenis barang yang dibutuhkan selalu tersedia, perputarannya<br />

lancar dan hak-hak dia seperti pembagian SHU juga selalu diterimanya.<br />

Manfaat lain yang Rentini rasakan, di sisi kebutuhan keuangan juga tidak<br />

pernah mengalami masalah yang berarti. Sebab, ia juga selalu menabung<br />

maupun meminjam di unit usaha simpan pinjam koperasinya. Intinya,<br />

keperluan keuangan untuk berbelanja di waserda tinggal memperhitungkan<br />

posisi saldo simpanannya di USP.<br />

Ia juga menulis pada jawaban kuesioner, dirinya kadang-kadang<br />

mengikuti beberapa pelatihan yang diselenggarakan oleh koperasi kepada<br />

anggota. Terkait dengan kegiatan yang pada hakikatnya mempertajam<br />

keterdidikan anggota ini, Rentini menyatakan dia pun pernah mengikuti<br />

semacam diskusi ataupun lokakarya mengenai penyuluhan perkoperasian<br />

jenis serba usaha.<br />

Bagi dia, keterlibatan menjadi anggota koperasi di desanya memberikan<br />

manfaat tidak sedikit. Persisnya ia menyatakan, keberadaan KUD<br />

Penebel di desanya jelas banyak berguna bagi warga masyarakat setempat.<br />

Apalagi menurut hemat dia, koperasinya mengambil bentuk atau berjenis<br />

koperasi serba usaha.<br />

Namun demikian, Ni Nyoman Rentini sempat menyampaikan kritik<br />

dan saran kepada koperasi yang berkali-kali mendapat penghargaan di<br />

tingkat lokal dan nasional ini. Intinya, ia mengharapkan agar manajer<br />

koperasi harus lincah dalam mengendalikan seluruh unit usaha. Seiring<br />

dengan itu, pola manajemen koperasi juga harus dilakukan secara terbuka.<br />

MEMBUKA TEMPAT PELAYANAN<br />

Khusus dalam konteks dukungan sumber daya manusia, Ketua KUD<br />

Penebel I Made Cager menyatakan, sejak tahun 2000 koperasi mengangkat<br />

seorang manajer. Manajer ini bekerja berdasarkan sistem kontrak kerja yang<br />

ditandatangani oleh kedua belah pihak. Maksudnya, sejumlah prinsip-prinsip<br />

297<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


manajemen terkait pekerjaan seorang manajer juga diukur secara jelas.<br />

Misalnya, apa saja uraian tugas manajer disampaikan secara terbuka.<br />

Selain itu, beberapa rencana kerja manajer juga harus dilakukan secara<br />

tertulis. Selanjutnya pada periode tertentu, manajer juga mesti menyampaikan<br />

pertanggungjawaban atau laporan hasil pelaksanaan kerja kepada<br />

jajaran pengurus.<br />

Dari sisi tingkat pendidikan, tiga orang jajaran pengurus koperasi ini<br />

merupakan lulusan SMA. Sedangkan dua orang pengurus tercatat lulusan<br />

strata satu (S1) perguruan tinggi. Sementara pengawas koperasi yang<br />

berjumlah tiga orang, semuanya lulusan SMA.<br />

Bagaimana tingkat pendidikan anggota? Disebutkan, dari 1.949 orang<br />

anggota koperasi yang aktif, 950 orang di antaranya merupakan lulusan<br />

SD. Sedangkan lulusan SMP tercatat 500 anggota dan 483 anggota<br />

koperasi merupakan lulusan SMA. Sementara anggota koperasi yang<br />

berhasil menyelesaikan program S1 perguruan tinggi tercatat sebanyak<br />

16 orang. Di jajaran karyawan koperasi, sebagian besar atau 42 orang<br />

merupakan lulusan SMA. Lulusan SMP hanya dua orang.<br />

Made Cager menambahkan, koperasi yang dipimpinnya berencana<br />

mengembangkan jumlah anggota. Caranya, membuka tempat-tempat<br />

pelayanan baru koperasi di masing-masing desa sesuai wilayah kerja<br />

koperasi.Hingga saat ini, partisipasi aktif anggota pada setiap pengambilan<br />

keputusan mencapai 50 persen.<br />

KINERJA KEUANGAN<br />

Menurut dokumen sederhana berjudul ‘Profil KUD Penebel, Perkembangan<br />

dari Tahun 1984 s/d 2005’, halaman 6 disebutkan mengenai perkembangan<br />

permodalan. Ambil contoh posisi 1984, modal sendiri tercatat<br />

Rp 2,152 juta dan modal donasi sejumlah Rp 4,014 juta. Hampir 15 tahun<br />

kemudian atau pada 1997, modal sendiri koperasi sudah mencapai Rp<br />

2,554 miliar. Sedangkan modal donasi hanya tinggal Rp 15,909 juta.<br />

Sampai posisi keuangan akhir 2005, modal sendiri koperasi pencapaiannya<br />

senilai Rp 3,274 miliar. Sementara modal bersifat donasi hanya<br />

sebesar Rp 99, 512 juta.<br />

Bagaimana dengan nilai aset, volume usaha dan SHU koperasi ini?<br />

Pada periode 1984 pencapaian aset sebesar Rp 24,8 juta, volume usaha<br />

Rp 3,9 juta dan SHU sebesar Rp 47.218.<br />

Menjelang era reformasi atau di puncak krisis ekonom 1997, aset<br />

koperasi sudah mencapai Rp 3,311 miliar, volume usaha senilai Rp 3,323<br />

miliar dan SHU yang dibagikan sejumlah Rp 91,828 juta. Yang jelas,<br />

hingga posisi akhir 2005 halaman 7 dokumen menyebutkan, aset koperasi<br />

menjadi Rp 7,985 miliar. Lalu volume usaha senilai Rp 14,963 miliar.<br />

Sedangkan SHU koperasi mencapai Rp 254,881 juta.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

298


SUMATERA UTARA<br />

Dokumentasi<br />

KUD Kandangan Simalungun<br />

BISNIS BERBASIS<br />

KEBUTUHAN ANGGOTA<br />

299<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Dokumentasi<br />

Selain RMU juga<br />

memiliki areal<br />

lantai jemur.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

300<br />

J<br />

auh dari hingar bingar khas perkotaan. Tepatnya, di Desa Kandangan,<br />

Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, Sumatera<br />

Utara, bisa kita temui KUD Kandangan. Sepintas lalu tak ada yang<br />

istimewa dengan koperasi yang berdiri sejak 1973 ini, terlebih keberadaannya<br />

yang jauh dari gemuruh ekonomi kota besar.<br />

Tidak demikian halnya dengan Desa Kandangan, P Nauli, Purbaganda<br />

dan Purwosari, empat desa yang merupakan wilayah kerja koperasi ini.<br />

Kehadiran KUD sangat vital karena merupakan sentra kebutuhan sarana<br />

pertanian bagi sekitar 80% penduduknya yang mengais kehidupan di<br />

sektor pertanian.<br />

Dalam rentang 33 tahun masa beroperasinya, KUD Kandangan masih<br />

tetap eksis dan produktif melayani anggota. Karena produk layanannya<br />

memang kebutuhan riil ekonomi anggota, yaitu pengadaan saprodi,<br />

saprotan serta pestisida. Selain itu, posisi wilayah yang sangat potensial<br />

bagi tanaman padi dan palawija ini menghadapi masalah sarana<br />

perhubungan dan transportasi yang sulit menjangkau perkotaan. Sehingga<br />

peran koperasi sebagai motor ekonomi pedesaan terasa sangat menonjol.<br />

Berangkat dari kendala perhubungan itulah KUD ini lahir. Ketika itu<br />

para tokoh masayarakat di empat nagori atau desa tersebut prihatin dengan<br />

rendahnya nilai tukar pertanian. Para petani tidak punya banyak pilihan<br />

ketika hasil produksinya dibayar murah oleh para tengkulak. Untuk<br />

menjual langsung ke pusat kota, mereka terbentur oleh kendala transportasi.<br />

Dari hasil rembug keprihatinan itu dan didorong oleh kepala desa<br />

setempat, akhirnya pemuka masyarakat sepakat membentuk koperasi.<br />

Tujuannya, mengatasi dan membantu petani memenuhi kebutuhan sarana<br />

pertanian dan menjual hasil pertaniannya dengan harga yang layak.<br />

Berdasarkan petunjuk teknis dari aparat Dinas <strong>Koperasi</strong> Daerah<br />

Tingkat II Simalungun, secara musyawarah dibentuklah KUD Kandang-


an tertanggal 20 September 1973 dengan status badan hukum No 3108/<br />

BH/III. Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 1996 dilakukan pembaharuan<br />

badan hukum, melalui No 334/PAD/KWK.2/VI/1996, NPWP:<br />

0122296190117000 dan SIUP: 001702.15/SIUP-PM/VI/2006.<br />

MULTI ETNIS<br />

Meskipun lokasinya berada di pedesaan dengan mayoritas suku Batak,<br />

namun koperasi ini memiliki keunikan tersendiri. Karena lembaga ini<br />

diwarnai oleh multi-etnis yang kental. Sehingga dapat dikatakan KUD Kandangan<br />

merupakan salah satu koperasi bernuansa bhineka tunggal ika.<br />

Karenanya filosofi kebersamaan berdasarkan keragaman lintas etnis,<br />

agama dan budaya menjadi modal utama koperasi membangun dan mengembangkan<br />

organisasi untuk mensejahterakan anggota dan masyarakat.<br />

Perjuangan panjang mengembangkan dan mempertahankan KUD<br />

Kandangan tetap eksis, tidak terlepas dari jasa baik dan kegigihan tokohtokoh<br />

koperasi setempat. Antara lain, Rikat Suyanto, Safar Suharto, Abdul<br />

Kadir dan Abdullah.<br />

Pada awal pengembangan usaha, koperasi merespon kebutuhan petani<br />

dengan membentuk unit usaha rice milling unit (RMU). Seiring perkembangan<br />

dan kebutuhan petani yang semakin beragam sampai dengan<br />

tahun 2006, jenis usaha koperasi berkembang menjadi 10 jenis usaha.<br />

Rinciannya, RMU kapasitas kecil, pengadaan pangan, waserda,<br />

penyaluran saprodi/distributor pupuk, USP (termasuk KUT, MAP, BBM),<br />

wartel, penagihan listrik dan RMU kapasitas besar atau program bank<br />

padi.<br />

Anggota KUD Kandangan berkembang dari 1.597 orang pada tahun<br />

2001 menjadi 1.627 orang pada tahun 2005 (tumbuh 1,88%). Segmen<br />

pelayanan KUD tidak hanya terbatas bagi anggota, tetapi diperluas bagi<br />

non anggota. Faktanya, masyarakat yang dilayani berkembang dari 2.100<br />

orang pada tahun 2001 menjadi sebanyak 2.430 orang pada 2005.<br />

Bagaimana koperasi ini memenej usahanya? Cukup dikendalikan oleh<br />

tiga orang pengurus yaitu H. Abdullah sebagai Ketua, dibantu oleh Yusuf<br />

Sugito (sekretaris) dan Surtinah (bendahara). Sementara peran dan fungsi<br />

pemeriksaan dipercayakan pada auditor eksternal. Sedangkan operasional<br />

Tabel 1. Perkembangan Anggota (orang)<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

1. Anggota 1.597 1.592 1.627 1.627 1.627<br />

2. Karyawan 20 21 24 27 28<br />

usaha sepenuhnya dilaksanakan oleh para manajer.<br />

Seiring dengan perkembangan usaha koperasi, jumlah karyawan yang<br />

dipekerjakan bertambah. Tahun 2001 koperasi ini menyerap tenaga kerja<br />

sebanyak 20 orang karyawan dan meningkat menjadi 28 orang karyawan<br />

pada tahun 2005. (Lihat Tabel 1). Fenomena ini menggambarkan suatu<br />

301<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


KUD Kandangan menyediakan<br />

berbagai kebutuhan<br />

dan usaha anggota.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

302<br />

Dokumentasi<br />

pengejawantahan dari salah satu prinsip koperasi yang memiliki kepedulian<br />

terhadap lingkungan sosial.<br />

Sebagai perwujudan dari salah satu prinsip koperasi, yaitu orientasi<br />

pendidikan, KUD Kandangan sejak tahun 2001 menyisihkan dana<br />

pendidikan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM.<br />

Besaran dana pendidikan tersebut memang belum cukup memadai yaitu<br />

berkisar Rp 500 ribu, dan pada 2005 dapat disisihkan sebesar Rp 1,1<br />

juta. Ke depan, penyisihan dana untuk pendidikan anggota itu diupayakan<br />

bertambah karena mengingat aspek kualitas SDM merupakan unsur<br />

strategis menghadapi persaingan ketat di era global.<br />

Keberadaan KUD Kandangan diyakini anggota sangat bermanfaat.<br />

Mengapa? Karena terdapat keterkaitan usaha yang kental, antara jenis<br />

usaha koperasi dengan kebutuhan dan usaha petani atau anggota koperasi,<br />

seperti pupuk dan simpan pinjam.<br />

Begitu pula partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, terbuka<br />

seluas-luasnya sejak pra-Rapat Anggota Tahunan (RAT) maupun dalam<br />

RAT (paripurna). Yang jelas, tingkat partisipasi anggota ditemukan mendekati<br />

90%. Besaran prosentase tersebut ternyata tidak jauh berbeda<br />

dengan hasil wawancara pada anggota koperasi.<br />

Sementara itu, tidak kalah penting adalah partisipasi ekonomi anggota.<br />

Terutama untuk membentuk kekayaan bersama melalui pemupukan atau<br />

penyertaan modal, peningkatan transaksi dengan pembagian SHU sesuai<br />

dengan besar kecilnya transaksi anggota. Kondisi ini merupakan salah<br />

satu jaminan bagi KUD Kandangan untuk memperkuat dan mengembangkan<br />

organisasi dan kegiatan usahanya.<br />

JALIN KEMITRAAN<br />

Kegigihan pengurus mengembangkan dan mempertahankan eksistensi<br />

agar tetap survive, pada gilirannya membuahkan hasil. <strong>Koperasi</strong> ini<br />

mendapat kepercayaan menjalin kemitraan dengan sejumlah lembaga lain<br />

yang berkepentingan.<br />

Sebagai contoh, pembaharuan kerja sama dengan PLN Cabang Pematang<br />

Siantar tertanggal 2 Januari 2006, No. 003/060/PDG/2006. Hal<br />

ini terkait dengan KUD sebagai pencatat dan penagih rekening listrik.<br />

Kemudian juga perjanjian kerja sama dengan PT Pupuk Sriwijaya<br />

tentang KUD sebagai distributor pupuk Kabupaten Simalungun, tertanggal<br />

1 Mei 2006 dengan No U-042/SPJB/31210000.PS/2006.<br />

Wujud kepercayaan lain, nampak dalam bentuk diperolehnya kredit<br />

dengan pola bergulir dari Kementerian Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />

Antara lain, kredit itik tahun 2003 dengan nilai guliran Rp 100 juta,<br />

Kredit MAP tahun 2003 (Rp 200 Juta), dan kredit Bank Padi tahun<br />

2004 (Rp 1,267 miliar) serta kredit BBM sebesar Rp 100 juta pada<br />

tahun 2001.<br />

Pada dasarnya kepercayaan dan perkuatan yang telah diberikan kepada<br />

koperasi adalah sumber modal yang murah, dan menjadi peluang pengembangan<br />

usaha KUD. Hal ini sekaligus merupakan tantangan berat<br />

dan harus dapat dipertanggungjawabkan.


Tabel 2. Kinerja Usaha KUD Kandangan (Rp. 000)<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

SHU 15.880 21.286 22.080 22.725 20.339<br />

Modal Luar 211.844 245.853 437.105 1.774.387 1.828.673<br />

Modal Sendiri 217.628 240.638 249.730 259.005 267.692<br />

Asset Total 429.473 486.492 686.835 2.038.388 2.095.866<br />

Kewajiban Lancar 80.508 117.665 112.919 91.531 180.817<br />

Harta Lancar 347.723 411.129 615.508 939.905 941.107<br />

Volume Usaha 2.778.279 2.976.336 2.700.728 3.008.849 4.834.478<br />

Tabel 3. Rasio Keuangan KUD Kandangan<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

1. Likuiditas (%)<br />

Current Ration=<br />

2. Solvabilitas (%)<br />

Total Asset<br />

to Total Debt =<br />

3. Rentabilitas (%)<br />

Return On<br />

Asset (ROA) =<br />

Harta Lancar<br />

Kewajiban Lancar<br />

Asset Total<br />

Modal Luar<br />

S H U<br />

Total Asset<br />

432 349 545 1.027 520<br />

202,7 197,9 157,1 114,6 114,6<br />

3,69 4,37 3,21 1,11 0,97<br />

Upaya pengembangan dan perluasan kemitraan yang dilakukan oleh<br />

koperasi, sebetulnya merupakan perwujudan dari salah satu prinsip<br />

koperasi tentang kerja sama antar lembaga.<br />

Kinerja KUD Kandangan ditinjau dari aspek spirit perkoperasian<br />

memang layak dipertimbangkan sebagai koperasi yang gigih bertahan di<br />

tengah kancah kompetisi yang semakin ketat. Namun dari aspek manajerial,<br />

KUD Kandangan tetap memerlukan pembenahan manajemen agar seluruh<br />

kegiatannya tertopang oleh semangat wirausaha koperasi yang sudah<br />

terbentuk. (Lihat Tabel 2)<br />

Selanjutnya dari sisi likuiditas, kinerja KUD Kandangan tahun 2001<br />

s/d 2005 (terutama peningkatan harta lancar pada tahun 2004) sangat tinggi.<br />

Namun dalam pengertian lain terjadi stok persediaan barang yang cukup<br />

besar dan pengembalian piutang yang kurang lancar. Tentunya hal ini<br />

selayaknya menjadi perhatian pengurus KUD ke depan untuk lebih<br />

dicermati.<br />

Sedangkan rasio solvabilitas dengan besaran yang semakin menurun,<br />

berarti peningkatan dan perkembangan modal luar jauh lebih cepat<br />

daripada peningkatan modal sendiri. Sehingga upaya peningkatan<br />

efektivitas penggunaan modal luar dan pemupukan modal sendiri juga<br />

menjadi PR khusus bagi pengurus ke depan.<br />

Sementara rasio rentabilitas juga menunjukkan angka yang menurun.<br />

Walaupun pada dasarnya koperasi tidak mengejar laba semata tetapi<br />

pelayanan maksimal yang dapat dirasakan para anggotanya. Namun ke<br />

depan kinerja rentabilitas tetap perlu ditingkatkan. Caranya, antara lain<br />

303<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi usaha dan organisasi serta<br />

peningkatan market share. Termasuk peningkatan pelayanan RMU<br />

kepada anggota dan masyarakat guna menghadapi persaingan dengan<br />

RMU keliling.<br />

KIAT DAN MODAL KEJUJURAN<br />

Dalam operasionalisasi kegiatan usahanya, pengurus menerapkan<br />

beberapa kiat spesifik, yakni kejujuran, tidak mencoba mengusik modal<br />

KUD untuk kepentingan pengurus dan menanamkan rasa memiliki KUD<br />

yang tinggi (sense of belonging). Selain itu, pengurus berusaha selalu<br />

berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan anggota atau petani<br />

(consumer oriented) serta menegakkan disiplin pegawai.<br />

Itulah kiat-kiat kunci dalam mengelola koperasi yang selalu<br />

ditanamkan oleh pengurus ke benak jajaran manajer, karyawan dan<br />

anggota. Sehingga ke depan KUD Kandangan dapat mengatasi seluruh<br />

tantangan untuk menggapai kemajuan dan perkembangan yang lebih<br />

nyata.<br />

Metode lebih rinci yang diterapkan di tingkat operasional antara lain,<br />

sistem perangkat lunak (software) akuntansi koperasi dengan model<br />

management service arangement dan menggunakan analisa rasio<br />

keuangan standar (likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas) untuk<br />

mengevaluasi kinerja keuangan KUD.<br />

Sesuai tuntutan, koperasi juga menggunakan prinsip 5 C untuk<br />

mengurangi resiko pemberian kredit. Bentuknya, pengurus memberi<br />

imbalan jasa bagi mereka yang tepat waktu pengembalian kreditnya.<br />

Namun untuk pemberian kredit di atas Rp 3 juta diharuskan menggunakan<br />

agunan.<br />

Pengurus menerapkan bimbingan langsung, pelatihan dan studi<br />

banding untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM<br />

(manajer, karyawan dan anggota). Tak kalah penting, koperasi melakukan<br />

penelitian terhadap efektivitas RMU agar menghasilkan kualitas yang lebih<br />

baik. Terkait hal ini, mensosialisasikan program-program koperasi kepada<br />

kelompok-kelompok tani, anggota-anggota dan masyarakat yang datang<br />

ke KUD juga amat penting.<br />

Kiat-kiat dan metode pelayanan ini diupayakan untuk selalu<br />

diperbaharui dan disesuaikan dengan perubahan kondisi dan kebutuhan<br />

anggota. Pada gilirannya kiat-kiat tersebut ditujukan semata-mata untuk<br />

kemajuan koperasi, kepentingan dan kesejahteraan anggota KUD.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

304


JAWA TIMUR<br />

Dokumentasi<br />

<strong>Koperasi</strong> Petani Tebu Rakyat<br />

“Sumber Manis” Mojokerto<br />

BERJUANG<br />

DI TENGAH KEPRIHATINAN<br />

305<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


L<br />

ogikanya Indonesia sebagai negara agraris dengan lahan pertanian<br />

sangat luas, semua komoditi pertanian dapat dibudidayakan.<br />

Termasuk tebu sebagai bahan baku gula. Sayangnya, komoditi<br />

tersebut makin tidak populer untuk digalakkan. Akibatnya, untuk<br />

memenuhi kebutuhan bahan baku, pabrik gula masih kekurangan.<br />

Dampaknya, gula yang dihasilkan pabrik tersebut tidak sebanding dengan<br />

permintaan pasar, sehingga secara nasional untuk memenuhi konsumsi<br />

gula konsekuensinya harus impor.<br />

Sisi lain, petani tebu tidak menerima perlakuan yang adil dari<br />

produsen gula. Mereka tidak mempunyai kekuatan posisi tawar dengan<br />

harga yang memuaskan. Kasarnya, kurang mendapatkan perhatian. Untuk<br />

menanam kembali lahannya sulit memperoleh bibit unggul, pupuk maupun<br />

obat-obatan. Maka mempengaruhi minat menanam tebu sangat rendah.<br />

Lebih-lebih ketika kredit Tebu Rakyat Indonesia (TRI) dicabut, kondisi<br />

petani untuk meningkatkan produktivitasnya semakin sulit.<br />

Beruntung dalam menghadapi kondisi yang penuh keprihatinan ini<br />

masih ada kemauan petani yang setia untuk menanam komoditi berbatang<br />

manis itu. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, mereka tetap<br />

semangat untuk mengatasi rintangan-rintangan yang ada.<br />

Mereka akhirnya sepakat membentuk koperasi. Keyakinannya,<br />

dengan berkoperasi menjadi solusi terbaik untuk bisa bangkit kembali.<br />

Maksudnya, dapat menjembatani kepentingan petani tebu, dari penyediaan<br />

lahan, bibit, penyediaan modal, pengolahan lahan, panen, pengangkutan<br />

dan proses pengolahan ditingkat pabrik, termasuk memperjuangkan hakhaknya<br />

sebagai petani.<br />

Sejak koperasi memperoleh legalitas Badan Hukum No 013/BH/<br />

KDK.13.32/VI/I999 pada 24 April 1999, jkondisinya kian eksis. Dalam<br />

perkembangannya, koperasi ini pun melakukan diversifikasi usaha.<br />

Terutama jenis usaha yang memiliki prospek bagus. Bidang usaha yang<br />

telah dikembangkan oleh koperasi diantaranya yaitu pelayanan jasa<br />

(bongkar raton), produksi tebu, perdagangan yang meliputi penjualan<br />

BBM, pupuk dan gula.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

306<br />

MANAJEMEN<br />

<strong>Koperasi</strong> Sumber Manis yang berlokasi di Jalan Gunung Anyar,<br />

Gedangan, Magersari, Mojokerto, Jatim ini pun berkembang. Dalam<br />

melaksanakan usahanya, koperasi dikelola oleh tim kerja yang terdiri dari<br />

tiga orang pengurus, satu orang pengawas dan satu orang juru buku.<br />

Pertemuan dan koordinasi koperasi ini secara kontinyu. Selama tahun<br />

buku 2005 pengurus telah melakukan pertemuan sebanyak 14 kali, dengan<br />

pengawas sebanyak 2 kali. Pertemuan dengan pihak lain sebanyak 12<br />

kali. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban koperasi masih bersifat<br />

kuantitatif. Uraian yang bersifat hasil analisis kegiatan baik terkait dengan<br />

kegagalan atau keberhasilan program tidak diangkat ke permukaan,<br />

sehingga upaya penyusunan perencanaan yang lebih baik sulit untuk<br />

diwujudkan.


KEANGGOTAAN<br />

Jumlah anggota yang terdaftar dan perkembangannya sampai dengan<br />

tahun 2005 lihat tabel 1.<br />

Tabel tersebut menunjukan<br />

adanya peningkatan<br />

jumlah anggota. Sebagai upaya<br />

peningkatan SDM para<br />

anggota maupun pengurus,<br />

maka koperasi melakukan kegiatan pembinaan dalam berbagai pelatihan.<br />

Baik yang dilakukan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. Di<br />

antaranya tentang pengunaan Teknologi GPS dan pengukuran sawah,<br />

teknis budi daya tebu dan penentuan randemen, akutansi manajemen,<br />

kewirausahaan, kelayakan usaha kecil, pengenalan komputer, training<br />

fasilitator pemberdayaan dan mengikuti semi-lokakarya UKM.<br />

MOTIVASI ANGGOTA<br />

Dalam upaya mengembangan usaha koperasi, pengurus telah merumuskan<br />

beberapa kiat, diantaranya dengan permodalan yang berasal dari<br />

pihak ketiga, bermitra dengan Bank dan bantuan dana bergilir.<br />

Pengurus kerap memotivasi<br />

pada anggota agar merasa<br />

memiliki terhadap koperasi<br />

sehingga kesejahteraan<br />

dapat dinikmati. Bentuk lainnya<br />

mampu memberikan uang<br />

THR, dana rekreasi dan sumbangan<br />

kematian.<br />

Untuk mengetahui sejauh<br />

mana kinerja koperasi dan<br />

prestasi yang dicapai, lihat<br />

tabel 2 dan tabel 3.<br />

Tabel 2 dan 3 menunjukkan<br />

adanya peningkatan modal kerja yang berasal dari bantuan dana<br />

Tabel 1.<br />

Perkembangan Anggota<br />

No. Uraian 2002 2003 2004 2005<br />

1. Anggota Penuh 38 42 45 51<br />

2. Calon Anggota 2 3 6 -<br />

Tabel 2. Indikator<br />

Kinerja <strong>Koperasi</strong><br />

Petani Tebu Rakyat<br />

Indikator 2003 2004 2005<br />

1. Pendapatan Jasa kotor 91.062.949 54.766.373 69.526.808<br />

2. Biaya Operasional 61.434.101 50.434.532 40.089.631<br />

3. Hasil Usaha Sebelum Pos Lain 29.628.848 4.331.841 29.437.177<br />

4. Pos Lain-lain<br />

a. Pendapatan lain (bunga bank) 1.165.329 1.192.065<br />

b. Beban lain diluar usaha (4.773.539)<br />

Jumlah pos lain (3.608.210) 1.192.065<br />

5. Saldo Sisa Usaha Tahun Berjalan 29.628.848 723.631 30.629.242<br />

6. Modal Pinjaman 11.440.213 78.717.522 79.841.699<br />

7. Modal Sendiri 177.027.173 254.838.645 384.393.710.<br />

URAIAN 2003 2004 2005<br />

1. MODAL SENDIRI<br />

a. Simpanan Pokok 4.100.000 4.500.000 5.100.000<br />

b. Simpanan Wajib 3.830.000 4.870.000 6.130.000<br />

c. Dana Cadangan 4.093.475 15.945.014 16.234.468<br />

d. SHU Belum Dibagi 29.628.848 723.631 30.629.242<br />

e. Modal Donasi (Ratoon) 135.374.850 228.800.000 326.300.000<br />

Jumlah 177.027.173 254.838.645 384.393.710<br />

2. MODAL PINJAMAN<br />

a. Simpanan Sukarela 300.000 300.000 300.000<br />

b. Hutang Dana Bergulir 5.000.000 4.500.000 10.000.000<br />

c. Hutang Bank Jatim - 50.000.000 45.000.000<br />

d. Dana - dana 6.140.213 23.917.522 24.351.699<br />

Jumlah 11.440.213 78.717.522 79.651.699<br />

3. TOTAL MODAL USAHA 188.467.386 333.556.167 464.045.409<br />

Tabel 3. Komposisi<br />

Permodalan <strong>Koperasi</strong><br />

Petani Tebu Rakyat<br />

307<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Tabel 4. Perkembangan Aset <strong>Koperasi</strong><br />

URAIAN 2003 2004 2005<br />

1. Volume Usaha UMTA/OPTA 465.659.850 25.860.000 304.005.000<br />

2. Volume Usaha USP 54.660.000 72.675.000 138.300.000<br />

3. Volume Usaha BBM 243.590.000 146.165.000<br />

4. Volume Usaha Ratoon 135.374.850 195.000.000 100.000.000<br />

5. Volume Usaha Muamalat - 47.000.000<br />

6. Penjualan Gula - 31.898.300<br />

7. Penjualan Pupuk - 30.760.000<br />

8. SHU 29.628.848 723.631 30.629.242<br />

Jumlah 685.323.548 537.848.631 828.757.542<br />

Tabel 5.<br />

Komposisi Rasio<br />

Kinerja <strong>Koperasi</strong><br />

Petani Tebu Rakyat<br />

bergulir dan pinjaman bank. Sedang modal sendiri yang berasal dari<br />

simpanan anggota tidak banyak mengalami peningkatan. Perolehan SHU<br />

pada tahun buku 2005 meningkat dibanding tahun buku sebelumnya.<br />

Mengukur koperasi itu berasal memang tidak mutlak dengan besarnya<br />

SHU tetapi bila koperasi tersebut telah memberikan fasilitasi pada anggota<br />

untuk melakukan suatu usaha produktif juga sangat baik. Apalagi jumlah<br />

anggota <strong>Koperasi</strong> Sumber Manis per 31 Desember 2005 sebanyak 51<br />

orang. Inilah catatan perkembangan aset dari 2003 hingga 2005. Pada<br />

tahun buku 2005 jumlah aset sebesar Rp 685,3 juta. Tahun buku 2004<br />

sebesar 538 juta dan pada tahun 2005 sebesar 829 juta.<br />

RASIO 2003 2004 2005<br />

Liquidity - Current Ratio= Aktiva Lancar : Kewajiban Lancar 2,22 2,80 2,50<br />

- Current Kiability to Net worth=Kewajiban Lancar : Modal sendiri 0,76 0,94 1,22<br />

Leverage Total Debt to Equity = Jumlah Kewajiban : Modal sendiri 0,77 0,96 1,23<br />

Activity - Total Aset Turnover = Pendapatan Netto : Jumlah Aktiva 0,26 0,23 0,17<br />

- Net Operting Profit Margin = SHU seb.Pajak : Pendapatan Penjualan 0,22 0,21 0,28<br />

PENGEMBANGAN USAHA<br />

<strong>Koperasi</strong> ini mampu bertahan selama tujuh tahun berkat adanya kebersamaan,<br />

partisipasi, keuletan dan kesamaan kepentingan. KPTR ini<br />

mengandalkan kemandirian dan partisipasi, dan sama sekali tidak memperoleh<br />

program kredit dari pemerintah sehingga tidak memikul beban<br />

pinjaman.<br />

Disamping itu, koperasi ini mengembangkan usaha jasa (bongkar<br />

muat, tebu, produksi, saprodi dan USP, yang erat kaitannya dengan usaha<br />

anggota. Sesuai dengan kiat susksesnya, diharapkan kiprah koperasi ini<br />

dapat memenuhi kepentingan petani tebu dan kesejahteraannya, serta<br />

mendukung pembangunan ekonomi di wilayah kerjanya.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

308


JAWA TENGAH<br />

Jahoras<br />

KUD Pringgodani Demak<br />

KELOLA DENGAN PRINSIP<br />

KEMANDIRIAN<br />

309<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Usia <strong>Koperasi</strong> Unit Desa (KUD) Pringgodani ini lumayan dewasa.<br />

Berdiri tahun 1974 di Desa Gajah kecamatan Gajah Kabupaten<br />

Demak. Berdirinya KUD Pringgodani diawali dengan bergabungnya<br />

beberapa koperasi desa seperti <strong>Koperasi</strong> Desa Jatisono, Gajah, Surodadi<br />

dan Mekang serta Banjarsari dengan pengesahan Badan Hukum Nomor:<br />

8504/BH/1974, pada 1 Pebruari 1974.<br />

Dalam perjalanan waktu, koperasi ini beberapa kali melakukan perubahan<br />

Anggaran Dasar sebagai tuntutan penyesuaian terhadap perkembangan<br />

keadaan. Terakhir perubahan dilakukan pada 22 April 2003 dengan<br />

pengesahan Badan Hukum dari Kanwil Depkop Jawa Tegah dengan<br />

Nomor 850 D/PAD/BH/2003. Mulanya koperasi ini hanya memiliki satu<br />

unit usaha yaitu pangan dengan anggota sebanyak 17 orang.<br />

KUD Pringgodani berada di wilayah dengan penduduk sebagian besar<br />

bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Atas kesungguhan<br />

para pengurus dan pembinaan dari pejabat kantor <strong>Koperasi</strong> Jateng, KUD<br />

Pringgodani berkembang, baik dari jumlah keanggotaan maupun unitunit<br />

usaha yang dikelola. Pada 2005 koperasi ini memiliki anggota 319<br />

orang dan calon anggota 3275 yang tersebar di 16 desa di kecamatan<br />

Gajah, yang merupakan wilayah kerjanya. Unit usaha yang dikelola<br />

meliputi, rice mill unit (RMU) dua unit, perdagangan dan pengadaan<br />

(beras/ padi, kacang hijau, pupuk dan saprotan), jasa pelayanan pembayaran<br />

rekening listrik, perbaikan gangguan jaringan listrik, wartel serta<br />

perkreditan dan USP.<br />

Pengelolaan unit usaha ini dibawah kendali seorang manajer bernama<br />

Etty Rochmawatini dibantu para karyawan yang saat ini berjumlah 28<br />

orang. Perkembangan KUD Pringgodani yang cukup pesat mendapat perhatian<br />

dari pemerintah. Beberapa penghargaan telah diberikan, antara lain<br />

penetapan KUD Pringgodani sebagai KUD Model (1979), KUD Andalan<br />

(1984) KUD Klasifikasi A (1986), KUD Terbaik Kabupaten Demak<br />

(1987-1988) dan penetapan sebagai KUD Mandiri (1989).<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

310<br />

MANAJEMEN<br />

Sebagai badan usaha berbentuk koperasi, struktur kelembagaan dan<br />

manajemen pengelolaan usaha KUD Pringgodani tunduk dan diatur sesuai<br />

dengan peraturan perundangan perkoperasian Nomor 25 tahun 1992 serta<br />

peraturan pelaksanaan lainnya.<br />

Berkaitan dengan hal itu, Pengurus KUD Pringgodani berusaha secara<br />

konsisten mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang telah digariskan<br />

dalam perundangan tersebut. Indikatornya, dapat dilihat misalnya dalam<br />

penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang secara rutin dilakukan<br />

setiap tahun. RAT ini merupakan lembaga tertinggi dalam koperasi<br />

sebagai wadah partisipasi para anggota untuk menyampaikan pendapat<br />

atau masukan kepada pengurus.<br />

Dalam forum RAT inilah keputusan-keputusan penting diambil,


seperti pemilihan kepengurusan dan pertanggungjawaban pengurus, penetapan<br />

rencana kerja serta kebijakan umum lainnya. Peran serta para anggota<br />

dalam setiap rapat anggota tahunan KUD Pringgodani cukup besar.<br />

Sebagaimana dituturkan A. Jazeri, SE, Ketua KUD Pringgodani, bahwa,<br />

setiap RAT, mayoritas para anggota hadir dan berperan aktif dalam<br />

memberikan pendapat serta masukan-masukan kepada pengurus dalam<br />

pengelolaan koperasi.<br />

Pada RAT tahun buku 2004, terpilih lima orang pengurus yang di<br />

ketuai oleh H A Jazeri, SE, sementara untuk pengawas diketuai oleh<br />

Suwandi dan dibantu dua orang anggota. Untuk menjalankan roda usaha,<br />

pengurus mengangkat pengelola usaha yaitu Etty Rachmawatini sebagai<br />

Manajer. Hubungan kerja antara pengurus dan manager ini bersifat<br />

kontraktual. Manager mendapat wewenang dan kuasa dari pengurus untuk<br />

Kantor Pelayanan<br />

KUD Pringgodani.<br />

Jahoras<br />

menjalankan atau mengelola unit-unit usaha yang ada di KUD.<br />

Dengan pengangkatan menajer tersebut, pengurus bertindak sebagai<br />

pengawas pengelola usaha dalam menjalankan wewenang dan kuasa yang<br />

diberikan.<br />

Pengelola usaha tidak bertanggung jawab kepada rapat anggota<br />

tahunan, melainkan kepada pengurus. Semua kegiatan pengelolaan usaha<br />

yang dilakukan oleh pengelola usaha tetap menjadi tanggung jawab pengurus<br />

dihadapan rapat anggota tahunan KUD Pringgodani.<br />

PRINSIP KEMANDIRIAN<br />

Pengelolaan usaha KUD ini oleh pengurus didasarkan pada prinsip<br />

kemandirian. Peluang-peluang usaha dirintis dengan membuka jaringanjaringan<br />

bisnis dengan pihak-pihak lain dengan hitungan-hitungan atau<br />

311<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


analisa kelayakan usaha secara cermat. Prinsip demikian ini menuntut<br />

para pengelola (manajemen) harus secara jeli dan cepat melihat dan memanfaatkan<br />

kesempatan–kesempatan untuk membuka usaha yang dinilai<br />

layak, demi kepentingan perkembangan usaha KUD Pringgodani.<br />

Menurut Jazeri, untuk dapat berkembang koperasi harus dapat<br />

mandiri, tidak lagi mengharap fasilitas-fasilitas dari pemerintah. Agaknya,<br />

prinsip inilah yang menempatkan KUD Pringgodani tetap eksis dalam<br />

pengelolaan usahanya walau terjadi perubahan iklim kebijakan pemerintah<br />

dalam hal fasilitas-fasilitas terhadap dunia usaha perkoperasian yang semakin<br />

berkurang. Prinsip kemandirian koperasi inilah yang juga diharapkan<br />

pemerintah dengan dicanangkannya KUD-KUD Mandiri di Indonesia<br />

sejak tahun 1987 lalu.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

312<br />

USAHA DAN KEMITRAAN<br />

Berbagai usaha yang dikelola KUD Pringgodani terkait dengan pihak<br />

eksternal sebagai mitra usaha. Dalam hal pengadaan pangan misalnya,<br />

KUD Pringgodani mengikat kerjasama dengan Perum Bulog Sub Divisi<br />

Regional I Semarang. KUD ditunjuk menjadi rekanan pengadaan gabah<br />

dan beras. Pada 2004 mencapai target kontrak sebesar 675 ton gabah dan<br />

687 ton beras. Pada 2005 kontrak yang sama mencapai 700 ton gabah<br />

dan 8.000 ton beras. Pada tahun 2006 ini kontrak pengadaan gabah dan<br />

beras ini masih ada dan sedang berlangsung.<br />

Kontrak pengadaan gabah dan beras ini tercapai berkat dukungan<br />

dua unit RMU yang dimiliki KUD Pringgodani. RMU ini dilengkapi<br />

dengan fasilitas pendukung lainnya, seperti gudang, lantai jemur, angkutan<br />

truk. Demikian halnya unit usaha jasa pembayaran rekening listrik dan<br />

pemeliharaan jaringan, KUD Pringgodani mengikat kerja sama dengan<br />

PLN wilayah Demak. Kerja sama ini meliputi penerimaan tagihan rekening<br />

listrik dari pelanggan dan pemeliharaan jaringan listrik atau pelayanan<br />

gangguan. Untuk melaksanakan penagihan rekening listrik ini, KUD<br />

membuka beberapa outlet sebagai tempat pembayaran bagi para<br />

pelanggan. Tercatat pada 2004 pelanggan yang dilayani sebanyak 7.268<br />

orang. Pada 2005 jumlah pelanggan bertambah menjadi 7.632 orang. Dari<br />

kerjasama penagihan listrik ini, KUD mendapat fee sebesar Rp 400 dari<br />

setiap rekening.<br />

Sementara untuk melaksanakan kerjasama pemeliharaan jaringan dan<br />

gangguan, KUD Pringgodani memiliki lima orang tenaga terampil dan<br />

berkualifikasi yang telah diakui PLN Wilayah Demak. Besarnya nilai<br />

kontrak dan sistem kerja ditentukan oleh PLN. Pembayarannya diatur<br />

sesuai dengan tahapan pekerjaan yang dituangkan dalam berita acara yang<br />

disetujui kedua belah pihak.<br />

Akan halnya dengan pengadaan sarana produksi pertanian seperti<br />

pupuk misalnya atas bantuan dan usulan Puskud Jateng serta rekomendasi<br />

dari kantor Dinas Pelayanan <strong>Koperasi</strong> dan UKM Jateng, permohonan


NO ASPEK PENILAIAN DES 2004 DES 2005 %<br />

1. KEUANGAN<br />

Modal Sendiri 2.410.623.000 2.461.369.990 2,1<br />

Asset 5.140.920.209 5.274.079.606 2,6<br />

SHU 50.695.464 56.696.376 11,8<br />

Tabungan Anggota/Cal. Anggota 158.166.316 298.808.729 88,9<br />

2. ADMINISTRASI/MANAGEMEN<br />

Jumlah Anggota 319 319 0,0<br />

Jumlah Karyawan 26 28 7,7<br />

Pengelola Usaha Manager Manager<br />

Unit Usaha 8 8 0,0<br />

3. Legalitas Usaha<br />

(SIUP, TDP, NPWP, BH) Lengkap Lengkap<br />

KUD Pringgodani untuk menjadi distributor pupuk urea di Demak<br />

dikabulkan oleh pihak manajemen Pupuk Kaltim terhitung mulai 1 April<br />

2006. Untuk melaksanakan penunjukan sebagai distributor pupuk urea<br />

ini, KUD Pringgodani harus menyiapkan rencana kerja berupa perkiraan<br />

kebutuhan pupuk di wilayah Demak.<br />

Unit usaha lainnya, yang merupakan salah satu andalan KUD Pringgodani<br />

adalah unit usaha perkreditan. Unit usaha ini mencakup kredit<br />

pertanian dan simpan pinjam. Dengan fasilitas kredit dari BRI, KUD<br />

Pringgodani dapat menyalurkan kredit pertanian kepada para anggotanya<br />

sebesar Rp 400 juta. Proses pengembaliannya sampai saat ini dinilai cukup<br />

lancar.<br />

Demikian juga unit simpan pinjam telah melayani para anggota dan<br />

masyarakat luas di dua tempat yaitu USP Gajah dan USP Demak. Pada<br />

2004 pinjaman yang disalurkan kedua USP ini mencapai Rp 1 miliar.<br />

Pada 2005 meningkat menjadi Rp 1,1 miliar dengan jumlah nasabah 540<br />

orang.<br />

Dalam rencana kerja pengurus tahun buku 2006, unit usaha simpan<br />

pinjam ini akan ditingkatkan menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP).<br />

Kinerja KUD Pringodani Des 2004 - Des 2005<br />

(dalam juta rupiah)<br />

2.410 2.461<br />

5.274<br />

5.141<br />

Des. 2004<br />

Des. 2005<br />

50,7 56,7<br />

Modal Sendiri ASSET SHU<br />

313<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Kesungguhan pengurus dan pengelola usaha (manajemen) dalam<br />

mengelola usaha, dengan sistem administrasi yang tertib menghantar KUD<br />

Pringgodani berkembang dengan pesat. Aset koperasi tiap tahun bertambah.<br />

Pada 2005, memiliki aset sebesar Rp 5,274 miliar. Modal sendiri<br />

tercatat sebesar Rp 2,461 miliar. SHU yang diperoleh pada tahun buku<br />

2005 sebesar Rp 56,7 juta.<br />

Untuk menjaga objektivitas laporan keuangan, KUD Pringgodani<br />

telah menggunakan Jasa Audit Akuntan Publik yang mengaudit semua<br />

laporan keuangan manajemen.<br />

MENYONGSONG PASAR BEBAS<br />

Ke depan ada banyak tantangan dalam dunia usaha. Pasar bebas yang<br />

bergulir saat ini dengan kehadiran pemodal besar telah merambah usaha<br />

sampai ke pelosok. Hadirnya tempat perbelanjaan mini market di kotakota<br />

kecamatan bahkan di pedesaan dapat menjadi ancaman tersendiri<br />

bagi keberadaan waserda atau pertokoan yang dikelola koperasi.<br />

Tantangan ini harus dijawab dunia koperasi dengan peningkatan kemampuan<br />

para pengelola usaha koperasi. Hal ini dapat ditempuh dengan<br />

berbagai program pelatihan–pelatihan bagi semua pihak yang terlibat dalam<br />

gerakan dunia usaha koperasi. Disamping itu kemauan politik Pemerintah<br />

memajukan koperasi melalui kebijakan-kebijakan, tetap selalu diharapkan.<br />

Dengan demikian koperasi dapat tetap menjadi salah satu pilar ekonomi<br />

bangsa, dan KUD Pringgodani tetap menjadi bagiannya.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

314


JAWA TENGAH<br />

Slamet AW<br />

KUD Mino Saroyo Cilacap<br />

SUKSES DENGAN SISTEM<br />

JEMPUT BOLA<br />

315<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Slamet AW<br />

Kantor pusat pengendalian<br />

usaha KUD Mino Saroyo.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

316<br />

Satu lagi bukti koperasi yang berakar pada anggota tetap bertahan<br />

dari berbagai guncangan. Pengelolaan profesional pengurus dan<br />

manajer menjadikan koperasi mampu mengembangkan usahanya.<br />

Debit kesejahteraan pun mengalir kepada anggota.<br />

Mendengar nama Cilacap, angan kita biasanya tertuju pada Pulau<br />

Nusakambangan yang terkenal sejak jaman penjajah Belanda menjadi<br />

bui para penjahat kelas kakap. Belum hilang ingatan kita saat tsunami<br />

melanda pantai selatan Jawa, pulau yang memiliki panjang 36 kilo meter<br />

dan lebar 6 kilo meter telah menjadi penyelamat pantai Cilacap. Gulungan<br />

ombak berketinggian sekitar 10 meter telah terpecahkan di pulau berbukit<br />

itu. Terlindunglah aset-aset besar milik negara, seperti pelabuhan Tanjung<br />

Intan, kilang minyak terbesar milik Pertamina, PLTU dan ratusan nyawa<br />

dari amukan gelombang pasang. Termasuk miliaran rupiah aset milik KUD<br />

Mino Saroyo.<br />

KUD yang beranggotakan nelayan di pantai Cilacap ini boleh dibilang<br />

bernasib mujur dibanding KUD sejenis di Pangandaran dan Parigi, Jawa<br />

Barat yang hancur tersapu gelombang. Nampaknya, KUD Mina di pantai<br />

selatan Jateng ini walau dari segi usia sudah kepala enam, masih dijinkan<br />

berdiri kokoh oleh sang Pencipta.<br />

Sejarah koperasi tersebut dirintis sejak pendudukan Jepang pada 1942<br />

bernama Gyo-gyo Kumiai, atau lebih tua dari usia bangsa ini. Selanjutnya<br />

pada 1958 menjadi primer <strong>Koperasi</strong> Perikanan Laut (KPL) menyesuaikan<br />

dengan Undang-undang <strong>Koperasi</strong>. bersamaan dengan keluarnya Inpres<br />

Nomor 2/1978 KPL beramalgamasi dengan Badan Usaha Unit Desa<br />

(BUUD) menjadi KUD dengan badan hukum No 2479/12-67, 6174/a/<br />

BH/VI. Badan hukum pun beberapa kali berubah menyesuaikan dengan<br />

perkembangan zaman. Dan, terakhir pada 30 September 1996 dengan<br />

Nomor 6174/d/BH/PAD/KWK.11/IX/9.


Tentu, bukan soal banyaknya umur atau kenyang makan asam garam<br />

yang membuat koperasi beranggotakan 8.382 orang ini eksis. Alih generasi<br />

(regenerasi) pengelolaan yang terus berjalan yang membuatnya tetap<br />

bertahan. Sedang pengayaan pengalaman hanya menjadi salah satu<br />

pemicu, sehingga KUD di bibir pantai Teluk Penyu ini pun maju.<br />

Ketika memasuki usia 64 tahun pada tahun buku 2006 pengabdian<br />

untuk membantu anggota khususnya dan masyarakat kota Cilacap umumnya<br />

untuk mengatasi kesulitan hidup terus dilakukan. Berkat kegigihan<br />

dan mengelola dan penataan manajemen yang dilakukan para pengurus<br />

dan pengawas telah membawa hasil, sehingga koperasi perikanan terbesar<br />

di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) ini masih tetap eksis hingga<br />

kini.<br />

Kuncinya menurut Hari Jatmiko, Bendahara, pengurus mempunyai<br />

beberapa kiat dan strategi. Salah satunya, harus mampu membuat anggota<br />

percaya pada koperasinya. Pandai meyakinkan anggota terhadap pentingnya<br />

berkoperasi merupakan keahlian pengurus untuk membesarkan koperasi.<br />

Pengelolaan usaha yang terus mengalami perkembangan menjadi<br />

bukti komitmen menyejahterakan anggota.<br />

Dokumentasi<br />

Hasilnya imbuh Hari, kepercayaan anggota terus tumbuh dan<br />

koperasi pun utuh. Bahkan ditegaskannya, KUD Mino Saroyo yang<br />

turut diawakinya menjadi salah satu koperasi yang tidak ikut runtuh<br />

tergerus badai krismon akhir 1997 lalu. Berkat telah menerapkan kaidahkaidah<br />

yang benar, sehingga koperasi perikanan di pesisir pantai selatan<br />

Jawa ini pun selamat. Tak peduli era pemanjaan dari pemerintah telah<br />

berakhir.<br />

Intinya, pengurus selalu berupaya memberikan pelayanan pada<br />

anggota dengan memuaskan. Untuk melayani kebutuhan anggota seharihari<br />

mudah dan nyaman misalnya, pengurus membaginya dalam tujuh<br />

kelompok, yakni kelompok Sentolokawat, Sidakaya, Pandanarang,<br />

Tegal katilayu, Lengkong, Donan dan PPSC. Anggota bisa memilih<br />

tempat melelang hasil tangkapan di sembilan Tempat Pelelangan<br />

Ikan (TPI).<br />

317<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Uraian 2003 2004 2005<br />

Kinerja KUD Mino<br />

Saroyo, 2003-2005<br />

1. Volume usaha 64,123 miliar 81,532 miliar 98,013 miliar<br />

2. Modal 3,404 miliar 3,502 miliar 3,645 miliar<br />

3. SHU 57,7 juta 80,5 juta 124 juta<br />

4. Aset 7,927 miliar 7,656 miliar 9,142 miliar<br />

3,404<br />

64,123<br />

Volume Usaha (miliar)<br />

2003 2004 2005<br />

3,502<br />

81,532<br />

98,013<br />

Modal (miliar)<br />

3,645<br />

2003 2004 2005<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

318<br />

AKTIVITAS<br />

Unit-unit usaha lain yang dikembangkan untuk melayani anggota yang<br />

tersebar di 10 kelurahan di wilayah Kota Cilacap itu di antaranya, unit<br />

usaha produksi yaitu memproduksi ikan basah dan es batu. Unit pemasaran<br />

meliputi waserda, SPBU, air bersih, voucher ponsel, apotik, unit simpan<br />

pinjam, unit penangkapan ikan dan unit usaha jasa di antaranya fish basket,<br />

wartel, fotocopy freezing center, listrik dan jasa ambulan. Agar anggota<br />

mudah menjual hasil tangkapan, KUD membangun sembilan PTI<br />

Sarana penunjang lain yang dimiliki KUD Mino Saroyo adalah kapal<br />

menangkap ikan bagi anggota seperti armada kapal berbadan besar sebanyak<br />

1.347 unit. Masing-masing berjenis kapal Ex Trwal/Jalur III sebanyak 210<br />

unit dan Kapal Inboard/Jalur II sebanyak 236 unit, compreng mesin 440<br />

unit, jukung mesin 408 unit dan jukung dayung 53 unit. Untuk alat<br />

mengalami penurunan jumlah sejak periode 2003. Total armada yang<br />

dimiliki pada tahun buku 2003 sebanyak 1.928 unit dan padan tahun buku<br />

2004 sebanyak 1.883 unit. Penurunan jumlah ini menurut pengurus karena<br />

adanya kerusakan dan dijual pemiliknya untuk menutupi kebutuhan, karena<br />

sejak BBM naik nelayan sering merugi, sementara mau membeli lagi<br />

harganya cukup tinggi.<br />

Walau begitu, kinerja KUD tetap menunjukkan kenaikan yang<br />

signifikan. Volume usaha sejak tahun buku 2003 selalu meningkat, dari<br />

Rp 64,123 miliar naik menjadi Rp 81,532 miliar pada 2004 dan pada<br />

2005 berjumlah Rp 98,013 miliar. Unit-unit usaha yang mengalami<br />

kenaikan yaitu SPBU, penangkapan ikan (long line), USP, voucher ponsel<br />

dan apotik.<br />

Sejak tahun buku 2003 permodalan yang dimiliki KUD Mino Saroyo<br />

juga merambat naik. Modal sendiri misalnya dari Rp 3,404 miliar pada<br />

tahun buku 2003 naik menjadi Rp 3,502 per 31 Desember 2004 dan<br />

bertambah menjadi Rp 3,645 miliar pada periode 2005. Yang tidak<br />

mengalami kenaikan hanya cadangan. Sedang simpanan wajib, simpanan<br />

pokok dan donasi menunjukkan peningkatan. Demikian juga SHU tiga<br />

tahun belakangan naik signifikan, dari Rp 57,7 juta menjadi Rp 80,5 juta<br />

tahun buku 2004 dan meningkat lagi per 31 Desember 2005 menjadi Rp<br />

124 juta.<br />

Kenaikan juga terjadi pada jumlah aset walau pada tahun buku 2004<br />

sempat turun, dari Rp 7,927 miliar pada tahun buku 2003 turun menjadi<br />

Rp 7,656 miliar pada 2004 tetapi pada periode 2005 naik menjadi Rp<br />

9,142 miliar.


KESEJAHTERAAN ANGGOTA<br />

<strong>Koperasi</strong> yang berjalan dalam rel yang benar, walau merupakan badan<br />

usaha namun tidak meninggalkan watak sosial. Oleh karena itu, KUD<br />

Saroyo Mino juga melaksanakan misi tersebut. Langkah-langkah yang<br />

telah ditempuh diantaranya mengajak anggota untuk gemar menabung<br />

dengan cara melakukan pemotongan penghasilan sesuai kesepakatan saat<br />

melakukan penjualan ikan melalui lelang di TPI. Selain itu mengkoordinir<br />

dana-dana nelayan seperti, dana paceklik yaitu dana yang dibagikan berbentuk<br />

beras kepada anggota saat musim paceklik berlangsung. Anggota<br />

juga diasuransikan dan mendapat dana sosial. Diantaranya sumbangan<br />

kematian, pengobatan, bantuan kecelakaan di laut, bencana alam dan<br />

perbaikan sarana lingkungan.<br />

Untuk lebih meningkatkan pelayanan permodalan terhadap anggota,<br />

KUD juga menjalin kerja sama dengan Bank Bukopin dengan membentuk<br />

Swamitra. Walau dibentuk belum lama telah menunjukan pertumbuhan<br />

lumayan bagus. Sehingga keberadaan lembaga keuangan mikro tersebut<br />

sudah dirasakan manfaatnya. Sebab, Swamitra ini telah memiliki pangsa<br />

pasar yang jelas, yakni para anggota KUD Mino Saroyo yang berprofesi<br />

sebagai bakul ikan basah.<br />

Swamitra yang didirikan 1 Mei 2005 dengan menginvestasikan modal<br />

sekitar Rp 100 jutaan, kini asetnya sudah lebih dari Rp 1 miliar. Per 31<br />

Oktober 2006 telah membukukan sekitar Rp 35 juta SHU. Jumlah<br />

pinjaman yang telah digulirkan kepada 396 nasabah per 31 Oktober 2006<br />

mencapai Rp 600 juta lebih. Plafon yang diberikan Rp 1 juta – Rp 50 juta<br />

tetapi maksimal kredit yang diberikan baru Rp 30 juta. Semua peminjam<br />

adalah para pengusaha mikro dilingkungan nelayan, dengan jangka waktu<br />

maksimal dua tahun.<br />

Bukti Swamitra ini berjalan baik selain menyalurkan pinjaman juga<br />

menghimpun dana dari anggota KUD. Jumlah simpanan reguler sebesar<br />

Rp 460 juta dan simpanan berjangka Rp 160 juta. Bunga pinjaman sebesar<br />

2 persen per tahun, bunga simpanan 10% dan bunga deposito 12% per<br />

tahun. Bukti Swamitra ini eksis, tingkat kemacetan rata-rata hanya 1,5%<br />

per bulan.<br />

Upaya memasyarakatkan Swamitra terhadap anggota KUD dan<br />

masyarakat lain, pengelola telah melakukan serangkaian promosi. Seperti<br />

menyebarkan brosur, mendatangi calon nasabah door to door atau saat<br />

berlangsung event penting di Cilacap.<br />

Menurut Nurudin, manajer, keberadaan Swamitra masih harus di<br />

perkenalkan pada masyakat dengan getol. Apalagi di kota Cilacap yang<br />

tidak begitu luas dan sudah dikepung LKM, baik lokal seperti KSP, BKK,<br />

Pegadaian plus bank ucek-ucek atau yang global yakni DSP. Sehingga harus<br />

tidak bosan memperkenalkan Swamitra kepada masyarakat, termasuk ke<br />

luar wilayah nelayan.<br />

Sistem jemput bola dan pelayanan yang mudah dan cepat merupakan<br />

kunci membesarkan unit usaha otonom KUD ini. Upaya tersebut<br />

SHU (juta)<br />

319<br />

57,7<br />

80,5<br />

124<br />

2003 2004 2005<br />

Aset (miliar)<br />

7,927<br />

7,656<br />

9,142<br />

2003 2004 2005<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


dilakukan dengan mendekatkan pelayanan pada anggota. Nelayan anggota<br />

KUD Mino Saroyo yang berpencar di sembilan tempat, kas pelayanan<br />

juga didekatkan pada mereka. Tahap awal telah membuka kas Swamitra<br />

pembantu di TPI Lengkong dan TPI Pelabuhan Perikanan Samudra<br />

Cilacap (PPSC).<br />

PENGHARGAAN<br />

Bukti KUD Mino ini berprestasi sejak 1987 telah menjadi koperasi<br />

terbaik tingkat kabupaten hingga Nasional pada 1999 dan prestasi itu<br />

kembali diraih pada 2006. Inilah penghargaan yang pernah diraih atas<br />

kinerja selama ini. Sebagai koperasi terbaik tingkat kabupaten Cilacap<br />

1987, tahun berikutnya menggondol juara satu lomba koperasi terbaik<br />

se-Cilacap. Tahun 1989 menjadi koperasi terbaik dalam lomba gerakan<br />

koperasi tingkat kabupaten Cilacap. Juara III tingkat provinsi Jateng<br />

dan pada 1990 sebagai koperasi mandiri. Pada 1991 kembali menjadi<br />

koperasi terbaik se-Cilacap, masih dalam tahun yang sama sebagai<br />

anggota bank Bukopin. Pada 1993 sebagai kelompok tani nelayan<br />

terbaik nasional.<br />

Pada 1995 sebagai juara II KUD terbaik tingkat Kabupaten Cilacap,<br />

tahun buku berikutnya menjadi juara II KUD terbaik tingkat provinsi<br />

Jateng. Tahun buku 1997 kembali menyandang gelar juara satu koperasi<br />

terbaik nasional dan pada 1999 sebagai koperasi berprestasi tingkat<br />

nasional.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

320


JAWA BARAT<br />

<strong>Koperasi</strong> Peternak Sapi<br />

Bandung Utara (KPSBU)<br />

Dokumentasi<br />

MENERJEMAHKAN VISI<br />

REBUT PELUANG<br />

321<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Murni <strong>Koperasi</strong>nya, Murni Susunya. Itulah moto dan tekad seluruh<br />

awak <strong>Koperasi</strong> Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) membangun<br />

industri persusuan di Jawa Barat. Moto tersebut tampaknya<br />

tidak sekadar basa basi, karena KPSBU belakangan terbukti mampu<br />

menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu koperasi dengan kinerja sangat<br />

menonjol di bumi Parahiyangan.<br />

Berlokasi di <strong>daerah</strong> tujuan wisata Bumi Parahyangan, persisnya Jl. Kayu<br />

Ambon, Komplek Pasar Baru Lembang, Bandung berdiri kokoh bangunan<br />

besar yang menjadi markas besar KPSBU.<br />

Dari bangunan luas inilah KPSBU menjalankan kegiatannya. Mulai<br />

dari aktivitas administrasi, pertemuan, pelatihan, proses pendinginan, penyimpanan<br />

hingga pengiriman susu segar hasil produksi anggota ke Industri<br />

Pengolahan Susu (IPS). Bangunan itu juga menjadi saksi bisu awal<br />

pendirian koperasi pada Agustus 1971. Tekadnya, membangun kesejahteraan<br />

para anggotanya.<br />

Tentu saja tidak mudah menggapai sasaran tersebut. Itu sebabnya<br />

guna menjaga konsistensi tujuan akhir yang hendak dicapai. Pengurus<br />

koperasi meletakkan landasan ideal yang dituangkan dalam bentuk visi<br />

dan misi organisasi.<br />

Visi tersebut menegaskan, bahwa KPSBU ingin menjadi model koperasi<br />

yang ideal, handal dan berprestasi. Sedangkan sasaran misi mengacu<br />

pada lima pilar yaitu, Pertama, pelatihan dan pembinaan anggota dan<br />

karyawan secara berkesinambungan. Kedua, memperkuat profesionalisme<br />

manajemen. Ketiga, peningkatan partisipasi ekonomi anggota. Keempat,<br />

memperkuat permodalan. Kelima, penyediaan hijauan pakan ternak dan<br />

konsentrat berkualitas.<br />

Berdasar visi dan misi yang menjadi komitmen seluruh jajaran koperasi<br />

tersebut, secara bertahap mereka meraih sukses seperti sekarang ini.<br />

Tentu saja, hal itu merupakan hasil perjalanan yang sangat panjang.<br />

Termasuk berbagai dinamika terkait mengemban amanat anggota koperasi<br />

yang terdiri dari para peternak sapi perah di <strong>daerah</strong> Lembang.<br />

Pengakuan keberhasilan koperasi ini tercermin juga dari berbagai<br />

penghargaan yang diberikan instansi terkait. Baik di tingkat kabupaten,<br />

provinsi maupun nasional.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

322<br />

KINERJA<br />

Konsekuen dengan moto tersebut, koperasi yang memiliki BH No<br />

4891/BH/PAD/KWK.10/X ini, faktanya menunjukkan kinerja luar biasa<br />

sebagai organisasi koperasi. RAT sebagai salah satu indikator kinerja organisasi<br />

koperasi, dilaksanakan tepat waktu sesuai ketentuan undang-undang.<br />

Juga terdukung laporan tertulis yang lengkap. Misalnya, setiap laporan<br />

pertanggungjawaban tahun buku bersangkutan dimuat pula risalah hasil<br />

keputusan RAT tahun sebelumnya.<br />

Secara rinci dilaporkan pula jumlah anggota atau calon anggota yang<br />

berpartisipasi dan jumlah yang memberikan masukan dalam forum tertinggi<br />

organisasi koperasi. Demikian pula partisipasi anggota pada rapat anggota<br />

juga sangat tinggi sehingga proses demokratisasi berjalan dengan baik.


Ambil contoh pada RAT Tahun Buku 2000, dari 3.259 anggota dan calon<br />

anggota yang diundang, seluruhnya hadir menggunakan haknya. Mengenai<br />

perkembangan jumlah anggota dan calon anggota, mulai 2001<br />

hingga 2005 dapat dilihat pada tabel Kinerja KPSBU berikut ini.<br />

Sejak tahun 2004 disepakati, peserta RAT adalah anggota yang secara<br />

aktif menyetorkan susu minimal 12 liter per hari, selama 8 (delapan) bulan<br />

per tahun. Atau minimal menyetor susu sejumlah 2.880 liter per tahun.<br />

Selain bisa menghadiri RAT, para anggota yang memenuhi kriteria ini<br />

berhak pula menerima kartu kesehatan.<br />

Saat ini koperasi memiliki karyawan tetap<br />

sebanyak 194 orang dan karyawan tidak tetap 82<br />

orang. Tugas utama mereka adalah melayani<br />

seluruh anggota koperasi dan aktivitas produksinya.<br />

Para karyawan tersebut juga mendapat promosi dan<br />

pelatihan yang kontinyu agar setiap saat dapat<br />

menempati berbagai posisi yang ada dalam jajaran<br />

manajemen. Sebagai ujung tombak usaha koperasi,<br />

pemberdayaan karyawan dianggap sangat krusial.<br />

Saat ini, pengurus menetapkan sebanyak 28 orang<br />

duduk dalam manajemen. Rinciannya, 2 orang<br />

manajer, 7 orang kepala unit, 6 orang kepala subunit<br />

dan 13 orang kepala seksi. Mereka inilah yang<br />

menjalankan tugas sehari-hari memberikan<br />

pelayanan dan kegiatan usaha koperasi.<br />

Dokumentasi<br />

AKTIVITAS UTAMA<br />

Konsisten dengan bisnis inti yang digelutinya,<br />

KPSBU terus bergerak maju menjadi koperasi<br />

single purpose yang andal. Sejumlah kegiatan usaha<br />

yang dilakukan antara lain, Pertama, bidang<br />

produksi, pemasaran, dan kualitas susu. Kedua,<br />

bidang pakan ternak. Ketiga, perkreditan. Keempat,<br />

pertokoan. Kelima, pembibitan sapi.<br />

Di samping kegiatan usaha koperasi, KPSBU<br />

juga melakukan kegiatan pelayanan teknis peternakan.<br />

Pelayanan ini sangat penting karena berkaitan<br />

dengan kepentingan ekonomi anggota, terutama<br />

dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha.<br />

Dalam konteks usaha peternakan sapi perah, aspek kesehatan sangat<br />

penting karena berpengaruh pada produktivitas. Selain aspek kesehatan<br />

sapi, pelayanan teknis peternakan memegang peran yang besar juga, terutama<br />

pada pelayanan Inseminasi Buatan. Melalui pelayanan ini, peternak<br />

dapat mengawinkan sapi mereka dengan menggunakan sperma beku sapi<br />

jantan unggul, sehingga diperoleh anak turunan yang berkualitas. Tanpa<br />

pelayanan yang baik untuk pengawinan sapi, maka peternak tidak dapat<br />

memperoleh hasil susu segar. Karena pada hakekatnya, susu segar dihasilkan<br />

setelah sapi melahirkan pedet (anak sapi).<br />

Kegiatan rutin anggota<br />

menyetor susu ke koperasi.<br />

323<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Pakan ternak merupakan kegiatan usaha yang juga sangat penting<br />

dalam rangka pelayanan kepada anggota. Kualitas dan jumlah yang<br />

memadai dari pakan ternak yang dihasilkan ini akan berpengaruh pada<br />

kualitas susu segar anggota. KPSBU memiliki sendiri pabrik pakan ternak<br />

Kinerja PBSU,<br />

2001-2005<br />

Sumber data :<br />

Laporan RAT 2001-2005<br />

Item 2001 2002 2003 2004 2005<br />

1. Jumlah anggota & Calon anggota (org) 4.595 4.955 5.305 5.797 6.092<br />

2. Produksi susu segar (juta liter) 31,091 30,480 32,056 31,390 37,218<br />

3. Produksi pakan (ton ) 20.225 21.867 23.649 24.569 27.119<br />

4. Omzet unit toko (miliar rupiah ) 3,8 5, 288 5,7 5,680 5,943<br />

5. Omzet kredit SP (miliar rupiah ) 4,6 5,363 6,275 6,111 7,388<br />

6. Kekayaan Bersih (miliar rupiah ) 8,97 11,136 12,222 12,504 13,387<br />

7. Sisa Hasil Usaha (juta rupiah ) 421,809 442,889 465,6 513,433 1.216,945<br />

Perkembangan SHU,<br />

2001-2005 (juta)<br />

421,809 442,889 465,6<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

324<br />

1.216,945 untuk melayani kebutuhan anggota.<br />

Pada 2005 diproduksi pakan konsentrat sebanyak 27<br />

ribu ton (lihat tabel) senilai sekitar Rp 19 miliar. Guna<br />

memenuhi kebutuhan konsentrat, para peternak antara lain<br />

menggunakan bahan baku berupa wheat pollard.<br />

Pengadaannya merupakan realisasi bentuk kemitraan<br />

dengan PT ISM Bogasari Flour Mills.<br />

Di antara puluhan koperasi yang melayani para<br />

anggota yang terdiri dari para peternak sapi perah di Jawa<br />

Barat, KPSBU saat ini menyandang predikat sebagai<br />

penghasil susu segar kualitas terbaik. Catatan kualitas pada<br />

tahun 2005, rata-rata kandungan Total Solid (Padatan) 12,36 % dan Total<br />

Plate Count (TPC) atau kandungan bakteri per mililiter 1,54 juta. Khusus<br />

untuk kandungan bakteri ini, sudah mendekati Standard Nasional<br />

Indonesia untuk susu segar yakni 1 juta /ml. Pencapaian tingkat kualitas<br />

ini merupakan prestasi yang luar biasa. Mengapa? Karena banyak koperasi<br />

susu lain, kualitas susu para anggotanya rata-rata TPC masih di atas lima<br />

juta/ml.<br />

Masih dalam konteks kualitas susu, kandungan lemak susu produksi<br />

anggota KPSBU secara bertahap menunjukkan kenaikan. Kualitas susu<br />

para peternak sangat jauh di atas persyaratan minimum yang ditetapkan<br />

oleh IPS sehingga tidak terdapat hambatan atas pemasaran.<br />

Dari segi teknis dan manajemen, prestasi ini patut diacungi jempol.<br />

Sebab, pencapaian ini membutuhkan perjuangan yang keras dan panjang<br />

untuk meyakinkan anggota yang jumlahnya ribuan hingga menyadari<br />

pentingnya peningkatan kualitas susu segar yang dihasilkan.<br />

Di bidang produksi dan pemasaran susu, pada tahun 2005 KPSBU<br />

menampung susu segar produksi anggotanya sebanyak 37,2 juta liter (ratarata<br />

sekitar 101 ribu liter per hari) senilai sekitar Rp 81,8 Miliar. Dari susu<br />

segar yang ditampung tersebut, sekitar 93,4 % dipasarkan ke IPS. Sisanya<br />

dipasarkan langsung ke konsumen ataupun melalui agen.<br />

Untuk menunjang kegiatan pemasaran susu ini, KPSBU melengkapi<br />

513,433


diri dengan sarana pendingin (cooling unit) dan tangki penyimpanan susu<br />

(chilling equipment) dengan kapasitas yang cukup untuk menampung<br />

seluruh produksi rata-rata tersebut. Selain itu, ditunjang pula dengan armada<br />

truk dengan tangki sejumlah 12 unit dan truk untuk pengangkutan susu<br />

dari tempat pelayanan koperasi (TPK) sejumlah 19 unit.<br />

Unit usaha perkreditan merupakan salah satu pilar kegiatan KPSBU.<br />

Unit ini memberikan pelayanan kepada anggota yang membutuhkan dana<br />

untuk kepentingan mereka. Tercatat realisasi pemberian pinjaman dalam<br />

beberapa tahun ini rata-rata sekitar Rp 7 miliar. Sejak tahun 2006, anggota<br />

yang meminjam tidak dikenakan bunga sebagai kompensasi adanya kenaikan<br />

harga BBM yang langsung maupun tidak langsung memukul usaha<br />

peternakan anggota koperasi.<br />

Bentuk pelayanan lainnya kepada anggota adalah unit pertokoan yang<br />

menyediakan berbagai barang kebutuhan pokok. Unit ini terbukti mampu<br />

mencetak omset rata-rata sekitar Rp 6 miliar per tahun. Melalui unit<br />

pertokoan ini pula dipasarkan produk yoghurt hasil produksi sendiri sebagai<br />

langkah diversifikasi vertikal atas produk susu segar.<br />

Dalam rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada anggota<br />

dan memudahkan pengorganisasian anggota yang tersebar di wilayah<br />

Bandung Utara, KPSBU Lembang membangun 22 buah TPK. Fungsi<br />

TPK sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan penyelenggaraan<br />

RAT ataupun aktivitas penyuluhan.<br />

Dari sisi kemampuan finansial, KPSBU merupakan badan usaha yang<br />

cukup tangguh. Fakta berdasar laporan keuangan pada tahun buku 2005<br />

menunjukkan, koperasi memiliki likuiditas (kemampuan untuk membayar<br />

hutang jangka pendek) yang sangat tinggi, yakni 168 %. Sedangkan solvabilitas<br />

(kemampuan membayar hutang baik jangka pendek maupun panjang<br />

yang tinggi, yakni 229 %. Sementara rentabilitas alias kemampuan<br />

untuk menciptakan keuntungan sebesar 1,13 %.<br />

KUNCI SUKSES<br />

Dari perkembangan dan kemajuan yang dicapai KPSBU dalam<br />

menjalankan kegiatan melayani anggota, terdapat banyak hal yang dapat<br />

Unit produksi<br />

pengolahan susu.<br />

Dokumentasi<br />

325<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

326<br />

jadi acuan bagi koperasi lainnya. Pada aspek organisasi misalnya, azas<br />

dan prinsip koperasi telah diterapkan secara maksimal. Proses pengambilan<br />

keputusan melalui forum RAT selalu berjalan dengan baik. Pelaksanaan<br />

dan hasil RAT teradministrasi dengan baik dan jelas. Sehingga<br />

seluruh anggota dapat memantau semua aktivitas koperasi.<br />

Prinsip transparansi yang menjadi salah satu pegangan pengurus dan<br />

manajemen KPSBU, diwujudkan dalam pengelolaan dan tidak hanya<br />

sekedar slogan.<br />

Masih dalam konteks kelembagaan, proses pendidikan dan penyuluhan<br />

kepada anggota menjadi salah satu perhatian dan terprogram dengan<br />

baik. Secara rutin dan berkesinambungan, KPSBU melakukan pendidikan,<br />

pelatihan, dan penyuluhan tentang perkoperasian baik bagi karyawan<br />

maupun anggota.<br />

Tingkat partisipasi anggota pada setiap pelaksanaan RAT, menjadi indikator<br />

tingkat kesadaran anggota dalam berkoperasi. Demikian pula ketaatan<br />

anggota atas berbagai keputusan yang disepakati bersama melalui RAT.<br />

Salah satu contoh ketaatan anggota ditunjukkan dengan mengikuti<br />

ketentuan bahwa mulai tahun 2005 ditetapkan hanya anggota yang menyetor<br />

susu segar minimal 12 liter per hari selama 8 bulan setiap tahun<br />

yang berhak mengikuti RAT dan menerima pelayanan kesehatan.<br />

Berdasar ketentuan tersebut, tahun 2005 tercatat 1.275 orang anggota<br />

yang berhak mengikuti RAT. Kebijakan yang menjadi kesepakatan bersama<br />

itu, merupakan langkah yang patut dipuji. Mengapa? Karena akan<br />

menjadi alat pemacu bagi anggota lain untuk meningkatkan kedisiplinan<br />

dan usahanya, sehingga memperoleh hak-hak pelayanan lebih besar.<br />

Kunci sukses KPSBU yang pertama, komitmen besar untuk menegakkan<br />

sendi-sendi dan mekanisme kerja sebagai organisasi koperasi dan<br />

melaksanakannya secara konsekuen. Kedua, aspek manajemen yang<br />

efisien. Kepengurusan yang ramping dan bersifat berkelanjutan sangat<br />

tampak di KPSBU. Saat ini, pengurus KPSBU hanya terdiri dari 2 orang<br />

yakni : Drs. Dedi Setiadi SP menjabat sebagai Ketua dan Drh Ramdan<br />

Sabohi sebagai Sekretaris.<br />

Meskipun kepengurusan sangat ramping, tetapi diikuti dengan mekanisme<br />

pengawasan yang baik. Terdapat tiga orang Pengawas yakni : Toto<br />

Abidin, Jajang Sumarno, dan Asep Hamdani. Operasionalisasi semua<br />

rencana kerja yang menjadi keputusan RAT dilaksanakan oleh karyawan<br />

yang ada dengan tetap memegang prinsip efisiensi.<br />

Menangani kegiatan pelayanan dan usaha yang mencapai omzet lebih<br />

dari Rp 120 miliar per tahun, memang sangat berisiko. Sebab, susu segar<br />

merupakan produk pertanian yang sangat perishable (mudah rusak).<br />

Seperti sudah disinggung, KPSBU sekarang diperkuat 194 karyawan<br />

dengan berbagai tingkatan pendidikan. Tercatat 10 orang karyawan berlatar<br />

belakang pendidikan S-1, dan tujuh orang berlatar belakang D3.<br />

Sisanya dari berbagai latar belakang pendidikan dan terbesar dari setara<br />

SLTA.<br />

Komitmen mengembangkan sumber daya manusia, baik untuk karyawan<br />

ataupun anggota menduduki peran besar sebagai penunjang sukses


yang dicapai oleh KPSBU. Dari anggaran yang disusun, tersedia dana<br />

khusus untuk peningkatan SDM. Baik dalam upaya peningkatan tingkat<br />

profesionalisme karyawan serta meningkatkan kemampuan teknis para<br />

anggota dalam beternak sapi perah serta peningkatan pengetahuan<br />

berkoperasi.<br />

Peningkatan SDM ini meliputi aspek perkoperasian, yang menitikberatkan<br />

pada pendidikan anggota dan penyuluhan untuk peningkatan profesialisme<br />

karyawan. Pada 2005 penyuluhan tentang teknis peternakan<br />

dan pendidikan perkoperasian melibatkan sekitar 3.000 orang anggota.<br />

Pelayanan yang optimal pada anggota baik dalam kaitannya dengan<br />

kegiatan usaha yang bergerak di bidang peternakan sapi perah serta kebutuhan<br />

hidup merupakan faktor sukses. Juga menjadi kunci loyalitas anggota<br />

pada organisasi koperasinya. Dilihat dari kegiatan yang menunjang<br />

kepentingan usaha anggota antara lain pemasaran susu, penyediaan pakan<br />

ternak, pelayanan kesehatan sapi dan Inseminasi Buatan (IB) selama 24<br />

jam, penyediaan bibit sapi, semuanya merupakan kunci yang menjamin<br />

usaha anggota dapat berjalan dengan baik.<br />

Dokumentasi<br />

Armada pendukung<br />

kegiatan usaha KPSBU.<br />

Keberadaan Unit Simpan Pinjam dan pertokoan, juga memberikan<br />

kemudahan bagi anggota memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ataupun<br />

untuk menunjang kebutuhan modal. Data tentang partisipasi anggota pada<br />

RAT dan meningkatnya penyetoran susu anggota ke koperasi dapat<br />

dijadikan indikator bahwa koperasi memberikan manfaat kepada para<br />

anggota koperasi.<br />

Selain pelayanan, SHU yang cukup besar merupakan sisi lain di mana<br />

anggota memperoleh kemanfaatan menjadi anggota KPSBU. Kemanfaatan<br />

keberadaan koperasi, juga dirasakan oleh masyarakat di wilayah<br />

kerja koperasi. Yaitu melalui multiplying effect yang ditimbulkan dari<br />

kegiatan ekonomi oleh KPSBU dan seluruh anggotanya.<br />

Kemampuan pengurus membangun jaringan dengan berbagai institusi,<br />

juga menambah kontribusi atas sukses KPSBU. Kerja sama dengan lembaga<br />

luar negeri dan perguruan tinggi banyak dilakukan. Demikian pula<br />

dengan instansi pembina baik dari pusat maupun dari <strong>daerah</strong>.<br />

327<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


MENATAP KE DEPAN<br />

Perjalanan KPSBU mewujudkan amanat anggota, masih panjang dan<br />

menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Menatap ke depan, pengurus<br />

dan jajaran di KPSBU termasuk seluruh anggota bertekad terus meningkatkan<br />

hasil yang telah dicapai. Upaya meningkatkan kualitas susu tetap<br />

merupakan prioritas dengan menerapkan adanya SOP (Standard Operational<br />

Procedure). Mulai dari tingkat anggota sampai pemasaran ke IPS.<br />

Termasuk pembayaran harga susu secara perorangan, diharapkan menjadi<br />

pemacu peningkatan produksi serta kualitas susu segar.<br />

Langkah lain dalam konteks peningkatan produksi dan kualitas susu,<br />

yaitu rencana kerja sama dengan Perhutani. Bentuknya, memanfaatkan lahan<br />

hutan untuk pengadaan makanan hijauan bagi sapi. Juga pengadaan sarana<br />

pendingin susu di TPK untuk mengurangi berbagai risiko kerusakan susu.<br />

Masih banyak peluang yang terbuka yang dapat dilakukan oleh KPSBU<br />

untuk menyejahterakan anggota dan mewujudkan visi. Antara lain meningkatkan<br />

kemampuan pemasaran susu segar ataupun susu olahan ke konsumen<br />

langsung. Melalui upaya ini, koperasi bisa banyak memperoleh nilai tambah<br />

daripada mengandalkan pemasaran sepenuhnya ke IPS. Apalagi bagi IPS,<br />

komoditi susu segar sebatas dihargai sebagai bahan baku.<br />

Sungguh, motto Murni <strong>Koperasi</strong>nya Murni Susunya, merupakan<br />

instrumen yang tetap relevan bagi KPSBU. Tak lain, demi menggapai<br />

cita-cita yang mereka rumuskan bersama melalui mekanisme wadah<br />

koperasi. ***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

328


SULAWESI UTARA<br />

KUD Maayaan<br />

Minahasa Selatan<br />

Zaenal Wafa<br />

INOVATIF MEREBUT<br />

BISNIS EKSPOR<br />

329<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Tempat pelayanan<br />

simpan pinjam KUD Maayaan.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

330<br />

S<br />

ebetulnya untuk mencapai lokasi unit bisnis dan<br />

kantor koperasi ini, tidak sulit. Yang jelas dari Kota<br />

Manado, lebih kurang memakan waktu tempuh 4<br />

jam dengan kendaraan pribadi. Selama perjalanan<br />

melintasi jalur trans Sulawesi, menyusuri pesisir serta<br />

pedalaman, cukup mengasyikkan. Maksudnya, tak lain<br />

sedekat dan sejauh mata memandang, hutan kelapa kopra<br />

senantiasa mengelebat di kanan-kiri jalanan.<br />

Terpaan kerasnya angin makin terasa, bila kita akan<br />

memasuki Desa Tombatu Tiga, Kecamatan Tombatu<br />

tempat keberadaan KUD Maayaan. Kecamatan ini tingkat<br />

huniannya terpadat dibanding 14 kecamatan lainnya<br />

di Minahasa Selatan. Yang pasti <strong>daerah</strong> ini dikenal sebagai<br />

penghasil kopra terbesar di Sulawesi Utara. Buktinya,<br />

acapkali mobil harus berhenti jika pekebun kopra sedang<br />

memetik dan puluhan buahnya berjatuhan menghalangi<br />

jalanan.<br />

Sebagaimana sebagian KUD di sejumlah <strong>daerah</strong>,<br />

koperasi ini di masa lalu termasuk salah satu yang<br />

‘dimanja’ dengan berbagai macam fasilitas pemerintah.<br />

Dari kemudahan mendapatkan alokasi pupuk, alat mesin<br />

pertanian, sarana produksi tani hingga sejumlah skim kredit<br />

khusus untuk para anggota koperasi.<br />

Era pemanjaan itu berakhir sudah. Tidak ada lagi<br />

berbagai perlindungan dari pemerintah buat KUD.<br />

Sebagian KUD mati, tinggal papan nama hingga hidup<br />

segan mati tak mau.<br />

Sekadar perbandingan, sejumlah KUD di Provinsi Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta, bermetamorfosis dengan cara lebih mengandalkan unit simpan<br />

pinjam (USP). Atau memisahkan USP-nya menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan<br />

Pinjam (KSP) serta bersifat otonom. Ada juga hal ini dilakukan dengan<br />

bekerjasama dengan pihak ketiga.<br />

Kembali ke KUD Maayaan, koperasi ini juga mengalami kondisi<br />

yang sama. Maksudnya, ia harus merumuskan ulang perannya di tengah<br />

anggota dan warga masyarakat sekitar. Apalagi kondisi secara obyektif,<br />

beberapa unit usaha koperasi beranggotakan 357 orang ini tidak terlalu<br />

menggembirakan. Unit usaha waserda volume usahanya hanya Rp 2, 4<br />

juta pada 2003 dan menjadi Rp 1,2 juta pada 2004.<br />

Lalu unit jasa pertukangan, kinerjanya juga seperti berjalan di tempat.<br />

Karena pada akhir 2004 volumenya tercatat Rp 3,6 juta. Sedangkan pada<br />

akhir 2005 volume usahanya menurun menjadi Rp 2,4 juta.<br />

Tak jauh berbeda volume usaha rice milling unit (RMU). Di tahun<br />

2004 mencatat volume senilai Rp 3,6 juta. Tetapi sampai akhir 2005,<br />

pencapaian volumenya juga menurun menjadi sekitar Rp 2,9 juta.<br />

Namun demikian, segenap pengurus KUD Maayaan tidak mau<br />

hanya bertopang dagu atau merenung saja. Tak lain karena sejak pertengahan<br />

2005, para pengurus bahu membahu dengan para anggota<br />

Zaenal Wafa


mencoba menggarap peluang baru. Konkritnya, memulai menggergaji<br />

kayu-kayu pohon kelapa tua yang sudah tidak produktif menjadi lembaran-lembaran<br />

kayu.<br />

EKSPOR KAYU<br />

Desingan bunyi ketiga mesin penggergaji kayu itu sangat memekakkan<br />

kuping. Apalagi, kayu kelapa dikenal jenis tanaman keras yang paling keras.<br />

Sekadar perbandingan, kayu jati dan meranti pun masih kalah keras. Wajar<br />

saja, kalau bunyi mesin kayu (sawmill) itu juga sangat kuat.<br />

Selain itu, dibandingkan pengerjaan secara manual atau tenaga kerja<br />

manusia, pemotongan menjadi lembaran-lembaran kayu dengan mesin<br />

juga lebih cepat dan efisien. Hingga akhir Oktober 2006, menurut Ketua<br />

KUD Maayaan H Kindangen, pihaknya telah menginvestasikan mesinmesin<br />

pembelah kayu itu sekitar Rp 75 juta.<br />

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan pertengahan<br />

Oktober 2006 disebutkan, volume usaha penggergajian kayu kelapa ini<br />

sudah mencapai angka sekitar Rp 203 juta lebih. Bila dibandingkan<br />

dengan pencapaian unit-unit usaha yang lain di KUD Maayaan, unit ini<br />

jelas memiliki prospek yang mungkin tidak bisa dibilang kecil.<br />

Sementara itu koperasi menargetkan, hingga akhir 2007 ekspor<br />

lempengan kayu kelapa setebal sekitar 2 cm ini bisa mencapai sekitar Rp<br />

500 juta. Yang pasti sampai akhir 2006, ekspor ke Malaysia bisa dilakukan<br />

berkat kerja sama dengan mitra usaha dengan pihak Kim Teck Lee Timber<br />

Trading SDN Berhad di Negara Bagian Selangor.<br />

Bagaimana perkembangan unis bisnis penggergajian kayu oleh KUD<br />

Maayaan ini selanjutnya? Orang bakal terus memantau dan menunggu<br />

kinerja strategis mereka. Tidak berlebihan bila disebutkan, unit ini bisa<br />

menjadi tumpuan koperasi tetap berperan dan bertahan ke depan.<br />

Zaenal Wafa<br />

Tempat pengolahan<br />

kayu kelapa tua<br />

untuk ekspor.<br />

331<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


MENJAGA MODAL SENDIRI<br />

Melihat keragaan unjuk kerja bidang keuangan koperasi ini, bisa<br />

dikatakan cukup baik. Kontribusi besar unit penggergajian kayu, sangat<br />

terlihat pada sisi pendapatan koperasi. Buktinya, terhitung akhir 2004<br />

pendapatan koperasi masih tercatat Rp 11,074 juta. Sementara sampai<br />

akhir 2004 pendapatan koperasi melonjak menjadi Rp 208, 591 juta.<br />

Yang pasti hingga akhir 2005, nilai aset koperasi ini mencapai Rp<br />

1,407 miliar. SHU atau sisa hasil usaha koperasi yang dibagikan pada<br />

2005 terhitung sebesar Rp 6,794 juta. Lalu likuiditas koperasi ini juga<br />

relatif kuat, yaitu mencapai 108,39 persen. Hal ini disebabkan modal<br />

sendiri koperasi yang sejumlah Rp 1,059 miliar masih jauh besar dibanding<br />

modal luar koperasi yang sekitar Rp 268 juta pada posisi akhir 2005.<br />

Boleh jadi melihat kinerja koperasi yang relatif sehat dan berani<br />

mengambil peluang sekecil apa pun inilah, pihak Kementerian Negara<br />

<strong>Koperasi</strong> dan UKM pada tahun 2004 membantu KUD Maayaan.<br />

Bentuknya, bantuan kredit dana bergulir sektor agrobisnis sebesar Rp 1<br />

miliar. Namun demikian, pengelolaan dana tersebut menurut salah seorang<br />

pengurus koperasi, baru terealisasi pada tahun 2006. Oleh pihak KUD<br />

Maayaan, bantuan kredit dana bergulir tersebut pelaksanaannya dilakukan<br />

dengan cara membentuk <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam Maayaan.<br />

Dari sisi potensi sumber daya manusia, keanggotaan koperasi ini<br />

ternyata didominasi oleh anggota berpendidikan SMA yang mencapai<br />

217 orang dari 357 total anggota koperasi hingga akhir 2005. Selebihnya,<br />

yaitu 30 orang anggota merupakan lulusan S1 dan 4 orang lulusan D3.<br />

Pengurus koperasi menjelaskan, penambahan jumlah anggota koperasi<br />

selalu berdasarkan kegiatan usaha yang akan dikembangkan<br />

koperasi. Dalam kaitan ini perlu ditambahkan, sebagian besar wilayah<br />

KUD Maayaan merupakan areal perkebunan kelapa yang luas. Dan<br />

sebagain besar areal perkebunan ini dimiliki oleh anggota masyarakat<br />

setempat.<br />

Itu sebabnya pengurus melalui forum rapat pengurus sebulan sekali,<br />

antara lain memutuskan koperasi akan mengembangkan produksi dan<br />

pemasaran arang kelapa. Termasuk produksi dan pemasaran sabut<br />

kelapa.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

332


SULAWESI UTARA<br />

KSP Bersehati Minahasa<br />

Gontam S<br />

SEJAK KECIL<br />

SUDAH MANDIRI<br />

333<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

334<br />

Sungguh tidak mudah, menghilangkan penilaian negatif yang terlanjur<br />

dialamatkan kepada sebuah lembaga. Anda tidak percaya? Mari kita<br />

lihat secara obyektif eksistensi koperasi pedesaan satu ini. Sebab,<br />

suka atau tidak hingga hari ini keberadaan sebuah KUD masih menjadi<br />

sasaran kecaman berkonotasi negatif.<br />

Namun demikian, pengecualian terhadap perkembangan KUD yang<br />

mengindikasikan perkembangan ke arah positif juga tetap ada. Ambil<br />

contoh sejumlah KUD di Provinsi Bali, mereka masih tetap eksis karena<br />

bekerjasama secara serius dengan lembaga adat desa seperti banjar<br />

maupun institusi adat terkait pengairan sawah atau subak.<br />

Sedangkan beberapa KUD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,<br />

juga masih tetap beroperasi relatif sehat. Caranya, sebagian dari mereka<br />

mendirikan USP, memilih bekerjasama dengan Bank Bukopin serta membuat<br />

independen lembaga keuangan mikro baru bernama swamitra yang<br />

secara manajemen keuangan terpisah dari KUD yang melahirkannya.<br />

Khusus perjalanan keberadaan KUD di <strong>daerah</strong> Sulawesi Utara, ternyata<br />

ditemukan fakta yang sedikit berbeda. Contoh kasus yang signifikan<br />

adalah eksistensi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP) Bersehati di Kelurahan<br />

Talikuran, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa. Mengapa<br />

demikian? Karena cikal bakal koperasi ini, semula merupakan unit<br />

Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) dari KUD Kawangkoan yang<br />

didirikan pada 1 Agustus 1996.<br />

Yang cukup menarik, keberadaan TPSP tersebut sejak awal pengoperasiannya<br />

baik aspek manajemen maupun keuangan sudah bersifat<br />

otonom alias terpisah dengan KUD Kawangkoan sebagai induk. Penyebab<br />

utamanya, karena operasional TPSP pengawasannya berada langsung di<br />

bawah kendali pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hal ini sesuai dengan<br />

perjanjian kesepahaman antara Bank Rakyat Indonesia dengan Departemen<br />

<strong>Koperasi</strong> saat itu.<br />

Ternyata dalam perkembangan usahanya lima tahun pertama,<br />

pertumbuhan unit pelayanan simpan pinjam ini menunjukkan kinerja yang<br />

baik dan sehat. Mencermati perkembangan positif ini, sejumlah anggota<br />

dan pengurus koperasi mengajukan usulan segar. Persisnya pada Januari<br />

2001, sebanyak 397 anggota TPSP serta sejumlah pengurus koperasi memutuskan<br />

unit ini memisahkan diri dari manajemen KUD Kawangkoan.<br />

Nah, lembaga yang ‘bercerai secara baik-baik’ ini menamakan diri dengan<br />

<strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP) Bersehati. Pihak perangkat kelurahan,<br />

kecamatan dan dinas koperasi kala itu menjadi saksi dari pemisahan<br />

kelembagaan tersebut.<br />

Bersamaan dengan itu, forum rapat anggota juga sekaligus memilih<br />

kepengurusan dan badan pengurus KSP Bersehati. Termasuk mengajukan<br />

perubahan status kelembagaan badan hukum koperasi menjadi bernomor<br />

2395/BH-Kop/ 2001 tertanggal 9 Maret 2001.<br />

Secara sederhana KSP ini menggariskan visi ingin menjadi pilihan<br />

utama untuk memenuhi kebutuhan segi permodalan yang dibutuhkan masyarakat.<br />

Bagaimana caranya? <strong>Koperasi</strong> juga dipandu dengan misi kelembagaan,<br />

terutama untuk memberikan pelayanan kepada anggota koperasi<br />

dan nasabah koperasi dengan mudah, cepat dan tepat.<br />

Selain itu, para anggota dan pengurus sama-sama bertekad meningkat-


kan kesejahteraan anggota koperasi dan warga masyarakat pada umumnya.<br />

Tak ketinggalan koperasi bermaksud mewujudkan proses demokratisasi<br />

ekonomi melalui wadah lembaga bernama koperasi. Pada gilirannya<br />

hal ini diharapkan dapat menyumbang membangun tatanan perekonomian<br />

nasional baru, terkait mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.<br />

POTRET KEUANGAN<br />

Berdasarkan dokumen RAT maupun neraca tiga sampai empat tahun<br />

terakhir, KSP Bersehati memiliki kinerja keuangan sebagai berikut.<br />

Ambil contoh mengenai aspek pinjaman yang diberikan koperasi,<br />

dari tahun 2002 hingga 2005 menunjukkan tingkat stabilitas yang cukup<br />

terjaga. Maksudnya, nilainya tidak terlalu fluktuatif.<br />

Hingga akhir Desember 2003, nilai pinjaman yang diberikan koperasi<br />

mencapai Rp 1,065 miliar. Sedangkan pada akhir<br />

Desember 2004 nilainya mengalami peningkatan<br />

menjadi sebesar Rp 1,383 miliar. Sementara sampai<br />

posisi pembukuan per akhir Desember 2005, besarnya<br />

kredit yang dikucurkan koperasi ini mencapai<br />

senilai Rp 1,157 miliar. Boleh dikatakan berdasarkan<br />

neraca koperasi yang ditandatangani oleh ketua Max<br />

B Mioyo, bendahara Helmy Lomboan serta bendahara<br />

Sintia Supit, pencairan pinjaman koperasi ini<br />

masih mempertimbangkan prinsip kehati-hatian yang<br />

terus menjadi pegangan.<br />

Di sisi lain, pendapatan koperasi dari tahun ke<br />

tahun faktanya menunjukkan pertumbuhan yang juga<br />

bersifat wajar atau alamiah. Ambil contoh pada posisi<br />

akhir 2004, pendapatan koperasi mencapai sekitar Rp<br />

172 juta. Kemudian sampai akhir tahun buku 2005,<br />

koperasi meraih pendapatan senilai Rp 250 juta.<br />

Seperti halnya tingkat pinjaman maupun pendapatan,<br />

kinerja modal sendiri koperasi juga memperlihatkan<br />

fluktuasi yang masih di batas kewajaran.<br />

Buktinya, pada akhir 2003 pendapatan lembaga usaha ini tercatat Rp 438<br />

juta. Sedangkan pada tahun berikutnya atau 2004, modal sendiri koperasi<br />

turun menjadi Rp 405 juta. Namun pada tahun 2005 modal sendiri koperasi<br />

kembali mencapai peningkatan atau menjadi senilai Rp 440 juta.<br />

Begitu juga terkait aset koperasi, mengalami pasang surut yang tidak<br />

mencolok. Buktinya, pada akhir 2003 aset koperasi mencapai Rp 1,215<br />

miliar. Kemudian hingga akhir 2004 aset koperasi ini tercatat Rp 1,520<br />

miliar. Sementara sampai akhir tahun 2005 asetnya menjadi agak menurun<br />

atau sekitar Rp 1,321 miliar.<br />

ANGGOTA RAJIN MENGANGSUR<br />

Bagaimana pun salah satu tolok ukur sebuah koperasi yang sahih,<br />

antara lain pastilah tanggapan para anggota terhadap koperasinya. Berikut<br />

ini sejumlah respon anggota KSP Bersehati terkait keberadaan lembaga<br />

usaha ini baginya.<br />

Dua orang anggota koperasi, masing-masing bernama Herce Mangare,<br />

Gontam S<br />

Forum rapat anggota sekaligus<br />

memilih kepengurusan dan<br />

badan pengurus KSP Bersehati.<br />

335<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

336<br />

32 tahun, seorang karyawan swasta dan Chynthia Lomboan, 29 tahun yang<br />

juga seorang pegawai swasta. Kedua responden senada mengungkapkan,<br />

menjadi anggota koperasi sangat menguntungkan. Chynthia menambahkan,<br />

di matanya kinerja koperasinya sudah baik. Meski begitu, sebagai anggota<br />

ia juga selalu bersikap proaktif dalam rapat koperasi terutama di forum rapat<br />

anggota tahunan.<br />

Ditanya mengenai topik apa saja biasanya ia memberikan pendapat,<br />

ia mengatakan terutama menyangkut aspek kepengurusan dan nasib<br />

karyawan koperasi. Selain itu, perempuan kelahiran Bumi Tinutuan ini<br />

menandaskan mengenai segi-segi laporan keuangan dirinya juga selalu<br />

memberikan pembahasan ekstra hati-hati.<br />

Bukan hanya di forum rapat anggota tahunan saja dia bersikap proaktif.<br />

Sebab di luar acara itu alias dalam keseharian, wanita berpenghasilan lebih<br />

dari Rp 1 juta menyatakan selalu menyisihkan dana untuk menabung di<br />

koperasinya. Mengapa demikian? Sebab, itulah salah satu bentuk partisipasi<br />

aktifnya selaku anggota untuk mengembangkan usaha koperasi. Sedangkan<br />

perwujudan dia memajukan koperasi dan dirinya sendiri, ia juga pernah<br />

mengikuti sebuah pendidikan untuk anggota di bidang manajemen usaha.<br />

Responden penelitian yang juga anggota KSP Bersehati bernama<br />

Helmy J Lomboan, 35 tahun menyatakan, bentuk upaya dia mengembangkan<br />

koperasinya bukan hanya dengan menabung. Tetapi yang lebih<br />

penting, kalau dia meminjam kepada koperasi juga selalu berusaha rajin<br />

mengembalikan alias mengangsur pinjamannya.<br />

Senada dengan Chyntia, Helmy juga mengaku pernah mengikuti<br />

beberapa pelatihan atau pendidikan buat anggota. Bedanya, bidang ilmu<br />

yang diikutinya adalah menyangkut akuntansi dan perpajakan. Bahkan<br />

pelatihan yang diselenggarakan oleh kalangan badan usaha milik negara<br />

(BUMN) maupun swasta di bidang pengembangan usaha mikro, kecil<br />

dan menengah (UMKM) pernah diikutinya.<br />

Helmy menambahkan, salah satu manfaat konkrit menjadi anggota<br />

koperasi adalah mendapat pinjaman dari koperasi secara cepat. Selain<br />

itu, masih mendapat SHU di setiap rapat anggota tahunan. Meski begitu,<br />

ia juga memiliki kritik terhadap koperasinya. Ia menegaskan, sebuah koperasi<br />

bisa sukses jika para pengurusnya memiliki kinerja yang baik. Seiring<br />

dengan itu, para pengurus harus memiliki sistem pelaporan keuangan<br />

yang dilakukan secara transparan.<br />

Yang jelas, berdasarkan leaflet yang diterbitkan koperasi beranggota<br />

359 orang ini sampai November 2006 sudah meraih sejumlah penghargaan.<br />

Pertama, periode 1998-2000 saat masih berstatus TPSP, unit<br />

koperasi ini terbaik di tingkat nasional menurut penilaian pihak Bank<br />

Rakyat Indonesia. Kedua, berturut-turut dari 2001-2004 KSP Bersehati<br />

terpilih menjadi KSP Terbaik dan Berprestasi se Kabupaten Minahasa,<br />

Sulawesi Utara.<br />

Ketiga, pada 2006 koperasi simpan pinjam ini juga menerima penghargaan<br />

sebagai KSP Terbaik dan Berprestasi si Provinsi Sulawesi Utara.<br />

Keempat, sejak 2002 hingga 2005 KSP Bersehati beberapa kali menjadi<br />

tempat magang atau pelatihan para pengurus koperasi se Provinsi Sulawesi<br />

Utara dan Gorontalo.***


NUSA TENGGARA TIMUR<br />

Subroto<br />

KUD Mina Karota Kupang<br />

TUMBUH DI TENGAH<br />

TENGKULAK DAN RENTENIR<br />

337<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


T<br />

idak mudah untuk mewujudkan ide dan menyatukan kepentingan<br />

bersama. Semakin banyak ide yang muncul semakin besar pula<br />

kepentingan yang muncul. Itulah perdebatan konstruktif yang<br />

berkembang saat berdirinya KUD Mina Karota Kupang, Nusa Tenggara<br />

Timur.<br />

Para pemrakarsa koperasi nelayan ini, memang memulai dengan sulit<br />

bercampur bingung. Sulit, karena usaha mereka selalu harus berhubungan<br />

dengan para tengkulak dan rentenir. Bingung, karena tidak tahu mau<br />

kemana mengadukan nasib buruk itu.<br />

Intinya, para nelayan memang seperti sudah di bawah kekuasaan para<br />

tengkulak atau saudagar besar yang memberi bantuan kepada mereka.<br />

Akibatnya, para nelayan juga sangat susah melepaskan diri dari jeratan<br />

jaring-jaring para rentenir.<br />

Subroto<br />

Pengurus berpose<br />

di halaman kantor<br />

KUD Mina Karota.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

338<br />

Ketika sabar mencapai batas, pada akhirnya para nelayan memberanikan<br />

diri menyampaikan persoalan yang mereka hadapi kepada Dinas<br />

Perikanan. Gayung bersambut, pengaduan itu mendapat respon dari para<br />

pejabat dari dinas terkait.<br />

Alhasil kalangan nelayan dan dinas berkompeten setempat memutuskan<br />

untuk membentuk sebuah perkumpulan sebagai wadah para<br />

nelayan. Pilihannya adalah koperasi.<br />

Yang jelas di periode awal pembentukan koperasi, sebagian besar<br />

pengurus inti koperasi tidak berasal dari nelayan. Karena itu mudah<br />

dipahami, saat dipimpin oleh birokrat yaitu para pejabat Dinas Perikanan<br />

dan pedagang besar untuk beberapa periode kepengurusan, koperasi selalu<br />

mengalami kegagalan dan tidak berkembang.<br />

Nasib nelayan waktu itu tak ubah, lepas dari mulut buaya masuk


mulut singa. Banyak di antara mereka yang mulai putus asa, bahkan banyak<br />

pula yang meningggalkan koperasi karena buruknya kinerja<br />

manajemen para pengurus. Pada kurun awal ini jenis koperasi adalah<br />

<strong>Koperasi</strong> Serba Usaha (KSU) Karota.<br />

Mengkaji dan belajar dari pengalaman pengelolaan tersebut, para nelayan<br />

akhirnya menyadari koperasi yang berkepentingan dengan nelayan<br />

harus dinahkodai oleh mereka sendiri.<br />

Ibarat sekali dayung dua pulau terlewati, para nelayan mengganti jenis<br />

koperasi dan sekaligus mencari status badan hukum. Akhirnya disepakati<br />

membentuk koperasi baru bernama <strong>Koperasi</strong> Mina Karota pada tanggal<br />

28 Mei 1989 dengan badan hukum koperasi bernomor 580/BH/XIV/ 1989<br />

tanggal 28 Desember 1989. Jumlah anggota yang mau bergabung 24<br />

orang, semuanya murni bermata pencaharian sebagai nelayan.<br />

Para anggota koperasi ini, kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai<br />

buruh yang membantu usaha pedagang besar. Sehingga hasil yang mereka<br />

dapat sangat kecil, disebabkan sewa peralatannya sangat tinggi. Pelan<br />

tapi pasti, pengurus koperasi perikanan ini bergotong royong saling membantu<br />

sesama anggota. Di samping tetap bekerjasama dengan dinas<br />

berkompeten, seperti dinas perikanan dan kantor koperasi.<br />

TINGKATKAN PERALATAN<br />

Yang pasti, peralatan kapal dan alat tangkap yang digunakan pada<br />

saat itu masih sangat sederhana. Maksudnya, peralatan yang dipakai<br />

nelayan daya tangkapnya masih terbatas. Antara lain menggunakan purse<br />

sain mini (lampara) kapasitas tiga ton sebanyak delapan unit. Alat lain<br />

ada jala lompo kapasitas satu ton sejumlah tiga unit. Ada juga long line<br />

(pancing dasar) dengan kapasitas satu ton sebanyak empat unit. Kemudian<br />

ada papalele (pemasaran) ukuran setengah ton sejumlah empat unit.<br />

Walaupun peralatan milik nelayan tersebut tergolong sederhana, para<br />

nelayan tidak menjadi surut semangat ke laut untuk menangkap ikan.<br />

Tujuannya, supaya mereka dapat menabung atau mencicil hutang pada<br />

musim turun ke laut dan sebagian mereka tabung untuk masa paceklik<br />

atau tidak melaut.<br />

Karena terbatasnya peralatan yang dimiliki, mereka selalu berusaha<br />

mendesak para pejabat yang berwenang untuk memberikan perhatian dan<br />

juga bantuan agar dapat bangkit dari kesulitan. Mereka sangat membutuhkan<br />

peralatan menangkap ikan, termasuk alat pendingin dan bahan<br />

bakar.<br />

Syukurlah hingga posisi September 2006, kapasitas peralatan tangkap<br />

ikan milik anggota telah mengalami peningkatan baik jumlah maupun daya<br />

tampung. Rinciannya sebagai berikut, purse sain kapasitas 10-12 ton<br />

sejumlah 69 unit. Sedangkan jenis jala lompo kapasitas 3–4 ton sebanyak 8<br />

unit, jenis long line daya tampung 6–7 ton berjumlah 26 unit. Sementara<br />

kategori papalele (pemasaran) kapasitas 3–4 ton sebanyak 13 unit.<br />

339<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Subroto<br />

Siap dan sigap dengan sepenuh<br />

hati melayani anggota<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

340<br />

MELAYANI PENUH<br />

Komunikasi antar anggota dilakukan dalam pertemuan yang secara<br />

berkesinambungan dan bergantian pada saat mereka turun ke darat atau<br />

saat menjual hasil tangkapannya. Dinas berkompeten pun melakukan<br />

pembinaan anggota secara efektif pada momen yang tepat. Misalnya<br />

pembinaan sesuai waktu yang telah ditentukan secara periodik.<br />

Selain itu, bagi anggota yang masih memiliki kewajiban terhadap<br />

koperasi bisa mengangsur sesuai kemampuan masing-masing. Pada saat<br />

ini mereka bersilahturahmi dengan pengelola usaha koperasi. Semua ini<br />

dilandasi semangat pengurus maupun petugas dinas berkompeten sesuai<br />

dengan kebutuhan usaha anggota.<br />

Terkait komunikasi maupun pembinaan yang baik, membuahkan hasil<br />

dengan perkembangan anggota yang juga membaik. Pada tahun 2002<br />

anggota sebanyak 257 orang dan pada tahun 2005 sebanyak 289 orang<br />

dengan kenaikan sebesar 32 orang, sebagaimana dapat dicermati pada<br />

tabel berikut.<br />

Perkembangan usaha koperasi terus bertambah. Hal ini terutama berkat<br />

kerja keras dan juga transparansi administrasi manajemen serta komitmen<br />

yang kuat dengan keseriusan pengurus melakukan kerja sama atau bentuk<br />

kemitraan. Misalnya pada tahun 2002 usaha wartel dapat dibuka<br />

bekerjasama dengan PT Telekomunikasi Indonesia. Kemudian tahun<br />

2004, bekerjasama dengan PT Bank Bukopin, dan yang terakhir dengan<br />

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Surat Perjanjian Penunjukan<br />

Pengelolaan dan Penggunaan Solar Packed Dealer (SPD) Nelayan pada<br />

tahun 2006.<br />

Rinciannya, perkembangan unit usaha KUD Mina Karota, sampai<br />

saat ini sebagai berikut. Pertama, pengelolaan alat penangkapan ikan.<br />

Kedua, menambah USP Swamitra yang bekerjasama dengan Bank


Bukopin. Ketiga, mendirikan waserda untuk memenuhi kebutuhan pokok<br />

anggota. Keempat, membuka kios BBM (SPDN) khusus memenuhi<br />

kebutuhan anggota. Dan kelima, melakukan kerja sama dengan Perumtel<br />

di unit usaha jasa wartel dan dengan PT PLN dalam pelayanan listrik<br />

negara.<br />

Di sisi lain, perkembangan jenis-jenis ikan yang dapat ditangkap oleh<br />

anggota KUD Mina Karota memakai peralatan dan sarana yang makin<br />

berkembang, semakin banyak jenis komoditas ikan yang tertangkap.<br />

Sebagian di antaranya adalah jenis ikan yang dapat diekspor.<br />

Berikut komoditas ikan jenis ekspor yang dilakukan oleh KUD Mina<br />

Karota: lobster hidup/mati, kerapu hidup/mati, kakap merah dan putih,<br />

ikan laying, sirip hiu, cakalang serta tuna dan kepiting.<br />

Tabel 1. Perkembangan KUD Mina Karota, 2002-2005<br />

Uraian 2002 2003 2004 2005<br />

Anggota 257 277 287 289<br />

Simpanan 47.952.400 49.106.238 57.143.171 70.974.897<br />

Modal sendiri 48.563.690 129.030.506 140.403.907 144.690.339<br />

Modal luar 692.879.519 609.759.885 510.370.078 520.770.178<br />

Transaksi Anggota/volume usaha 2.021.609.650 2.140.332.075 2.570.800.500 2.850.500.000<br />

Pendapatan 133.140.771 107.357.174 116.641.125 86.496.036<br />

Pengeluaran 124.137.327 94.957.174 104.391.125 71.855.600<br />

SHU 9.003.444 12.400.000 12.250.000 14.640.438<br />

Asset 784.017.800 777.651.082 687.547.000 716.050.766<br />

PENDEKATAN BISNIS<br />

Khusus di lembaga usaha koperasi, berkembangnya usaha tak lain<br />

berkat keuletan dan kerja keras pengurus dan pengelola koperasi. Bersamaan<br />

dengan ini, perlu didukung dengan transparansi administrasi koperasi<br />

dengan anggota. Intinya, faktor-faktor yang menjadi kiat koperasi dalam<br />

berkegiatan usaha adalah sebagai berikut.<br />

Pertama, manajemen yang terbuka dan transparan. Semua yang berhubungan<br />

dengan kegiatan usaha koperasi dilakukan dengan tertib dan<br />

terbuka bagi anggota atau warga masyarakat yang ingin mengetahui.<br />

Kedua, upaya perekrutan figur tokoh masyarakat dalam kepengurusan<br />

yang dipercayai anggotanya. Di dalam kepengurusan terbuka kesempatan<br />

menjadi pengurus dan mempunyai hubungan yang luas.<br />

Ketiga, melakukan penerimaan anggota secara selektif. Setiap calon<br />

anggota diseleksi secara seksama sebelum diterima menjadi anggota dan<br />

juga harus ada hubungannya dengan unit usaha koperasi.<br />

Keempat, semua unit usaha yang mendukung kegiatan anggota.<br />

Kelima, sense of business di antara pengelola, sehingga dapat mengutamakan<br />

ketepatan dan kecepatan yang mudah.<br />

341<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Keenam dukungan penuh dari masyarakat lingkungan dan pemerintah.<br />

Artinya, pemerintah setempat mendukung sepenuhnya apa yang diperlukan<br />

koperasi sesuai dengan kemampuan dan potensi SDM di koperasi.<br />

Ke depan, banyak tantangan dalam dunia usaha akibat globalisasi<br />

dan pasar bebas yang berkembang dewasa ini. Jangan lupa, produk dari<br />

luar negeri telah merambah usaha sampai ke pelosok dan teknik penangkapan<br />

ikan serta pelaku nelayan dari luar negeri yang datang ke Indonesia<br />

juga berketerampilan lebih tinggi. Tantangan ini harus dijawab dunia usaha<br />

koperasi dengan peningkatan kemampuan para pengelola usaha koperasi<br />

melalui pendidikan yang menambah keterampilan, teknik dan pemasaran<br />

hasil tangkapan para nelayan.<br />

Tak kalah penting, kemauan politik pihak pemerintah memajukan<br />

koperasi melalui kebijakan-kebijakan yahg konkrit harus selalu ditagih<br />

kalangan nelayan. Dengan demikian koperasi termasuk koperasi sektor<br />

perikanan dapat tetap menjadi salah satu pilar ekonomi bangsa melalui<br />

perjuangan nelayan.***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

342


DI YOGYAKARTA<br />

<strong>Koperasi</strong> Susu Warga Mulya<br />

Sleman<br />

Irsyad Muchtar<br />

BERSAMA MEREBUT<br />

PROSPEK<br />

343<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


K<br />

operasi satu ini, tampaknya menjadi andalan peternak sapi perah<br />

untuk memasarkan hasil produksi peternak di sekitar Kabupaten<br />

Sleman, Yogyakarta. Selain tergolong mampu membantu anggota<br />

secara baik, interaksi antara anggota dan koperasi setiap hari berjalan<br />

dengan teratur. Khususnya terkait aktivitas anggota menyetor susu sapi<br />

ke koperasi. Sebaliknya, lembaga koperasi juga dapat menyediakan pakan<br />

ternak sapi bagi kebutuhan anggotanya. Yang jelas, selama ini pasar susu<br />

pasteurisasi dalam kantung siap saji masih sangat terbatas. Akibatnya,<br />

pasar susu segar hasil produksi anggota koperasi ini masih sangat<br />

bergantung kepada IPS, yaitu PT Sari Husada, di Yogyakarta.<br />

MENDEKATI DOMISILI ANGGOTA<br />

<strong>Koperasi</strong> Susu “Warga Mulya” punya sejarah cukup panjang. Yang<br />

termasuk paling khas mengiringi perkembangan koperasi ini adalah:<br />

seringnya tempat domisili koperasi berpindah dan nomor badan hukum<br />

yang juga berubah.<br />

Irsyad Muchtar<br />

Pasteurisasi sebagai terobosan<br />

usaha yang menjanjikan.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

344<br />

Secara kronologis, koperasi ini berdiri pada 26 September 1978. Saat<br />

itu didukung oleh 126 anggota sebagai peternak sapi perah. Setahun<br />

kemudian, status badan hukum koperasi diperoleh pada tanggal 30 Januari<br />

1979 dengan nomor: 1.128/BH/XI/1979 dengan wilayah kerja meliputi<br />

se-Provinsi DI Yogyakarta, kala itu masih berkantor di Komplek Dinas<br />

Peternakan Kotamadya Yogyakarta.<br />

Sejalan perkembangan jumlah anggota koperasi, sekaligus kegiatan<br />

usaha atau kebutuhan anggota bagi kegiatan produksi susu sapi, pada<br />

tahun 1989 koperasi susu ini memindahkan kegiatannya ke alamat baru


Tabel 1. Perkembangan Anggota<br />

Uraian 1996-1999 2000-2002 2003 2004 2005<br />

1. Anggota 681 671 670 677 471<br />

2. Calon Anggota 41 30 27 19 17<br />

di Dusun Kembang, Maguwoharjo, Depok Kabupaten Sleman.<br />

Kemudian pada tahun 1991 badan hukum koperasi diubah dengan<br />

No: 1.128a/BH/XI/1991. Begitu pula sebagai dampak dari terus berkembangnya<br />

koperasi dan untuk mendekatkan dengan lokasi/domisili anggota<br />

agar pelayanan lebih optimal, maka pada 1 April 1999 koperasi susu<br />

“Warga Mulya” menempati gedung baru di Dusun Bunder, Purwobinangun,<br />

Pakem, Kabupaten Sleman. Pada saat itu nomor badan<br />

hukumnya juga berubah lagi menjadi No:27/BH/KWK.12/V/1998.<br />

Praktis selama 10 tahun, koperasi ini telah pindah alamat tiga kali<br />

dan tiga kali berubah badan hukum. Sementara itu sampai tahun 1998,<br />

anggota koperasi bertambah menjadi 681 orang dan 41 orang calon<br />

anggota. Mengenai perkembangan anggota koperasi, secara rinci dari tahun<br />

ke tahun dapat dilihat pada tabel I.<br />

Menurut dokumen yang ada di koperasi, pendiri atau sebagai promotor<br />

yang menandatangani anggaran dasar pada tahun 1978 koperasi<br />

susu ini ada lima orang, masing-masing drh H Soekarno, Abdul Ghani,<br />

RS H Hardjoni, Dwidjo Pradipto dan Margono HW. Mendampingi para<br />

pendiri ini, terdapat pengurus yang saat itu sebanyak sembilan orang.<br />

Susunan lengkapnya sebagai berikut: drh H. Soekarno (ketua I),<br />

Ir Sumardjo (ketua II), S. Harjono (ketua III), Rustamiyarso (sekretaris<br />

I), Ign. Harto, B.Sc (sekretaris II), Dalidjan SD (sekretaris III),<br />

Margono HW (bendahara I), Saliman (bendahara II), dan Pardjiman<br />

(bendahara III).<br />

<strong>Koperasi</strong> Susu Warga Mulya sangat menyadari strategisnya posisi<br />

sumber daya manusia (SDM). Itu sebabnya, mengingat pentingnya<br />

kualitas faktor SDM ini, baik pengelola (pengurus dan karyawan)<br />

maupun anggota seringkali menyelenggarakan berbagai kegiatan<br />

pelatihan bagi anggota dan pengelola. Tak terkecuali, aktivitas penyuluhan<br />

bagi anggota dan calon anggota juga sering dilakukan. Bukan<br />

hanya terbatas di lingkungan koperasi. Bahkan kegiatan di luar koperasi<br />

termasuk di luar kabupaten dan provinsi juga biasa digelar. Untuk kegiatan<br />

ini koperasi sering bekerjasama dengan dinas peternakan, perindustrian<br />

dan koperasi.<br />

Kegiatan yang bersifat dinamis hasil interaksi antara pengurus, pengelola<br />

dan karyawan koperasi ternyata sangat bermanfaat. Mengapa<br />

demikian? Sebab, aktivitas tersebut juga mempengaruhi pemahaman dan<br />

kesadaran para anggota dalam berkoperasi. Tegasnya, para anggota koperasi<br />

semakin mengerti bahwa selain sebagai pemilik koperasi (owners),<br />

mereka juga sebagai pengguna koperasi (users).<br />

345<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Produk olahan susu sapi<br />

yang siap dipasarkan.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

346<br />

Irsyad Muchtar<br />

PROSPEK PASTEURISASI<br />

Kekuatan utama usaha koperasi ini, adalah menampung, mengolah,<br />

serta memasarkan susu sapi produksi anggotanya. Termasuk di dalamnya<br />

menyediakan kebutuhan anggota bagi menunjang produksi<br />

susu. Kondisi tersebut dapat tergambar dari kinerja usaha koperasi<br />

dari waktu ke waktu, yang menunjukkan perkembangan cukup signifikan.<br />

Kondisi tersebut dapat dilihat pada perkembangan volume usaha<br />

unit susu, pakan dan pasteurisasi yang dari waktu ke waktu yang terus<br />

meningkat (lihat tabel 2).<br />

Mengapa unit usaha pasteurisasi sangat prospektif? Karena sejalan<br />

dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terutama di<br />

perkotaan. Mereka mengetahui benar, meminum susu sapi segar adalah<br />

upaya sangat baik bagi peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.<br />

Namun demikian, walaupun sudah memproduksi cukup banyak atau<br />

sekitar ribuan kantung susu pasteurisasi per hari, ternyata masih ada<br />

kendala. Yaitu, pihak koperasi<br />

belum memiliki izin resmi dari<br />

Dinas Kesehatan. Alasan Dinas<br />

Kesehatan setempat, proses<br />

pengolahan susu tersebut dianggap<br />

masih kurang memiliki<br />

peralatan standar seperti yang<br />

telah ditetapkan oleh instansi<br />

terkait atau Departemen Kesehatan.<br />

Mengacu pada keragaan<br />

tabel 2, perlu dikemukakan<br />

sejak 2003 koperasi mendirikan<br />

unit usaha simpan pinjam<br />

(USP). Kinerjanya cukup<br />

baik. Artinya, walaupun volume<br />

usahanya masih seratusan<br />

juta per tahun, tetapi sisa<br />

hasil usahanya tergolong<br />

paling besar. Maksudnya, USP<br />

dapat berperan sebagai unit usaha pendukung yang paling prospektif.<br />

Sebagai gambaran, SHU koperasi pada tahun 2003-2005 sebagian besar<br />

diantaranya (lebih dari 50 persen) disumbang oleh USP. Sedangkan usaha<br />

yang belum memberikan kontribusi terhadap SHU adalah pengadaan<br />

pedet.<br />

Selain itu, ada kenyataan bahwa akhir-akhir ini jumlah anggota yang<br />

aktif berkurang. Hal ini disebabkan kepemilikan jumlah sapi yang kurang<br />

efisien untuk setiap anggota. Penyebab lainnya, rata-rata umur sapi yang<br />

semakin tua sehingga produktivitasnya menurun.<br />

Namun demikian secara keseluruhan, volume usaha unit susu pada


Tabel 2. Perkembangan Usaha (dalam juta)<br />

Uraian 1996-1999 2000-2002 2003 2004 2005<br />

1. Jumlah Usaha 5 Unit 6 Unit 6 Unit 7 Unit 7 Unit<br />

2. Modal Sendiri 389 463 467 586 649<br />

3. Modal Luar 750 1.450 2.450 3.310 4.710<br />

4. Volume Usaha<br />

a. Susu 1.100 2.200 4.010 5.060 5.300<br />

b. Pakan 1.050 1.120 2.100 2.730 3.010<br />

c. Kredit Sapi 87 92 75 79 61<br />

d. Pedet 195 210 188 263 187<br />

e. Pasteurisasi - - 113 116 185<br />

f. Waserda 89 105 121 109 133<br />

g. USP - - 103 127 139<br />

5. SHU 50 58 85 112 124<br />

masing-masing kelompok masih terus meningkat. Hal ini tak lain karena<br />

harga susu yang meningkat cukup baik di pasaran. Di sisi lain, adanya<br />

sebagian anggota yang memiliki sapi tergolong cukup banyak. Sekadar<br />

gambaran, tingkat kepemilikan sapi terendah di koperasi ini adalah 2<br />

ekor per anggota. Sedangkan kepemilikan tertinggi adalah 23 ekor per<br />

anggota.<br />

Sementara itu terkait gambaran kinerja keuangan <strong>Koperasi</strong> Susu Warga<br />

Mulya, secara sekilas dapat dicermati pada tabel 3. Dapat tergambarkan,<br />

dalam dua tahun terakhir kondisi keuangan<br />

koperasi memperlihatkan kecenderungan yang<br />

lebih baik. Maksudnya, dari perbandingan total<br />

jumlah total aktiva-passiva pada 2005<br />

meningkat dibanding tahun sebelumnya.<br />

Sedangkan kekayaan bersih yang mampu<br />

mendukung seluruh kegiatan koperasi juga<br />

meningkat.<br />

TRANSPARANSI<br />

Jika mencermati lebih jeli, koperasi yang<br />

beroperasi di sekitar kaki Gunung Merapi ini<br />

sebenarnya mempunyai sejumlah keunggulan.<br />

Pertama, anggota sangat tergantung pada<br />

koperasi. Terutama sisi pemasaran susu produk<br />

Tabel 3.<br />

Aktiva dan Passiva Tahun 2004 dan 2005<br />

sapi ke IPS. Kedua, interaksi antara anggota dengan pengelola dan<br />

pengurus terjadi cukup intensif. Baik ketika menyetor susu setiap hari<br />

maupun adanya pertemuan penyuluhan dan diskusi sekurang-kurangnya<br />

4 kali dalam satu bulan.<br />

Ketiga, adanya sikap keterbukaan pengurus dan pengelola koperasi.<br />

Keempat di sisi pengkaderan, pengurus yang akan menggantikan pengurus<br />

lama telah mengalami proses pengkaderan dengan waktu yang cukup<br />

Uraian 2004 2005<br />

Aktiva<br />

1. Aktiva lancar 4.170,09 3.989,69<br />

2. Investasi Jk Panjang 28,24 28,30<br />

3. Aktiva Tetap 1.021,91 1.281,72<br />

4. Aktiva lain-lain 39,07 89,23<br />

5. Aktiva Titipan 1.515,79 1.545,13<br />

6. Kewajiban Titipan 3.399,88 3.533,81<br />

Passiva<br />

1. Kewajiban Lancar 1.352,17 1.132,96<br />

2. Kewajiban Jangka Panjang 1.461,19 1.751,66<br />

3. Kekayaan Bersih 586,52 649,19<br />

Total Aktiva-Passiva 3.399,88 3.533,81<br />

347<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Irsyad Muchtar<br />

Meninjau ketersediaan<br />

pakan ternak.<br />

panjang. Kelima, koperasi menyediakan berbagai keperluan anggota. Baik<br />

terkait dengan produksi susu maupun kebutuhan lain, termasuk melayani<br />

jasa keuangan anggota melalui unit USP.<br />

Meskipun begitu, koperasi juga memiliki kelemahan yang perlu<br />

disiasati bersama. Misalnya pasar output produk susu bersifat monopsoni.<br />

Konkritnya, apabila ada masalah di PT Sari Husada selaku pembeli,<br />

maka koperasi mengalami kesulitan memasarkan susu produksi anggota<br />

yang sifatnya harian. Fakta lain menunjukkan, anggota peternak belum<br />

menjadikan profesi peternak sebagai mata pencaharian utama alias masih<br />

melakukannya secara sambilan. Mudah diduga hasilnya menjadi tidak<br />

maksimal.<br />

Solusinya, berbagai langkah pendekatan atau lobi bisnis perlu ditempuh<br />

atau bekerjasama dengan kalangan IPS. Sedangkan ke kalangan<br />

anggota juga perlu diupayakan pelatihan atau pendidikan untuk menyadarkan<br />

sikap profesional dan martabat sebagai peternak. ***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

348


JAWA TIMUR<br />

Koppontren Utsmani Putukrejo<br />

Gondanglegi, Malang<br />

Dokumentasi<br />

MERESPON<br />

PERUBAHAN LINGKUNGAN<br />

349<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

350<br />

BERJUANG UNTUK PETANI TEBU<br />

K<br />

alau seandainya Belanda masih bercokol maka perkebunan tebu<br />

nasibnya tidak seperti sekarang ini. Tidak hanya pemilik modal saja<br />

yang menikmati manisnya tebu tapi juga petani tebu pribumi juga<br />

sekarang merasakan manisnya tebu. Petani tebu di Putukrejo Gondanglegi<br />

ketagihan menanam tebu karena telah merasakan manisnya tebu setelah<br />

bergabung dalam Koppontren Usmani.<br />

Koppontren Utsmani berada di Kecamatan Gondanglegi Kabupaten<br />

Malang bagian dari 33 kecamatan di wilayah Kabupaten Malang dengan<br />

jumlah penduduk 70,637 jiwa yang terdiri dari 34,215 laki-laki, 36,422<br />

perempuan. Potensi tanaman tebu di Kabupaten Malang tersebar di<br />

beberapa kecamatan seluas sekitar 25.000 hektare. Produksinya di<br />

Gondanglegi mencapai 255.603 ton/tahun, Jabung 97.229 ton per tahun,<br />

Bululawang mencapai 128.990 ton/tahun, Ngajum 63.830 ton/tahun, serta<br />

di Kecamatan Bantur 72.645 ton setiap tahun. Mayoritas petani tebu<br />

dengan tanah yang tidak terlalu banyak, menyebabkan petani tidak dapat<br />

memproduksi tebu dengan maksimal dan akhirnya terlibat dalam lingkar<br />

kemiskinan.<br />

Sejarah mencatat perkebunan tebu merupakan usaha kolonial untuk<br />

memenuhi pasar dunia. Sejak zaman pendudukan Jepang pasar dalam<br />

negeri makin berkembang sedangkan pasar luar negeri semakin kecil.<br />

Dalam hal komoditi tebu di Jawa, tanaman tebu rakyat mulai berperanan<br />

besar menyumbang pada produksi gula merah (gula mangkok) baik untuk<br />

kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 1975 pemerintah<br />

yang mulai pusing mengelola industri gula di Jawa membuat putusan<br />

mengagetkan dengan Inpres No. 9/1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi<br />

(TRI) yang melarang pabrik-pabrik gula (pemerintah maupun swasta)<br />

menyewa lahan milik petani. Semua tanah sawah dan tanah kering harus<br />

ditanami tebu rakyat karena tanaman rakyat dianggap lebih unggul khususnya<br />

secara ekonomis dibanding tanaman perkebunan besar/pabrik, dan<br />

yang paling penting pemerintah ingin menghilangkan konflik-konflik yang<br />

selalu terjadi antara pabrik-pabrik gula dan rakyat pemilik tanah. Kebijaksanaan<br />

TRI ini gagal total karena mengabaikan kenyataan pemilikan<br />

tanah rakyat yang sudah sangat sempit, yang mempunyai pilihan (alternatif)<br />

untuk ditanami padi. Tebu sebagai bahan baku untuk gula harganya ditetapkan<br />

pemerintah, sedangkan untuk padi tidak, maka di mana pun petani<br />

memilih menanam padi. Akibatnya tujuan untuk menaikkan produksi dan<br />

produktivitas tebu tidak tercapai (produksi gula merosot), dan Inpres TRI<br />

ini dicabut pada tahun 1998 setelah sangat terlambat, dan membuat kerusakan<br />

besar pada industri gula di Jawa.<br />

Dalam kondisi semacam itu mulai muncul keinginan agar petani tebu<br />

dapat berproduksi dengan standar baik dengan perlakuan memadai. Bahan<br />

pupuk dan pestisida sangat diperlukan petani tebu agar panen tebu sesuai<br />

keinginan pabrik gula dan harganya memadai. Pesantren yang selama ini<br />

selalu berhubungan dengan masyarakat sekeliling terutama petani tebu<br />

berinisiatif mendirikan koperasi agar menjadi jembatan yang baik untuk


petani dan pabrik tebu PG Krebet. Konflik kepentingan petani tebu dan<br />

pabrik tebu dapat dikurangi dengan pemecahan pabrik tebu mencarikan<br />

kredit ke bank untuk jaminan produksi bagi petani tebu. Dengan status<br />

Badan Hukum No.09/BH/KDK.13.13/X/1998 maka koperasi Usmani<br />

dapat menjembatani kepentingan petani tebu.<br />

Petani tebu yang selama ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan<br />

kredit akhirnya mendapat kredit melalui koperasi. <strong>Koperasi</strong> bernegosiasi<br />

dengan pabrik gula untuk mengkoordinasi petani tebu untuk mendapatkan<br />

fasilitas kredit, pupuk dan pestisida. Petani tebu mendapatkan kemudahan<br />

yang sebelumnya sulit diperoleh karena jumlah tanah yang dimiliki juga<br />

semakin sempit. Peran kiai memudahkan dalam proses perjanjian dengan<br />

pihak pabrik gula. Kepercayaan lembaga pesantren mengakibatkan petani<br />

tebu mengorganisasikan dalam kopontren agar mudah dalam mencapai<br />

kepentingan bersama yaitu kredit lunak untuk produksi tebu. Kepercayaan<br />

petani tebu dan pihak pabrik gula memudahkan kerjasama saling menguntungkan<br />

dalam bidang ekonomi dengan menggunakan ketokohan kiai sebagai<br />

pemuka agama. Akhirnya Koppontren Utsmani yang beralamat di<br />

Kantor Jalan Sunan Ampel<br />

02 B Putukrejo Gondanglegi<br />

Malang menjadi<br />

tempat para petani<br />

tebu bergerak menanam<br />

tebu dengan lebih baik.<br />

KEPENTINGAN ANGGOTA<br />

Kekuatan Koppontren Utsmani adalah memfokuskan usaha pada<br />

kepentingan anggota yang kebanyakan petani tebu. Jenis usaha kopontren<br />

sesuai dengan lapangan pekerjaan anggota yaitu petani tebu. <strong>Koperasi</strong><br />

juga mengandalkan hubungan<br />

baik antara petani, kiai dan pabrik<br />

gula dengan melakukan administrasi<br />

yang tertib. Koppontren<br />

tidak tergesa-gesa untuk memperluas<br />

jenis usaha dan memfokuskan<br />

pada pendapatan yang<br />

tetap. Koppontren mendapat fee<br />

dari tiap kilogram tebu dan pupuk<br />

sehingga operasional koperasi<br />

dapat berjalan baik dengan SHU<br />

yang relatif besar bagi anggota<br />

koperasi. Jenis usaha yang belum<br />

beranjak dari tebu sebagai komoditi<br />

memang tidak besar tapi<br />

merupakan awal koperasi untuk<br />

memperluas usaha dengan bukti<br />

Tabel 1. Struktur Permodalan Kopontren Utsmani<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

Modal Luar 527,000,000 563,444,000 679,900,000 790,910,000 810,690,000<br />

Modal Sendiri 28,600,000 32,405,000 35,890,000 37,890,000 49,000,000<br />

Grafik 1. Perbandingan Modal<br />

900.000.000<br />

800.000.000<br />

700.000.000<br />

600.000.000<br />

500.000.000<br />

400.000.000<br />

300.000.000<br />

200.000.000<br />

100.000.000<br />

0<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

Modal Luar<br />

semakin banyaknya anggota koperasi mulai dari 70 orang pada tahun<br />

2001 menjadi 120 orang pada tahun 2005.<br />

351<br />

Modal Sendiri<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Grafik 2. Perkembangan Simpanan Pokok<br />

12.000.000<br />

10.000.000<br />

8.000.000<br />

6.000.000<br />

4.000.000<br />

2.000.000<br />

0<br />

2001 2002 2003 2004 2005<br />

Tabel 2. Analisis Rasio Koppontren Utsmani<br />

Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />

RENTABILITAS 5,07 4,92 0,04 0,39 0,04<br />

LIKUIDITAS 276 222 254 235 235<br />

SOLVABILITAS 251 224 133 129 129<br />

PENGELOLAAN DANA<br />

Koppontren Utsmani adalah komposisi modal yang terlalu banyak<br />

modal luar dibanding modal dalam. Modal luar kopontren Usmani tahun<br />

2005 adalah sebanyak Rp 810,7 juta sedangkan modal dalam adalah Rp<br />

49 juta. Koppontren mendapat kepercayaan untuk mengelola dana luar<br />

yang berupa kredit untuk pendukung penanaman tebu para anggota seperti<br />

terlihat pada Tabel 1.<br />

Simpanan pokok anggota meningkat seiring dengan pertambahan<br />

anggota koperasi seperti terlihat di Grafik 1 dan 2. Peningkatan<br />

keanggotaan seiring dengan kepercayaan anggota koperasi untuk<br />

bergabung di koperasi.<br />

Terlihat pada Tabel 2 tingkat keuntungan koppontren Ustmani menurun.<br />

Kemampuan koperasi membayar hutang dan membayar kewajiban<br />

jangka pendek menurun tapi tidak terlalu besar.<br />

Kebangkitan koperasi pesantren sebagai wadah petani tebu untuk<br />

memperbaiki kehidupan dengan mendapat fasilitas kredit sesuai dengan<br />

prinsip kebersamaan. Petani tebu merasa nyaman menyatukan aspirasi<br />

ekonomi melalui koperasi untuk mendapat dana bagi kelangsungan tebu<br />

yang menjadi andalan kehidupan. ***<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

352


SUMATERA BARAT<br />

Dokumentasi<br />

KUD VII Koto Talago I,<br />

Lima Puluh Kota<br />

JALAN PANJANG<br />

MEMBELA ANGGOTA<br />

353<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Budaya arisan telah lama dikenal di nusantara ini. Bahkan dari kegiatan<br />

masyarakat tersebut banyak yang meningkat menjadi kelompok<br />

usaha yang permanen. Semisal dengan membentuk sebuah koperasi.<br />

Tidak sedikit koperasi berkembang berawal dari sebuah kegiatan bernama<br />

arisan. Demikian cikal bakal KUD Koto Talago yang berdomisili di desa<br />

Tanjung Jati kecamatan Guguk, Kabupaten Lima Puluh Kota (sekitar 17<br />

km sebelah utara Kota Payahkumbuh).<br />

Awalnya kegiatan arisan seminggu sekali beranggotakan 18 orang<br />

yang berprofesi sebagai pedagang kecil dan petani, bersepakat menjadikan<br />

kelompok arisannya berubah menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam<br />

(KSP). Tepatnya keinginan itu terwujud pada 15 September 1953 dengan<br />

nama KSP Sejahtera. Modal dihimpun untuk kegiatan koperasi disepakati<br />

simpanan pokok sebesar Rp 25 dan simpanan wajib Rp 250 per minggu.<br />

Yang melatar belakangi kelahiran KSP Sejahtera ini lantaran di desa<br />

Tanjung Jati dan sekitarnya, bila orang ingin membutuhkan permodalan<br />

untuk meningkatkan usahanya sangat sulit. Akhirnya para pedagang kecil<br />

hanya dapat menggantungkan pada rentenir yang mematok bunga tinggi.<br />

Biasanya praktek yang digunakan si rente ini bila calon nasabahnya<br />

memiliki jaminan yang menghasilkan, misalnya pohon kelapa, kolam<br />

sawah dan lainnya yang biasanya disebut Pagang Gadai.<br />

Tidak sedikit para petani dan pedagang kecil yang terjerat oleh<br />

para rentenir. Dengan menyerahkan agunan berupa tanaman/pohon tua<br />

yang menghasilkan kepadanya tanpa mendapatkan bagian sedikitpun.<br />

Berangkat dari tekad untuk melepaskan diri terhadap praktik sistem ijon<br />

dan rentenir yang sangat menjerat, mereka kemudian bersatu padu<br />

membangun koperasi simpan pinjam.<br />

Situasi pergolakan PRRI tahun 1958 yang sampai di desa Tanjung<br />

Jati menyebabkan koperasi ini tidak dapat melakukan kegiatannya sampai<br />

pada pertengahan 1960. Baru, setelah kondisinya aman pada 16 September<br />

1960 koperasi mengadakan rapat anggota. Tujuannya, ingin mengaktifkan<br />

kembali kegiatan sekaligus menunjuk pengurus lama tetap sebagai<br />

pengurus.<br />

Pada 1962 koperasi ini memperoleh Badan Hukum Nomor 7116 dan<br />

berubah nama menjadi <strong>Koperasi</strong> Sejahtera Tanjung Jati. Pada 1969 demi<br />

alasan penyesuaian dengan kondisi saat itu dan kepentingan anggota nama<br />

koperasi berubah lagi menjadi <strong>Koperasi</strong> Serba Usaha (KSU) Sejahtera<br />

Tanjung Jati. Selang kurang lebih 18 tahun namanya kembali menyublim<br />

dan berganti menjadi KUD VII Koto Talago II Tanjung Jati.<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

354<br />

PERJUANGAN 45 TAHUN<br />

Adanya komitmen tinggi dan visi yang sama antara pengurus, pengawas<br />

dan anggota bahwa pembentukan koperasi merupakan satu-satunya<br />

jalan keluar untuk mengatasi permasalahan yang ada cukup nyata. Terbukti<br />

koperasi telah berhasil mengentaskan anggotanya terbebas dari jeratan<br />

rentenir dan ijon. Perjalanan panjang koperasi yang lebih dari setengah<br />

abad ini pantas mendapatkan apresiasi.


Dokumentasi<br />

Warung sembako milik<br />

KUD VII Koto Talago.<br />

<strong>Koperasi</strong> yang telah melampaui tiga zaman ini tetap eksis menjalankan<br />

usahanya. Ada enam unit usaha yang menjadi pilar ekonomi anggota dan<br />

masyarakat sekitarnya. Yakni, USP, unit jasa wartel dan kolektor listrik,<br />

waserda, RMU, jasa penggilingan jagung dan Unit Trading (Pengadaan<br />

Jagung, Pangan)<br />

Atas kerja keras semua komponen koperasi, terutama komitmen<br />

pengurus yang kuat membawa misi kesejahteraan, akhirnya pada 1989<br />

KUD VII Koto Talago Tanjung Jati dinobatkan sebagai KUD Mandiri<br />

oleh Menteri <strong>Koperasi</strong>. Prestasi itu dapat dipertahankan sehingga pada<br />

1991 kembali memperoleh penghargaan KUD Mandiri Terbaik Tingkat<br />

Nasional.<br />

Kegiatan USP selalu yang favorit sejak tahun 1953. Pengurus telah<br />

berusaha meningkatkan kemampuan dalam melayani anggota. Atas<br />

komitmen yang tinggi tersebut, permodalan koperasi makin mudah<br />

diakses oleh anggota yang sebagian besar berprofesi petani dan pedagang.<br />

Pada 2003 Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM memberikan bantuan<br />

dana bergulir program khusus untuk KUD yang bergerak di sektor agribisnis<br />

sebesar Rp 1 miliar. Perkembangan modal pada tahun buku 2005 mengalami<br />

peningkatan dibanding tahun sebelumnya (lihat tabel I).<br />

Tabel 1. Perkembangan Simpanan Anggota<br />

No. URAIAN 2005 2004<br />

1. Simpanan Wajib 198.157.822 169.876.3114<br />

2 Simpanan Sukarela 848.504.524 727.437.100<br />

Jumlah Modal Sendiri 1.046.662.346 897.313.414<br />

3 Pemberian pinjaman 2.705.735.000 2.528.850.00<br />

4 Jasa pinjaman 94.440.940 51.690.778<br />

5 Jasa Bank 2.190.523 163.600<br />

355<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah


Unit RMU masih menjadi<br />

andalan KUD VII Koto Talago.<br />

Dokumentasi<br />

Pengelolaan manajemen KUD VII Koto Talago II diserahkan tim<br />

pengurus dengan masa jabatan tiga tahun terdiri dari lima orang, (Ketua,<br />

Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan Bendahara). Untuk<br />

memperlancar jalannya operasional usaha, koperasi mempekerjakan 16<br />

orang karyawan. Kegiatan usaha ini selalu dipantau secara periodik oleh<br />

badan pengawas yang beranggotakan tiga orang.<br />

Selain mempunyai komitmen tinggi, pengurus juga selalu berusaha<br />

melaksanakan amanah dengan mengeluarkan segala kemampuannya. Ada<br />

beberapa strategi di antaranya dengan memegang teguh asas selektivitas.<br />

Dengan prinsip ini SDM yang dimiliki koperasi lumayan baik.<br />

Jumlah keanggotaan KUD VII Koto Talago dari tahun ke tahun<br />

menunjukkan peningkatan, walaupun prinsip selektivitas dalam penerimaan<br />

anggota baru makin diperketat. Perkembangan keanggotaan yang tidak<br />

membatasi hanya satu desa tetapi berasal dari desa lain membawa dampak<br />

positif. Jumlah anggota pada tahun 2003 adalah 1.264 orang. Terjadi<br />

peningkatan 5,6% pada tahun 2004 menjadi 1.335 orang dan di tahun 2005<br />

berjumlah 1.390 orang dengan bertambahnya anggota 4%.<br />

Untuk merangsang kreativitas anggota, pengurus kerap memberikan<br />

insentif dalam bentuk kesejahteraan. Di antaranya pemberlakuan bunga<br />

tidak terlalu tinggi atau standar dengan bank konvesional. Saat momenmomen<br />

penting seperti hari Idul Fitri, koperasi juga memberikan THR,<br />

dana sosial berupa santunan duka cita dan bea siswa.<br />

KINERJA<br />

Guna mengetahui sejauh mana kinerja koperasi dan prestasi yang<br />

telah dicapai oleh KUD, dapat dilihat pada tabel 2.<br />

Tabel 2.<br />

Kekayaan<br />

Bersih<br />

No Uraian 2003 2004 2005<br />

1. Simpanan Pokok 1.264.000 13.015.100 13.607.900<br />

2. Simpanan Wajib 142.290.917 169.876.314 198.157.822<br />

3. Simpanan Konsumsi 64.727.716 79.924.394 95.241.756<br />

4. SImpanan Wajib Usaha 5.413.433 6.076.229 30.216.480<br />

5. Cadangan 226.079.143 226.079.143 264.438.973<br />

6. Donasi 22.695.000 22.145.000 22.145.000<br />

7. SHU Tahun Berjalan 6.630.571 16.618.108 22.836.233<br />

Jumlah 468.100.780 533.734.288 646.644.164<br />

<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />

Lingkungan yang Berubah<br />

356<br />

Mengacu pada keragaan tabel di atas, menunjukkan adanya perkembangan<br />

pada tiga tahun terakhir. Jumlah simpanan wajib dan simpanan<br />

wajib usaha menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Hal<br />

tersebut sebagai indikator tingkat partisipasi aktif anggota yang cukup baik.<br />

Demikian pula pada penyisihan SHU, yang pada tahun buku 2005<br />

mengalami peningkatan hampir empat kali lipat dibanding tahun buku<br />

sebelumnya.***

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!