Koperasi daerah Pedesaan - Smecda
Koperasi daerah Pedesaan - Smecda
Koperasi daerah Pedesaan - Smecda
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Koperasi</strong><br />
PEDESAAN<br />
253<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
254
JAWA TIMUR<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE Pujon Malang<br />
Dokumentasi<br />
SAPI PERAH<br />
BAWA BERKAH<br />
255<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Dokumentasi<br />
Pengurus dan pengawas<br />
berpose usai RAT.<br />
Pujon adalah sebuah wilayah dingin yang dikelilingi gunung dan bukit<br />
dengan suhu rata-rata 19-26 derajat celcius dan curah hujan 2.310<br />
mm per tahun Sebelum dan sampai dengan tahun 1962 wilayah yang<br />
sangat bagus untuk lahan pertanian ini belum dapat dimanfaatkan oleh<br />
masyarakat untuk memproduksi komoditi pertanian seperti sayur-sayuran<br />
ataupun hasil-hasil bumi yang lain.<br />
Hal ini disebabkan karena petani tidak mampu membiayai proses<br />
produksi, sehingga jatuh pada kontraktor-kontraktor maupun penyewapenyewa<br />
tanah bermodal kuat yang berasal dari luar wilayah Pujon.<br />
Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang mampu mengelola lahan<br />
yang dimiliki, sehingga banyak yang terpaksa menjadi buruh tani. Karena<br />
pendapatan sebagai buruh tani tidak mencukupi kebutuhan hidup seharihari,<br />
maka masyarakat yang tinggal di ketinggian 1.100 m dari permukaan<br />
air laut ini, mulai merambah lingkungannya.<br />
Pohon-pohon lebat yang seharusnya dilestarikan ditebang. Kayunya<br />
dijual dan sebagian dijadikan arang. Akibatnya, lingkungan hutan di<br />
seputar wilayah Pujon rusak berat. Saat itu pemerintah <strong>daerah</strong> setempat<br />
(Muspika) berusaha memberikan penerangan pentingnya pelestarian lingkungan,<br />
namun himbauan tersebut tidak dihiraukan. Akhirnya Muspika<br />
terpaksa turun tangan menangkap para penebang liar.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
256<br />
KEBANGKITAN PETERNAK<br />
Selain bekerja sebagai buruh tani dan penebang liar, sebagian kecil<br />
warga masyarakat Pujon ada yang berusaha mencukupi beban hidup<br />
sebagai peternak sapi perah. Usaha beternak sapi perah sebagai mata<br />
pencaharian di Pujon sebenarnya sudah berlangsung pada abad pertengahan<br />
ke 19 dengan adanya dua buah stal (milkcray).<br />
Stal adalah usaha beternak sapi perah yang diambil air susunya untuk<br />
dijual. Sedangkan stal itu sendiri sebenarnya tempat untuk memelihara sapi.<br />
Dua buah stal yang ada di Pujon salah satunya milik Mr. Pochert dan lainnya<br />
milik Mr.Swarthuten, keduanya bangsa Belanda. Mereka menjalankan<br />
bisnis dengan memperkerjakan penduduk Pujon dengan system upah.
Buruh-buruh Mr. Pochert dan Mr.Swarthuten bekerja sebagai<br />
pengembala sapi perah, membersihkan dan menjaga kandang serta ternak,<br />
memerah, dan sebagai voorloper (mengantar susu ke pelanggan/pemasaran).<br />
Sekitar tahun 1942 Mr. Pochert dan Mr.Swarthuten meninggalkan<br />
Pujon beserta harta benda termasuk ternaknya karena situasi politik pada<br />
saat itu. Kemudian usaha ternak sapi perahnya dilanjutkan oleh bangsa<br />
Jepang dan sebagian lagi diteruskan warga Pujon sendiri.<br />
Sayangnya usaha ini tidak berkembang. Ketika Jepang meninggalkan<br />
Pujon karena situasi politik, selanjutnya usaha beternak sapi perah<br />
sepenuhnya berada di tangan beberapa masyarakat Pujon secara individu.<br />
Dalam memasarkan susu sapi perahnya, para pengusaha sapi perah<br />
terus bersaing. Persaingan mereka menurunkan harga susu guna merebut<br />
pasaran. Akibat persaingan harga menyebabkan beternak sapi justru<br />
membuat mereka rugi dan semakin melarat. Usaha beternak sapi perah<br />
menjadi tidak diminati. Sebenarnya usaha beternak sapi perah saat itu<br />
merupakan potensi yang bisa diandalkan jika ditangani secara terpadu.<br />
Melihat potensi yang ada saat itu, sebenarnya usaha beternak sapi perah<br />
perlu digalang, dibangkitkan dan dikembangkan. Sebab, tidak mungkin<br />
masyarakat Pujon terus menerus sebagai buruh tani atau menjadi buron<br />
karena sebagai penebang liar.<br />
Pemikiran untuk menggali potensi lewat pengembangan peternakan<br />
serta menata pemasaran diprakarsai oleh drh. Memet Adinata, Kepala<br />
Dinas kehewanan Malang Selatan. Beliau mendirikan koperasi sebagai<br />
jalan pemecahan bagi peternak sapi. Maka pada 30 Oktober 1962 sebanyak<br />
23 orang peternak sepakat mendirikan koperasi susu yang diberi nama<br />
<strong>Koperasi</strong> Susu Sinau Andandani Ekonomi (belajar memperbaiki ekonomi)<br />
di Pujon, dengan populasi ternak 35 ekor dengan jumlah produksi 50<br />
liter per hari.<br />
SEJARAH<br />
Pada awal berdirinya koperasi SAE beranggotakan 23 orang, ternak<br />
sebanyak 35 ekor dengan produksi susu 50 liter per hari dipasarkan ke warung-warung.<br />
Pada tahun 1963 <strong>Koperasi</strong> SAE mendapatkan bantuan pemerintah<br />
lewat Direktur Jendral Peternakan berupa sapi impor sebanyak 90 ekor.<br />
Bantuan ini bersifat penggaduan; yaitu peternak mendapat bagian<br />
berupa anak sapi yang menjadi hak karena memelihara sapi induk. Dengan<br />
bantuan tersebut dalam tempo lima tahun anggota koperasi SAE berkembang<br />
jadi 150 orang pada tahun 1967 dan berstatus badan hukum<br />
No. 2789/II/12-1967 pada tanggal 16 Agustus 1968. Selama tahun 1968-<br />
1970 <strong>Koperasi</strong> SAE mengalami kemunduran yang mengancam pada suatu<br />
kegagalan total.<br />
Jumlah anggota pada tahun 1970 menyusut menjadi 34 orang yang<br />
semula berjumlah 150 orang. Sapi-sapi perah milik anggota banyak yang<br />
dijual dan hasil penjualan dipergunakan untuk usaha lain. Demikian juga<br />
dengan produksi susu <strong>Koperasi</strong> SAE hanya menampung sekitar 200 liter<br />
sehari dari 2.000 liter per hari. Anggota <strong>Koperasi</strong> SAE banyak yang keluar<br />
karena disebabkan kurang cakap dan kreativitas pengurus, dalam hal ini<br />
257<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
manajemen pengelolaan koperasi. Pola manajemen yang dijalankan<br />
pengurus sangat tidak mencerminkan manajemen usaha <strong>Koperasi</strong> SAE.<br />
Di samping itu ada unsur-unsur politik yang masuk ke dalam organisasi<br />
<strong>Koperasi</strong>, sehingga gerak langkah koperasi tidak membawa aspirasi dari<br />
seluruh anggota melainkan aspirasi golongan tertentu.<br />
Analisis lain menyebutkan, kehancuran <strong>Koperasi</strong> SAE disebabkan<br />
pengurus menjadikan koperasi ini sebagai ladang mengeruk keuntungan<br />
pribadi. Perkembangan situasi ekonomi pemerintah juga tidak<br />
memungkinkan program yang memperhatikan perkembangan koperasi<br />
berjalan baik. Sebagai titik terendah keadaan <strong>Koperasi</strong> SAE pada usianya<br />
yang ke 8 tahun (1962-1970) mempunyai utang kepada anggota akibat<br />
dari kegagalan pengelolaan koperasi sebesar Rp 809.500, sementara<br />
piutang tidak ada sama sekali.<br />
Forum RAT salah satu sarana<br />
anggota menyampaikan usul<br />
dan saran.<br />
Dokumentasi<br />
Pada 23 Mei 1970 sekalipun pengurus periode II (1968-1971) belum<br />
habis masa jabatan, terpaksa direformasi melalui rapat anggota. Atas keputusan<br />
rapat anggota tersebut ditunjuk Kalam Tirtorahardjo sebagai ketua<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE dengan anggota pengurus enam orang. Selanjutnya ketua<br />
pengurus mengajukan pendapat kepada Kepala Kantor <strong>Koperasi</strong> Kabupaten<br />
Malang yang didukung oleh camat, Dansekpol dan Danramil.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
258<br />
MANAJEMEN PROFESIONAL<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE berusaha mengembalikan kepercayaan anggota dan<br />
masyarakat umum. Caranya, dimulai dengan langkah-langkah pembinaan<br />
dan mengadakan berbagai pembenahan baik organisasi maupun manajemen<br />
serta pengembangan usaha yang lebih efektif, intensif dan terpadu.<br />
Selang waktu 3 tahun (1970-1973) <strong>Koperasi</strong> SAE telah menunjukkan<br />
keberhasilannya dengan berhasil melunasi semua utang pada anggota.<br />
Keberhasilan ini juga menunjukkan peran pemerintah yang terus-menerus<br />
memberikan pengarahan serta pembinaan di bidang organisasi maupun<br />
bidang lainnya.<br />
Keberhasilan yang telah dicapai oleh pengurus pada periode III (1970-<br />
1973) menyebabkan mereka dipilih kembali pada periode IV (1974-1977).
Berdasarkan misi koperasi yaitu harus dapat menyejahterakan anggota,<br />
maka <strong>Koperasi</strong> SAE bersama pemerintah melalui Dinas Peternakan mulai<br />
membenahi managemen beternak sapi perah pada anggota, baik mengenai<br />
perkandangan, pakan, genetik dan sebagainya sampai cara penanganan<br />
pasca panen. Sedangkan pemasaran susu produk <strong>Koperasi</strong> SAE masih<br />
berkisar di lingkungan Pujon, Batu dan Kodya Malang.<br />
Pada pertengahan 1974 timbul masalah baru yaitu produksi susu meningkat<br />
dengan pemasaran yang kurang memadai. Saat itu produksi susu<br />
mencapai 2000 liter per hari sedang yang dapat dipasarkan 1500-1600<br />
liter per hari. Sisanya 500 liter diberikan kepada anak sekolah (Sekolah<br />
Dasar), masyarakat yang mau dan selebihnya dibuang karena telah rusak.<br />
Pembuangan susu terpaksa dilakukan karena pada saat itu <strong>Koperasi</strong><br />
SAE belum mempunyai peralatan yang dapat menyelamatkan susu. Bulan<br />
Januari 1975 pengurus menawarkan produk susu anggotanya ke PT Nestle<br />
di Surabaya dan sebulan berikutnya pihak PT Nestle dengan diwakili Soeseno<br />
dan Mister Enggal mengadakan penjajakan. Mulai 1 Mei 1975, PT<br />
Nestle mau menerima dan membeli produksi susu <strong>Koperasi</strong> SAE dengan<br />
pengiriman perdana sebanyak 160 liter perhari dengan harga Rp 90.<br />
Pada tahun 1977 anggota <strong>Koperasi</strong> SAE mencapai 416 orang dengan<br />
populasi ternak 1.664 ekor, produksi susu 1.233.908 liter. Perkembangan<br />
modal mencapai Rp 367.900, simpanan pokok dan simpanan wajibnya<br />
mencapai Rp 988.191 serta volume permodalan meliputi Rp 88.120.370<br />
untuk penerimaan dan pengeluaran sebesar Rp 74.094.510.<br />
Memasuki tahun 1977 <strong>Koperasi</strong> SAE mampu menyetor susu ke PT<br />
Nestle bervolume 3.000 kg per hari. Tetapi harga susu mengalami<br />
penurunan dari Rp 90 per kg menjadi Rp 62 per kg. Dengan harga<br />
tersebut, perjalanan perkembangan <strong>Koperasi</strong> SAE kembali tersendat.<br />
Masalah harga baru yang ditetapkan PT FSI tidak mencukupi pengeluaran<br />
yang harus ditanggung anggota.<br />
Keguncangan yang mengancam <strong>Koperasi</strong> SAE saat itu didengar oleh<br />
Menteri Muda Urusan <strong>Koperasi</strong> Bustanil Arifin. Pada pada 12 Juni 1978,<br />
ia berkunjung ke <strong>Koperasi</strong> SAE dan berdialog dengan pengurus dan<br />
anggota koperasi. Hasilnya, <strong>Koperasi</strong> SAE akan dibantu modal untuk<br />
penyelesaian pembangunan gedung perkantoran sebesar Rp 10.000.000.<br />
Namun pihak <strong>Koperasi</strong> SAE lebih memilih agar pemerintah turun<br />
tangan untuk ikut menangani pemasaran dan harga susu koperasi. Dari<br />
informasi yang dikemukakan oleh pihak <strong>Koperasi</strong> SAE, disimpulkan<br />
bahwa koperasi susu di Indonesia perlu membentuk organisasi untuk<br />
menyatupadukan gerak koperasi susu. Sedangkan masalah pemasaran<br />
susu ke PT Nestle akan segera dipecahkan di Jakarta dengan mengimbau<br />
para pimpinan Industri Pengolah Susu (IPS) bersama industri yang terkait<br />
dengan persusuan.<br />
ALIANSI STRATEGIS<br />
Pada 22 Mei 1979, Bustanil Arifin mengirim utusan ke India untuk<br />
mempelajari koperasi persusuan di sana. Kemudian dibentuk tim Teknis<br />
Peneliti dan Pengembangan <strong>Koperasi</strong> Susu Indonesia untuk menganalisis<br />
259<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
tiap-tiap industri pengolahan susu, pembelian susu import dan penjualan<br />
susu hasil IPS, serta menelaah izin-izin usaha yang ternyata pada umumnya<br />
mereka berjanji untuk menerima susu segar produksi dalam negeri.<br />
Pada 19-21 Juli 1978 di Pusat <strong>Koperasi</strong> Jakarta diadakan Temu Karya<br />
<strong>Koperasi</strong> Susu ke I yang dihadiri 14 koperasi susu terbesar di seluruh<br />
Indonesia. Pertemuan itu bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan<br />
pemecahannya serta membuat program kerja. Selanjutnya pada 29-31<br />
Maret 1979 diadakan Temu Karya ke II untuk mengevaluasi kerja sama<br />
dengan IPS dan membuat rencana kerja lebih mantap dalam organisasi<br />
koperasi, peningkatan produksi susu, juga dilakukan penyesuaian wadah<br />
koperasi susu dari Badan Koordinasi koperasi Susu Indonesia (BKKSI)<br />
menjadi Gabungan <strong>Koperasi</strong> Susu Indonesia (GKSI).<br />
Tugas pertama GKSI adalah mengusulkan kepada Menteri Muda<br />
Urusan koperasi supaya meninjau kembali harga susu yang telah<br />
ditetapkan IPS. Dan akhirnya harga susu disepakati menjadi Rp 165 per<br />
kg dengan standart fat 3,0% mulai tahun 1980.<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE pada program I tahun 1979-1982 mendapat kredit<br />
Krekop sebanyak 700 ekor. Sedangkan kredit program USP di tahun<br />
yang sama mendapat 630 ekor dan bantuan presiden 130 ekor, semua<br />
sapi tersebut berasal dari Newzeland dengan jenis sapi Fresent Holtand<br />
(FH). Pada 1988 yaitu program Kredit koperasi, tahun 1987-1989<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE mendapat kredit sebanyak 216 ekor sapi yang berasal dari<br />
Amerika Serikat. Jumlah sapi baru yang impor sejak tahun 1978-<br />
pertengahan 1988 sebanyak 1676 ekor sapi kredit.<br />
PERKUATAN SDM<br />
Pada 1979 pengurus <strong>Koperasi</strong> SAE dikirim ke luar negeri untuk mendalami<br />
manajemen beternak sapi perah secara modern, dan belajar managemen<br />
perkoperasian. Dalam waktu relatif pendek ilmu yang telah<br />
didapat ditularkan kepada peternak sapi perah di Pujon. Hasilnya, produksi<br />
rata-rata susu Pujon menjadi 10-12 liter per ekor per hari. Tahun 1979,<br />
jumlah populasi ternak yang bergabung dengan <strong>Koperasi</strong> SAE ada 3592<br />
Sapi perah merupakan<br />
aset anggota koperasi.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
260<br />
Dokumentasi
Tabel 1. Komposisi Modal <strong>Koperasi</strong> SAE, 2001-2005<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
Modal Luar 4,486,365,057 5,558,186,960 5,423,878,552 7,063,286,649 8,378,823,355<br />
Modal Dalam 13,892,648,884 14,571,108,319 16,982,256,066 18,599,764 20,339,074,506<br />
ekor. Produksinya sekitar 2.605.914 liter<br />
dengan jumlah peternak 820 orang. Setahun<br />
kemudian populasi membengkak jadi 5.556<br />
ekor, produksi susu 3.305.688 liter dengan<br />
jumlah peternak tetap.<br />
Dalam tempo sepuluh tahun yaitu pada<br />
tahun 1990, terjadi perkembangan<br />
drastis, jumlah anggota koperasi mencapai<br />
3.601 orang dengan populasi ternak 16.774<br />
ekor dan produksi susu 20.371.512,5 liter.<br />
Tahun 2005 jumlah sapi mencapai 21.069<br />
Grafik 1. Perkembangan Simpanan Sukarela<br />
2.500.000.000<br />
2.000.000.000<br />
1.500.000.000<br />
1.000.000.000<br />
500.000.000<br />
ekor dengan jumlah anggota 7.243 orang. Jumlah simpanan sukarela<br />
anggota koperasi juga meningkat dari Rp 214.417.353 tahun 2001<br />
menjadi Rp 2.046.800.184 pada tahun 2005.<br />
Tercatat pada awal tahun 2005 warga masyarakat yang bekerja sebagai<br />
peternak sapi perah anggota <strong>Koperasi</strong> SAE Pujon sebanyak kurang lebih<br />
7.243 kepala keluarga (kk). Setiap keluarga di Pujon, rata-rata terdiri dari<br />
5 jiwa. Kalau sekitar 7.243 kk bekerja sebagai peternak sapi perah, berarti<br />
jumlah jiwa yang menggantungkan hidupnya dari ternak sapi perah sekitar<br />
36.215 jiwa. Kalau dihitung setiap kk mempunyai pekerjaan, maka<br />
angkatan kerja di Pujon bekerja sebagai peternak sapi perah sangat besar<br />
di 10 desa di Pujon.<br />
Maka tidak mengherankan kalau segenap aktivitas perekonomian<br />
didominasi oleh peredaran hasil dari ternak sapi perah. Sehingga kecamatan<br />
Pujon dikenal sebagai kota susu di Jawa Timur khususnya di wilayah<br />
Kabupaten Malang. Sebutan tersebut ditandai dengan didirikannya<br />
monumen yang melukiskan dua ekor sapi perah dan seorang ibu yang<br />
sedang duduk memerah susu sapi.<br />
Monumen yang terletak di dusun Sebaluh desa Pandesari tersebut,<br />
dapat diartikan bahwa masyarakat kecamatan Pujon bekerja sebagai<br />
peternak sapi perah. Sedangkan kantor SAE Pujon bertempat di jalan<br />
yang strategis, yaitu jalan Brigjen Abdul Manan Wijaya 16 Pujon Malang<br />
Jawa Timur.<br />
0<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
Tahun<br />
MODAL ANGGOTA<br />
<strong>Koperasi</strong> SAE Pujon mempunyai komposisi modal sangat besar<br />
dibanding modal luar. Hal ini menunjukkan koperasi ini mampu mengelola<br />
dana yang berasal dari dalam koperasi seperti terlihat pada Tabel 1 diatas.<br />
Sedangkan pada Grafik 1 terlihat perkembangan simpanan sukarela<br />
anggota koperasi yang juga meningkat. Partisipasi anggota koperasi untuk<br />
261<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
5.000.000.000<br />
Grafik 2. Komposisi Simpanan<br />
4.000.000.000<br />
3.000.000.000<br />
2.000.000.000<br />
1.000.000.000<br />
0<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
Tahun<br />
Simpanan Wajib Simpanan Sukarela Simpanan Pokok<br />
Grafik 3. Perkembangan Kepemilikan Jumlah Sapi<br />
21.500<br />
21.000<br />
20.500<br />
20.000<br />
19.500<br />
19.000<br />
18.500<br />
18.000<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
Tahun<br />
Grafik 4. Komposisi Simpanan<br />
7.300<br />
7.200<br />
7.100<br />
7.000<br />
6.900<br />
6.800<br />
6.700<br />
6.600<br />
6.500<br />
6.400<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
262<br />
Tahun<br />
memperkuat dana koperasi terlihat dengan kepercayaan<br />
anggota dengan menanamkan uang<br />
dalam bentuk simpanan sukarela. Lebih rinci<br />
perbandingan simpanan wajib, pokok dan<br />
sukarela dapat terlihat pada Grafik 2.<br />
Faktor produksi yang merupakan titik<br />
fokus <strong>Koperasi</strong> SAE Pujon yaitu sapi<br />
mengalami peningkatan. Jumlah sapi yang<br />
meningkat menunjukkan kemungkinan produksi<br />
susu meningkat pula. Pada tahun 2003<br />
jumlah sapi meningkat pesat dibanding tahun<br />
sebelumnya, karena mendapat bantuan sapi<br />
perah dari pemerintah seperti terlihat pada<br />
Grafik 3. Selain itu jumlah anggota selalu<br />
meningkat sehingga <strong>Koperasi</strong> SAE dapat<br />
dikatakan sebagai usaha masyarakat Pujon<br />
seperti terlihat pada Grafik 4.<br />
Perkembangan koperasi ini menunjukkan<br />
pengelolaan produksi oleh koperasi<br />
dapat dilakukan dengan baik. Usaha tersebut<br />
memerlukan pengorbanan anggota, pengurus<br />
untuk mempertahankan kekuatan<br />
daya tawar sehingga kesejahteraan Pujon<br />
tetap lestari.<br />
Dan yang paling penting <strong>Koperasi</strong> SAE<br />
Pujon sebagai koperasi produsen, memiliki<br />
peran yang strategis bahwa koperasi ini<br />
harus diakui peranannya dalam ikut serta<br />
perbaikan gizi, dalam mencerdaskan kehidupan<br />
bangsa.***
JAWA BARAT<br />
KUD Trisula Majalengka<br />
Agus Sunyoto<br />
PERCONTOHAN SISTEM<br />
RESI GUDANG<br />
263<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Pemberian nama sebuah koperasi, bisa terinspirasi dari mana saja. Ambil<br />
contoh, nama Trisula yang tak lain merupakan sebuah rangkaian kata<br />
dari Tertib (T), Rapih (R), Indah (I), Sehat (S), Usaha (U), Lancar<br />
(L), dan Aman. Maksudnya, nama Trisula akhirnya terpakai oleh <strong>Koperasi</strong><br />
Unit Desa (KUD) yang berlokasi di Desa Palasah, Kecamatan Palasah,<br />
Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.<br />
Letak koperasi berada di jalur utama Bandung – Cirebon, kira-kira 25<br />
km dari arah Cirebon. Berawal dari sebuah kelompok Tani “Tegal Simpur”<br />
yang berjumlah 42 orang, dengan modal dasar Rp 1.000 per orang. KUD<br />
Trisula yang berdiri sejak tahun 1983 ini, memiliki 27 kelompok usaha tani<br />
yang tergabung dari enam desa. Masing-masing di Desa Palasah, Cisambeng,<br />
Majasuka, Buniwangi, Enggalwangi, dan Sindanghaji. Luas lahan<br />
yang dikuasai oleh koperasi atau pemilik lahan anggota sekitar 2.000 hektar<br />
lahan sawah. Sekarang, jumlah anggota koperasi mencapai 2.224 orang,<br />
dengan jumlah aset mencapai Rp 2 miliar.<br />
KUD Trisula memiliki beberapa unit usaha, yaitu Rice Milling Unit<br />
(RMU), <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP), Unit Perikanan, Peternakan,<br />
Sarana Produksi Pertanian (Saprodi)dan Perseroan Terbatas (PT) Trisula.<br />
Dari unit-unit tersebut, yang terbesar adalah unit pertanian padi di mana<br />
lahannya mencapai 2.000 hektar. Namun sampai saat ini yang bisa difasilitasi<br />
baru 500 hektar.<br />
Keberadaan KUD Trisula menjadi keuntungan tersendiri, dari sisi<br />
penyerapan tenaga kerja. Kini koperasi ini memiliki 150 karyawan tetap,<br />
sedangkan karyawan tidak tetap mencapai 100 orang. Hingga Oktober 2006,<br />
KUD Trisula diketuai oleh H Subani dan sekretaris oleh Toto Sumeto serta<br />
H Ikhsan sebagai ketua pengawas. Menurut penuturan para pengurus, KUD<br />
Trisula saat ini menjadi pilot proyek penerapan Model Resi Gudang yang<br />
kini sedang digodok untuk menjadi Undang-Undang.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
264<br />
POKOK PERSOALAN<br />
Permasalahan yang kerap dihadapi para petani kita, antara lain rendahnya<br />
kemampuan modal untuk mengolah lahan pertanian mereka. Menutupi<br />
kekurangan tersebut, para petani tidak jarang harus berhadapan dengan<br />
rentenir demi mendapatkan permodalan. Di sisi lain kenyataan menunjukkan,<br />
petani tidak memiliki akses kepada sumber permodalan. Untuk<br />
memperoleh fasilitas kredit, petani menghadapi berbagai hambatan. Sejak<br />
tidak dimilikinya agunan berbentuk fixed asset seperti tanah dan bangunan,<br />
prosedur birokrasi dan administrasi yang berbelit-belit serta kurangnya<br />
pengalaman bank melayani petani di pedesaan.<br />
Selain karena posisi lemah, petani juga dihadapkan kepada beberapa<br />
masalah lain. Terutama tidak mudahnya para petani mengakses ke informasi<br />
pasar. Akibatnya, petani selalu dirugikan saat harus bertransaksi dengan<br />
para pembeli. Mengantisipasi kondisi tersebut, KUD Trisula melakukan<br />
berbagai program pemberdayaan kehidupan mereka melalui 27 kelompok<br />
tani. Program ini meliputi pengadaan irigasi melalui sumur-sumur pantek,<br />
benih pupuk, pestisida sampai peralatan produksi.<br />
Misalnya, seorang petani tidak memiliki biaya untuk membeli pupuk,<br />
maka ia bisa mengajukan pinjaman lunak lewat kelompoknya. Syaratnya,<br />
calon peminjam harus mengajukan proposal kepada <strong>Koperasi</strong> Simpan
Pinjam (KSP) Trisula. Setelah disurvei, barulah ditentukan apakah orang<br />
tersebut layak atau tidak mendapatkan kredit. Pengembaliannya bisa tiap<br />
bulan atau ketika panen tiba sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan<br />
demikian, petani tidak perlu pusing karena ada alternatif permodalan yang<br />
mudah.<br />
PROGRAM TUNDA JUAL<br />
Para petani sering kali menerima kenyataan pahit. Tegasnya, ketika<br />
musim panen datang harga jatuh. Sementara di kala musim paceklik petani<br />
membutuhkan beras. Pengalaman berulang ini, mengilhami KUD Trisula<br />
membuat sebuah ikhtiar untuk mengamankan harga dasar gabah bagi petani.<br />
Salah satunya, membentuk program bernama “Tunda Jual” bagi petani.<br />
KUD Trisula, sampai Oktober 2006 memiliki tiga unit gudang penampungan<br />
gabah yang memiliki daya tampung sekitar 250 ton.<br />
Selama ini para petani selalu menyimpan gabahnya di gudang KUD<br />
Trisula, Manfaatnya, jika mereka memiliki keperluan keluarga misalnya, ia<br />
bisa meminjam ke KSP dengan mudah. Mengapa? Karena adanya jaminan<br />
gabah yang disimpan di KUD. Mereka bisa menjualnya ketika harga gabah<br />
menjadi tinggi.<br />
Program rintisan KUD Trisula ini menarik perhatian pemerintah.<br />
Bahkan menjadikannya sebagai pilot proyek pelaksanaan Resi Gudang<br />
yang jadi pembahasan dalam bentuk rancangan undang-undang di bidang<br />
pertanian. Melalui program tersebut, diharapkan harga gabah tidak jatuh.<br />
Keuntungan lainnya, penggilingan padi KUD Trisula tidak kekurangan<br />
gabah karena memiliki stok atau simpanan beras yang cukup banyak. Di<br />
samping itu, keberadaan KUD ini membantu petani untuk mendapatkan<br />
harga gabah yang lebih tinggi.<br />
Khusus bagi KUD Trisula, sejauh ini sudah memiliki pasar sendiri yang<br />
setiap bulan membutuhkan pasokannya. Artinya, pemasaran gabah bukan<br />
lagi masalah. Ambil contoh untuk kebutuhan karyawan saja setiap bulannya<br />
mencapai lima ton. Belum lagi untuk memenuhi jatah Bulog dan karyawan<br />
perusahaan tertentu.<br />
BERDAYAKAN PETANI<br />
Sistim resi gudang pada dasarnya dimaksudkan dapat memberikan solusi<br />
atas masalah-masalah sering yang dihadapi petani. Resi Gudang adalah<br />
suatu tanda bukti atau dokumen yang menyatakan pemilikan sejumlah<br />
komoditi dengan karakteristik tertentu yang dikelola perusahaan<br />
pergudangan secara profesional. Sistem ini telah dipraktikkan di beberapa<br />
negara. Salah satunya di Ghana dan terbukti mengalami keberhasilan<br />
terutama untuk meningkatkan produktivitas petani.<br />
Dalam konteks komoditi padi, sistem resi gudang sedang dipraktikkan<br />
di Indonesia walaupun dalam bentuk pilot proyek. Menurut Boy Supanget,<br />
kepala unit Resi Gudang KUD Trisula, keberadaan Resi Gudang ke depan<br />
sangat menjanjikan. Namun dia mensyaratkan, sistem ini akan berhasil jika<br />
ditunjang oleh sistem pemberdayaan petani yang baik pula. Sebab yang<br />
menjadi sasaran sistem ini adalah petani. Di samping komoditi yang akan<br />
disimpan juga harus memiliki kualitas, baik dari sejak benih sampai<br />
pengolahannya.<br />
Agus Sunyoto<br />
Setelah UU Resi Gudang di<br />
berlakukan, isi gudang<br />
bisa menjadi agunan.<br />
265<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Yang jelas, banyak manfaat penerapan bagi usaha tani dan para petani.<br />
Pertama, memobilitasi kredit pertanian dengan menciptakan kolateral yang<br />
aman bagi petani, pengolah dan pedagang (resi gudang dapat dijadikan<br />
sebagai agunan bank). Kedua, meningkatkan posisi tawar petani dengan<br />
memberikan pilihan bagi petani untuk menjual produknya pada waktu yang<br />
tepat. Ketiga, memperpanjang masa simpan atau penjualan komoditi yang<br />
dihasilkan petani. Keempat, mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka<br />
yang lebih kompetitif. Kelima, mengurangi peran pemerintah dalam<br />
stabilisasi harga komoditi pertanian. Keenam, mendorong kesadaran para<br />
petani menjaga komoditinya berkualitas (menjamin kualitas barang yang<br />
disimpan sama dengan kualitas yang diterima). Ketujuh, mengurangi biaya<br />
transaksi dengan penjaminan kualitas dan kuantitas. Kedelapan, memberikan<br />
kepastian nilai minimum komoditi yang dijadikan agunan.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
266<br />
PERLU SOSIALISASI<br />
Namun demikian, kelancaran operasional sistem resi gudang akan<br />
sangat tergantung pada beberapa hal. Misalnya, keputusan menunda<br />
penjualan gabah akan menarik jika harga jual setelah panen akan meningkat<br />
dan dapat menutupi biaya penyimpanan.<br />
Umumnya harga komoditi akan jatuh pada saat panen raya dan harga<br />
akan meningkat setelah musim panen berlalu. Kejadian ini, mungkin saja<br />
tidak terjadi akibat intervensi pemerintah terhadap harga pasar komoditi<br />
tersebut dengan harga subsidi. Ambil contoh kebijakan HPP (harga pembelian<br />
pemerintah) atas gabah, OPM (operasi pasar murni) oleh Bulog dan<br />
pembagian beras miskin (Raskin) buat rakyat miskin.<br />
Terkait sistem Resi Gudang, peran pemerintah perlu bergeser dari peran<br />
mempengaruhi harga ke penciptaan kerangka kelembagaan yang dibutuhkan.<br />
Tegasnya, pemerintah yang akan menggunakan sistim ini perlu memegang<br />
komitmen untuk tidak mengganggu pasar yang bakal berakibat mengacaukan<br />
harga pasar. Selain itu, sistem resi gudang juga mensyaratkan kualitas<br />
tertentu. Maksudnya, komoditi atau produk yang dititipkan dapat disimpan<br />
dan dipelihara dengan baik sampai batas waktu tertentu. Konkritnya, kebijakan<br />
pembinaan kesesuaian kualitas dan reduksi produk yang dihasilkan petani<br />
sangat penting dilakukan agar petani/produsen dapat mengakses sepenuhnya<br />
ke sistem penyimpanan ini.<br />
Tak kalah penting, kelembagaan pemasaran di tingkat petani perlu diperkuat.<br />
Antara lain melalui pembentukan dan penguatan kelompok pemasaran<br />
bersama atau koperasi. Terkait hal ini, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)<br />
yang semula hanya didesain untuk aspek produksi, dapat juga dibina untuk<br />
melakukan aktivitas pemasaran secara kolektif agar petani dapat mengakses<br />
sistem resi ini. Sosialisasi kepada para petani, sangat penting dilakukan untuk<br />
menjamin mereka memahami dan mendukung sistim resi gudang.<br />
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan sistem resi gudang<br />
ini, adalah kepercayaan dan minat dari bank atau asuransi untuk terjun<br />
dalam sistem ini. Di samping itu, sistem ini harus bisa menjamin adanya<br />
keuntungan, baik bagi bank maupun bagi petani. Karena bagaimana pun<br />
pelaksanaan sistem resi gudang akan membutuhkan modal yang besar dan<br />
itu bisa diperoleh melalui bank. Tapi yang pasti, sistem resi gudang merupakan<br />
alternatif konkrit untuk meningkatkan penghasilan petani.***
JAWA BARAT<br />
Irsyad Muchtar<br />
Kopontren Al-Ishlah Cirebon<br />
MENSINERGIKAN<br />
POTENSI<br />
267<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
P<br />
esantren melahirkan para ustadz, ustadzah atau kiai sudah biasa.<br />
Tapi kalau yang alumninya banyak menjadi pebisnis, barangkali<br />
baru luar biasa. Di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ishlah, bila<br />
kelak para santrinya terinspirasi menjadi wirausahawan. Sebab, para<br />
pengajarnya juga rata-rata menerjuni dunia yang mendatangkan kemakmuran<br />
ini. Tidak lain, dalam pesantren yang beralamat di Jalan Imam<br />
Bonjol Bobos, Dukupuntang, Cirebon, Jawa Barat ini memiliki koperasi<br />
yang lumayan berkembang. Bahkan dibanding koperasi-koperasi di kalangan<br />
pesantren, koperasi tersebut termasuk paling maju. Namun, bila<br />
dibandingkan dengan koperasi produksi lain di tanah air masih ratarata.<br />
Tentu, bukan besar atau kecil untuk membandingkan prestasi yang<br />
telah diraih. Sejatinya, ada keunggulan tersendiri dalam pesantren tersebut.<br />
Pengelola pesantren mempunyai wawasan maju. Melihat potensi<br />
alam di lingkungan Bobos yang kaya hasil tambang, serta masyarakat<br />
sekitar yang telah lama menjadi pengrajin batu alam. Jumlah pengrajin<br />
yang menggantungkan kehidupan ekonomin kepada batu alam Gunung<br />
Kuda sekitar 700 orang. Pesantren ingin mewadahi mereka dalam usaha<br />
Majid Hamidi<br />
Kantor Kopontren Al-Ishlah,<br />
pusat pengendali<br />
operasional usaha.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
268<br />
yang legal, bermartabat, pemasaran lancar dan harga menjadi lebih baik.<br />
Wadah yang selaras adalah koperasi. Apalagi para pengasuh maupun pengajar<br />
di pesantren itu juga menjadi pelaku usaha yang tergolong sukses.<br />
Hasyim Asy’ari dan Tatang Abdul Fatah yang pada Rapat Anggota<br />
Tahunan (RAT) tahun buku 2005 diangkat menjadi ketua dan sekretaris.<br />
Sedangkan Siti Jaya Rohmah dipercaya menjadi bendahara Kopontren<br />
Al-Ishlah. Sedang, dalam struktur organisasi dalam pesantren posisi<br />
mereka sebagai sesepuh dan pengajar.<br />
Tepatnya, Kopontren yang didirikan pada 1990 dengan ini minimalnya<br />
telah berbuat mulia. Selain menghimpun masyarakat dalam koperasi,<br />
juga membantu memasarkan produknya dengan harga tinggi. Sebab, dalam<br />
koperasi mereka mendapat pembinaan untuk meningkatkan mutu.<br />
Sehingga hasil produknya memiliki mutu tinggi, disamping batu alam
dari pegunungan di wilayah Bobos ini pernah menjadi terbaik di Indonesia.<br />
Selain beranggotakan para pengrajin batu alam yang tetap menggunakan<br />
alat-alat sederhana dalam proses penambangan di area yang meliputi<br />
tiga desa yaitu desa Bobos, Lengkong dan Cipanas. <strong>Koperasi</strong> juga menjalin<br />
mitra dengan pabrik pemotongan batu alam yang jumlahnya mencapai<br />
100 pabrik yang tersebar di beberapa desa di wilayah Gunung Kuda.<br />
Pemasaran produk ini selain dipasarkan di dalam negeri juga telah<br />
merambah pangsa luar negeri. Konsumen luar negeri seperti Singapura,<br />
Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Australia, Amerika dan beberapa<br />
negara di Eropa. Spesifik produk yang mereka sukai adalah Sand Stone,<br />
Lime Stone, Rastic Lading dan Handycraft Stone. Sedangkan konsumen<br />
dalam negeri berasal dari Bandung, Batam, Bali, Cirebon, Jakarta,<br />
Lampung, Medan dan Surabaya. Produk yang diminati adalah jenis Batu<br />
Ukir, Ornamen dan Batu Ukur.<br />
Konsumen Jakarta dapat dijumpai di Golf Course Pantai Indah Kapuk,<br />
Bank Indonesia, Gedung PLN Trunojoyo Kebayoran Baru dan Wisma<br />
Tugu Rasuna Said dan Hotel Nusa Dua, Bali Beach Hotel di Bali.<br />
MISI SOSIAL<br />
Sesuai namanya, koperasi ini memang selalu berusaha melakukan<br />
perbaikan terus-menerus. Terutama pada peningkatan sumberdaya manusia<br />
(SDM) dan pemanfaatan secara optimal sumberdaya alam (SDA)<br />
di Bobos dan sekitarnya. Awalnya, Kopontren ini memang bermaksud<br />
untuk mendukung kegiatan pendidikan Kopontren Al-Ishlah. Yakni,<br />
merupakan sebuah lembaga pendidikan yang terdiri atas Madrasah<br />
Ibtida’iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah<br />
(MA). Kontribusi yang diterima pesantren untuk menunjang kelancaran<br />
operasional kegiatan pendidikan, selain berasal dari sumbangan santri<br />
atau siswa, juga sebagian Sisa Hasil Usaha Kopontren Al-Ishlah.<br />
Sejak berdiri, Kopontren ini memang fokus pada bisnis inti penambangan<br />
batu alam. Ini berkaitan dengan masyarakat di sekitar Gunung<br />
Kuda Palimanan Cirebon yang sebelumnya telah berpencaharian dari<br />
kegiatan penambangan batu alam. Melalui koperasi ini dihimpun seluruh<br />
keanggotaan yang melakukan penggalian.<br />
<strong>Koperasi</strong> kemudian melakukan terobosan-terobosan dan mengurus<br />
berbagai perijinan serta kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Untuk<br />
mendapat hak penambangan Galian C, koperasi mengantongi surat ijin<br />
dari Bupati Cirebon yang dapat diperbaharui sekali lima tahun. Berkaitan<br />
dengan lokasi, koperasi memperoleh injin dari Perum Perhutani (Dinas<br />
Kehutanan).<br />
Untuk memperlancar operasional koperasi sebagai badan usaha,<br />
Kopontren ini pun mengurus segala perijinan yang deperlukan. Selain<br />
legalitas yang diberikan oleh Kepala Wilayah Departemen <strong>Koperasi</strong> sejak<br />
1990, bernomor 113/KDK/ 1017/41/IV-1990 dan diperbaharui sesuai<br />
tuntutan jaman dengan No 9289/BH/PAD/KWK-10/IV/1997. Berturutturut<br />
koperasi memiliki NPWP, SIPD, SIUP, TDP, SITU, BAPP dan<br />
KSO.<br />
269<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
SUPORT DAN PRESTASI<br />
Demi mendukung pembiayaan para pengrajin dan unit-unit usaha<br />
lain, koperasi membuka unit Swamitra bekerjasama dengan Bank Bukopin.<br />
Sejak 2001 unit usaha Batu Alam mengalami reposisi sesuai perkembangan,<br />
dinamika dan orientasi bisnis Kopontren menjadi satu unit<br />
tersendiri dan otonom. Setelah unit-unit lain mengalami perkembangan,<br />
maka unit-unit tersebut juga bersifat otonom. Istilahnya, koperasi hanya<br />
berfungsi sebagai corporate (induk organisasi).<br />
Melihat kinerja Kopontren Al-Ishlah yang sangat positif terhadap<br />
pergerakan ekonomi, mengundang decak kagum pihak luar. Bukti itu<br />
dapat terlihat dari beberapa piagam penghargaan yang pernah diraihnya.<br />
Pada 1997 misalnya, menerima piagam penghargaan, The International<br />
Cooperative and small Enterprise Exhibition, tahun berikutnya mengantongi<br />
predikat kopontren terbaik tingkat Jawa Barat, sejak 1993-1999<br />
selalu menjadi koperasi kelas A (sangat baik). Tahun buku 2001 kembali<br />
penghargaan Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM sebagai koperasi berprestasi<br />
tingkat nasional.<br />
Khusus untuk USP Swamitra juga meraih penghargaan sebagai unit<br />
USP terbaik II periode 1999-2000 se-wilayah Cirebon – Brebes tahun<br />
berikutnya masuk dalam sepuluh besar (top ten) Swamitra terbaik tingkat<br />
nasional. Piagam penhargaan pembinaan pengusaha ekonomi kecil dan<br />
koperasi (PPELK) PLN kerja sama dengan Bank Bukopin.<br />
KEANGGOTAAN<br />
Anggota kopontren Al-Ishlah tahun buku 2005 berjumlah 341 orang,<br />
pria 85 dan wanita 256. Karakteristik profesi anggota beragam, terdiri<br />
wiraswasta menduduki tempat tertinggi sejumlah 154 orang, kemudian<br />
guru 65 orang, ibu rumah tangga 49 orang, pedagang 30 orang, dokter<br />
satu orang, karyawan swasta 43 orang dan PNS 8 orang.<br />
Grafik keanggotaan sejak 1996 mengalami fluktuatif dari 95 orang,<br />
1997 berjumlah 107 orang, tahun 1998 berjumlah 117 orang, tahun<br />
Unit Swamitra, memperkuat<br />
permodalan anggota.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
270<br />
Irsyad Muchtar
Grafik Perkembangan Anggota, 1996-2005<br />
1999 berjumlah 178 orang, tahun 2000 berjumlah 209 orang dan tahun<br />
2001 berjumlah 424 orang, tahun 2002 sebanyak 439 orang, tahun 2003<br />
sebanyak 369 orang, tahun 2004 sebanyak 346 orang dan pada 2005<br />
sebanyak 341 orang. Peningkatan jumlah anggota yang besar terutama<br />
terjadi sejak tahun 1999, yaitu sejak dimulainya operasi penambangan<br />
batu alam dan beroperasinya USP Swamitra. Untuk mengoptimalkan<br />
pelayanan kepada anggota, kopontren sedikitnya mempekerjakan<br />
sebanyak 33 orang (lihat grafik).<br />
MANAJEMEN<br />
Kopontren Al-Ishlah memiliki enam unit usaha, yaitu USP Swamitra,<br />
USP Syariah (BMT), wartel, toko obat, waserda dan unit batu alam.<br />
Prinsip-prinsip manajemen moderen nampak telah diterapkan dengan<br />
baik. Di antaranya dilaksanakannya visi dan misi koperasi baik sebagai<br />
organisasi maupun sebagai perusahaan. Juga menyusun program kerja<br />
dengan kegiatan-kegiatan usaha yang lebih spesifik. Mengadakan<br />
pembagian kerja dengan mengembangkan unit usaha dan penugasan<br />
personil dengan kontrak, tugas, tujuan serta kegiatan yang jelas. Pengelolaan<br />
usaha secara transparan dan akuntabel, di antaranya bercirikan<br />
dengan pembukuan neraca di masing-masing unit usaha secara tertib.<br />
mengembangkan jaringan kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak<br />
terkait dengan sebaik-baiknya.<br />
Inilah beberapa unit usaha Kopontren Al-Ishlah yang secara<br />
pelayanan telah menjangkau kebutuhan anggota. Waserda, USP<br />
Swamitra, USP Syariah, toko obat dan unit usaha batu alam. Unit<br />
waserda yang didirikan pada 1990 memiliki tujuan untuk memenuhi<br />
kebutuhan sehari-hari masyarakat di sekitar pondok pesantren. Omset<br />
unit ini per tahun buku 2005 sebesar Rp 414 juta, wartel dan toko obat<br />
aset Rp 177 juta dengan omset Rp 219 juta. Unit ini demi efisiensi pada<br />
periode 2007 akan disesuaikan dengan perkembangan jaman. Salah<br />
satunya pengembangan unit usaha warung internet (warnet).<br />
USP Syariah yang didirikan pada tahun 2000 dan sasarannya adalah<br />
271<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Tabel Perkembangan Keuangan, 2002-2005<br />
No Uraian 2002 2003 2004 2005<br />
1. Aset 1.206.733.984 1.169.077.065 1.180.282.529 1.246.060.704<br />
2. Modal Sendiri 641.818.674 795.196.153 806.190.744 810.150.145<br />
3. Modal Pihak Luar 564.915.310 373.880.912 374.091.785 435.910.559<br />
4. Investasi Unit 908.040.820 925.665.820 955.589.269 845.414.895<br />
5. Aktiva Lancar 219.281.514 145.578.345 126.310.160 141.053.909<br />
6. Aktiva Tetap 78.150.650 96.571.900 96.722.100 257.930.900<br />
7. SHU 42.449.047 50.702.058 59.499.807 62.195.031<br />
pelaku usaha untuk pengusaha kecil. Jumlah aset pada tahun buku 2005<br />
sebesar Rp 203 juta, plafon pinjaman antara Rp 500 ribu - Rp 3 juta.<br />
USP Swamitra yang dirikan pada 1998 dengan sasaran pengusaha mikro<br />
dan kecil di wilayah kerja Palimanan, Sumber hingga Rajagaluh-<br />
Majalengka. Aset yang dimiliki sekitar Rp 1 miliar dengan plafon kredit<br />
berkisar Rp 2 -50 juta. Usaha penambangan batu alam yang merupakan<br />
usaha pokok dari koperasi dimulai sejak 1990 dengan dengan nilai<br />
investasi lahan kompensasi sebesar Rp 223.680.000 rupiah.<br />
Dari kegiatan usaha selama ini Kopontren Al-Ishlah telah membukukan<br />
aset sebesar Rp 1,2 miliar dan mengantongi SHU bersih sebesar<br />
Rp 62 juta lebih. Keberadaan koperasi juga turut menunjang<br />
terlaksananya kelancaran proses belajar mengajar. Semisal pada tahun<br />
buku 2005, koperasi berkontribusi terhadap yayasan sekitar Rp 450<br />
juta.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
272
JAWA TENGAH<br />
KUD Mintorogo Demak<br />
Jahoras<br />
MAKSIMALKAN<br />
KEBUTUHAN ANGGOTA<br />
273<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Jahoras<br />
Supriadi, SH<br />
Manajer KUD Mintorogo<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
274<br />
Kota Demak dikenal dengan sebutan kota para wali. Di sana berdiri<br />
Mesjid Agung yang amat tersohor, tempat makam Raden Patah, raja<br />
jawa pertama yang memeluk agama Islam. Kedatangan para peziarah<br />
dari penjuru tanah air, membuat kota Demak dikenal cukup luas.<br />
Kalau kita melanjutkan perjalanan dari Demak ke arah utara menuju<br />
kota Kudus terlihat jelas hamparan luas tanah pertanian di sisi kiri-kanan<br />
jalan. Tepat di kilo meter 18, kecamatan Karang Anyar kita akan menemukan<br />
salah satu bangunan luas. Itulah pusat kegiatan usaha KUD<br />
Mintorogo yang tegak berdiri sejak 1980 dengan badan hukum<br />
No BH9413/VI/1980.<br />
Sesuai dengan potensi wilayah, usaha yang dikembangkan koperasi<br />
ini adalah pemasaran hasil pertanian dan sarana produksi pertanian<br />
(saprotan) seperti pupuk dan obat-obatan. Padi dan beras merupakan<br />
komoditi unggulan koperasi ini.<br />
Kegiatan usaha didukung satu unit penggilingan padi race mill unit<br />
(RMU). Program pemerintah berupa penyaluran KUT pada masa itu,<br />
juga menjadi salah satu kegiatan usaha KUD Mintorogo.<br />
Seiring dengan perjalanan waktu, KUD ini mengalami perkembangan.<br />
Dengan predikat KUD Mandiri yang diperolehnya tahun 1990,<br />
KUD mengembangkan sayap dengan membuka usaha-usaha baru yang<br />
terkait dengan kepentingan anggotanya yang semakin berkembang.<br />
Sejalan dengan itu, saat ini (2006) KUD Mintorogo telah memiliki beberapa<br />
unit usaha seperti unit usaha waserda, unit simpan pinjam (USP)/<br />
perkreditan, penyaluran pupuk dan sarana produksi pertanian (saprotan),<br />
pengadaan pangan, RMU, pembayaran rekening listrik, perbengkelan dan<br />
wartel.<br />
Semua sarana unit usaha yang dibangun itu sebagai wujud komitmen<br />
pengurus koperasi yang selalu ingin melayani kebutuhan anggota secara<br />
maksimal.<br />
MANAJEMEN MODEREN<br />
Organisasi dan manajemen KUD Mintorogo dikelola dengan cukup<br />
baik. Penggunaan tekhnologi moderen sebagai penunjang aktivitas usaha<br />
berupa sistem informasi komputerisasi (SIK) merupakan bukti kerja keras<br />
pengurus untuk menjadikan KUD ini sebagai badan usaha yang handal.<br />
Dengan penerapan SIK ini, segala data, baik data transaksi usaha<br />
maupun data sumber daya manusia tertata rapi dan dapat disajikan secara<br />
cepat. Penyajian data secara cepat sangat membantu managemen dalam<br />
mengambil kebijakan-kebijakan guna pengembangan usaha. Sistem ini<br />
menjadi suatu keharusan dalam dunia usaha yang aktivitasnya semakin<br />
tinggi.<br />
Kesungguhan pengurus dalam memajukan koperasi, diikuti dengan<br />
penyerahan pengelolaan usaha kepada para tenaga-tenaga profesional.<br />
Pengurus tidak lagi terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, melainkan<br />
menempatkan dirinya hanya sebagai “pengawal” para pengelola menjalankan<br />
usaha. Pengelola tersebut dipercayakaan kepada Supriadi sebagai<br />
manajer utama dibantu manager unit simpan pinjam dan manager unit
perdagangan dengan karyawan sebanyak 64 orang patut diapresiasi.<br />
Suasana kantor yang harmonis dengan penampilan menarik dan<br />
ramah, para karyawan dalam melayani para anggota dan masyarakat<br />
lainnya selalu mendapat perhatian. Tak heran jika setiap orang yang datang<br />
ke kantor KUD ini akan berdecak kagum. Di sebuah kantor KUD yang<br />
berada di pedesaan, didapati suasana pelayanan seperti perkantoran gaya<br />
manajemen perkotaan.<br />
Menurut Supriyadi, penampilan menarik dan ramah menjadi kiat<br />
tersendiri dalam mengembangkan usahanya. Dengan pelayanan yang<br />
ramah akan membawa kesan baik bagi para pengguna jasa usaha KUD.<br />
Kesan tersebut dapat membuat para pengguna jasa menjadi mitra usaha<br />
yang baik pula. Itu sebabnya, setiap menerima karyawan/karyawati, selain<br />
uji kemampuan akademis, penampilan calon pegawai menjadi salah satu<br />
penentu.<br />
AKTIVITAS USAHA<br />
Kegiatan usaha KUD Mintorogo dibagi dalam dua kelompok usaha,<br />
yaitu unit perdagangan/jasa umum dan unit kredit/USP. Masing-masing<br />
dipimpin seorang manajer. Pengelompokkan ini, untuk memudahkan<br />
sistem administrasi.<br />
Dari beberapa unit usaha yang dikelola KUD, unit usaha pengadaan<br />
pangan paling banyak mengalami kendala. Usaha pengadaan pangan<br />
merupakan bentuk kemitraan dengan Perum Bulog, dalam rangka<br />
pengadaan beras/gabah. Kebijakan Bulog dalam pengadaan pangan<br />
tersebut dilakukan dengan sistem setor gabah/beras. Hal ini membutuhkan<br />
modal kerja cukup besar untuk melakukan pembelian gabah dari petani.<br />
Ketiadaan fasilitas kredit untuk modal kerja dari pemerintah dan<br />
keterbatasan modal kerja yang dimiliki, membuat KUD Mintorogo belum<br />
mampu menampung semua hasil produksi para petani di sekitarnya.<br />
Kondisi ini masih menjadi keprihatinan para pengurus. Untuk itu, mereka<br />
berupaya mencari tambahan permodalan agar program pengadaan pangan<br />
terealisasi dengan maksimal.<br />
Dalam usaha pengadaan sarana produksi pertanian (saprotan), KUD<br />
sebagai penyalur pupuk solid, berusaha meningkatkan pelayanan pada<br />
anggota petani. Namun, pada 2005 penyaluran pupuk cair ini masih relatif<br />
kecil yaitu baru sekitar 170 liter. Ini karena minat masyarakat untuk<br />
menggunakan pupuk cair masih sangat rendah.<br />
Bagi anggota yang membutuhkan kendaraan roda dua, KUD telah<br />
menjalin kerja sama dengan dealer motor. Dengan kerja sama ini, para<br />
anggota menjadi mudah untuk memiliki sepeda motor dengan sistem<br />
angsur melalui USP. Demikian halnya dengan pemenuhan kebutuhan<br />
barang-barang elektronik dan furniture dilakukan dengan pola yang sama.<br />
Usaha jasa pembayaran rekening listrik wujud kemitraan antara PLN<br />
dengan KUD. Dengan melakukan penagihan rekening listrik, KUD<br />
memperoleh fee dari PLN. Untuk melaksanakan usaha ini, KUD membuka<br />
beberapa outlet tempat pembayaran. Sampai tahun 2006, jumlah rekening<br />
yang dikelola KUD sebanyak 68.098 rekening.<br />
275<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Unit usaha lain yang dikelola KUD adalah Wartel. Keberadaannya<br />
sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya unit usaha<br />
ini, kebutuhan masyarakat akan sarana komunikasi dapat terpenuhi.<br />
Dari beberapa unit usaha yang dikelola oleh koperasi, USP merupakan<br />
andalan utama dan mempunyai kontribusi terbesar bagi SHU KUD. Pada<br />
tahun buku 2005 kontribusi SHU dari unit usaha ini mencapai 85%.<br />
Perkembangan unit usaha ini cukup pesat menembus kabupaten lain<br />
sekitarnya. Pada 2005 USP telah memiliki tiga kantor cabang, yaitu Kantor<br />
Cabang Mayang dan Tahunan di Kabupaten Jepara serta kantor cabang<br />
Undaan di Kabupaten Kudus. Kantor cabang ini didukung 28 pos-pos<br />
pelayanan yang ada di desa-desa. Pembukaan pos-pos pelayanan tersebut<br />
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat yang akan<br />
menggunakan jasa simpan-pinjam.<br />
Penyaluran pinjaman kepada anggota dan masyarakat rata-rata<br />
Tabel Keuangan dan Administrasi, 2004-2005<br />
ASPEK PENILAIAN DES 2004 DES 2005 %<br />
1. KEUANGAN<br />
Modal Sendiri 775.192.266 935.153.477 20,6<br />
Asset 4.283.995.320 6.555.779.649 53,0<br />
SHU 137.779.725 139.672.404 1,37<br />
Tabungan Anggota/Cal. Anggota 2.590.127.543 4.356.421.310 68,2<br />
2. ADMINISTRASI/MANAGEMEN<br />
Jumlah Anggota 833 1.253 50,4<br />
Jumlah Karyawan 41 64 56,0<br />
Pengelola Usaha Manager Manager -<br />
Unit Usaha 9 10 11,1<br />
3. Legalitas Usaha<br />
(SIUP, TDP, NPWP, BH) Lengkap Lengkap -<br />
Grafik.<br />
Kinerja KUD Mintorogo<br />
Des 2004 - Des 2005<br />
(dalam juta rupiah)<br />
775,2<br />
935,1<br />
Modal Sendiri ASSET SHU<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
4.284<br />
276<br />
mencapai Rp 1,2 miliar per bulan. Bentuk<br />
pinjaman yang diberikan berupa pinjaman<br />
6.556<br />
mingguan, bulanan dan musiman. Beban bunga<br />
pinjaman berkisar 2,5% - 3,5% per bulan, dengan<br />
Des. 2004<br />
Des. 2005<br />
plafon terendah Rp 200 ribu dan tertinggi Rp 30<br />
juta. Agunan yang diberikan peminjam<br />
137,8 139,6<br />
umumnya berupa surat-surat kendaraan bermotor<br />
(BPKB).<br />
Perkembangan unit usaha simpan-pinjam ini<br />
mengindikasikan besarnya kebutuhan para<br />
anggota dan masyarakat lainnya akan dana, baik<br />
itu untuk modal usaha maupun keperluan<br />
konsumtif. Dari data laporan keuangan, tercatat<br />
bahwa pada 2004 pinjaman yang disalurkan sebesar Rp 5,302 miliar.<br />
Pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi Rp 9,442 miliar.<br />
Besarnya minat anggota dan masyarakat lainnya akan jasa USP<br />
menjadi tantangan tersendiri bagai manajemen KUD Mintorogo akan<br />
ketersediaan dan ketercukupan modal. Ketersediaan dan ketercukupan
modal penting bagi kelangsungan sebuah usaha, dan juga demi menjaga<br />
kepercayaan masyarakat. Agaknya tantangan ini dapat dijawab oleh<br />
Manajemen KUD.<br />
Kepercayaan masyarakat yang telah terbangun atas kinerja<br />
manajemen dalam mengelola usaha, mendorong minat para anggota dan<br />
masyarakat lainnya menempatkan uangnya dalam bentuk simpanan<br />
(tabungan) pada unit simpan-pinjam ini. Manajemen menyiapkan<br />
produk-produk simpanan yang dapat dimanfaatkan penyimpan seperti<br />
simpanan berjangka (simka), simpanan sukarela (sikud), simpanan<br />
pendidikan dan simpanan safari. Kepada para penyimpan diberikan bunga<br />
simpanan yang kompetitif dan undian berhadiah setiap tahunnya. Trend<br />
penyimpanan dan jumlah simpanan meningkat setiap tahun. Tercatat<br />
pada 2004 jumlah simpanan sebesar Rp 2,6 miliar. Pada 2005 bertambah<br />
menjadi Rp 4,3 miliar, meningkat 68%. Total aset bertambah menjadi<br />
(per Desember 2005) sebesar Rp 6,556 miliar. Sementara SHU tercatat<br />
sebesar Rp 139,7 juta.<br />
MENJAWAB TANTANGAN<br />
Pengurus koperasi menyadari bahwa tantangan ke depan tidak<br />
semakin ringan. Arus globalisasi dan persaingan bebas bukan hanya<br />
memasuki pusat-pusat bisnis perkotaan, melainkan telah merambah ke<br />
berbagai pelosok <strong>daerah</strong>. Dunia usaha semakin sarat dengan persaingan.<br />
Kekuatan modal dan kualitas SDM menjadi faktor penentu berkembangnya<br />
sebuah usaha. Lalu bagaimana dengan usaha KUD yang realitanya<br />
minim permodalan dan kualitas SDM?<br />
Akankah unit usaha yang dikelola KUD tenggelam? Pengurus dan<br />
manajemen KUD Mintorogo telah memprediksikan kondisi-kondisi ke<br />
depan. Komitmen menjadikan KUD Mintorogo sebagai badan usaha yang<br />
handal disiapkan secara matang dan bertahap. Pendidikan dan pelatihan<br />
dalam berbagai keterampilan para karyawan, menjadi program rutin.<br />
Fakta, hampir 50% karyawan KUD Mintorogo berpendidikan sarjana,<br />
merupakan suatu modal untuk menjawab tantangan masa depan.<br />
Peningkatan kualitas SDM juga dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan.<br />
Prestasi selalu menjadi perhatian manajemen. Hal ini memacu<br />
semangat kerja para karyawan untuk meraih prestasi. Bagi karyawan yang<br />
dinilai mempunyai prestasi diberi penghargaan berupa tambahan<br />
penghasilan dan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi.<br />
Semua karyawan KUD Mintorogo telah menjadi peserta Jamsostek<br />
untuk mendapatkan tunjangan kesejahteraan, kecelakaan kerja, meninggal<br />
dunia dan tunjangan hari tua. Perhatian pengurus pada peningkatan kualitas<br />
karyawan, diharapkan mendorong terciptanya suasana ketenangan bekerja<br />
yang akhirnya memotivasi karyawan untuk berprestasi. Upaya lain yang<br />
dilakukan adalah penerapan sistem informasi komputerisasi (SIK). Tatkala<br />
persaingan semakin ketat, penguasaan dan penyajian informasi secara<br />
cepat mutlak diperlukan.<br />
Faktor pendukung utama yang kini sedang dilaksanakan adalah<br />
277<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
membangun kantor yang lebih representatif sebagai pusat aktivitas<br />
manajemen dan usaha KUD Mintorogo. Pembangunan gedung baru<br />
tersebut direncanakan menelan biaya sekitar Rp 800 juta.<br />
Menurut Daim Siswanto, Ketua KUD, pembangunan kantor tersebut<br />
dilaksanakan atas biaya yang diperoleh secara bertahap dari penyisihan<br />
pendapatan usaha simpan-pinjam sebesar 10% tiap tahun.<br />
AZAS MANFAAT<br />
Bermanfaatkah koperasi bagi anggota? Pertanyaan ini muncul dan<br />
mengusik kala pengelolaan usaha koperasi telah terjebak pada pola mencari<br />
keuntungan (profit) semata. Bila ini yang terjadi, maka pengurus koperasi<br />
telah mengorbankan kepentingan anggota sebagai pengguna jasa usaha.<br />
Bagi para pengurus, prinsip dan tujuan awal pembentukan koperasi<br />
adalah membantu meningkatkan kesejahteraan para anggota. Komitmen<br />
tersebut mutlak dan tidak dapat diubah. Ada banyak hal yang dapat dilakukan<br />
untuk mewujudkannya. Semisal dengan keterbukaan manajemen dan<br />
efisiensi untuk menekan pengeluaran yang tidak diperlukan.<br />
Hasil survey terhadap beberapa anggota KUD Mintorogo, umumnya<br />
mereka mengaku merasakan manfaat menjadi anggota koperasi.<br />
Kebersamaan yang terbangun dalam dunia koperasi tanpa memandang<br />
apa dan siapa, menjadi salah satu faktor yang menarik bagi mereka.<br />
Disamping itu, berkoperasi bagi mereka juga merupakan ajang pendidikan<br />
untuk bersosialisasi pendapat atau pemikiran. Pelatihan-pelatihan dan<br />
rapat-rapat kelompok serta rapat anggota tahunan yang mereka ikuti<br />
merupakan forum menambah wawasan di bidang ekonomi maupun<br />
bidang sosial lainnya.<br />
Hal lain yang mereka rasakan adalah pemanfaatan fasilitas-fasilitas<br />
usaha koperasi dalam menunjang pemenuhan kebutuhan sehari-hari<br />
maupun kebutuhan ekonomi lainnya. Terakhir, mereka umumnya amat<br />
senang bila tiap tahun mendapat pembagian SHU, semoga! ***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
278
SULAWESI UTARA<br />
Zaenal Wafa<br />
KUD Tamporok Minahasa Utara<br />
PARTISIPASI ANGGOTA<br />
SEBAGAI INTI KEKUATAN<br />
279<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Dari pagi buta sampai menjelang tengah hari, pasar desa itu masih<br />
ramai dikunjungi orang. Sebagian orang mendatangi pasar dengan<br />
menggunakan kendaraan tradisional delman. Ada juga yang<br />
memakai sepeda angin. Namun sudah banyak orang yang datang ke<br />
pasar dengan mengendarai sepeda motor.<br />
Betul, Pasar Tatelu nama pasar desa tersebut. Berdampingan erat<br />
dengan pasar, berdiri bangunan berbentuk empat persegi panjang.<br />
Tersekat dengan tembok sederhana, bangunan digunakan tiga keperluan<br />
yang berbeda-beda.<br />
Di sisi paling kiri, KUD Tamporok memanfaatkan untuk operasional<br />
sehari-hari. Sedangkan bangunan bagian tengah, digunakan oleh unit<br />
waserda untuk melayani kebutuhan anggota maupun warga masyarakat.<br />
Sementara USP memakai sisi kanan bangunan untuk kegiatan utama<br />
bisnisnya.<br />
Zaenal Wafa<br />
Kecermatan<br />
meminimalisir<br />
kesalahan sistem<br />
administrasi.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
280<br />
Yang jelas, keberadaan Pasar Tatelu tak bisa terpisahkan dengan<br />
eksistensi KUD Tamporok. KUD ini berperan besar mewujudkan pasar<br />
desa ini. Didukung Hukum Tua atau kepala desa setempat, termasuk<br />
kerja sama dengan instansi berwenang dari Departemen Dalam Negeri,<br />
Departemen Perdagangan serta Departemen <strong>Koperasi</strong>, KUD Tamporok<br />
akhirnya mampu merealisasikan berdirinya Pasar Tatelu.<br />
Pasar Tatelu tetap memiliki pamor sebagai pusat tradisional bertemunya<br />
penjual dan pembeli. Sementara keberadaan unit waserda, nyatanya<br />
justru saling melengkapi dengan Pasar Tatelu. Ambil contoh, kalau orang<br />
ingin membeli ayam hidup maka ia pasti bisa mendapatkannya di pasar<br />
tradisional tersebut. Tetapi bila ia mencari bumbu kaldu ayam agar dapat<br />
memasak secara cepat, di waserda tempatnya.<br />
Harus digarisbawahi, koperasi jelas mampu menjalankan peranan<br />
sebagai ‘jembatan’ kepentingan antara yang bersifat tradisional yaitu
pasar rakyat dengan kepentingan moderen yang berbentuk waserda.<br />
Keberadaan waserda milik KUD Tamporok juga sudah teruji.<br />
Padahal di saat krisis moneter (krismon) sebagai ujung krisis ekonomi<br />
1997-1998, waserda ini hampir mati. Apa saja kiat yang dijalani waserda<br />
hingga tetap bertahan bahkan berkembang hingga sekarang?<br />
Ketua KUD Tamporok J Kaunang menjelaskan resep mengapa unit<br />
waserda koperasi tetap hidup sampai saat ini, sangat sederhana. Maksudnya,<br />
unit ini tetap menjalankan bisnis sesuai kemampuan yang ada.<br />
Siasatnya, di puncak krisis unit waserda melakukan pembelian barang<br />
dalam jumlah kecil. Memang, konsekuensi berikutnya waserda koperasi<br />
juga hanya mampu menjual barang dalam partai kecil. Ia mensyukuri,<br />
sebab seluruh komponen anggota, pengurus maupun pengawas koperasi<br />
dapat memahami keterbatasan lembaga usaha yang tetap mereka banggakan<br />
bersama. Sedikit demi sedikit, kemampuan waserda koperasi<br />
menggulirkan roda bisnis eceran ini semakin pulih. Saat sekarang,<br />
kondisi usaha sektor ritel ini tetap sehat.<br />
DILEMA KUT<br />
Khusus terkait permasalahan Kredit Usaha Tani (KUT), bagi KUD<br />
Tamporok memang terasa sangat dilematis. Maksudnya, di satu sisi<br />
pencairan dana KUT cukup menolong kebutuhan para petani padi. Tapi<br />
di sisi lain, buntut dari persoalan KUT yang berlarut-larut juga sangat<br />
merugikan kepentingan petani.<br />
Syukurlah, para pengurus koperasi pedesaan yang sudah makan<br />
asam garam ini sejak awal amat berhati-hati untuk menerima atau<br />
menolak KUT. Sampai sekarang, para pengurus tak segan-segan selalu<br />
mendampingi para anggota koperasi yang mengalami persoalan KUT.<br />
Ia mengakui, hingga sekarang cukup banyak anggota yang tak mau<br />
membayar ‘tunggakan’ KUT. Namun demikian para penunggak KUT<br />
tersebut mengajukan argumen, kalau mau menyalahkan mereka, lebih<br />
dulu pertanyakan: Apakah kebijakan KUT benar–benar ingin membantu<br />
para petani atau sekadar mempolitisasi kepentingan mereka?<br />
Yang pasti, KUD Tamporok yang beranggotakan 1.444 orang terus<br />
menjalin koordinasi dan komunikasi dengan para pengurus koperasi<br />
secara konsisten. Di luar RAT, setiap bulan para pengurus selalu<br />
menggelar rapat internal. Sedangkan secara berkelompok, para anggota<br />
menyelenggarakan rapat sedikitnya dua kali setahun. Ini belum termasuk<br />
pelatihan buat anggota koperasi, baik dilakukan sendiri oleh pihak<br />
koperasi maupun menghadiri pelatihan yang digelar pihak lain atau luar<br />
koperasi.<br />
Manfaatnya, interaksi yang intensif tersebut menghasilkan suasana<br />
yang kondusif dan produktif. Padahal sekadar perbandingan dengan<br />
kurun sebelumnya, antara kalangan anggota dan pengurus seringkali<br />
mengalami pertengkaran. Untunglah, saat ini seluruh unsur pendukung<br />
281<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
koperasi sudah menyadari bahwa segala konflik menyangkut<br />
kepentingan koperasi harus diakhiri.<br />
Mereka juga memahami, kelembagaan koperasi itu lah yang benar.<br />
Melalui pendekatan semacam ini, persoalan dilematis seperti KUT akhirnya<br />
bisa dipecahkan secara bijak. Dalam konteks ini, seluruh jajaran<br />
pengurus maupun pengawas koperasi bersepakat untuk membangun<br />
koperasi yang sejati.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
282<br />
PARTISIPASI TINGGI<br />
Terkait tingkat partisipasi anggota terhadap koperasi, Sekretaris<br />
KUD Tamporok Nicolaas A Tidajoh menjelaskan para anggota selalu<br />
aktif mengembangkan koperasi. Ia mengatakan partisipasi ini bisa<br />
mencapai 80 persen. Karena itu mudah dimengerti, bila setiap kali<br />
koperasi menggelar RAT sebanyak 99 persen anggota juga senantiasa<br />
berperan serta sesuai kapasitas persoalan dan kepentingan masingmasing.<br />
Termasuk dalam konteks setiap pengambilan keputusan oleh<br />
koperasi, 90 persen anggota juga aktif memberikan pendapat yang<br />
diperlukan. Salah satu penyebab utama mengapa tingkat partisipasi<br />
anggota begitu tinggi, ia menjawab tak lain karena koperasi sudah<br />
menerapkan salah satu prinsip koperasi mengenai keanggotaan bersifat<br />
sukarela.<br />
Di sisi lain sejumlah anggota KUD yang didirikan pada 1974 dan<br />
sudah mengalami perobahan status BH tiga kali ini berdasarkan isian<br />
kuesioner menjelaskan, selalu ikut memajukan setiap usaha yang<br />
dijalankan koperasi. Mereka rata-rata berpendapat, berusaha mendukung<br />
usaha koperasi sejak sektor perikanan, perkebunan dan pertanian.<br />
Beberapa anggota koperasi yang lain menambahkan, ia senantiasa<br />
aktif membantu koperasi dengan cara menyimpan dan meminjam dana<br />
dari unit simpan pinjam milik koperasi. Selain itu, ia juga selalu<br />
berbelanja beberapa barang kebutuhan sehari-hari di waserda yang milik<br />
koperasi. Ada juga anggota yang aktif mengembangkan koperasi dengan<br />
cara membuka usaha di sub sektor budidaya perikanan air tawar.<br />
Mengapa para anggota KUD memiliki partisipasi tinggi? Sejumlah<br />
anggota mengungkapkan, antara lain berkat mengikuti pelatihan di<br />
bidang pertanian dan perikanan. Anggota lain menjelaskan, merasakan<br />
manfaat besar menjadi anggota koperasi karena diikutkan tata cara<br />
pembibitan ikan air tawar. Ada juga anggota koperasi yang beruntung<br />
karena mengikuti pelatihan mengenai penanaman jagung hibrida.<br />
Sementara itu beberapa anggota koperasi merasa mendapatkan ilmu<br />
di bidang pengelolaan waserda setelah mengikuti pelatihan mengenai<br />
ritel dan simpan pinjam. Sedangkan seorang petani anggota koperasi,<br />
meyakini ilmu yang didapat dari pelatihan tentang seluk-beluk penyuluh<br />
pertanian akan bermanfaat untuk membimbing sesama petani di desanya.
PENGEMBANGAN BISNIS<br />
Menjawab pertanyaan apakah mereka menganggap KUD Tamporok<br />
sebagai koperasi yang berhasil, sejumlah anggota koperasi rata-rata mengatakan<br />
ya. Alasannya antara lain karena koperasi dapat mengembangkan<br />
sejumlah usaha yang dikelola oleh anggota.<br />
Sedangkan anggota lain mengatakan, sebab koperasi dapat melayani<br />
seluruh usaha yang dijalankan anggota. Ada juga anggota yang<br />
menjawab karena koperasi telah mampu memberikan pelayanan yang<br />
cukup. Anggota lain lagi menandaskan, keberhasilan koperasi sebagai<br />
sebuah lembaga usaha terutama telah mampu melayani dengan baik<br />
beberapa usaha yang dijalankan oleh para anggota.<br />
Menurut Wulan Rondonuwu (43) salah seorang anggota KUD Tamporok<br />
mengatakan, perkembangan<br />
usaha koperasinya<br />
sangat baik. Sebab,<br />
bantuan permodalan<br />
usaha yang disalurkan<br />
melalui unit simpan pinjam<br />
ternyata mampu membantu<br />
kelangsungan usaha<br />
yang dikerjakan anggota.<br />
Karena itu ia merasa puas<br />
atas pelayanan yang diberikan<br />
para pengurus koperasi<br />
kepada dia selaku<br />
anggota.<br />
Lain lagi pendapat<br />
Eldath Supit (46) anggota<br />
KUD Tamporok dari<br />
Desa Tatelu, Kecamatan<br />
Dimembe menuturkan,<br />
koperasi hendaknya harus<br />
lebih meningkatkan posisi daya saing. Karena sejauh ini, koperasi belum<br />
membantu maksimal dalam penjualan produk ikan budidaya yang ia<br />
usahakan. Namun demikian ia mengakui, koperasi sudah cukup<br />
membantu kegiatah usaha yang ia kerjakan sekarang.<br />
Berdasarkan dokumen keuangan KUD Tamporok 2001-2005, pendapatan<br />
lembaga usaha ini membaik. Ambil contoh pada akhir 2004,<br />
pendapatan tercatat Rp 2,022 miliar. Sedangkan pada akhir 2005 pendapatannya<br />
bergerak mencapai Rp 2,193 miliar.<br />
Pada kurun yang sama koperasi juga bisa menekan pengeluaran.<br />
Sebab pada 2003 misalnya pengeluaran koperasi senilai Rp 2,046 miliar.<br />
Kemudian pada akhir 2004 pengeluaran koperasi menjadi Rp 1,962<br />
miliar.<br />
Zaenal Wafa<br />
Keberadaan unit simpan pinjam<br />
sangat membantu<br />
kelangsungan usaha anggota.<br />
283<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Cengkeh menjadi komoditi<br />
unggulan KUD Tamporok.<br />
Zaenal Wafa<br />
Yang juga menarik,<br />
perkembangan modal sendiri<br />
koperasi selama lima<br />
tahun terakhir menunjukkan<br />
peningkatan yang<br />
signifikan. Lihatlah kalau<br />
pada akhir 2003, modal<br />
sendiri koperasi tercatat<br />
Rp 2,281 miliar meningkat<br />
menjadi Rp 2,325 miliar<br />
pada akhir 2004 serta<br />
senilai Rp 2,349 miliar di<br />
posisi akhir 2005.<br />
KUD Tamporok yang<br />
dalam bahasa setempat<br />
berarti puncak pohon kelapa<br />
atau simbol dari citacita,<br />
tak berlebihan layak<br />
menjadi percontohan. Mengapa demikian? Sebab dari indikasi tingkat<br />
partisipasi anggota pada rapat-rapat koperasi saja mencapai lebih dari<br />
90 persen. Lebih dari itu nilai transaksi nominal dari 1.444 anggota<br />
koperasi selalu selalu meningkat sangat signifikan. Buktinya, pada akhir<br />
2003 nilai nominal transaksi anggota tercatat Rp 1,955 miliar. Bandingkan<br />
dengan transaksi pada 2004 yang mencapai senilai Rp 1,992 miliar.<br />
Kemudian cermati transaksi anggota koperasi per akhir 2005 yang<br />
mencapai Rp 2,180 miliar. ***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
284
JAWA TIMUR<br />
Zaenal Wafa<br />
Pusat KUD Jatim Surabaya<br />
SIAP MASUK<br />
PASAR GLOBAL<br />
285<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Dokumentasi<br />
Rumah Sakit salah satu<br />
unit bisnis Puskud Jatim.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
286<br />
K<br />
ondisi perkoperasian di Indonesia secara umum belum menggembirakan<br />
mungkin benar. Bukan berarti tidak ada yang bagus.<br />
Fakta menyebutkan dari sekitar 130 ribu daftar koperasi yang ada,<br />
hanya 30% yang aktif. Selebihnya berada dalam deretan tidak memiliki<br />
kegiatan usaha, papan nama dan kelas gurem. Salah satu koperasi yang<br />
aktif dan cenderung aktratif adalah Pusat <strong>Koperasi</strong> Unit Desa (Puskud),<br />
Jawa Timur<br />
Bahkan, bisa dibilang koperasi sekunder KUD ini menjadi yang<br />
paling unggul dalam melakukan ekspansi usaha.<br />
Sekunder yang didirikan oleh lima KUD yaitu KUD Sekar Lamongan,<br />
KUD Kota Madiun, KUD Desa Makmur Bondowoso, KUD Labruk<br />
Lumajang, dan KUD Balong Panggang Gresik, pada 30 Juli 1975 ini<br />
pantas menjadi pelopor sebagai pemilik Perseroan Terbatas (PT).<br />
Ada kalanya koperasi yang mampu sejajar dengan perusahaan lain,<br />
tidak selamanya koperasi menempati lantai paling dasar atau berada dalam<br />
kelas gurem. Membayangkan koperasi tingkat provinsi mempunyai<br />
perseroan terbatas agaknya mustahil dibayangkan akan terwujud. Banyak<br />
orang menganggap perusahan yang mendirikan koperasi karyawan, bukan<br />
sebaliknya. Ternyata perkiraan itu meleset karena Puskud Jatim<br />
mempunyai saham di perusahaan bahkan ada yang berada di bawah<br />
kendali koperasi.<br />
Hal itu mulai terwujud ketika tahun 1989, Puskud Jatim mencanangkan<br />
Jawa Timur menjadi provinsi koperasi. Hasil rapat pengurus dan<br />
anggota adalah mensinergikan KUD yang menjadi anggota agar kekuatan<br />
bersama menjadi daya tawar lebih tinggi. Cara mencapai tujuan tersebut<br />
adalah koperasi KUD di Jawa Timur mengembangkan strategi integrasi<br />
jaringan dari hulu ke hilir. Kekuatan koperasi berbasis lembaga yang<br />
mengakar di tingkat desa dikaitkan dengan produksi, sedangkan peran<br />
koperasi sekunder melakukan kerjasama strategis dengan mitra. Tindakan<br />
tersebut berhasil menembus kelemahan pedagang dan menghilangkan sisi<br />
lemah koperasi primer. Hasil aliansi strategis dengan pelaku pelaku bisnis
diluar dugaan, Puskud Jatim tidak hanya mendapatkan jaringan bisnis<br />
tapi akhirnya melahirkan anak perusahaan. Anak perusahaan menjadi<br />
tombak koperasi untuk meraup keuntungan lebih.<br />
Perjuangan Puskud Jawa Timur tidak lepas dari keinginan untuk<br />
menunjukkan Jawa Timur sebagai provinsi koperasi. Yakni kumpulan<br />
koperasi yang bersinergi agar mempunyai posisi tawar tinggi. <strong>Koperasi</strong><br />
yang mengandalkan jaringan pertanian agar menggurita di pelbagai<br />
kabupaten kota di Jawa Timur.<br />
FOKUS BISNIS<br />
Puskud Jatim memfokuskan bisnis utama pada sektor pertanian seperti<br />
pupuk, saprotan, gaplek, cengkeh. Fokus bisnis ini sesuai dengan sejarah<br />
pendirian koperasi sekunder yang nota bene adalah beberapa KUD di<br />
Jatim. Puskud Jatim berdiri pada 30 Juli 1975 di Surabaya dengan lima<br />
KUD pendiri yaitu: KUD Sekar, Lamongan, KUD Kota Madiun, KUD<br />
Desa Makmur Bondowoso, KUD Labruk Lumajang, dan KUD Balong<br />
Pangang Gresik.<br />
Keberhasilan Puskud Jatim tidak lepas dari jaringan usaha yang dirintis<br />
mulai berdiri hingga 2006, dengan mengembangkan manajemen modern<br />
yaitu membuat corporate plan dan melaksanakan dalam pengorganisasian<br />
koperasi. Penguasaan hulu sampai hilir dan pembagian resiko membuat<br />
Puskud Jawa Timur dapat melampui masa sulit sekitar tahun 1985-1986,<br />
yaitu kesulitan likuiditas dengan pinjaman jatuh tempo yang tinggi. Maka<br />
koperasi mengambil kebijakan periode tahun tersebut melakukan konsolidasi<br />
intern dan dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa usaha.<br />
REFORMASI KELEMBAGAAN<br />
Usaha otonom yaitu usaha yang secara langsung dikelola oleh Puskud<br />
meliputi bidang usaha pupuk, semen dan angkutan. Usaha cabang, yaitu<br />
usaha Puskud di kabupaten (Kab. Lumajang dan Kab. Ngawi), yang<br />
mengelola pengolahan beras. Unit usaha, yaitu penggabungan usaha yang<br />
semula berdiri sendiri digabungkan dalam usaha yang lebih besar. Usaha<br />
ini meliputi unit senkuko, percetakan, dan USP. Kerja sama Operasi<br />
KUD Tani Mulyo<br />
salah satu MPS<br />
Puskud Jatim.<br />
Dokumentasi<br />
287<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
(KSO), usaha ini Puskud kerja sama dengan Dinas Perkebunan Provinsi<br />
Jatim (Pabrik Kopi) dan PT. Juang Area Sejahtera (perdagangan kacamata).<br />
Kemitraan pada pola ini Puskud bersama KUD Tani Mulyo bermitra<br />
dengan PT HM Sampoerna dalam memproduksi sigaret.<br />
PENGEMBANGAN USAHA<br />
Struktur pengembangan usaha dan perusahaan Puskud Jatim secara<br />
hierarkhis dapat digambarkan sebagai berikut :<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
288<br />
Kinerja Puskud Jatim menunjukkan perubahan yang cukup<br />
signifikan. <strong>Koperasi</strong> ketika berdiri hanya mempunyai lima anggota<br />
koperasi primer, 2004 sebanyak 701 KUD. Volume usaha per 31<br />
Desember 2003 berjumlah Rp 32,080 miliar. SHU per 31 Desember 2003<br />
berjumlah, Rp 710 juta atau Rp 59 juta per bulan. Modal sendiri per 31<br />
Desember 2003 berjumlah Rp 3,335 miliar. Jumlah PT anak perusahaan<br />
sebanyak delapan unit. Unit bisnis Puskud Jatim mulai dari Bank<br />
Perkreditan Rakyat bernama PT BPR Artha Mulia, pakan ternak bernama<br />
PT Samudera Omega Jaya Makmur Pasuruan, Dadi Mulyo Sejati, Ngawi,<br />
PT Rukun Jaya Makmur, Bojonegoro. Perusahaan ini bergerak dalam<br />
pelintingan sigaret bermitra dengan PT HM Sampoerna. PT Puskud Delta<br />
Utama, bergerak di bidang workshop dan perbengkelan di Malang.<br />
PT Yamido, Pasuruan bergerak dalam perakitan mesin-mesin pertanian<br />
merek Yanmar. PT SPBU Prambon, bergerak dalam penyaluran BBM<br />
(pompa bensin). PT Tri Mitra Medika Sejahtera Surabaya, bergerak di<br />
bidang rumah sakit dan pelayanan kesehatan. Kepemilikan saham Puskud<br />
Jatim pada masing-masing anak perusahaan tersebut diatas 50%.
Dokumentasi<br />
Kegiatan pelintingan rokok<br />
kerjasama dengan<br />
PT HM Sampoerna.<br />
USAHA OTONOM<br />
Untuk usaha otonom Puskud memiliki penguasaan penuh terhadap<br />
pengelolaan usaha (100%), demikian juga untuk KSO Puskud memiliki<br />
penguasaan penuh (100%), sedangkan pada kemitraan Mitra Produksi<br />
Sigaret (MPS) di 4 lokasi, Puskud memiliki saham 55% dan swasta 45%.<br />
Sedangkan pola perusahaan patungan Puskud memiliki saham yang<br />
berbeda-beda. Perusahaan yang dibangun antara Puskud baik dengan<br />
Perseroan atau kerja sama KUD dengan PT HM Sampoerna memberikan<br />
kontribusi profit mencapai 50,02%, sedangkan usaha otonom memberikan<br />
kontribusi profit sebesar 36,16%.<br />
Ternyata Puskud dengan mendirikan perusahaan, lebih mampu<br />
bekerja secara efisien, bekerja sesuai dengan prinsip perusahaan, memiliki<br />
care competence dalam membangun daya saing.<br />
Dari kemitraan dengan PT HM Sampoerna (MPS KUD Tani Mulyo<br />
dengan tiga PT lainnya) pada tahun 2003 mampu menghasilkan<br />
pendapatan Rp 2,073 miliar (50,02%) penyaluran pupuk, semen dan<br />
angkutan Puskud sebagai agen pengelola (otonom) mampu memperoleh<br />
pendapatan Rp 1,498 miliar (36,16%) dan usaha cabang di Kabupaten<br />
Lumajang dan Kabupaten Ngawi mampu memberikan kontribusi<br />
pendapatan sebesar 5,92%, sedangkan perusahaan yang lain, karena<br />
kepemilikan saham Puskud minoritas, seperti PT BPR Artha Mulia<br />
memberikan kontribusi keuntungan sebesar 3,05% dan PT Yamindo<br />
sebesar 1,75%. Puskud Delta Utama memberikan keuntungan 2,1%.<br />
MENGUTAMAKAN PENYERAPAN TENAGA KERJA<br />
Puskud dengan mendirikan tiga perusahaan dan satu MPS kemitraan<br />
di empat lokasi mampu menyerap tenaga kerja sebesar 7.607 orang Dari<br />
tiga Perusahaan Terbatas dan satu MPS yang bergerak dalam pelintingan<br />
sigaret, PT Rukun Jaya Makmur mampu menyerap 28,04%, PT Warahma<br />
Biki Makmur menyerap 27,59% dan dua Perusahaan Terbatas lainnya<br />
289<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Tabel 1. Struktur Keuangan Usaha<br />
Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja<br />
Perusahaan MPS<br />
Tenaga Kerja yang Diserap (orang) Jumlah %<br />
Administrasi Operasional/Pabrik (Orang)<br />
1. PT Dadi Mulyo Sejati,<br />
Ngawi 31 1.800 1.831 24,07<br />
2. PT Warahma Biki<br />
Makmur, Tuban 34 2.065 2.099 27,59<br />
3. PT Rukun Jaya<br />
Makmur, Bojonegoro 33 2.100 2.133 28,04<br />
4. MPS KUD Tani Mulyo,<br />
Lamongan 44 1.500 1.544 20,30<br />
Jumlah 142 7.465 7.607 100<br />
menyerap masing-masing 24,07 % dan 20,30%. Sedangkan penyerapan<br />
tenaga kerja di perusahaan lain juga cukup besar, seperti di PT Artha<br />
Mulia Bumi Mukti sebanyak 9 orang, PT Puskud Delta Utama Malang<br />
sebanyak 51 orang, PT RS Surabaya Medical Service sebanyak 50 orang<br />
dan PT Samudera Omega Jaya Makmur sebanyak 50 orang.<br />
Penyerapan tenaga kerja yang besar dalam perusahaan pelintingan<br />
rokok karena dalam operasi awalnya menggunakan tenaga manusia/<br />
manual. (lihat tabel 2).<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
290<br />
MANAJEMEN PROFESIONAL<br />
Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktur Utama dan Direksi Puskud<br />
Jatim, pengelolaan perusahaan koperasi harus professional dan efisien.<br />
Oleh karena itu, Puskud Jatim menetapkan tiga strategi yaitu usaha,<br />
manajemen dan fungsional.<br />
Pelaksanaan strategi di bidang usaha, Puskud Jatim menggunakan
tiga strategi, yaitu usaha pusat, usaha melalui cabang dan kerja sama usaha<br />
(KSO). Usaha pusat bersifat otonom dan langsung ditangani Puskud<br />
dalam penyaluran semen, pupuk dan angkutan untuk keperluan anggota.<br />
Untuk kepentingan/keterkaitan usaha dengan anggota dan pelayanan<br />
masyarakat umumnya, pengembangan usaha akan dilakukan melalui<br />
cabang. Pendirian cabang akan dilakukan secara bertahap. Kerja sama<br />
Usaha (KSO) akan dilakukan bersama dengan badan usaha lain dengan<br />
suatu Perjanjian Kerja Sama Usaha. KSU ini akan mempertimbangkan<br />
kemanfaatan buat anggota dan masyarakat pada umumnya disamping tetap<br />
atas dasar azas bisnis saling menguntungkan. Kemitraan dengan PT HM<br />
Sampoerna atau dengan Dinas Perhubungan. Patungan mendirikan PT<br />
untuk usaha-usaha yang tidak terkait dengan usaha anggota, dilakukan<br />
dengan pendirian PT dan atau penyertaan modal pada mitra usaha (PT<br />
sudah terbentuk). Besarnya self financing/penyertaan modal pada PT akan<br />
dikaitkan dengan tingkat resiko usaha yang bakal timbul, satu dan lain<br />
hal berkaitan pula dengan pengalaman usaha jajaran Puskud Jatim<br />
Dokumentasi<br />
INSTITUSI BISNIS<br />
Mencermati koperasi ini masih eksis dan percaya diri menggerakkan<br />
bisnis ke depan, mungkin boleh dicontoh. Faktanya, hingga saat ini<br />
koperasi mempunyai sekitar 10 unit usaha berbentuk Perseroan Terbatas.<br />
Termasuk mengakuisisi satu lembaga Bank Perkreditan Rakyat (BPR)<br />
yaitu PT BPR Artha Mulia dan menambah dua SPBU di Sidoarjo dan<br />
Kediri, di bawah bendera PT SPBU Prambon. <strong>Koperasi</strong> juga memiliki<br />
saham 75 persen di PT Yanmar Indonesia yang memproduksi alat pertanian<br />
di Pasuruan.<br />
Masih di Pasuruan, koperasi juga memiliki saham tak kecil di usaha<br />
pakan ternak melalui PT Samudera Omega Jaya Makmur Pasuruan.<br />
Selanjutnya dengan bendera PT Puskud Delta Utama, perusahaan ini<br />
bergerak di bidang workshop dan perbengkelan di Malang. Kemudian yang<br />
termasuk terakhir adalah PT Tri Mitra Medika Sejahtera Surabaya yang<br />
bergerak di bidang rumah sakit dan pelayanan kesehatan, dengan brand<br />
name Surabaya Medical Service (SMS). Yang jelas pada ketiga perusahaan<br />
ini, kepemilikan saham Puskud Jatim mencapai di atas 50 persen.<br />
291<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Bagaimana koperasi sekunder ini mengatur manajemen? Direktur<br />
Utama Puskud Jatim menandaskan, faktor ketertiban manajemen memang<br />
menjadi prioritasnya. Tentu saja aspek seperti cashflow yang sehat, tidak<br />
boleh diabaikan. Sebab, sebagus apapun usaha lembaga atau perusahaan<br />
bila manajemen tak baik pasti morat-marit.<br />
Mempraktikkan disiplin manajemen di koperasi lebih sulit lagi.<br />
Siasatnya, antara lain dengan merampingkan karyawan secara cerdas.<br />
Maksudnya, jangan sampai pengurus koperasi menumpuk di satu fungsi.<br />
Apalagi, karena koperasi memiliki banyak perusahaan maka diusulkan<br />
pengangkatan level manajer atau direktur berasal dari pengurus koperasi<br />
yang memang memiliki kemampuan.<br />
Sementara direktur utama, salah tugas utamanya mengkomunikasikan<br />
kinerja bisnis seluruh ‘anak perusahaan’ serta kepentingan bisnis otonom<br />
atau konvensional seperti distribusi pupuk dan produksi gabah sebagai<br />
lembaga usaha koperasi ke seluruh anggota. Intinya, tidak mudah membuat<br />
‘kapal bisnis’ koperasi sekunder ini tetap melaju seimbang antara kepentingan<br />
kemanfaatan buat anggota sekaligus mengeruk laba besar.<br />
KONSISTEN DENGAN VISI DAN MISINYA<br />
Anggaran Dasar Puskud Jatim tegas-tegas memberikan batasan visi<br />
yaitu adalah menjadikan Puskud sebagai badan usaha yang kuat dan<br />
profesional serta handal di Jawa Timur, yang didukung oleh anggota guna<br />
meningkatkan taraf hidupnya melalui kehidupan berkoperasi.<br />
Sedangkan misi Puskud Jawa Timur meliputi pengembangkan akses<br />
pasar terhadap produk-produk anggota, membangun perusahaan-perusahaan<br />
yang berorientasi kepada kebutuhan anggota dan masyarakat,<br />
membangun jasa simpan pinjam (lembaga intermediasi keuangan mikro)<br />
dan jasa-jasa lain yang diperlukan anggota dan masyarakat dan mengembangkan<br />
pembinaan kelembagaan dan kegiatan pendidikan, pelatihan,<br />
informasi bagi anggota serta pengelola koperasi.<br />
Kebijakan dibidang kelembagaan Puskud Jawa Timur berorientasi<br />
bagi kepentingan terhadap pelayanan anggota baik dalam hal menyangkut<br />
pembinaan/pemberdayaan KUD (anggota) dan institusi intermediasi<br />
keuangan yang dimilikinya, maupun menyangkut usaha yang berkaitan<br />
dengan anggota dan pola kemitraan usaha.<br />
Professionalisme yang telah dirumuskan dalam visi di atas mengandung<br />
keharusan untuk mengupayakannya berbagai hal kebijaksanaan<br />
pengurus, baik dibidang organisasi, manajemen, sumber daya manusia<br />
dan sistem prosedur operasional usaha.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
292
BALI<br />
Zaenal Wafa<br />
KUD Penebel Tabanan<br />
PENGURUS RESPONSIF<br />
ANGGOTA AKTIF<br />
293<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Waserda KUD Penebel<br />
memiliki empat kamera<br />
tersebunyi.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
294<br />
Zaenal Wafa<br />
Selain strategis, lokasi keberadaan koperasi ini sangat menyolok. Di<br />
tepi jalan utama kota kecamatan, bangunan bertingkat tiga dan<br />
penanda identitas nama yang besar di tembok luar atas. Dari jarak<br />
ratusan meter, mudah terbaca namanya KUD Penebel. Mari melongok<br />
apa saja unit usaha, kinerja lembaga dan dukungan sumber daya manusia<br />
pengurus dan anggota koperasi ini.<br />
Siang itu, sejumlah orang asyik berbelanja di waserda yang merupakan<br />
salah satu unit bisnis koperasi. Sekadar perbandingan, luas bangunan dan<br />
parkir, kenyamanan membeli maupun jenis barang yang dijual di situ tak<br />
kalah dengan Indomart, Alfamart bahkan swalayan Hero sekali pun.<br />
Apalagi, di warung satu ini juga menjual dua item barang yang pasti tak<br />
ada di ketiga toko modern tersebut. Barang apakah yang dijajakan di<br />
sana, sudah barang tentu kebutuhan sekitar pertanian. Pupuk tanaman<br />
padi produksi PT Pusri dan beras merah produksi anggota KUD Penebel<br />
sendiri.<br />
Di samping waserda yang dilengkapi empat kamera tersembunyi itu,<br />
koperasi yang didirikan 16 Maret 1974 ini memiliki sejumlah unit usaha<br />
bersifat saling menunjang. Masing-masing pengadaan pangan, mesin<br />
penggilingan beras (RMU), sarana produksi padi (saprodi), peternakan<br />
sapi dan simpan pinjam. Bagaimana perkembangan koperasi dari sisi<br />
kelembagaan, dukungan SDM, usaha hingga pendanaan?<br />
Ketua KUD Penebel, Tabanan, Bali I Made Cager menjelaskan,<br />
koperasi didirikan oleh prakarsa 30 orang dan ketika itu masih bernama<br />
Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Bermodal awal Rp 530 ribu, mereka<br />
bertekad mewujudkan peningkatan ekonomi rakyat setempat. Seiring<br />
kondisi ekonomi dan perkembangan jaman, serta sesuai saran peserta<br />
RAT pada Maret 1986, nama kelembagaan BUUD berobah menjadi KUD<br />
alias <strong>Koperasi</strong> Unit Desa Penebel.<br />
Meski modal yang dipunyai masih kecil, namun demi menunjang<br />
usaha, koperasi memulainya dengan tiga unit usaha, yakni RMU,<br />
pengadaan saprodi dan pengadaan pangan. Berdasarkan dokumen neraca<br />
koperasi ini per 30 Juni 2006, ketiga unit usaha koperasi tersebut<br />
membukukan kas unit yang lancar dan signifikan. Masing-masing senilai<br />
Rp 19, 193 juta (RMU), Rp 17,532 juta (saprodi) dan Rp 4,853 juta<br />
(pangan).<br />
Hingga 2006, koperasi sudah mengalami lima kali perobahan<br />
anggaran dasar. <strong>Koperasi</strong> bernomor pokok wajib pajak 1.413.311.0-901<br />
ini memiliki wilayah kerja di 7 kebendesaan, yaitu Desa Penebel, Biaung,<br />
Mengesta, Jatiluwih, Babahan, Senganan dan Desa Tajen. Selama tiga<br />
tahun terakhir, perkembangan jumlah keanggotaan koperasi adalah 2.082<br />
orang (2000-2002), 1.953 orang (2003), 1.955 orang (2004) dan 1.949<br />
(akhir 2005).<br />
Sedangkan jumlah pengawas pada kurun yang sama, masing-masing<br />
berjumlah 5 orang dan 3 orang. Sementara karyawan tetap koperasi,<br />
pada 2003 berjumlah 43 orang dan pada akhir 2005 menjadi 42 orang.<br />
Karyawan tidak tetap berjumlah 2 orang dari 2003 hingga 2005.
PENGURUS AKTIF<br />
Menurut Ni Made Ratmini (36) salah seorang anggota KUD Penebel,<br />
salah satu faktor keberhasilan koperasinya adalah kinerja pengurus yang<br />
aktif dan responsif. Anggota yang tinggal di Dusun Ubung, Penebel ini<br />
juga mengaku memperoleh manfaat dengan menjadi anggota koperasi,<br />
karena koperasi bisa menyediakan segala kebutuhan anggota.<br />
Kinerja koperasi di mata anggota sangat baik. Termasuk perkembangan<br />
usaha beberapa unit usaha koperasi. Utamanya karena koperasi<br />
mampu menyediakan berbagai kebutuhan pokok ekonomi rumah tangga.<br />
Semisal mulai beras, gula pasir, minyak goreng, sabun cuci hingga sabun<br />
mandi dan pasta gigi. Semua ini bisa dibeli di waserda koperasi.<br />
Selain itu, anggota merasa puas dengan pembayaran SHU yang<br />
dibagikan rutin setiap tahun. Itu sebabnya banyak anggota yang aktif<br />
menghadiri RAT. “Biasanya saya ikut memberi masukan kalau koperasi<br />
mau bikin program kerja nggih. Misalnya usul, agar harga jual barangbarang<br />
di waserda ndak mahal,” tukas Ratmini dengan logat Bali kental.<br />
Yang jelas, sebagai anggota koperasi Ratmini menulis dalam kuesioner<br />
bahwa ia senantiasa memenuhi kebutuhan rumah tangga di waserda<br />
koperasi. Mengaku berpendapatan Rp 500 ribu – Rp 1 juta, ia menanggung<br />
tiga anggota keluarga. Tiap bulan, ia ia juga mengaku mempunyai<br />
tambahan pendapatan kurang dari Rp 500 ribu.<br />
Bekerja di sektor swasta, perempuan berpendidikan SMA ini menyatakan<br />
kadang-kadang mengikuti pelatihan-pelatihan bagi anggota yang<br />
digelar oleh koperasi. Pelatihan apa saja yang pernah dijalani, ia menjawab<br />
antara lain semacam penyuluhan untuk mendorong peningkatan partisipasi<br />
anggota. Ia pernah pula mengikuti sejenis seminar, diskusi atau lokakarya<br />
yang berkaitan dengan koperasi.<br />
Zaenal Wafa<br />
Kegiatan simpan pinjam<br />
di USP KUD Penebel.<br />
295<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Zaenal Wafa<br />
Waserda KUD Penebel selalu<br />
ramai dikunjungi anggota.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
296<br />
MASUKAN BUAT PENGURUS<br />
Lain lagi pendapat I Wayan Rides (47), anggota KUD Penebel yang<br />
berprofesi sebagai petani padi. Ia yang berpendidikan SMA dan berpendapatan<br />
Rp 1 juta lebih menegaskan, sangat sering melakukan transaksi<br />
dengan koperasinya. Menjawab mengapa menjadi anggota koperasi, Rides<br />
menjelaskan karena koperasi benar-benar menjadi pengikat rasa kepemilikan<br />
bersama segenap anggota. “Karena itu saya juga selalu memanfaatkan<br />
KUD Penebel sebagai wadah pelayanan ekonomi anggota dan<br />
warga masyarakat di pedesaan sini,” tulis Rides di isian kuesioner.<br />
Wayan Rides mengkritisi, kinerja koperasi di matanya lumayan baik.<br />
Alasannya karena koperasi memiliki beberapa usaha yang memang<br />
berkaitan atau menyentuh langsung dengan usaha yang dikerjakan oleh<br />
para anggota koperasi maupun warga masyarakat.<br />
Sedangkan arah perkembangan usaha koperasi, sepengamatan dia<br />
juga sangat baik. Mengapa demikian? Karena para pengelola koperasi,<br />
sejauh ini mampu mengimbangi beberapa<br />
kebutuhan anggota. Baik untuk kebutuhan<br />
pokok sehari-hari dan sarana penunjang<br />
buat kegiatan produksi anggota.<br />
Faktor yang lebih penting, sebagian besar<br />
anggota seringkali menyambut positif rencana-rencana<br />
atau program yang diterjemahkan<br />
pengurus dari berbagai forum<br />
rapat koperasi.<br />
Ia menambahkan, sebagai anggota<br />
koperasi dirinya aktif mengikuti pelaksanaan<br />
setiap RAT. Rides juga menyatakan<br />
selalu mendapat SHU di tiap tahun.<br />
Selain itu, ia aktif memberikan sejumlah<br />
usulan konstruktif buat koperasinya. Terutama,<br />
tulisnya dalam jawaban kuesioner,<br />
masukan-masukan kepada pengurus menyangkut kebutuhan-kebutuhan<br />
anggota yang berprofesi membuka usaha tani.<br />
Konsekuensinya, ia membuktikan dengan selalu membeli sarana<br />
maupun bahan-bahan produksi usahanya dari koperasi. Misalnya, dari<br />
penyediaan benih padi, obat-obatan, pupuk dan sarana produksi tani yang<br />
lain. Di sisi lain, ia juga berupaya memberikan informasi dan perbandingan<br />
harga barang yang sama di tempat lain.<br />
Terkait pelatihan bagi anggota yang diadakan oleh koperasi, Rides<br />
menjawab kadangkala mengikutinya. Yang jelas, ia ingat pernah mengikuti<br />
pelatihan manajemen usaha tani di Denpasar, Bali pada tahun 1998 atau<br />
tak lama setelah berlangsung peristiwa reformasi. Bahkan ia juga pernah<br />
dikirim oleh koperasinya, menjalani pelatihan agrobisnis pada tahun 2004<br />
di Depok, Jakarta.<br />
Sebaliknya, ia menulis tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan<br />
yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau Badan Usaha Milik<br />
Negara (BUMN). Menjawab apa saja faktor yang membuat koperasinya
erhasil, ia menyatakan antara lain para pengurus selalu melakukan<br />
koordinasi dengan pihak perangkat desa melalui lembaga adat Bali yaitu<br />
banjar. Selain itu, pengurus koperasi sering mengadakan serangkaian<br />
penyuluhan ke kelompok-kelompok tani.<br />
MANAJER MESTI LINCAH<br />
Ni Nyoman Rentini (46), juga merupakan anggota KUD Penebel.<br />
Bedanya, ia bukan peternak atau mempunyai usaha tani. Tapi, seharihari<br />
ia membuka warung kecil penjual barang kebutuhan sehari-hari di<br />
rumahnya. Lulusan SMA dan menanggung anggota keluarga 3 orang, ia<br />
mengaku berpenghasilan lebih Rp 1 juta sebulan. Di samping itu, ia masih<br />
mempunyai pendapatan tambahan kurang dari Rp 500 ribu tiap bulan.<br />
Yang pasti, ia sangat sering melakukan transaski dengan koperasinya.<br />
“Saya senang, karena semua jenis barang yang di jual lagi di rumah bisa<br />
dicukupi dengan kulakan di koperasi,” tukas Nyoman Rentini spontan.<br />
Sebagai anggota koperasi dan pemilik warung kecil, ia merasakan<br />
kinerja pengurus relatif baik. Maksudnya, selama ini pengurus atau pengelola<br />
KUD Penebel sudah memberikan pelayanan yang adil. Konkritnya,<br />
beberapa jenis barang yang dibutuhkan selalu tersedia, perputarannya<br />
lancar dan hak-hak dia seperti pembagian SHU juga selalu diterimanya.<br />
Manfaat lain yang Rentini rasakan, di sisi kebutuhan keuangan juga tidak<br />
pernah mengalami masalah yang berarti. Sebab, ia juga selalu menabung<br />
maupun meminjam di unit usaha simpan pinjam koperasinya. Intinya,<br />
keperluan keuangan untuk berbelanja di waserda tinggal memperhitungkan<br />
posisi saldo simpanannya di USP.<br />
Ia juga menulis pada jawaban kuesioner, dirinya kadang-kadang<br />
mengikuti beberapa pelatihan yang diselenggarakan oleh koperasi kepada<br />
anggota. Terkait dengan kegiatan yang pada hakikatnya mempertajam<br />
keterdidikan anggota ini, Rentini menyatakan dia pun pernah mengikuti<br />
semacam diskusi ataupun lokakarya mengenai penyuluhan perkoperasian<br />
jenis serba usaha.<br />
Bagi dia, keterlibatan menjadi anggota koperasi di desanya memberikan<br />
manfaat tidak sedikit. Persisnya ia menyatakan, keberadaan KUD<br />
Penebel di desanya jelas banyak berguna bagi warga masyarakat setempat.<br />
Apalagi menurut hemat dia, koperasinya mengambil bentuk atau berjenis<br />
koperasi serba usaha.<br />
Namun demikian, Ni Nyoman Rentini sempat menyampaikan kritik<br />
dan saran kepada koperasi yang berkali-kali mendapat penghargaan di<br />
tingkat lokal dan nasional ini. Intinya, ia mengharapkan agar manajer<br />
koperasi harus lincah dalam mengendalikan seluruh unit usaha. Seiring<br />
dengan itu, pola manajemen koperasi juga harus dilakukan secara terbuka.<br />
MEMBUKA TEMPAT PELAYANAN<br />
Khusus dalam konteks dukungan sumber daya manusia, Ketua KUD<br />
Penebel I Made Cager menyatakan, sejak tahun 2000 koperasi mengangkat<br />
seorang manajer. Manajer ini bekerja berdasarkan sistem kontrak kerja yang<br />
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Maksudnya, sejumlah prinsip-prinsip<br />
297<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
manajemen terkait pekerjaan seorang manajer juga diukur secara jelas.<br />
Misalnya, apa saja uraian tugas manajer disampaikan secara terbuka.<br />
Selain itu, beberapa rencana kerja manajer juga harus dilakukan secara<br />
tertulis. Selanjutnya pada periode tertentu, manajer juga mesti menyampaikan<br />
pertanggungjawaban atau laporan hasil pelaksanaan kerja kepada<br />
jajaran pengurus.<br />
Dari sisi tingkat pendidikan, tiga orang jajaran pengurus koperasi ini<br />
merupakan lulusan SMA. Sedangkan dua orang pengurus tercatat lulusan<br />
strata satu (S1) perguruan tinggi. Sementara pengawas koperasi yang<br />
berjumlah tiga orang, semuanya lulusan SMA.<br />
Bagaimana tingkat pendidikan anggota? Disebutkan, dari 1.949 orang<br />
anggota koperasi yang aktif, 950 orang di antaranya merupakan lulusan<br />
SD. Sedangkan lulusan SMP tercatat 500 anggota dan 483 anggota<br />
koperasi merupakan lulusan SMA. Sementara anggota koperasi yang<br />
berhasil menyelesaikan program S1 perguruan tinggi tercatat sebanyak<br />
16 orang. Di jajaran karyawan koperasi, sebagian besar atau 42 orang<br />
merupakan lulusan SMA. Lulusan SMP hanya dua orang.<br />
Made Cager menambahkan, koperasi yang dipimpinnya berencana<br />
mengembangkan jumlah anggota. Caranya, membuka tempat-tempat<br />
pelayanan baru koperasi di masing-masing desa sesuai wilayah kerja<br />
koperasi.Hingga saat ini, partisipasi aktif anggota pada setiap pengambilan<br />
keputusan mencapai 50 persen.<br />
KINERJA KEUANGAN<br />
Menurut dokumen sederhana berjudul ‘Profil KUD Penebel, Perkembangan<br />
dari Tahun 1984 s/d 2005’, halaman 6 disebutkan mengenai perkembangan<br />
permodalan. Ambil contoh posisi 1984, modal sendiri tercatat<br />
Rp 2,152 juta dan modal donasi sejumlah Rp 4,014 juta. Hampir 15 tahun<br />
kemudian atau pada 1997, modal sendiri koperasi sudah mencapai Rp<br />
2,554 miliar. Sedangkan modal donasi hanya tinggal Rp 15,909 juta.<br />
Sampai posisi keuangan akhir 2005, modal sendiri koperasi pencapaiannya<br />
senilai Rp 3,274 miliar. Sementara modal bersifat donasi hanya<br />
sebesar Rp 99, 512 juta.<br />
Bagaimana dengan nilai aset, volume usaha dan SHU koperasi ini?<br />
Pada periode 1984 pencapaian aset sebesar Rp 24,8 juta, volume usaha<br />
Rp 3,9 juta dan SHU sebesar Rp 47.218.<br />
Menjelang era reformasi atau di puncak krisis ekonom 1997, aset<br />
koperasi sudah mencapai Rp 3,311 miliar, volume usaha senilai Rp 3,323<br />
miliar dan SHU yang dibagikan sejumlah Rp 91,828 juta. Yang jelas,<br />
hingga posisi akhir 2005 halaman 7 dokumen menyebutkan, aset koperasi<br />
menjadi Rp 7,985 miliar. Lalu volume usaha senilai Rp 14,963 miliar.<br />
Sedangkan SHU koperasi mencapai Rp 254,881 juta.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
298
SUMATERA UTARA<br />
Dokumentasi<br />
KUD Kandangan Simalungun<br />
BISNIS BERBASIS<br />
KEBUTUHAN ANGGOTA<br />
299<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Dokumentasi<br />
Selain RMU juga<br />
memiliki areal<br />
lantai jemur.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
300<br />
J<br />
auh dari hingar bingar khas perkotaan. Tepatnya, di Desa Kandangan,<br />
Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, Sumatera<br />
Utara, bisa kita temui KUD Kandangan. Sepintas lalu tak ada yang<br />
istimewa dengan koperasi yang berdiri sejak 1973 ini, terlebih keberadaannya<br />
yang jauh dari gemuruh ekonomi kota besar.<br />
Tidak demikian halnya dengan Desa Kandangan, P Nauli, Purbaganda<br />
dan Purwosari, empat desa yang merupakan wilayah kerja koperasi ini.<br />
Kehadiran KUD sangat vital karena merupakan sentra kebutuhan sarana<br />
pertanian bagi sekitar 80% penduduknya yang mengais kehidupan di<br />
sektor pertanian.<br />
Dalam rentang 33 tahun masa beroperasinya, KUD Kandangan masih<br />
tetap eksis dan produktif melayani anggota. Karena produk layanannya<br />
memang kebutuhan riil ekonomi anggota, yaitu pengadaan saprodi,<br />
saprotan serta pestisida. Selain itu, posisi wilayah yang sangat potensial<br />
bagi tanaman padi dan palawija ini menghadapi masalah sarana<br />
perhubungan dan transportasi yang sulit menjangkau perkotaan. Sehingga<br />
peran koperasi sebagai motor ekonomi pedesaan terasa sangat menonjol.<br />
Berangkat dari kendala perhubungan itulah KUD ini lahir. Ketika itu<br />
para tokoh masayarakat di empat nagori atau desa tersebut prihatin dengan<br />
rendahnya nilai tukar pertanian. Para petani tidak punya banyak pilihan<br />
ketika hasil produksinya dibayar murah oleh para tengkulak. Untuk<br />
menjual langsung ke pusat kota, mereka terbentur oleh kendala transportasi.<br />
Dari hasil rembug keprihatinan itu dan didorong oleh kepala desa<br />
setempat, akhirnya pemuka masyarakat sepakat membentuk koperasi.<br />
Tujuannya, mengatasi dan membantu petani memenuhi kebutuhan sarana<br />
pertanian dan menjual hasil pertaniannya dengan harga yang layak.<br />
Berdasarkan petunjuk teknis dari aparat Dinas <strong>Koperasi</strong> Daerah<br />
Tingkat II Simalungun, secara musyawarah dibentuklah KUD Kandang-
an tertanggal 20 September 1973 dengan status badan hukum No 3108/<br />
BH/III. Selanjutnya pada tanggal 10 Juni 1996 dilakukan pembaharuan<br />
badan hukum, melalui No 334/PAD/KWK.2/VI/1996, NPWP:<br />
0122296190117000 dan SIUP: 001702.15/SIUP-PM/VI/2006.<br />
MULTI ETNIS<br />
Meskipun lokasinya berada di pedesaan dengan mayoritas suku Batak,<br />
namun koperasi ini memiliki keunikan tersendiri. Karena lembaga ini<br />
diwarnai oleh multi-etnis yang kental. Sehingga dapat dikatakan KUD Kandangan<br />
merupakan salah satu koperasi bernuansa bhineka tunggal ika.<br />
Karenanya filosofi kebersamaan berdasarkan keragaman lintas etnis,<br />
agama dan budaya menjadi modal utama koperasi membangun dan mengembangkan<br />
organisasi untuk mensejahterakan anggota dan masyarakat.<br />
Perjuangan panjang mengembangkan dan mempertahankan KUD<br />
Kandangan tetap eksis, tidak terlepas dari jasa baik dan kegigihan tokohtokoh<br />
koperasi setempat. Antara lain, Rikat Suyanto, Safar Suharto, Abdul<br />
Kadir dan Abdullah.<br />
Pada awal pengembangan usaha, koperasi merespon kebutuhan petani<br />
dengan membentuk unit usaha rice milling unit (RMU). Seiring perkembangan<br />
dan kebutuhan petani yang semakin beragam sampai dengan<br />
tahun 2006, jenis usaha koperasi berkembang menjadi 10 jenis usaha.<br />
Rinciannya, RMU kapasitas kecil, pengadaan pangan, waserda,<br />
penyaluran saprodi/distributor pupuk, USP (termasuk KUT, MAP, BBM),<br />
wartel, penagihan listrik dan RMU kapasitas besar atau program bank<br />
padi.<br />
Anggota KUD Kandangan berkembang dari 1.597 orang pada tahun<br />
2001 menjadi 1.627 orang pada tahun 2005 (tumbuh 1,88%). Segmen<br />
pelayanan KUD tidak hanya terbatas bagi anggota, tetapi diperluas bagi<br />
non anggota. Faktanya, masyarakat yang dilayani berkembang dari 2.100<br />
orang pada tahun 2001 menjadi sebanyak 2.430 orang pada 2005.<br />
Bagaimana koperasi ini memenej usahanya? Cukup dikendalikan oleh<br />
tiga orang pengurus yaitu H. Abdullah sebagai Ketua, dibantu oleh Yusuf<br />
Sugito (sekretaris) dan Surtinah (bendahara). Sementara peran dan fungsi<br />
pemeriksaan dipercayakan pada auditor eksternal. Sedangkan operasional<br />
Tabel 1. Perkembangan Anggota (orang)<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
1. Anggota 1.597 1.592 1.627 1.627 1.627<br />
2. Karyawan 20 21 24 27 28<br />
usaha sepenuhnya dilaksanakan oleh para manajer.<br />
Seiring dengan perkembangan usaha koperasi, jumlah karyawan yang<br />
dipekerjakan bertambah. Tahun 2001 koperasi ini menyerap tenaga kerja<br />
sebanyak 20 orang karyawan dan meningkat menjadi 28 orang karyawan<br />
pada tahun 2005. (Lihat Tabel 1). Fenomena ini menggambarkan suatu<br />
301<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
KUD Kandangan menyediakan<br />
berbagai kebutuhan<br />
dan usaha anggota.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
302<br />
Dokumentasi<br />
pengejawantahan dari salah satu prinsip koperasi yang memiliki kepedulian<br />
terhadap lingkungan sosial.<br />
Sebagai perwujudan dari salah satu prinsip koperasi, yaitu orientasi<br />
pendidikan, KUD Kandangan sejak tahun 2001 menyisihkan dana<br />
pendidikan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM.<br />
Besaran dana pendidikan tersebut memang belum cukup memadai yaitu<br />
berkisar Rp 500 ribu, dan pada 2005 dapat disisihkan sebesar Rp 1,1<br />
juta. Ke depan, penyisihan dana untuk pendidikan anggota itu diupayakan<br />
bertambah karena mengingat aspek kualitas SDM merupakan unsur<br />
strategis menghadapi persaingan ketat di era global.<br />
Keberadaan KUD Kandangan diyakini anggota sangat bermanfaat.<br />
Mengapa? Karena terdapat keterkaitan usaha yang kental, antara jenis<br />
usaha koperasi dengan kebutuhan dan usaha petani atau anggota koperasi,<br />
seperti pupuk dan simpan pinjam.<br />
Begitu pula partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, terbuka<br />
seluas-luasnya sejak pra-Rapat Anggota Tahunan (RAT) maupun dalam<br />
RAT (paripurna). Yang jelas, tingkat partisipasi anggota ditemukan mendekati<br />
90%. Besaran prosentase tersebut ternyata tidak jauh berbeda<br />
dengan hasil wawancara pada anggota koperasi.<br />
Sementara itu, tidak kalah penting adalah partisipasi ekonomi anggota.<br />
Terutama untuk membentuk kekayaan bersama melalui pemupukan atau<br />
penyertaan modal, peningkatan transaksi dengan pembagian SHU sesuai<br />
dengan besar kecilnya transaksi anggota. Kondisi ini merupakan salah<br />
satu jaminan bagi KUD Kandangan untuk memperkuat dan mengembangkan<br />
organisasi dan kegiatan usahanya.<br />
JALIN KEMITRAAN<br />
Kegigihan pengurus mengembangkan dan mempertahankan eksistensi<br />
agar tetap survive, pada gilirannya membuahkan hasil. <strong>Koperasi</strong> ini<br />
mendapat kepercayaan menjalin kemitraan dengan sejumlah lembaga lain<br />
yang berkepentingan.<br />
Sebagai contoh, pembaharuan kerja sama dengan PLN Cabang Pematang<br />
Siantar tertanggal 2 Januari 2006, No. 003/060/PDG/2006. Hal<br />
ini terkait dengan KUD sebagai pencatat dan penagih rekening listrik.<br />
Kemudian juga perjanjian kerja sama dengan PT Pupuk Sriwijaya<br />
tentang KUD sebagai distributor pupuk Kabupaten Simalungun, tertanggal<br />
1 Mei 2006 dengan No U-042/SPJB/31210000.PS/2006.<br />
Wujud kepercayaan lain, nampak dalam bentuk diperolehnya kredit<br />
dengan pola bergulir dari Kementerian Negara <strong>Koperasi</strong> dan UKM.<br />
Antara lain, kredit itik tahun 2003 dengan nilai guliran Rp 100 juta,<br />
Kredit MAP tahun 2003 (Rp 200 Juta), dan kredit Bank Padi tahun<br />
2004 (Rp 1,267 miliar) serta kredit BBM sebesar Rp 100 juta pada<br />
tahun 2001.<br />
Pada dasarnya kepercayaan dan perkuatan yang telah diberikan kepada<br />
koperasi adalah sumber modal yang murah, dan menjadi peluang pengembangan<br />
usaha KUD. Hal ini sekaligus merupakan tantangan berat<br />
dan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Tabel 2. Kinerja Usaha KUD Kandangan (Rp. 000)<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
SHU 15.880 21.286 22.080 22.725 20.339<br />
Modal Luar 211.844 245.853 437.105 1.774.387 1.828.673<br />
Modal Sendiri 217.628 240.638 249.730 259.005 267.692<br />
Asset Total 429.473 486.492 686.835 2.038.388 2.095.866<br />
Kewajiban Lancar 80.508 117.665 112.919 91.531 180.817<br />
Harta Lancar 347.723 411.129 615.508 939.905 941.107<br />
Volume Usaha 2.778.279 2.976.336 2.700.728 3.008.849 4.834.478<br />
Tabel 3. Rasio Keuangan KUD Kandangan<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
1. Likuiditas (%)<br />
Current Ration=<br />
2. Solvabilitas (%)<br />
Total Asset<br />
to Total Debt =<br />
3. Rentabilitas (%)<br />
Return On<br />
Asset (ROA) =<br />
Harta Lancar<br />
Kewajiban Lancar<br />
Asset Total<br />
Modal Luar<br />
S H U<br />
Total Asset<br />
432 349 545 1.027 520<br />
202,7 197,9 157,1 114,6 114,6<br />
3,69 4,37 3,21 1,11 0,97<br />
Upaya pengembangan dan perluasan kemitraan yang dilakukan oleh<br />
koperasi, sebetulnya merupakan perwujudan dari salah satu prinsip<br />
koperasi tentang kerja sama antar lembaga.<br />
Kinerja KUD Kandangan ditinjau dari aspek spirit perkoperasian<br />
memang layak dipertimbangkan sebagai koperasi yang gigih bertahan di<br />
tengah kancah kompetisi yang semakin ketat. Namun dari aspek manajerial,<br />
KUD Kandangan tetap memerlukan pembenahan manajemen agar seluruh<br />
kegiatannya tertopang oleh semangat wirausaha koperasi yang sudah<br />
terbentuk. (Lihat Tabel 2)<br />
Selanjutnya dari sisi likuiditas, kinerja KUD Kandangan tahun 2001<br />
s/d 2005 (terutama peningkatan harta lancar pada tahun 2004) sangat tinggi.<br />
Namun dalam pengertian lain terjadi stok persediaan barang yang cukup<br />
besar dan pengembalian piutang yang kurang lancar. Tentunya hal ini<br />
selayaknya menjadi perhatian pengurus KUD ke depan untuk lebih<br />
dicermati.<br />
Sedangkan rasio solvabilitas dengan besaran yang semakin menurun,<br />
berarti peningkatan dan perkembangan modal luar jauh lebih cepat<br />
daripada peningkatan modal sendiri. Sehingga upaya peningkatan<br />
efektivitas penggunaan modal luar dan pemupukan modal sendiri juga<br />
menjadi PR khusus bagi pengurus ke depan.<br />
Sementara rasio rentabilitas juga menunjukkan angka yang menurun.<br />
Walaupun pada dasarnya koperasi tidak mengejar laba semata tetapi<br />
pelayanan maksimal yang dapat dirasakan para anggotanya. Namun ke<br />
depan kinerja rentabilitas tetap perlu ditingkatkan. Caranya, antara lain<br />
303<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi usaha dan organisasi serta<br />
peningkatan market share. Termasuk peningkatan pelayanan RMU<br />
kepada anggota dan masyarakat guna menghadapi persaingan dengan<br />
RMU keliling.<br />
KIAT DAN MODAL KEJUJURAN<br />
Dalam operasionalisasi kegiatan usahanya, pengurus menerapkan<br />
beberapa kiat spesifik, yakni kejujuran, tidak mencoba mengusik modal<br />
KUD untuk kepentingan pengurus dan menanamkan rasa memiliki KUD<br />
yang tinggi (sense of belonging). Selain itu, pengurus berusaha selalu<br />
berorientasi kepada kebutuhan dan keinginan anggota atau petani<br />
(consumer oriented) serta menegakkan disiplin pegawai.<br />
Itulah kiat-kiat kunci dalam mengelola koperasi yang selalu<br />
ditanamkan oleh pengurus ke benak jajaran manajer, karyawan dan<br />
anggota. Sehingga ke depan KUD Kandangan dapat mengatasi seluruh<br />
tantangan untuk menggapai kemajuan dan perkembangan yang lebih<br />
nyata.<br />
Metode lebih rinci yang diterapkan di tingkat operasional antara lain,<br />
sistem perangkat lunak (software) akuntansi koperasi dengan model<br />
management service arangement dan menggunakan analisa rasio<br />
keuangan standar (likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas) untuk<br />
mengevaluasi kinerja keuangan KUD.<br />
Sesuai tuntutan, koperasi juga menggunakan prinsip 5 C untuk<br />
mengurangi resiko pemberian kredit. Bentuknya, pengurus memberi<br />
imbalan jasa bagi mereka yang tepat waktu pengembalian kreditnya.<br />
Namun untuk pemberian kredit di atas Rp 3 juta diharuskan menggunakan<br />
agunan.<br />
Pengurus menerapkan bimbingan langsung, pelatihan dan studi<br />
banding untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan SDM<br />
(manajer, karyawan dan anggota). Tak kalah penting, koperasi melakukan<br />
penelitian terhadap efektivitas RMU agar menghasilkan kualitas yang lebih<br />
baik. Terkait hal ini, mensosialisasikan program-program koperasi kepada<br />
kelompok-kelompok tani, anggota-anggota dan masyarakat yang datang<br />
ke KUD juga amat penting.<br />
Kiat-kiat dan metode pelayanan ini diupayakan untuk selalu<br />
diperbaharui dan disesuaikan dengan perubahan kondisi dan kebutuhan<br />
anggota. Pada gilirannya kiat-kiat tersebut ditujukan semata-mata untuk<br />
kemajuan koperasi, kepentingan dan kesejahteraan anggota KUD.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
304
JAWA TIMUR<br />
Dokumentasi<br />
<strong>Koperasi</strong> Petani Tebu Rakyat<br />
“Sumber Manis” Mojokerto<br />
BERJUANG<br />
DI TENGAH KEPRIHATINAN<br />
305<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
L<br />
ogikanya Indonesia sebagai negara agraris dengan lahan pertanian<br />
sangat luas, semua komoditi pertanian dapat dibudidayakan.<br />
Termasuk tebu sebagai bahan baku gula. Sayangnya, komoditi<br />
tersebut makin tidak populer untuk digalakkan. Akibatnya, untuk<br />
memenuhi kebutuhan bahan baku, pabrik gula masih kekurangan.<br />
Dampaknya, gula yang dihasilkan pabrik tersebut tidak sebanding dengan<br />
permintaan pasar, sehingga secara nasional untuk memenuhi konsumsi<br />
gula konsekuensinya harus impor.<br />
Sisi lain, petani tebu tidak menerima perlakuan yang adil dari<br />
produsen gula. Mereka tidak mempunyai kekuatan posisi tawar dengan<br />
harga yang memuaskan. Kasarnya, kurang mendapatkan perhatian. Untuk<br />
menanam kembali lahannya sulit memperoleh bibit unggul, pupuk maupun<br />
obat-obatan. Maka mempengaruhi minat menanam tebu sangat rendah.<br />
Lebih-lebih ketika kredit Tebu Rakyat Indonesia (TRI) dicabut, kondisi<br />
petani untuk meningkatkan produktivitasnya semakin sulit.<br />
Beruntung dalam menghadapi kondisi yang penuh keprihatinan ini<br />
masih ada kemauan petani yang setia untuk menanam komoditi berbatang<br />
manis itu. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, mereka tetap<br />
semangat untuk mengatasi rintangan-rintangan yang ada.<br />
Mereka akhirnya sepakat membentuk koperasi. Keyakinannya,<br />
dengan berkoperasi menjadi solusi terbaik untuk bisa bangkit kembali.<br />
Maksudnya, dapat menjembatani kepentingan petani tebu, dari penyediaan<br />
lahan, bibit, penyediaan modal, pengolahan lahan, panen, pengangkutan<br />
dan proses pengolahan ditingkat pabrik, termasuk memperjuangkan hakhaknya<br />
sebagai petani.<br />
Sejak koperasi memperoleh legalitas Badan Hukum No 013/BH/<br />
KDK.13.32/VI/I999 pada 24 April 1999, jkondisinya kian eksis. Dalam<br />
perkembangannya, koperasi ini pun melakukan diversifikasi usaha.<br />
Terutama jenis usaha yang memiliki prospek bagus. Bidang usaha yang<br />
telah dikembangkan oleh koperasi diantaranya yaitu pelayanan jasa<br />
(bongkar raton), produksi tebu, perdagangan yang meliputi penjualan<br />
BBM, pupuk dan gula.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
306<br />
MANAJEMEN<br />
<strong>Koperasi</strong> Sumber Manis yang berlokasi di Jalan Gunung Anyar,<br />
Gedangan, Magersari, Mojokerto, Jatim ini pun berkembang. Dalam<br />
melaksanakan usahanya, koperasi dikelola oleh tim kerja yang terdiri dari<br />
tiga orang pengurus, satu orang pengawas dan satu orang juru buku.<br />
Pertemuan dan koordinasi koperasi ini secara kontinyu. Selama tahun<br />
buku 2005 pengurus telah melakukan pertemuan sebanyak 14 kali, dengan<br />
pengawas sebanyak 2 kali. Pertemuan dengan pihak lain sebanyak 12<br />
kali. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban koperasi masih bersifat<br />
kuantitatif. Uraian yang bersifat hasil analisis kegiatan baik terkait dengan<br />
kegagalan atau keberhasilan program tidak diangkat ke permukaan,<br />
sehingga upaya penyusunan perencanaan yang lebih baik sulit untuk<br />
diwujudkan.
KEANGGOTAAN<br />
Jumlah anggota yang terdaftar dan perkembangannya sampai dengan<br />
tahun 2005 lihat tabel 1.<br />
Tabel tersebut menunjukan<br />
adanya peningkatan<br />
jumlah anggota. Sebagai upaya<br />
peningkatan SDM para<br />
anggota maupun pengurus,<br />
maka koperasi melakukan kegiatan pembinaan dalam berbagai pelatihan.<br />
Baik yang dilakukan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. Di<br />
antaranya tentang pengunaan Teknologi GPS dan pengukuran sawah,<br />
teknis budi daya tebu dan penentuan randemen, akutansi manajemen,<br />
kewirausahaan, kelayakan usaha kecil, pengenalan komputer, training<br />
fasilitator pemberdayaan dan mengikuti semi-lokakarya UKM.<br />
MOTIVASI ANGGOTA<br />
Dalam upaya mengembangan usaha koperasi, pengurus telah merumuskan<br />
beberapa kiat, diantaranya dengan permodalan yang berasal dari<br />
pihak ketiga, bermitra dengan Bank dan bantuan dana bergilir.<br />
Pengurus kerap memotivasi<br />
pada anggota agar merasa<br />
memiliki terhadap koperasi<br />
sehingga kesejahteraan<br />
dapat dinikmati. Bentuk lainnya<br />
mampu memberikan uang<br />
THR, dana rekreasi dan sumbangan<br />
kematian.<br />
Untuk mengetahui sejauh<br />
mana kinerja koperasi dan<br />
prestasi yang dicapai, lihat<br />
tabel 2 dan tabel 3.<br />
Tabel 2 dan 3 menunjukkan<br />
adanya peningkatan modal kerja yang berasal dari bantuan dana<br />
Tabel 1.<br />
Perkembangan Anggota<br />
No. Uraian 2002 2003 2004 2005<br />
1. Anggota Penuh 38 42 45 51<br />
2. Calon Anggota 2 3 6 -<br />
Tabel 2. Indikator<br />
Kinerja <strong>Koperasi</strong><br />
Petani Tebu Rakyat<br />
Indikator 2003 2004 2005<br />
1. Pendapatan Jasa kotor 91.062.949 54.766.373 69.526.808<br />
2. Biaya Operasional 61.434.101 50.434.532 40.089.631<br />
3. Hasil Usaha Sebelum Pos Lain 29.628.848 4.331.841 29.437.177<br />
4. Pos Lain-lain<br />
a. Pendapatan lain (bunga bank) 1.165.329 1.192.065<br />
b. Beban lain diluar usaha (4.773.539)<br />
Jumlah pos lain (3.608.210) 1.192.065<br />
5. Saldo Sisa Usaha Tahun Berjalan 29.628.848 723.631 30.629.242<br />
6. Modal Pinjaman 11.440.213 78.717.522 79.841.699<br />
7. Modal Sendiri 177.027.173 254.838.645 384.393.710.<br />
URAIAN 2003 2004 2005<br />
1. MODAL SENDIRI<br />
a. Simpanan Pokok 4.100.000 4.500.000 5.100.000<br />
b. Simpanan Wajib 3.830.000 4.870.000 6.130.000<br />
c. Dana Cadangan 4.093.475 15.945.014 16.234.468<br />
d. SHU Belum Dibagi 29.628.848 723.631 30.629.242<br />
e. Modal Donasi (Ratoon) 135.374.850 228.800.000 326.300.000<br />
Jumlah 177.027.173 254.838.645 384.393.710<br />
2. MODAL PINJAMAN<br />
a. Simpanan Sukarela 300.000 300.000 300.000<br />
b. Hutang Dana Bergulir 5.000.000 4.500.000 10.000.000<br />
c. Hutang Bank Jatim - 50.000.000 45.000.000<br />
d. Dana - dana 6.140.213 23.917.522 24.351.699<br />
Jumlah 11.440.213 78.717.522 79.651.699<br />
3. TOTAL MODAL USAHA 188.467.386 333.556.167 464.045.409<br />
Tabel 3. Komposisi<br />
Permodalan <strong>Koperasi</strong><br />
Petani Tebu Rakyat<br />
307<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Tabel 4. Perkembangan Aset <strong>Koperasi</strong><br />
URAIAN 2003 2004 2005<br />
1. Volume Usaha UMTA/OPTA 465.659.850 25.860.000 304.005.000<br />
2. Volume Usaha USP 54.660.000 72.675.000 138.300.000<br />
3. Volume Usaha BBM 243.590.000 146.165.000<br />
4. Volume Usaha Ratoon 135.374.850 195.000.000 100.000.000<br />
5. Volume Usaha Muamalat - 47.000.000<br />
6. Penjualan Gula - 31.898.300<br />
7. Penjualan Pupuk - 30.760.000<br />
8. SHU 29.628.848 723.631 30.629.242<br />
Jumlah 685.323.548 537.848.631 828.757.542<br />
Tabel 5.<br />
Komposisi Rasio<br />
Kinerja <strong>Koperasi</strong><br />
Petani Tebu Rakyat<br />
bergulir dan pinjaman bank. Sedang modal sendiri yang berasal dari<br />
simpanan anggota tidak banyak mengalami peningkatan. Perolehan SHU<br />
pada tahun buku 2005 meningkat dibanding tahun buku sebelumnya.<br />
Mengukur koperasi itu berasal memang tidak mutlak dengan besarnya<br />
SHU tetapi bila koperasi tersebut telah memberikan fasilitasi pada anggota<br />
untuk melakukan suatu usaha produktif juga sangat baik. Apalagi jumlah<br />
anggota <strong>Koperasi</strong> Sumber Manis per 31 Desember 2005 sebanyak 51<br />
orang. Inilah catatan perkembangan aset dari 2003 hingga 2005. Pada<br />
tahun buku 2005 jumlah aset sebesar Rp 685,3 juta. Tahun buku 2004<br />
sebesar 538 juta dan pada tahun 2005 sebesar 829 juta.<br />
RASIO 2003 2004 2005<br />
Liquidity - Current Ratio= Aktiva Lancar : Kewajiban Lancar 2,22 2,80 2,50<br />
- Current Kiability to Net worth=Kewajiban Lancar : Modal sendiri 0,76 0,94 1,22<br />
Leverage Total Debt to Equity = Jumlah Kewajiban : Modal sendiri 0,77 0,96 1,23<br />
Activity - Total Aset Turnover = Pendapatan Netto : Jumlah Aktiva 0,26 0,23 0,17<br />
- Net Operting Profit Margin = SHU seb.Pajak : Pendapatan Penjualan 0,22 0,21 0,28<br />
PENGEMBANGAN USAHA<br />
<strong>Koperasi</strong> ini mampu bertahan selama tujuh tahun berkat adanya kebersamaan,<br />
partisipasi, keuletan dan kesamaan kepentingan. KPTR ini<br />
mengandalkan kemandirian dan partisipasi, dan sama sekali tidak memperoleh<br />
program kredit dari pemerintah sehingga tidak memikul beban<br />
pinjaman.<br />
Disamping itu, koperasi ini mengembangkan usaha jasa (bongkar<br />
muat, tebu, produksi, saprodi dan USP, yang erat kaitannya dengan usaha<br />
anggota. Sesuai dengan kiat susksesnya, diharapkan kiprah koperasi ini<br />
dapat memenuhi kepentingan petani tebu dan kesejahteraannya, serta<br />
mendukung pembangunan ekonomi di wilayah kerjanya.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
308
JAWA TENGAH<br />
Jahoras<br />
KUD Pringgodani Demak<br />
KELOLA DENGAN PRINSIP<br />
KEMANDIRIAN<br />
309<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Usia <strong>Koperasi</strong> Unit Desa (KUD) Pringgodani ini lumayan dewasa.<br />
Berdiri tahun 1974 di Desa Gajah kecamatan Gajah Kabupaten<br />
Demak. Berdirinya KUD Pringgodani diawali dengan bergabungnya<br />
beberapa koperasi desa seperti <strong>Koperasi</strong> Desa Jatisono, Gajah, Surodadi<br />
dan Mekang serta Banjarsari dengan pengesahan Badan Hukum Nomor:<br />
8504/BH/1974, pada 1 Pebruari 1974.<br />
Dalam perjalanan waktu, koperasi ini beberapa kali melakukan perubahan<br />
Anggaran Dasar sebagai tuntutan penyesuaian terhadap perkembangan<br />
keadaan. Terakhir perubahan dilakukan pada 22 April 2003 dengan<br />
pengesahan Badan Hukum dari Kanwil Depkop Jawa Tegah dengan<br />
Nomor 850 D/PAD/BH/2003. Mulanya koperasi ini hanya memiliki satu<br />
unit usaha yaitu pangan dengan anggota sebanyak 17 orang.<br />
KUD Pringgodani berada di wilayah dengan penduduk sebagian besar<br />
bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Atas kesungguhan<br />
para pengurus dan pembinaan dari pejabat kantor <strong>Koperasi</strong> Jateng, KUD<br />
Pringgodani berkembang, baik dari jumlah keanggotaan maupun unitunit<br />
usaha yang dikelola. Pada 2005 koperasi ini memiliki anggota 319<br />
orang dan calon anggota 3275 yang tersebar di 16 desa di kecamatan<br />
Gajah, yang merupakan wilayah kerjanya. Unit usaha yang dikelola<br />
meliputi, rice mill unit (RMU) dua unit, perdagangan dan pengadaan<br />
(beras/ padi, kacang hijau, pupuk dan saprotan), jasa pelayanan pembayaran<br />
rekening listrik, perbaikan gangguan jaringan listrik, wartel serta<br />
perkreditan dan USP.<br />
Pengelolaan unit usaha ini dibawah kendali seorang manajer bernama<br />
Etty Rochmawatini dibantu para karyawan yang saat ini berjumlah 28<br />
orang. Perkembangan KUD Pringgodani yang cukup pesat mendapat perhatian<br />
dari pemerintah. Beberapa penghargaan telah diberikan, antara lain<br />
penetapan KUD Pringgodani sebagai KUD Model (1979), KUD Andalan<br />
(1984) KUD Klasifikasi A (1986), KUD Terbaik Kabupaten Demak<br />
(1987-1988) dan penetapan sebagai KUD Mandiri (1989).<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
310<br />
MANAJEMEN<br />
Sebagai badan usaha berbentuk koperasi, struktur kelembagaan dan<br />
manajemen pengelolaan usaha KUD Pringgodani tunduk dan diatur sesuai<br />
dengan peraturan perundangan perkoperasian Nomor 25 tahun 1992 serta<br />
peraturan pelaksanaan lainnya.<br />
Berkaitan dengan hal itu, Pengurus KUD Pringgodani berusaha secara<br />
konsisten mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang telah digariskan<br />
dalam perundangan tersebut. Indikatornya, dapat dilihat misalnya dalam<br />
penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang secara rutin dilakukan<br />
setiap tahun. RAT ini merupakan lembaga tertinggi dalam koperasi<br />
sebagai wadah partisipasi para anggota untuk menyampaikan pendapat<br />
atau masukan kepada pengurus.<br />
Dalam forum RAT inilah keputusan-keputusan penting diambil,
seperti pemilihan kepengurusan dan pertanggungjawaban pengurus, penetapan<br />
rencana kerja serta kebijakan umum lainnya. Peran serta para anggota<br />
dalam setiap rapat anggota tahunan KUD Pringgodani cukup besar.<br />
Sebagaimana dituturkan A. Jazeri, SE, Ketua KUD Pringgodani, bahwa,<br />
setiap RAT, mayoritas para anggota hadir dan berperan aktif dalam<br />
memberikan pendapat serta masukan-masukan kepada pengurus dalam<br />
pengelolaan koperasi.<br />
Pada RAT tahun buku 2004, terpilih lima orang pengurus yang di<br />
ketuai oleh H A Jazeri, SE, sementara untuk pengawas diketuai oleh<br />
Suwandi dan dibantu dua orang anggota. Untuk menjalankan roda usaha,<br />
pengurus mengangkat pengelola usaha yaitu Etty Rachmawatini sebagai<br />
Manajer. Hubungan kerja antara pengurus dan manager ini bersifat<br />
kontraktual. Manager mendapat wewenang dan kuasa dari pengurus untuk<br />
Kantor Pelayanan<br />
KUD Pringgodani.<br />
Jahoras<br />
menjalankan atau mengelola unit-unit usaha yang ada di KUD.<br />
Dengan pengangkatan menajer tersebut, pengurus bertindak sebagai<br />
pengawas pengelola usaha dalam menjalankan wewenang dan kuasa yang<br />
diberikan.<br />
Pengelola usaha tidak bertanggung jawab kepada rapat anggota<br />
tahunan, melainkan kepada pengurus. Semua kegiatan pengelolaan usaha<br />
yang dilakukan oleh pengelola usaha tetap menjadi tanggung jawab pengurus<br />
dihadapan rapat anggota tahunan KUD Pringgodani.<br />
PRINSIP KEMANDIRIAN<br />
Pengelolaan usaha KUD ini oleh pengurus didasarkan pada prinsip<br />
kemandirian. Peluang-peluang usaha dirintis dengan membuka jaringanjaringan<br />
bisnis dengan pihak-pihak lain dengan hitungan-hitungan atau<br />
311<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
analisa kelayakan usaha secara cermat. Prinsip demikian ini menuntut<br />
para pengelola (manajemen) harus secara jeli dan cepat melihat dan memanfaatkan<br />
kesempatan–kesempatan untuk membuka usaha yang dinilai<br />
layak, demi kepentingan perkembangan usaha KUD Pringgodani.<br />
Menurut Jazeri, untuk dapat berkembang koperasi harus dapat<br />
mandiri, tidak lagi mengharap fasilitas-fasilitas dari pemerintah. Agaknya,<br />
prinsip inilah yang menempatkan KUD Pringgodani tetap eksis dalam<br />
pengelolaan usahanya walau terjadi perubahan iklim kebijakan pemerintah<br />
dalam hal fasilitas-fasilitas terhadap dunia usaha perkoperasian yang semakin<br />
berkurang. Prinsip kemandirian koperasi inilah yang juga diharapkan<br />
pemerintah dengan dicanangkannya KUD-KUD Mandiri di Indonesia<br />
sejak tahun 1987 lalu.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
312<br />
USAHA DAN KEMITRAAN<br />
Berbagai usaha yang dikelola KUD Pringgodani terkait dengan pihak<br />
eksternal sebagai mitra usaha. Dalam hal pengadaan pangan misalnya,<br />
KUD Pringgodani mengikat kerjasama dengan Perum Bulog Sub Divisi<br />
Regional I Semarang. KUD ditunjuk menjadi rekanan pengadaan gabah<br />
dan beras. Pada 2004 mencapai target kontrak sebesar 675 ton gabah dan<br />
687 ton beras. Pada 2005 kontrak yang sama mencapai 700 ton gabah<br />
dan 8.000 ton beras. Pada tahun 2006 ini kontrak pengadaan gabah dan<br />
beras ini masih ada dan sedang berlangsung.<br />
Kontrak pengadaan gabah dan beras ini tercapai berkat dukungan<br />
dua unit RMU yang dimiliki KUD Pringgodani. RMU ini dilengkapi<br />
dengan fasilitas pendukung lainnya, seperti gudang, lantai jemur, angkutan<br />
truk. Demikian halnya unit usaha jasa pembayaran rekening listrik dan<br />
pemeliharaan jaringan, KUD Pringgodani mengikat kerja sama dengan<br />
PLN wilayah Demak. Kerja sama ini meliputi penerimaan tagihan rekening<br />
listrik dari pelanggan dan pemeliharaan jaringan listrik atau pelayanan<br />
gangguan. Untuk melaksanakan penagihan rekening listrik ini, KUD<br />
membuka beberapa outlet sebagai tempat pembayaran bagi para<br />
pelanggan. Tercatat pada 2004 pelanggan yang dilayani sebanyak 7.268<br />
orang. Pada 2005 jumlah pelanggan bertambah menjadi 7.632 orang. Dari<br />
kerjasama penagihan listrik ini, KUD mendapat fee sebesar Rp 400 dari<br />
setiap rekening.<br />
Sementara untuk melaksanakan kerjasama pemeliharaan jaringan dan<br />
gangguan, KUD Pringgodani memiliki lima orang tenaga terampil dan<br />
berkualifikasi yang telah diakui PLN Wilayah Demak. Besarnya nilai<br />
kontrak dan sistem kerja ditentukan oleh PLN. Pembayarannya diatur<br />
sesuai dengan tahapan pekerjaan yang dituangkan dalam berita acara yang<br />
disetujui kedua belah pihak.<br />
Akan halnya dengan pengadaan sarana produksi pertanian seperti<br />
pupuk misalnya atas bantuan dan usulan Puskud Jateng serta rekomendasi<br />
dari kantor Dinas Pelayanan <strong>Koperasi</strong> dan UKM Jateng, permohonan
NO ASPEK PENILAIAN DES 2004 DES 2005 %<br />
1. KEUANGAN<br />
Modal Sendiri 2.410.623.000 2.461.369.990 2,1<br />
Asset 5.140.920.209 5.274.079.606 2,6<br />
SHU 50.695.464 56.696.376 11,8<br />
Tabungan Anggota/Cal. Anggota 158.166.316 298.808.729 88,9<br />
2. ADMINISTRASI/MANAGEMEN<br />
Jumlah Anggota 319 319 0,0<br />
Jumlah Karyawan 26 28 7,7<br />
Pengelola Usaha Manager Manager<br />
Unit Usaha 8 8 0,0<br />
3. Legalitas Usaha<br />
(SIUP, TDP, NPWP, BH) Lengkap Lengkap<br />
KUD Pringgodani untuk menjadi distributor pupuk urea di Demak<br />
dikabulkan oleh pihak manajemen Pupuk Kaltim terhitung mulai 1 April<br />
2006. Untuk melaksanakan penunjukan sebagai distributor pupuk urea<br />
ini, KUD Pringgodani harus menyiapkan rencana kerja berupa perkiraan<br />
kebutuhan pupuk di wilayah Demak.<br />
Unit usaha lainnya, yang merupakan salah satu andalan KUD Pringgodani<br />
adalah unit usaha perkreditan. Unit usaha ini mencakup kredit<br />
pertanian dan simpan pinjam. Dengan fasilitas kredit dari BRI, KUD<br />
Pringgodani dapat menyalurkan kredit pertanian kepada para anggotanya<br />
sebesar Rp 400 juta. Proses pengembaliannya sampai saat ini dinilai cukup<br />
lancar.<br />
Demikian juga unit simpan pinjam telah melayani para anggota dan<br />
masyarakat luas di dua tempat yaitu USP Gajah dan USP Demak. Pada<br />
2004 pinjaman yang disalurkan kedua USP ini mencapai Rp 1 miliar.<br />
Pada 2005 meningkat menjadi Rp 1,1 miliar dengan jumlah nasabah 540<br />
orang.<br />
Dalam rencana kerja pengurus tahun buku 2006, unit usaha simpan<br />
pinjam ini akan ditingkatkan menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP).<br />
Kinerja KUD Pringodani Des 2004 - Des 2005<br />
(dalam juta rupiah)<br />
2.410 2.461<br />
5.274<br />
5.141<br />
Des. 2004<br />
Des. 2005<br />
50,7 56,7<br />
Modal Sendiri ASSET SHU<br />
313<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Kesungguhan pengurus dan pengelola usaha (manajemen) dalam<br />
mengelola usaha, dengan sistem administrasi yang tertib menghantar KUD<br />
Pringgodani berkembang dengan pesat. Aset koperasi tiap tahun bertambah.<br />
Pada 2005, memiliki aset sebesar Rp 5,274 miliar. Modal sendiri<br />
tercatat sebesar Rp 2,461 miliar. SHU yang diperoleh pada tahun buku<br />
2005 sebesar Rp 56,7 juta.<br />
Untuk menjaga objektivitas laporan keuangan, KUD Pringgodani<br />
telah menggunakan Jasa Audit Akuntan Publik yang mengaudit semua<br />
laporan keuangan manajemen.<br />
MENYONGSONG PASAR BEBAS<br />
Ke depan ada banyak tantangan dalam dunia usaha. Pasar bebas yang<br />
bergulir saat ini dengan kehadiran pemodal besar telah merambah usaha<br />
sampai ke pelosok. Hadirnya tempat perbelanjaan mini market di kotakota<br />
kecamatan bahkan di pedesaan dapat menjadi ancaman tersendiri<br />
bagi keberadaan waserda atau pertokoan yang dikelola koperasi.<br />
Tantangan ini harus dijawab dunia koperasi dengan peningkatan kemampuan<br />
para pengelola usaha koperasi. Hal ini dapat ditempuh dengan<br />
berbagai program pelatihan–pelatihan bagi semua pihak yang terlibat dalam<br />
gerakan dunia usaha koperasi. Disamping itu kemauan politik Pemerintah<br />
memajukan koperasi melalui kebijakan-kebijakan, tetap selalu diharapkan.<br />
Dengan demikian koperasi dapat tetap menjadi salah satu pilar ekonomi<br />
bangsa, dan KUD Pringgodani tetap menjadi bagiannya.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
314
JAWA TENGAH<br />
Slamet AW<br />
KUD Mino Saroyo Cilacap<br />
SUKSES DENGAN SISTEM<br />
JEMPUT BOLA<br />
315<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Slamet AW<br />
Kantor pusat pengendalian<br />
usaha KUD Mino Saroyo.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
316<br />
Satu lagi bukti koperasi yang berakar pada anggota tetap bertahan<br />
dari berbagai guncangan. Pengelolaan profesional pengurus dan<br />
manajer menjadikan koperasi mampu mengembangkan usahanya.<br />
Debit kesejahteraan pun mengalir kepada anggota.<br />
Mendengar nama Cilacap, angan kita biasanya tertuju pada Pulau<br />
Nusakambangan yang terkenal sejak jaman penjajah Belanda menjadi<br />
bui para penjahat kelas kakap. Belum hilang ingatan kita saat tsunami<br />
melanda pantai selatan Jawa, pulau yang memiliki panjang 36 kilo meter<br />
dan lebar 6 kilo meter telah menjadi penyelamat pantai Cilacap. Gulungan<br />
ombak berketinggian sekitar 10 meter telah terpecahkan di pulau berbukit<br />
itu. Terlindunglah aset-aset besar milik negara, seperti pelabuhan Tanjung<br />
Intan, kilang minyak terbesar milik Pertamina, PLTU dan ratusan nyawa<br />
dari amukan gelombang pasang. Termasuk miliaran rupiah aset milik KUD<br />
Mino Saroyo.<br />
KUD yang beranggotakan nelayan di pantai Cilacap ini boleh dibilang<br />
bernasib mujur dibanding KUD sejenis di Pangandaran dan Parigi, Jawa<br />
Barat yang hancur tersapu gelombang. Nampaknya, KUD Mina di pantai<br />
selatan Jateng ini walau dari segi usia sudah kepala enam, masih dijinkan<br />
berdiri kokoh oleh sang Pencipta.<br />
Sejarah koperasi tersebut dirintis sejak pendudukan Jepang pada 1942<br />
bernama Gyo-gyo Kumiai, atau lebih tua dari usia bangsa ini. Selanjutnya<br />
pada 1958 menjadi primer <strong>Koperasi</strong> Perikanan Laut (KPL) menyesuaikan<br />
dengan Undang-undang <strong>Koperasi</strong>. bersamaan dengan keluarnya Inpres<br />
Nomor 2/1978 KPL beramalgamasi dengan Badan Usaha Unit Desa<br />
(BUUD) menjadi KUD dengan badan hukum No 2479/12-67, 6174/a/<br />
BH/VI. Badan hukum pun beberapa kali berubah menyesuaikan dengan<br />
perkembangan zaman. Dan, terakhir pada 30 September 1996 dengan<br />
Nomor 6174/d/BH/PAD/KWK.11/IX/9.
Tentu, bukan soal banyaknya umur atau kenyang makan asam garam<br />
yang membuat koperasi beranggotakan 8.382 orang ini eksis. Alih generasi<br />
(regenerasi) pengelolaan yang terus berjalan yang membuatnya tetap<br />
bertahan. Sedang pengayaan pengalaman hanya menjadi salah satu<br />
pemicu, sehingga KUD di bibir pantai Teluk Penyu ini pun maju.<br />
Ketika memasuki usia 64 tahun pada tahun buku 2006 pengabdian<br />
untuk membantu anggota khususnya dan masyarakat kota Cilacap umumnya<br />
untuk mengatasi kesulitan hidup terus dilakukan. Berkat kegigihan<br />
dan mengelola dan penataan manajemen yang dilakukan para pengurus<br />
dan pengawas telah membawa hasil, sehingga koperasi perikanan terbesar<br />
di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) ini masih tetap eksis hingga<br />
kini.<br />
Kuncinya menurut Hari Jatmiko, Bendahara, pengurus mempunyai<br />
beberapa kiat dan strategi. Salah satunya, harus mampu membuat anggota<br />
percaya pada koperasinya. Pandai meyakinkan anggota terhadap pentingnya<br />
berkoperasi merupakan keahlian pengurus untuk membesarkan koperasi.<br />
Pengelolaan usaha yang terus mengalami perkembangan menjadi<br />
bukti komitmen menyejahterakan anggota.<br />
Dokumentasi<br />
Hasilnya imbuh Hari, kepercayaan anggota terus tumbuh dan<br />
koperasi pun utuh. Bahkan ditegaskannya, KUD Mino Saroyo yang<br />
turut diawakinya menjadi salah satu koperasi yang tidak ikut runtuh<br />
tergerus badai krismon akhir 1997 lalu. Berkat telah menerapkan kaidahkaidah<br />
yang benar, sehingga koperasi perikanan di pesisir pantai selatan<br />
Jawa ini pun selamat. Tak peduli era pemanjaan dari pemerintah telah<br />
berakhir.<br />
Intinya, pengurus selalu berupaya memberikan pelayanan pada<br />
anggota dengan memuaskan. Untuk melayani kebutuhan anggota seharihari<br />
mudah dan nyaman misalnya, pengurus membaginya dalam tujuh<br />
kelompok, yakni kelompok Sentolokawat, Sidakaya, Pandanarang,<br />
Tegal katilayu, Lengkong, Donan dan PPSC. Anggota bisa memilih<br />
tempat melelang hasil tangkapan di sembilan Tempat Pelelangan<br />
Ikan (TPI).<br />
317<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Uraian 2003 2004 2005<br />
Kinerja KUD Mino<br />
Saroyo, 2003-2005<br />
1. Volume usaha 64,123 miliar 81,532 miliar 98,013 miliar<br />
2. Modal 3,404 miliar 3,502 miliar 3,645 miliar<br />
3. SHU 57,7 juta 80,5 juta 124 juta<br />
4. Aset 7,927 miliar 7,656 miliar 9,142 miliar<br />
3,404<br />
64,123<br />
Volume Usaha (miliar)<br />
2003 2004 2005<br />
3,502<br />
81,532<br />
98,013<br />
Modal (miliar)<br />
3,645<br />
2003 2004 2005<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
318<br />
AKTIVITAS<br />
Unit-unit usaha lain yang dikembangkan untuk melayani anggota yang<br />
tersebar di 10 kelurahan di wilayah Kota Cilacap itu di antaranya, unit<br />
usaha produksi yaitu memproduksi ikan basah dan es batu. Unit pemasaran<br />
meliputi waserda, SPBU, air bersih, voucher ponsel, apotik, unit simpan<br />
pinjam, unit penangkapan ikan dan unit usaha jasa di antaranya fish basket,<br />
wartel, fotocopy freezing center, listrik dan jasa ambulan. Agar anggota<br />
mudah menjual hasil tangkapan, KUD membangun sembilan PTI<br />
Sarana penunjang lain yang dimiliki KUD Mino Saroyo adalah kapal<br />
menangkap ikan bagi anggota seperti armada kapal berbadan besar sebanyak<br />
1.347 unit. Masing-masing berjenis kapal Ex Trwal/Jalur III sebanyak 210<br />
unit dan Kapal Inboard/Jalur II sebanyak 236 unit, compreng mesin 440<br />
unit, jukung mesin 408 unit dan jukung dayung 53 unit. Untuk alat<br />
mengalami penurunan jumlah sejak periode 2003. Total armada yang<br />
dimiliki pada tahun buku 2003 sebanyak 1.928 unit dan padan tahun buku<br />
2004 sebanyak 1.883 unit. Penurunan jumlah ini menurut pengurus karena<br />
adanya kerusakan dan dijual pemiliknya untuk menutupi kebutuhan, karena<br />
sejak BBM naik nelayan sering merugi, sementara mau membeli lagi<br />
harganya cukup tinggi.<br />
Walau begitu, kinerja KUD tetap menunjukkan kenaikan yang<br />
signifikan. Volume usaha sejak tahun buku 2003 selalu meningkat, dari<br />
Rp 64,123 miliar naik menjadi Rp 81,532 miliar pada 2004 dan pada<br />
2005 berjumlah Rp 98,013 miliar. Unit-unit usaha yang mengalami<br />
kenaikan yaitu SPBU, penangkapan ikan (long line), USP, voucher ponsel<br />
dan apotik.<br />
Sejak tahun buku 2003 permodalan yang dimiliki KUD Mino Saroyo<br />
juga merambat naik. Modal sendiri misalnya dari Rp 3,404 miliar pada<br />
tahun buku 2003 naik menjadi Rp 3,502 per 31 Desember 2004 dan<br />
bertambah menjadi Rp 3,645 miliar pada periode 2005. Yang tidak<br />
mengalami kenaikan hanya cadangan. Sedang simpanan wajib, simpanan<br />
pokok dan donasi menunjukkan peningkatan. Demikian juga SHU tiga<br />
tahun belakangan naik signifikan, dari Rp 57,7 juta menjadi Rp 80,5 juta<br />
tahun buku 2004 dan meningkat lagi per 31 Desember 2005 menjadi Rp<br />
124 juta.<br />
Kenaikan juga terjadi pada jumlah aset walau pada tahun buku 2004<br />
sempat turun, dari Rp 7,927 miliar pada tahun buku 2003 turun menjadi<br />
Rp 7,656 miliar pada 2004 tetapi pada periode 2005 naik menjadi Rp<br />
9,142 miliar.
KESEJAHTERAAN ANGGOTA<br />
<strong>Koperasi</strong> yang berjalan dalam rel yang benar, walau merupakan badan<br />
usaha namun tidak meninggalkan watak sosial. Oleh karena itu, KUD<br />
Saroyo Mino juga melaksanakan misi tersebut. Langkah-langkah yang<br />
telah ditempuh diantaranya mengajak anggota untuk gemar menabung<br />
dengan cara melakukan pemotongan penghasilan sesuai kesepakatan saat<br />
melakukan penjualan ikan melalui lelang di TPI. Selain itu mengkoordinir<br />
dana-dana nelayan seperti, dana paceklik yaitu dana yang dibagikan berbentuk<br />
beras kepada anggota saat musim paceklik berlangsung. Anggota<br />
juga diasuransikan dan mendapat dana sosial. Diantaranya sumbangan<br />
kematian, pengobatan, bantuan kecelakaan di laut, bencana alam dan<br />
perbaikan sarana lingkungan.<br />
Untuk lebih meningkatkan pelayanan permodalan terhadap anggota,<br />
KUD juga menjalin kerja sama dengan Bank Bukopin dengan membentuk<br />
Swamitra. Walau dibentuk belum lama telah menunjukan pertumbuhan<br />
lumayan bagus. Sehingga keberadaan lembaga keuangan mikro tersebut<br />
sudah dirasakan manfaatnya. Sebab, Swamitra ini telah memiliki pangsa<br />
pasar yang jelas, yakni para anggota KUD Mino Saroyo yang berprofesi<br />
sebagai bakul ikan basah.<br />
Swamitra yang didirikan 1 Mei 2005 dengan menginvestasikan modal<br />
sekitar Rp 100 jutaan, kini asetnya sudah lebih dari Rp 1 miliar. Per 31<br />
Oktober 2006 telah membukukan sekitar Rp 35 juta SHU. Jumlah<br />
pinjaman yang telah digulirkan kepada 396 nasabah per 31 Oktober 2006<br />
mencapai Rp 600 juta lebih. Plafon yang diberikan Rp 1 juta – Rp 50 juta<br />
tetapi maksimal kredit yang diberikan baru Rp 30 juta. Semua peminjam<br />
adalah para pengusaha mikro dilingkungan nelayan, dengan jangka waktu<br />
maksimal dua tahun.<br />
Bukti Swamitra ini berjalan baik selain menyalurkan pinjaman juga<br />
menghimpun dana dari anggota KUD. Jumlah simpanan reguler sebesar<br />
Rp 460 juta dan simpanan berjangka Rp 160 juta. Bunga pinjaman sebesar<br />
2 persen per tahun, bunga simpanan 10% dan bunga deposito 12% per<br />
tahun. Bukti Swamitra ini eksis, tingkat kemacetan rata-rata hanya 1,5%<br />
per bulan.<br />
Upaya memasyarakatkan Swamitra terhadap anggota KUD dan<br />
masyarakat lain, pengelola telah melakukan serangkaian promosi. Seperti<br />
menyebarkan brosur, mendatangi calon nasabah door to door atau saat<br />
berlangsung event penting di Cilacap.<br />
Menurut Nurudin, manajer, keberadaan Swamitra masih harus di<br />
perkenalkan pada masyakat dengan getol. Apalagi di kota Cilacap yang<br />
tidak begitu luas dan sudah dikepung LKM, baik lokal seperti KSP, BKK,<br />
Pegadaian plus bank ucek-ucek atau yang global yakni DSP. Sehingga harus<br />
tidak bosan memperkenalkan Swamitra kepada masyarakat, termasuk ke<br />
luar wilayah nelayan.<br />
Sistem jemput bola dan pelayanan yang mudah dan cepat merupakan<br />
kunci membesarkan unit usaha otonom KUD ini. Upaya tersebut<br />
SHU (juta)<br />
319<br />
57,7<br />
80,5<br />
124<br />
2003 2004 2005<br />
Aset (miliar)<br />
7,927<br />
7,656<br />
9,142<br />
2003 2004 2005<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
dilakukan dengan mendekatkan pelayanan pada anggota. Nelayan anggota<br />
KUD Mino Saroyo yang berpencar di sembilan tempat, kas pelayanan<br />
juga didekatkan pada mereka. Tahap awal telah membuka kas Swamitra<br />
pembantu di TPI Lengkong dan TPI Pelabuhan Perikanan Samudra<br />
Cilacap (PPSC).<br />
PENGHARGAAN<br />
Bukti KUD Mino ini berprestasi sejak 1987 telah menjadi koperasi<br />
terbaik tingkat kabupaten hingga Nasional pada 1999 dan prestasi itu<br />
kembali diraih pada 2006. Inilah penghargaan yang pernah diraih atas<br />
kinerja selama ini. Sebagai koperasi terbaik tingkat kabupaten Cilacap<br />
1987, tahun berikutnya menggondol juara satu lomba koperasi terbaik<br />
se-Cilacap. Tahun 1989 menjadi koperasi terbaik dalam lomba gerakan<br />
koperasi tingkat kabupaten Cilacap. Juara III tingkat provinsi Jateng<br />
dan pada 1990 sebagai koperasi mandiri. Pada 1991 kembali menjadi<br />
koperasi terbaik se-Cilacap, masih dalam tahun yang sama sebagai<br />
anggota bank Bukopin. Pada 1993 sebagai kelompok tani nelayan<br />
terbaik nasional.<br />
Pada 1995 sebagai juara II KUD terbaik tingkat Kabupaten Cilacap,<br />
tahun buku berikutnya menjadi juara II KUD terbaik tingkat provinsi<br />
Jateng. Tahun buku 1997 kembali menyandang gelar juara satu koperasi<br />
terbaik nasional dan pada 1999 sebagai koperasi berprestasi tingkat<br />
nasional.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
320
JAWA BARAT<br />
<strong>Koperasi</strong> Peternak Sapi<br />
Bandung Utara (KPSBU)<br />
Dokumentasi<br />
MENERJEMAHKAN VISI<br />
REBUT PELUANG<br />
321<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Murni <strong>Koperasi</strong>nya, Murni Susunya. Itulah moto dan tekad seluruh<br />
awak <strong>Koperasi</strong> Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) membangun<br />
industri persusuan di Jawa Barat. Moto tersebut tampaknya<br />
tidak sekadar basa basi, karena KPSBU belakangan terbukti mampu<br />
menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu koperasi dengan kinerja sangat<br />
menonjol di bumi Parahiyangan.<br />
Berlokasi di <strong>daerah</strong> tujuan wisata Bumi Parahyangan, persisnya Jl. Kayu<br />
Ambon, Komplek Pasar Baru Lembang, Bandung berdiri kokoh bangunan<br />
besar yang menjadi markas besar KPSBU.<br />
Dari bangunan luas inilah KPSBU menjalankan kegiatannya. Mulai<br />
dari aktivitas administrasi, pertemuan, pelatihan, proses pendinginan, penyimpanan<br />
hingga pengiriman susu segar hasil produksi anggota ke Industri<br />
Pengolahan Susu (IPS). Bangunan itu juga menjadi saksi bisu awal<br />
pendirian koperasi pada Agustus 1971. Tekadnya, membangun kesejahteraan<br />
para anggotanya.<br />
Tentu saja tidak mudah menggapai sasaran tersebut. Itu sebabnya<br />
guna menjaga konsistensi tujuan akhir yang hendak dicapai. Pengurus<br />
koperasi meletakkan landasan ideal yang dituangkan dalam bentuk visi<br />
dan misi organisasi.<br />
Visi tersebut menegaskan, bahwa KPSBU ingin menjadi model koperasi<br />
yang ideal, handal dan berprestasi. Sedangkan sasaran misi mengacu<br />
pada lima pilar yaitu, Pertama, pelatihan dan pembinaan anggota dan<br />
karyawan secara berkesinambungan. Kedua, memperkuat profesionalisme<br />
manajemen. Ketiga, peningkatan partisipasi ekonomi anggota. Keempat,<br />
memperkuat permodalan. Kelima, penyediaan hijauan pakan ternak dan<br />
konsentrat berkualitas.<br />
Berdasar visi dan misi yang menjadi komitmen seluruh jajaran koperasi<br />
tersebut, secara bertahap mereka meraih sukses seperti sekarang ini.<br />
Tentu saja, hal itu merupakan hasil perjalanan yang sangat panjang.<br />
Termasuk berbagai dinamika terkait mengemban amanat anggota koperasi<br />
yang terdiri dari para peternak sapi perah di <strong>daerah</strong> Lembang.<br />
Pengakuan keberhasilan koperasi ini tercermin juga dari berbagai<br />
penghargaan yang diberikan instansi terkait. Baik di tingkat kabupaten,<br />
provinsi maupun nasional.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
322<br />
KINERJA<br />
Konsekuen dengan moto tersebut, koperasi yang memiliki BH No<br />
4891/BH/PAD/KWK.10/X ini, faktanya menunjukkan kinerja luar biasa<br />
sebagai organisasi koperasi. RAT sebagai salah satu indikator kinerja organisasi<br />
koperasi, dilaksanakan tepat waktu sesuai ketentuan undang-undang.<br />
Juga terdukung laporan tertulis yang lengkap. Misalnya, setiap laporan<br />
pertanggungjawaban tahun buku bersangkutan dimuat pula risalah hasil<br />
keputusan RAT tahun sebelumnya.<br />
Secara rinci dilaporkan pula jumlah anggota atau calon anggota yang<br />
berpartisipasi dan jumlah yang memberikan masukan dalam forum tertinggi<br />
organisasi koperasi. Demikian pula partisipasi anggota pada rapat anggota<br />
juga sangat tinggi sehingga proses demokratisasi berjalan dengan baik.
Ambil contoh pada RAT Tahun Buku 2000, dari 3.259 anggota dan calon<br />
anggota yang diundang, seluruhnya hadir menggunakan haknya. Mengenai<br />
perkembangan jumlah anggota dan calon anggota, mulai 2001<br />
hingga 2005 dapat dilihat pada tabel Kinerja KPSBU berikut ini.<br />
Sejak tahun 2004 disepakati, peserta RAT adalah anggota yang secara<br />
aktif menyetorkan susu minimal 12 liter per hari, selama 8 (delapan) bulan<br />
per tahun. Atau minimal menyetor susu sejumlah 2.880 liter per tahun.<br />
Selain bisa menghadiri RAT, para anggota yang memenuhi kriteria ini<br />
berhak pula menerima kartu kesehatan.<br />
Saat ini koperasi memiliki karyawan tetap<br />
sebanyak 194 orang dan karyawan tidak tetap 82<br />
orang. Tugas utama mereka adalah melayani<br />
seluruh anggota koperasi dan aktivitas produksinya.<br />
Para karyawan tersebut juga mendapat promosi dan<br />
pelatihan yang kontinyu agar setiap saat dapat<br />
menempati berbagai posisi yang ada dalam jajaran<br />
manajemen. Sebagai ujung tombak usaha koperasi,<br />
pemberdayaan karyawan dianggap sangat krusial.<br />
Saat ini, pengurus menetapkan sebanyak 28 orang<br />
duduk dalam manajemen. Rinciannya, 2 orang<br />
manajer, 7 orang kepala unit, 6 orang kepala subunit<br />
dan 13 orang kepala seksi. Mereka inilah yang<br />
menjalankan tugas sehari-hari memberikan<br />
pelayanan dan kegiatan usaha koperasi.<br />
Dokumentasi<br />
AKTIVITAS UTAMA<br />
Konsisten dengan bisnis inti yang digelutinya,<br />
KPSBU terus bergerak maju menjadi koperasi<br />
single purpose yang andal. Sejumlah kegiatan usaha<br />
yang dilakukan antara lain, Pertama, bidang<br />
produksi, pemasaran, dan kualitas susu. Kedua,<br />
bidang pakan ternak. Ketiga, perkreditan. Keempat,<br />
pertokoan. Kelima, pembibitan sapi.<br />
Di samping kegiatan usaha koperasi, KPSBU<br />
juga melakukan kegiatan pelayanan teknis peternakan.<br />
Pelayanan ini sangat penting karena berkaitan<br />
dengan kepentingan ekonomi anggota, terutama<br />
dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha.<br />
Dalam konteks usaha peternakan sapi perah, aspek kesehatan sangat<br />
penting karena berpengaruh pada produktivitas. Selain aspek kesehatan<br />
sapi, pelayanan teknis peternakan memegang peran yang besar juga, terutama<br />
pada pelayanan Inseminasi Buatan. Melalui pelayanan ini, peternak<br />
dapat mengawinkan sapi mereka dengan menggunakan sperma beku sapi<br />
jantan unggul, sehingga diperoleh anak turunan yang berkualitas. Tanpa<br />
pelayanan yang baik untuk pengawinan sapi, maka peternak tidak dapat<br />
memperoleh hasil susu segar. Karena pada hakekatnya, susu segar dihasilkan<br />
setelah sapi melahirkan pedet (anak sapi).<br />
Kegiatan rutin anggota<br />
menyetor susu ke koperasi.<br />
323<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Pakan ternak merupakan kegiatan usaha yang juga sangat penting<br />
dalam rangka pelayanan kepada anggota. Kualitas dan jumlah yang<br />
memadai dari pakan ternak yang dihasilkan ini akan berpengaruh pada<br />
kualitas susu segar anggota. KPSBU memiliki sendiri pabrik pakan ternak<br />
Kinerja PBSU,<br />
2001-2005<br />
Sumber data :<br />
Laporan RAT 2001-2005<br />
Item 2001 2002 2003 2004 2005<br />
1. Jumlah anggota & Calon anggota (org) 4.595 4.955 5.305 5.797 6.092<br />
2. Produksi susu segar (juta liter) 31,091 30,480 32,056 31,390 37,218<br />
3. Produksi pakan (ton ) 20.225 21.867 23.649 24.569 27.119<br />
4. Omzet unit toko (miliar rupiah ) 3,8 5, 288 5,7 5,680 5,943<br />
5. Omzet kredit SP (miliar rupiah ) 4,6 5,363 6,275 6,111 7,388<br />
6. Kekayaan Bersih (miliar rupiah ) 8,97 11,136 12,222 12,504 13,387<br />
7. Sisa Hasil Usaha (juta rupiah ) 421,809 442,889 465,6 513,433 1.216,945<br />
Perkembangan SHU,<br />
2001-2005 (juta)<br />
421,809 442,889 465,6<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
324<br />
1.216,945 untuk melayani kebutuhan anggota.<br />
Pada 2005 diproduksi pakan konsentrat sebanyak 27<br />
ribu ton (lihat tabel) senilai sekitar Rp 19 miliar. Guna<br />
memenuhi kebutuhan konsentrat, para peternak antara lain<br />
menggunakan bahan baku berupa wheat pollard.<br />
Pengadaannya merupakan realisasi bentuk kemitraan<br />
dengan PT ISM Bogasari Flour Mills.<br />
Di antara puluhan koperasi yang melayani para<br />
anggota yang terdiri dari para peternak sapi perah di Jawa<br />
Barat, KPSBU saat ini menyandang predikat sebagai<br />
penghasil susu segar kualitas terbaik. Catatan kualitas pada<br />
tahun 2005, rata-rata kandungan Total Solid (Padatan) 12,36 % dan Total<br />
Plate Count (TPC) atau kandungan bakteri per mililiter 1,54 juta. Khusus<br />
untuk kandungan bakteri ini, sudah mendekati Standard Nasional<br />
Indonesia untuk susu segar yakni 1 juta /ml. Pencapaian tingkat kualitas<br />
ini merupakan prestasi yang luar biasa. Mengapa? Karena banyak koperasi<br />
susu lain, kualitas susu para anggotanya rata-rata TPC masih di atas lima<br />
juta/ml.<br />
Masih dalam konteks kualitas susu, kandungan lemak susu produksi<br />
anggota KPSBU secara bertahap menunjukkan kenaikan. Kualitas susu<br />
para peternak sangat jauh di atas persyaratan minimum yang ditetapkan<br />
oleh IPS sehingga tidak terdapat hambatan atas pemasaran.<br />
Dari segi teknis dan manajemen, prestasi ini patut diacungi jempol.<br />
Sebab, pencapaian ini membutuhkan perjuangan yang keras dan panjang<br />
untuk meyakinkan anggota yang jumlahnya ribuan hingga menyadari<br />
pentingnya peningkatan kualitas susu segar yang dihasilkan.<br />
Di bidang produksi dan pemasaran susu, pada tahun 2005 KPSBU<br />
menampung susu segar produksi anggotanya sebanyak 37,2 juta liter (ratarata<br />
sekitar 101 ribu liter per hari) senilai sekitar Rp 81,8 Miliar. Dari susu<br />
segar yang ditampung tersebut, sekitar 93,4 % dipasarkan ke IPS. Sisanya<br />
dipasarkan langsung ke konsumen ataupun melalui agen.<br />
Untuk menunjang kegiatan pemasaran susu ini, KPSBU melengkapi<br />
513,433
diri dengan sarana pendingin (cooling unit) dan tangki penyimpanan susu<br />
(chilling equipment) dengan kapasitas yang cukup untuk menampung<br />
seluruh produksi rata-rata tersebut. Selain itu, ditunjang pula dengan armada<br />
truk dengan tangki sejumlah 12 unit dan truk untuk pengangkutan susu<br />
dari tempat pelayanan koperasi (TPK) sejumlah 19 unit.<br />
Unit usaha perkreditan merupakan salah satu pilar kegiatan KPSBU.<br />
Unit ini memberikan pelayanan kepada anggota yang membutuhkan dana<br />
untuk kepentingan mereka. Tercatat realisasi pemberian pinjaman dalam<br />
beberapa tahun ini rata-rata sekitar Rp 7 miliar. Sejak tahun 2006, anggota<br />
yang meminjam tidak dikenakan bunga sebagai kompensasi adanya kenaikan<br />
harga BBM yang langsung maupun tidak langsung memukul usaha<br />
peternakan anggota koperasi.<br />
Bentuk pelayanan lainnya kepada anggota adalah unit pertokoan yang<br />
menyediakan berbagai barang kebutuhan pokok. Unit ini terbukti mampu<br />
mencetak omset rata-rata sekitar Rp 6 miliar per tahun. Melalui unit<br />
pertokoan ini pula dipasarkan produk yoghurt hasil produksi sendiri sebagai<br />
langkah diversifikasi vertikal atas produk susu segar.<br />
Dalam rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada anggota<br />
dan memudahkan pengorganisasian anggota yang tersebar di wilayah<br />
Bandung Utara, KPSBU Lembang membangun 22 buah TPK. Fungsi<br />
TPK sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan penyelenggaraan<br />
RAT ataupun aktivitas penyuluhan.<br />
Dari sisi kemampuan finansial, KPSBU merupakan badan usaha yang<br />
cukup tangguh. Fakta berdasar laporan keuangan pada tahun buku 2005<br />
menunjukkan, koperasi memiliki likuiditas (kemampuan untuk membayar<br />
hutang jangka pendek) yang sangat tinggi, yakni 168 %. Sedangkan solvabilitas<br />
(kemampuan membayar hutang baik jangka pendek maupun panjang<br />
yang tinggi, yakni 229 %. Sementara rentabilitas alias kemampuan<br />
untuk menciptakan keuntungan sebesar 1,13 %.<br />
KUNCI SUKSES<br />
Dari perkembangan dan kemajuan yang dicapai KPSBU dalam<br />
menjalankan kegiatan melayani anggota, terdapat banyak hal yang dapat<br />
Unit produksi<br />
pengolahan susu.<br />
Dokumentasi<br />
325<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
326<br />
jadi acuan bagi koperasi lainnya. Pada aspek organisasi misalnya, azas<br />
dan prinsip koperasi telah diterapkan secara maksimal. Proses pengambilan<br />
keputusan melalui forum RAT selalu berjalan dengan baik. Pelaksanaan<br />
dan hasil RAT teradministrasi dengan baik dan jelas. Sehingga<br />
seluruh anggota dapat memantau semua aktivitas koperasi.<br />
Prinsip transparansi yang menjadi salah satu pegangan pengurus dan<br />
manajemen KPSBU, diwujudkan dalam pengelolaan dan tidak hanya<br />
sekedar slogan.<br />
Masih dalam konteks kelembagaan, proses pendidikan dan penyuluhan<br />
kepada anggota menjadi salah satu perhatian dan terprogram dengan<br />
baik. Secara rutin dan berkesinambungan, KPSBU melakukan pendidikan,<br />
pelatihan, dan penyuluhan tentang perkoperasian baik bagi karyawan<br />
maupun anggota.<br />
Tingkat partisipasi anggota pada setiap pelaksanaan RAT, menjadi indikator<br />
tingkat kesadaran anggota dalam berkoperasi. Demikian pula ketaatan<br />
anggota atas berbagai keputusan yang disepakati bersama melalui RAT.<br />
Salah satu contoh ketaatan anggota ditunjukkan dengan mengikuti<br />
ketentuan bahwa mulai tahun 2005 ditetapkan hanya anggota yang menyetor<br />
susu segar minimal 12 liter per hari selama 8 bulan setiap tahun<br />
yang berhak mengikuti RAT dan menerima pelayanan kesehatan.<br />
Berdasar ketentuan tersebut, tahun 2005 tercatat 1.275 orang anggota<br />
yang berhak mengikuti RAT. Kebijakan yang menjadi kesepakatan bersama<br />
itu, merupakan langkah yang patut dipuji. Mengapa? Karena akan<br />
menjadi alat pemacu bagi anggota lain untuk meningkatkan kedisiplinan<br />
dan usahanya, sehingga memperoleh hak-hak pelayanan lebih besar.<br />
Kunci sukses KPSBU yang pertama, komitmen besar untuk menegakkan<br />
sendi-sendi dan mekanisme kerja sebagai organisasi koperasi dan<br />
melaksanakannya secara konsekuen. Kedua, aspek manajemen yang<br />
efisien. Kepengurusan yang ramping dan bersifat berkelanjutan sangat<br />
tampak di KPSBU. Saat ini, pengurus KPSBU hanya terdiri dari 2 orang<br />
yakni : Drs. Dedi Setiadi SP menjabat sebagai Ketua dan Drh Ramdan<br />
Sabohi sebagai Sekretaris.<br />
Meskipun kepengurusan sangat ramping, tetapi diikuti dengan mekanisme<br />
pengawasan yang baik. Terdapat tiga orang Pengawas yakni : Toto<br />
Abidin, Jajang Sumarno, dan Asep Hamdani. Operasionalisasi semua<br />
rencana kerja yang menjadi keputusan RAT dilaksanakan oleh karyawan<br />
yang ada dengan tetap memegang prinsip efisiensi.<br />
Menangani kegiatan pelayanan dan usaha yang mencapai omzet lebih<br />
dari Rp 120 miliar per tahun, memang sangat berisiko. Sebab, susu segar<br />
merupakan produk pertanian yang sangat perishable (mudah rusak).<br />
Seperti sudah disinggung, KPSBU sekarang diperkuat 194 karyawan<br />
dengan berbagai tingkatan pendidikan. Tercatat 10 orang karyawan berlatar<br />
belakang pendidikan S-1, dan tujuh orang berlatar belakang D3.<br />
Sisanya dari berbagai latar belakang pendidikan dan terbesar dari setara<br />
SLTA.<br />
Komitmen mengembangkan sumber daya manusia, baik untuk karyawan<br />
ataupun anggota menduduki peran besar sebagai penunjang sukses
yang dicapai oleh KPSBU. Dari anggaran yang disusun, tersedia dana<br />
khusus untuk peningkatan SDM. Baik dalam upaya peningkatan tingkat<br />
profesionalisme karyawan serta meningkatkan kemampuan teknis para<br />
anggota dalam beternak sapi perah serta peningkatan pengetahuan<br />
berkoperasi.<br />
Peningkatan SDM ini meliputi aspek perkoperasian, yang menitikberatkan<br />
pada pendidikan anggota dan penyuluhan untuk peningkatan profesialisme<br />
karyawan. Pada 2005 penyuluhan tentang teknis peternakan<br />
dan pendidikan perkoperasian melibatkan sekitar 3.000 orang anggota.<br />
Pelayanan yang optimal pada anggota baik dalam kaitannya dengan<br />
kegiatan usaha yang bergerak di bidang peternakan sapi perah serta kebutuhan<br />
hidup merupakan faktor sukses. Juga menjadi kunci loyalitas anggota<br />
pada organisasi koperasinya. Dilihat dari kegiatan yang menunjang<br />
kepentingan usaha anggota antara lain pemasaran susu, penyediaan pakan<br />
ternak, pelayanan kesehatan sapi dan Inseminasi Buatan (IB) selama 24<br />
jam, penyediaan bibit sapi, semuanya merupakan kunci yang menjamin<br />
usaha anggota dapat berjalan dengan baik.<br />
Dokumentasi<br />
Armada pendukung<br />
kegiatan usaha KPSBU.<br />
Keberadaan Unit Simpan Pinjam dan pertokoan, juga memberikan<br />
kemudahan bagi anggota memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ataupun<br />
untuk menunjang kebutuhan modal. Data tentang partisipasi anggota pada<br />
RAT dan meningkatnya penyetoran susu anggota ke koperasi dapat<br />
dijadikan indikator bahwa koperasi memberikan manfaat kepada para<br />
anggota koperasi.<br />
Selain pelayanan, SHU yang cukup besar merupakan sisi lain di mana<br />
anggota memperoleh kemanfaatan menjadi anggota KPSBU. Kemanfaatan<br />
keberadaan koperasi, juga dirasakan oleh masyarakat di wilayah<br />
kerja koperasi. Yaitu melalui multiplying effect yang ditimbulkan dari<br />
kegiatan ekonomi oleh KPSBU dan seluruh anggotanya.<br />
Kemampuan pengurus membangun jaringan dengan berbagai institusi,<br />
juga menambah kontribusi atas sukses KPSBU. Kerja sama dengan lembaga<br />
luar negeri dan perguruan tinggi banyak dilakukan. Demikian pula<br />
dengan instansi pembina baik dari pusat maupun dari <strong>daerah</strong>.<br />
327<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
MENATAP KE DEPAN<br />
Perjalanan KPSBU mewujudkan amanat anggota, masih panjang dan<br />
menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Menatap ke depan, pengurus<br />
dan jajaran di KPSBU termasuk seluruh anggota bertekad terus meningkatkan<br />
hasil yang telah dicapai. Upaya meningkatkan kualitas susu tetap<br />
merupakan prioritas dengan menerapkan adanya SOP (Standard Operational<br />
Procedure). Mulai dari tingkat anggota sampai pemasaran ke IPS.<br />
Termasuk pembayaran harga susu secara perorangan, diharapkan menjadi<br />
pemacu peningkatan produksi serta kualitas susu segar.<br />
Langkah lain dalam konteks peningkatan produksi dan kualitas susu,<br />
yaitu rencana kerja sama dengan Perhutani. Bentuknya, memanfaatkan lahan<br />
hutan untuk pengadaan makanan hijauan bagi sapi. Juga pengadaan sarana<br />
pendingin susu di TPK untuk mengurangi berbagai risiko kerusakan susu.<br />
Masih banyak peluang yang terbuka yang dapat dilakukan oleh KPSBU<br />
untuk menyejahterakan anggota dan mewujudkan visi. Antara lain meningkatkan<br />
kemampuan pemasaran susu segar ataupun susu olahan ke konsumen<br />
langsung. Melalui upaya ini, koperasi bisa banyak memperoleh nilai tambah<br />
daripada mengandalkan pemasaran sepenuhnya ke IPS. Apalagi bagi IPS,<br />
komoditi susu segar sebatas dihargai sebagai bahan baku.<br />
Sungguh, motto Murni <strong>Koperasi</strong>nya Murni Susunya, merupakan<br />
instrumen yang tetap relevan bagi KPSBU. Tak lain, demi menggapai<br />
cita-cita yang mereka rumuskan bersama melalui mekanisme wadah<br />
koperasi. ***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
328
SULAWESI UTARA<br />
KUD Maayaan<br />
Minahasa Selatan<br />
Zaenal Wafa<br />
INOVATIF MEREBUT<br />
BISNIS EKSPOR<br />
329<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Tempat pelayanan<br />
simpan pinjam KUD Maayaan.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
330<br />
S<br />
ebetulnya untuk mencapai lokasi unit bisnis dan<br />
kantor koperasi ini, tidak sulit. Yang jelas dari Kota<br />
Manado, lebih kurang memakan waktu tempuh 4<br />
jam dengan kendaraan pribadi. Selama perjalanan<br />
melintasi jalur trans Sulawesi, menyusuri pesisir serta<br />
pedalaman, cukup mengasyikkan. Maksudnya, tak lain<br />
sedekat dan sejauh mata memandang, hutan kelapa kopra<br />
senantiasa mengelebat di kanan-kiri jalanan.<br />
Terpaan kerasnya angin makin terasa, bila kita akan<br />
memasuki Desa Tombatu Tiga, Kecamatan Tombatu<br />
tempat keberadaan KUD Maayaan. Kecamatan ini tingkat<br />
huniannya terpadat dibanding 14 kecamatan lainnya<br />
di Minahasa Selatan. Yang pasti <strong>daerah</strong> ini dikenal sebagai<br />
penghasil kopra terbesar di Sulawesi Utara. Buktinya,<br />
acapkali mobil harus berhenti jika pekebun kopra sedang<br />
memetik dan puluhan buahnya berjatuhan menghalangi<br />
jalanan.<br />
Sebagaimana sebagian KUD di sejumlah <strong>daerah</strong>,<br />
koperasi ini di masa lalu termasuk salah satu yang<br />
‘dimanja’ dengan berbagai macam fasilitas pemerintah.<br />
Dari kemudahan mendapatkan alokasi pupuk, alat mesin<br />
pertanian, sarana produksi tani hingga sejumlah skim kredit<br />
khusus untuk para anggota koperasi.<br />
Era pemanjaan itu berakhir sudah. Tidak ada lagi<br />
berbagai perlindungan dari pemerintah buat KUD.<br />
Sebagian KUD mati, tinggal papan nama hingga hidup<br />
segan mati tak mau.<br />
Sekadar perbandingan, sejumlah KUD di Provinsi Daerah Istimewa<br />
Yogyakarta, bermetamorfosis dengan cara lebih mengandalkan unit simpan<br />
pinjam (USP). Atau memisahkan USP-nya menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan<br />
Pinjam (KSP) serta bersifat otonom. Ada juga hal ini dilakukan dengan<br />
bekerjasama dengan pihak ketiga.<br />
Kembali ke KUD Maayaan, koperasi ini juga mengalami kondisi<br />
yang sama. Maksudnya, ia harus merumuskan ulang perannya di tengah<br />
anggota dan warga masyarakat sekitar. Apalagi kondisi secara obyektif,<br />
beberapa unit usaha koperasi beranggotakan 357 orang ini tidak terlalu<br />
menggembirakan. Unit usaha waserda volume usahanya hanya Rp 2, 4<br />
juta pada 2003 dan menjadi Rp 1,2 juta pada 2004.<br />
Lalu unit jasa pertukangan, kinerjanya juga seperti berjalan di tempat.<br />
Karena pada akhir 2004 volumenya tercatat Rp 3,6 juta. Sedangkan pada<br />
akhir 2005 volume usahanya menurun menjadi Rp 2,4 juta.<br />
Tak jauh berbeda volume usaha rice milling unit (RMU). Di tahun<br />
2004 mencatat volume senilai Rp 3,6 juta. Tetapi sampai akhir 2005,<br />
pencapaian volumenya juga menurun menjadi sekitar Rp 2,9 juta.<br />
Namun demikian, segenap pengurus KUD Maayaan tidak mau<br />
hanya bertopang dagu atau merenung saja. Tak lain karena sejak pertengahan<br />
2005, para pengurus bahu membahu dengan para anggota<br />
Zaenal Wafa
mencoba menggarap peluang baru. Konkritnya, memulai menggergaji<br />
kayu-kayu pohon kelapa tua yang sudah tidak produktif menjadi lembaran-lembaran<br />
kayu.<br />
EKSPOR KAYU<br />
Desingan bunyi ketiga mesin penggergaji kayu itu sangat memekakkan<br />
kuping. Apalagi, kayu kelapa dikenal jenis tanaman keras yang paling keras.<br />
Sekadar perbandingan, kayu jati dan meranti pun masih kalah keras. Wajar<br />
saja, kalau bunyi mesin kayu (sawmill) itu juga sangat kuat.<br />
Selain itu, dibandingkan pengerjaan secara manual atau tenaga kerja<br />
manusia, pemotongan menjadi lembaran-lembaran kayu dengan mesin<br />
juga lebih cepat dan efisien. Hingga akhir Oktober 2006, menurut Ketua<br />
KUD Maayaan H Kindangen, pihaknya telah menginvestasikan mesinmesin<br />
pembelah kayu itu sekitar Rp 75 juta.<br />
Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan pertengahan<br />
Oktober 2006 disebutkan, volume usaha penggergajian kayu kelapa ini<br />
sudah mencapai angka sekitar Rp 203 juta lebih. Bila dibandingkan<br />
dengan pencapaian unit-unit usaha yang lain di KUD Maayaan, unit ini<br />
jelas memiliki prospek yang mungkin tidak bisa dibilang kecil.<br />
Sementara itu koperasi menargetkan, hingga akhir 2007 ekspor<br />
lempengan kayu kelapa setebal sekitar 2 cm ini bisa mencapai sekitar Rp<br />
500 juta. Yang pasti sampai akhir 2006, ekspor ke Malaysia bisa dilakukan<br />
berkat kerja sama dengan mitra usaha dengan pihak Kim Teck Lee Timber<br />
Trading SDN Berhad di Negara Bagian Selangor.<br />
Bagaimana perkembangan unis bisnis penggergajian kayu oleh KUD<br />
Maayaan ini selanjutnya? Orang bakal terus memantau dan menunggu<br />
kinerja strategis mereka. Tidak berlebihan bila disebutkan, unit ini bisa<br />
menjadi tumpuan koperasi tetap berperan dan bertahan ke depan.<br />
Zaenal Wafa<br />
Tempat pengolahan<br />
kayu kelapa tua<br />
untuk ekspor.<br />
331<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
MENJAGA MODAL SENDIRI<br />
Melihat keragaan unjuk kerja bidang keuangan koperasi ini, bisa<br />
dikatakan cukup baik. Kontribusi besar unit penggergajian kayu, sangat<br />
terlihat pada sisi pendapatan koperasi. Buktinya, terhitung akhir 2004<br />
pendapatan koperasi masih tercatat Rp 11,074 juta. Sementara sampai<br />
akhir 2004 pendapatan koperasi melonjak menjadi Rp 208, 591 juta.<br />
Yang pasti hingga akhir 2005, nilai aset koperasi ini mencapai Rp<br />
1,407 miliar. SHU atau sisa hasil usaha koperasi yang dibagikan pada<br />
2005 terhitung sebesar Rp 6,794 juta. Lalu likuiditas koperasi ini juga<br />
relatif kuat, yaitu mencapai 108,39 persen. Hal ini disebabkan modal<br />
sendiri koperasi yang sejumlah Rp 1,059 miliar masih jauh besar dibanding<br />
modal luar koperasi yang sekitar Rp 268 juta pada posisi akhir 2005.<br />
Boleh jadi melihat kinerja koperasi yang relatif sehat dan berani<br />
mengambil peluang sekecil apa pun inilah, pihak Kementerian Negara<br />
<strong>Koperasi</strong> dan UKM pada tahun 2004 membantu KUD Maayaan.<br />
Bentuknya, bantuan kredit dana bergulir sektor agrobisnis sebesar Rp 1<br />
miliar. Namun demikian, pengelolaan dana tersebut menurut salah seorang<br />
pengurus koperasi, baru terealisasi pada tahun 2006. Oleh pihak KUD<br />
Maayaan, bantuan kredit dana bergulir tersebut pelaksanaannya dilakukan<br />
dengan cara membentuk <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam Maayaan.<br />
Dari sisi potensi sumber daya manusia, keanggotaan koperasi ini<br />
ternyata didominasi oleh anggota berpendidikan SMA yang mencapai<br />
217 orang dari 357 total anggota koperasi hingga akhir 2005. Selebihnya,<br />
yaitu 30 orang anggota merupakan lulusan S1 dan 4 orang lulusan D3.<br />
Pengurus koperasi menjelaskan, penambahan jumlah anggota koperasi<br />
selalu berdasarkan kegiatan usaha yang akan dikembangkan<br />
koperasi. Dalam kaitan ini perlu ditambahkan, sebagian besar wilayah<br />
KUD Maayaan merupakan areal perkebunan kelapa yang luas. Dan<br />
sebagain besar areal perkebunan ini dimiliki oleh anggota masyarakat<br />
setempat.<br />
Itu sebabnya pengurus melalui forum rapat pengurus sebulan sekali,<br />
antara lain memutuskan koperasi akan mengembangkan produksi dan<br />
pemasaran arang kelapa. Termasuk produksi dan pemasaran sabut<br />
kelapa.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
332
SULAWESI UTARA<br />
KSP Bersehati Minahasa<br />
Gontam S<br />
SEJAK KECIL<br />
SUDAH MANDIRI<br />
333<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
334<br />
Sungguh tidak mudah, menghilangkan penilaian negatif yang terlanjur<br />
dialamatkan kepada sebuah lembaga. Anda tidak percaya? Mari kita<br />
lihat secara obyektif eksistensi koperasi pedesaan satu ini. Sebab,<br />
suka atau tidak hingga hari ini keberadaan sebuah KUD masih menjadi<br />
sasaran kecaman berkonotasi negatif.<br />
Namun demikian, pengecualian terhadap perkembangan KUD yang<br />
mengindikasikan perkembangan ke arah positif juga tetap ada. Ambil<br />
contoh sejumlah KUD di Provinsi Bali, mereka masih tetap eksis karena<br />
bekerjasama secara serius dengan lembaga adat desa seperti banjar<br />
maupun institusi adat terkait pengairan sawah atau subak.<br />
Sedangkan beberapa KUD di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,<br />
juga masih tetap beroperasi relatif sehat. Caranya, sebagian dari mereka<br />
mendirikan USP, memilih bekerjasama dengan Bank Bukopin serta membuat<br />
independen lembaga keuangan mikro baru bernama swamitra yang<br />
secara manajemen keuangan terpisah dari KUD yang melahirkannya.<br />
Khusus perjalanan keberadaan KUD di <strong>daerah</strong> Sulawesi Utara, ternyata<br />
ditemukan fakta yang sedikit berbeda. Contoh kasus yang signifikan<br />
adalah eksistensi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP) Bersehati di Kelurahan<br />
Talikuran, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa. Mengapa<br />
demikian? Karena cikal bakal koperasi ini, semula merupakan unit<br />
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) dari KUD Kawangkoan yang<br />
didirikan pada 1 Agustus 1996.<br />
Yang cukup menarik, keberadaan TPSP tersebut sejak awal pengoperasiannya<br />
baik aspek manajemen maupun keuangan sudah bersifat<br />
otonom alias terpisah dengan KUD Kawangkoan sebagai induk. Penyebab<br />
utamanya, karena operasional TPSP pengawasannya berada langsung di<br />
bawah kendali pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hal ini sesuai dengan<br />
perjanjian kesepahaman antara Bank Rakyat Indonesia dengan Departemen<br />
<strong>Koperasi</strong> saat itu.<br />
Ternyata dalam perkembangan usahanya lima tahun pertama,<br />
pertumbuhan unit pelayanan simpan pinjam ini menunjukkan kinerja yang<br />
baik dan sehat. Mencermati perkembangan positif ini, sejumlah anggota<br />
dan pengurus koperasi mengajukan usulan segar. Persisnya pada Januari<br />
2001, sebanyak 397 anggota TPSP serta sejumlah pengurus koperasi memutuskan<br />
unit ini memisahkan diri dari manajemen KUD Kawangkoan.<br />
Nah, lembaga yang ‘bercerai secara baik-baik’ ini menamakan diri dengan<br />
<strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam (KSP) Bersehati. Pihak perangkat kelurahan,<br />
kecamatan dan dinas koperasi kala itu menjadi saksi dari pemisahan<br />
kelembagaan tersebut.<br />
Bersamaan dengan itu, forum rapat anggota juga sekaligus memilih<br />
kepengurusan dan badan pengurus KSP Bersehati. Termasuk mengajukan<br />
perubahan status kelembagaan badan hukum koperasi menjadi bernomor<br />
2395/BH-Kop/ 2001 tertanggal 9 Maret 2001.<br />
Secara sederhana KSP ini menggariskan visi ingin menjadi pilihan<br />
utama untuk memenuhi kebutuhan segi permodalan yang dibutuhkan masyarakat.<br />
Bagaimana caranya? <strong>Koperasi</strong> juga dipandu dengan misi kelembagaan,<br />
terutama untuk memberikan pelayanan kepada anggota koperasi<br />
dan nasabah koperasi dengan mudah, cepat dan tepat.<br />
Selain itu, para anggota dan pengurus sama-sama bertekad meningkat-
kan kesejahteraan anggota koperasi dan warga masyarakat pada umumnya.<br />
Tak ketinggalan koperasi bermaksud mewujudkan proses demokratisasi<br />
ekonomi melalui wadah lembaga bernama koperasi. Pada gilirannya<br />
hal ini diharapkan dapat menyumbang membangun tatanan perekonomian<br />
nasional baru, terkait mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.<br />
POTRET KEUANGAN<br />
Berdasarkan dokumen RAT maupun neraca tiga sampai empat tahun<br />
terakhir, KSP Bersehati memiliki kinerja keuangan sebagai berikut.<br />
Ambil contoh mengenai aspek pinjaman yang diberikan koperasi,<br />
dari tahun 2002 hingga 2005 menunjukkan tingkat stabilitas yang cukup<br />
terjaga. Maksudnya, nilainya tidak terlalu fluktuatif.<br />
Hingga akhir Desember 2003, nilai pinjaman yang diberikan koperasi<br />
mencapai Rp 1,065 miliar. Sedangkan pada akhir<br />
Desember 2004 nilainya mengalami peningkatan<br />
menjadi sebesar Rp 1,383 miliar. Sementara sampai<br />
posisi pembukuan per akhir Desember 2005, besarnya<br />
kredit yang dikucurkan koperasi ini mencapai<br />
senilai Rp 1,157 miliar. Boleh dikatakan berdasarkan<br />
neraca koperasi yang ditandatangani oleh ketua Max<br />
B Mioyo, bendahara Helmy Lomboan serta bendahara<br />
Sintia Supit, pencairan pinjaman koperasi ini<br />
masih mempertimbangkan prinsip kehati-hatian yang<br />
terus menjadi pegangan.<br />
Di sisi lain, pendapatan koperasi dari tahun ke<br />
tahun faktanya menunjukkan pertumbuhan yang juga<br />
bersifat wajar atau alamiah. Ambil contoh pada posisi<br />
akhir 2004, pendapatan koperasi mencapai sekitar Rp<br />
172 juta. Kemudian sampai akhir tahun buku 2005,<br />
koperasi meraih pendapatan senilai Rp 250 juta.<br />
Seperti halnya tingkat pinjaman maupun pendapatan,<br />
kinerja modal sendiri koperasi juga memperlihatkan<br />
fluktuasi yang masih di batas kewajaran.<br />
Buktinya, pada akhir 2003 pendapatan lembaga usaha ini tercatat Rp 438<br />
juta. Sedangkan pada tahun berikutnya atau 2004, modal sendiri koperasi<br />
turun menjadi Rp 405 juta. Namun pada tahun 2005 modal sendiri koperasi<br />
kembali mencapai peningkatan atau menjadi senilai Rp 440 juta.<br />
Begitu juga terkait aset koperasi, mengalami pasang surut yang tidak<br />
mencolok. Buktinya, pada akhir 2003 aset koperasi mencapai Rp 1,215<br />
miliar. Kemudian hingga akhir 2004 aset koperasi ini tercatat Rp 1,520<br />
miliar. Sementara sampai akhir tahun 2005 asetnya menjadi agak menurun<br />
atau sekitar Rp 1,321 miliar.<br />
ANGGOTA RAJIN MENGANGSUR<br />
Bagaimana pun salah satu tolok ukur sebuah koperasi yang sahih,<br />
antara lain pastilah tanggapan para anggota terhadap koperasinya. Berikut<br />
ini sejumlah respon anggota KSP Bersehati terkait keberadaan lembaga<br />
usaha ini baginya.<br />
Dua orang anggota koperasi, masing-masing bernama Herce Mangare,<br />
Gontam S<br />
Forum rapat anggota sekaligus<br />
memilih kepengurusan dan<br />
badan pengurus KSP Bersehati.<br />
335<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
336<br />
32 tahun, seorang karyawan swasta dan Chynthia Lomboan, 29 tahun yang<br />
juga seorang pegawai swasta. Kedua responden senada mengungkapkan,<br />
menjadi anggota koperasi sangat menguntungkan. Chynthia menambahkan,<br />
di matanya kinerja koperasinya sudah baik. Meski begitu, sebagai anggota<br />
ia juga selalu bersikap proaktif dalam rapat koperasi terutama di forum rapat<br />
anggota tahunan.<br />
Ditanya mengenai topik apa saja biasanya ia memberikan pendapat,<br />
ia mengatakan terutama menyangkut aspek kepengurusan dan nasib<br />
karyawan koperasi. Selain itu, perempuan kelahiran Bumi Tinutuan ini<br />
menandaskan mengenai segi-segi laporan keuangan dirinya juga selalu<br />
memberikan pembahasan ekstra hati-hati.<br />
Bukan hanya di forum rapat anggota tahunan saja dia bersikap proaktif.<br />
Sebab di luar acara itu alias dalam keseharian, wanita berpenghasilan lebih<br />
dari Rp 1 juta menyatakan selalu menyisihkan dana untuk menabung di<br />
koperasinya. Mengapa demikian? Sebab, itulah salah satu bentuk partisipasi<br />
aktifnya selaku anggota untuk mengembangkan usaha koperasi. Sedangkan<br />
perwujudan dia memajukan koperasi dan dirinya sendiri, ia juga pernah<br />
mengikuti sebuah pendidikan untuk anggota di bidang manajemen usaha.<br />
Responden penelitian yang juga anggota KSP Bersehati bernama<br />
Helmy J Lomboan, 35 tahun menyatakan, bentuk upaya dia mengembangkan<br />
koperasinya bukan hanya dengan menabung. Tetapi yang lebih<br />
penting, kalau dia meminjam kepada koperasi juga selalu berusaha rajin<br />
mengembalikan alias mengangsur pinjamannya.<br />
Senada dengan Chyntia, Helmy juga mengaku pernah mengikuti<br />
beberapa pelatihan atau pendidikan buat anggota. Bedanya, bidang ilmu<br />
yang diikutinya adalah menyangkut akuntansi dan perpajakan. Bahkan<br />
pelatihan yang diselenggarakan oleh kalangan badan usaha milik negara<br />
(BUMN) maupun swasta di bidang pengembangan usaha mikro, kecil<br />
dan menengah (UMKM) pernah diikutinya.<br />
Helmy menambahkan, salah satu manfaat konkrit menjadi anggota<br />
koperasi adalah mendapat pinjaman dari koperasi secara cepat. Selain<br />
itu, masih mendapat SHU di setiap rapat anggota tahunan. Meski begitu,<br />
ia juga memiliki kritik terhadap koperasinya. Ia menegaskan, sebuah koperasi<br />
bisa sukses jika para pengurusnya memiliki kinerja yang baik. Seiring<br />
dengan itu, para pengurus harus memiliki sistem pelaporan keuangan<br />
yang dilakukan secara transparan.<br />
Yang jelas, berdasarkan leaflet yang diterbitkan koperasi beranggota<br />
359 orang ini sampai November 2006 sudah meraih sejumlah penghargaan.<br />
Pertama, periode 1998-2000 saat masih berstatus TPSP, unit<br />
koperasi ini terbaik di tingkat nasional menurut penilaian pihak Bank<br />
Rakyat Indonesia. Kedua, berturut-turut dari 2001-2004 KSP Bersehati<br />
terpilih menjadi KSP Terbaik dan Berprestasi se Kabupaten Minahasa,<br />
Sulawesi Utara.<br />
Ketiga, pada 2006 koperasi simpan pinjam ini juga menerima penghargaan<br />
sebagai KSP Terbaik dan Berprestasi si Provinsi Sulawesi Utara.<br />
Keempat, sejak 2002 hingga 2005 KSP Bersehati beberapa kali menjadi<br />
tempat magang atau pelatihan para pengurus koperasi se Provinsi Sulawesi<br />
Utara dan Gorontalo.***
NUSA TENGGARA TIMUR<br />
Subroto<br />
KUD Mina Karota Kupang<br />
TUMBUH DI TENGAH<br />
TENGKULAK DAN RENTENIR<br />
337<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
T<br />
idak mudah untuk mewujudkan ide dan menyatukan kepentingan<br />
bersama. Semakin banyak ide yang muncul semakin besar pula<br />
kepentingan yang muncul. Itulah perdebatan konstruktif yang<br />
berkembang saat berdirinya KUD Mina Karota Kupang, Nusa Tenggara<br />
Timur.<br />
Para pemrakarsa koperasi nelayan ini, memang memulai dengan sulit<br />
bercampur bingung. Sulit, karena usaha mereka selalu harus berhubungan<br />
dengan para tengkulak dan rentenir. Bingung, karena tidak tahu mau<br />
kemana mengadukan nasib buruk itu.<br />
Intinya, para nelayan memang seperti sudah di bawah kekuasaan para<br />
tengkulak atau saudagar besar yang memberi bantuan kepada mereka.<br />
Akibatnya, para nelayan juga sangat susah melepaskan diri dari jeratan<br />
jaring-jaring para rentenir.<br />
Subroto<br />
Pengurus berpose<br />
di halaman kantor<br />
KUD Mina Karota.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
338<br />
Ketika sabar mencapai batas, pada akhirnya para nelayan memberanikan<br />
diri menyampaikan persoalan yang mereka hadapi kepada Dinas<br />
Perikanan. Gayung bersambut, pengaduan itu mendapat respon dari para<br />
pejabat dari dinas terkait.<br />
Alhasil kalangan nelayan dan dinas berkompeten setempat memutuskan<br />
untuk membentuk sebuah perkumpulan sebagai wadah para<br />
nelayan. Pilihannya adalah koperasi.<br />
Yang jelas di periode awal pembentukan koperasi, sebagian besar<br />
pengurus inti koperasi tidak berasal dari nelayan. Karena itu mudah<br />
dipahami, saat dipimpin oleh birokrat yaitu para pejabat Dinas Perikanan<br />
dan pedagang besar untuk beberapa periode kepengurusan, koperasi selalu<br />
mengalami kegagalan dan tidak berkembang.<br />
Nasib nelayan waktu itu tak ubah, lepas dari mulut buaya masuk
mulut singa. Banyak di antara mereka yang mulai putus asa, bahkan banyak<br />
pula yang meningggalkan koperasi karena buruknya kinerja<br />
manajemen para pengurus. Pada kurun awal ini jenis koperasi adalah<br />
<strong>Koperasi</strong> Serba Usaha (KSU) Karota.<br />
Mengkaji dan belajar dari pengalaman pengelolaan tersebut, para nelayan<br />
akhirnya menyadari koperasi yang berkepentingan dengan nelayan<br />
harus dinahkodai oleh mereka sendiri.<br />
Ibarat sekali dayung dua pulau terlewati, para nelayan mengganti jenis<br />
koperasi dan sekaligus mencari status badan hukum. Akhirnya disepakati<br />
membentuk koperasi baru bernama <strong>Koperasi</strong> Mina Karota pada tanggal<br />
28 Mei 1989 dengan badan hukum koperasi bernomor 580/BH/XIV/ 1989<br />
tanggal 28 Desember 1989. Jumlah anggota yang mau bergabung 24<br />
orang, semuanya murni bermata pencaharian sebagai nelayan.<br />
Para anggota koperasi ini, kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai<br />
buruh yang membantu usaha pedagang besar. Sehingga hasil yang mereka<br />
dapat sangat kecil, disebabkan sewa peralatannya sangat tinggi. Pelan<br />
tapi pasti, pengurus koperasi perikanan ini bergotong royong saling membantu<br />
sesama anggota. Di samping tetap bekerjasama dengan dinas<br />
berkompeten, seperti dinas perikanan dan kantor koperasi.<br />
TINGKATKAN PERALATAN<br />
Yang pasti, peralatan kapal dan alat tangkap yang digunakan pada<br />
saat itu masih sangat sederhana. Maksudnya, peralatan yang dipakai<br />
nelayan daya tangkapnya masih terbatas. Antara lain menggunakan purse<br />
sain mini (lampara) kapasitas tiga ton sebanyak delapan unit. Alat lain<br />
ada jala lompo kapasitas satu ton sejumlah tiga unit. Ada juga long line<br />
(pancing dasar) dengan kapasitas satu ton sebanyak empat unit. Kemudian<br />
ada papalele (pemasaran) ukuran setengah ton sejumlah empat unit.<br />
Walaupun peralatan milik nelayan tersebut tergolong sederhana, para<br />
nelayan tidak menjadi surut semangat ke laut untuk menangkap ikan.<br />
Tujuannya, supaya mereka dapat menabung atau mencicil hutang pada<br />
musim turun ke laut dan sebagian mereka tabung untuk masa paceklik<br />
atau tidak melaut.<br />
Karena terbatasnya peralatan yang dimiliki, mereka selalu berusaha<br />
mendesak para pejabat yang berwenang untuk memberikan perhatian dan<br />
juga bantuan agar dapat bangkit dari kesulitan. Mereka sangat membutuhkan<br />
peralatan menangkap ikan, termasuk alat pendingin dan bahan<br />
bakar.<br />
Syukurlah hingga posisi September 2006, kapasitas peralatan tangkap<br />
ikan milik anggota telah mengalami peningkatan baik jumlah maupun daya<br />
tampung. Rinciannya sebagai berikut, purse sain kapasitas 10-12 ton<br />
sejumlah 69 unit. Sedangkan jenis jala lompo kapasitas 3–4 ton sebanyak 8<br />
unit, jenis long line daya tampung 6–7 ton berjumlah 26 unit. Sementara<br />
kategori papalele (pemasaran) kapasitas 3–4 ton sebanyak 13 unit.<br />
339<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Subroto<br />
Siap dan sigap dengan sepenuh<br />
hati melayani anggota<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
340<br />
MELAYANI PENUH<br />
Komunikasi antar anggota dilakukan dalam pertemuan yang secara<br />
berkesinambungan dan bergantian pada saat mereka turun ke darat atau<br />
saat menjual hasil tangkapannya. Dinas berkompeten pun melakukan<br />
pembinaan anggota secara efektif pada momen yang tepat. Misalnya<br />
pembinaan sesuai waktu yang telah ditentukan secara periodik.<br />
Selain itu, bagi anggota yang masih memiliki kewajiban terhadap<br />
koperasi bisa mengangsur sesuai kemampuan masing-masing. Pada saat<br />
ini mereka bersilahturahmi dengan pengelola usaha koperasi. Semua ini<br />
dilandasi semangat pengurus maupun petugas dinas berkompeten sesuai<br />
dengan kebutuhan usaha anggota.<br />
Terkait komunikasi maupun pembinaan yang baik, membuahkan hasil<br />
dengan perkembangan anggota yang juga membaik. Pada tahun 2002<br />
anggota sebanyak 257 orang dan pada tahun 2005 sebanyak 289 orang<br />
dengan kenaikan sebesar 32 orang, sebagaimana dapat dicermati pada<br />
tabel berikut.<br />
Perkembangan usaha koperasi terus bertambah. Hal ini terutama berkat<br />
kerja keras dan juga transparansi administrasi manajemen serta komitmen<br />
yang kuat dengan keseriusan pengurus melakukan kerja sama atau bentuk<br />
kemitraan. Misalnya pada tahun 2002 usaha wartel dapat dibuka<br />
bekerjasama dengan PT Telekomunikasi Indonesia. Kemudian tahun<br />
2004, bekerjasama dengan PT Bank Bukopin, dan yang terakhir dengan<br />
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Surat Perjanjian Penunjukan<br />
Pengelolaan dan Penggunaan Solar Packed Dealer (SPD) Nelayan pada<br />
tahun 2006.<br />
Rinciannya, perkembangan unit usaha KUD Mina Karota, sampai<br />
saat ini sebagai berikut. Pertama, pengelolaan alat penangkapan ikan.<br />
Kedua, menambah USP Swamitra yang bekerjasama dengan Bank
Bukopin. Ketiga, mendirikan waserda untuk memenuhi kebutuhan pokok<br />
anggota. Keempat, membuka kios BBM (SPDN) khusus memenuhi<br />
kebutuhan anggota. Dan kelima, melakukan kerja sama dengan Perumtel<br />
di unit usaha jasa wartel dan dengan PT PLN dalam pelayanan listrik<br />
negara.<br />
Di sisi lain, perkembangan jenis-jenis ikan yang dapat ditangkap oleh<br />
anggota KUD Mina Karota memakai peralatan dan sarana yang makin<br />
berkembang, semakin banyak jenis komoditas ikan yang tertangkap.<br />
Sebagian di antaranya adalah jenis ikan yang dapat diekspor.<br />
Berikut komoditas ikan jenis ekspor yang dilakukan oleh KUD Mina<br />
Karota: lobster hidup/mati, kerapu hidup/mati, kakap merah dan putih,<br />
ikan laying, sirip hiu, cakalang serta tuna dan kepiting.<br />
Tabel 1. Perkembangan KUD Mina Karota, 2002-2005<br />
Uraian 2002 2003 2004 2005<br />
Anggota 257 277 287 289<br />
Simpanan 47.952.400 49.106.238 57.143.171 70.974.897<br />
Modal sendiri 48.563.690 129.030.506 140.403.907 144.690.339<br />
Modal luar 692.879.519 609.759.885 510.370.078 520.770.178<br />
Transaksi Anggota/volume usaha 2.021.609.650 2.140.332.075 2.570.800.500 2.850.500.000<br />
Pendapatan 133.140.771 107.357.174 116.641.125 86.496.036<br />
Pengeluaran 124.137.327 94.957.174 104.391.125 71.855.600<br />
SHU 9.003.444 12.400.000 12.250.000 14.640.438<br />
Asset 784.017.800 777.651.082 687.547.000 716.050.766<br />
PENDEKATAN BISNIS<br />
Khusus di lembaga usaha koperasi, berkembangnya usaha tak lain<br />
berkat keuletan dan kerja keras pengurus dan pengelola koperasi. Bersamaan<br />
dengan ini, perlu didukung dengan transparansi administrasi koperasi<br />
dengan anggota. Intinya, faktor-faktor yang menjadi kiat koperasi dalam<br />
berkegiatan usaha adalah sebagai berikut.<br />
Pertama, manajemen yang terbuka dan transparan. Semua yang berhubungan<br />
dengan kegiatan usaha koperasi dilakukan dengan tertib dan<br />
terbuka bagi anggota atau warga masyarakat yang ingin mengetahui.<br />
Kedua, upaya perekrutan figur tokoh masyarakat dalam kepengurusan<br />
yang dipercayai anggotanya. Di dalam kepengurusan terbuka kesempatan<br />
menjadi pengurus dan mempunyai hubungan yang luas.<br />
Ketiga, melakukan penerimaan anggota secara selektif. Setiap calon<br />
anggota diseleksi secara seksama sebelum diterima menjadi anggota dan<br />
juga harus ada hubungannya dengan unit usaha koperasi.<br />
Keempat, semua unit usaha yang mendukung kegiatan anggota.<br />
Kelima, sense of business di antara pengelola, sehingga dapat mengutamakan<br />
ketepatan dan kecepatan yang mudah.<br />
341<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Keenam dukungan penuh dari masyarakat lingkungan dan pemerintah.<br />
Artinya, pemerintah setempat mendukung sepenuhnya apa yang diperlukan<br />
koperasi sesuai dengan kemampuan dan potensi SDM di koperasi.<br />
Ke depan, banyak tantangan dalam dunia usaha akibat globalisasi<br />
dan pasar bebas yang berkembang dewasa ini. Jangan lupa, produk dari<br />
luar negeri telah merambah usaha sampai ke pelosok dan teknik penangkapan<br />
ikan serta pelaku nelayan dari luar negeri yang datang ke Indonesia<br />
juga berketerampilan lebih tinggi. Tantangan ini harus dijawab dunia usaha<br />
koperasi dengan peningkatan kemampuan para pengelola usaha koperasi<br />
melalui pendidikan yang menambah keterampilan, teknik dan pemasaran<br />
hasil tangkapan para nelayan.<br />
Tak kalah penting, kemauan politik pihak pemerintah memajukan<br />
koperasi melalui kebijakan-kebijakan yahg konkrit harus selalu ditagih<br />
kalangan nelayan. Dengan demikian koperasi termasuk koperasi sektor<br />
perikanan dapat tetap menjadi salah satu pilar ekonomi bangsa melalui<br />
perjuangan nelayan.***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
342
DI YOGYAKARTA<br />
<strong>Koperasi</strong> Susu Warga Mulya<br />
Sleman<br />
Irsyad Muchtar<br />
BERSAMA MEREBUT<br />
PROSPEK<br />
343<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
K<br />
operasi satu ini, tampaknya menjadi andalan peternak sapi perah<br />
untuk memasarkan hasil produksi peternak di sekitar Kabupaten<br />
Sleman, Yogyakarta. Selain tergolong mampu membantu anggota<br />
secara baik, interaksi antara anggota dan koperasi setiap hari berjalan<br />
dengan teratur. Khususnya terkait aktivitas anggota menyetor susu sapi<br />
ke koperasi. Sebaliknya, lembaga koperasi juga dapat menyediakan pakan<br />
ternak sapi bagi kebutuhan anggotanya. Yang jelas, selama ini pasar susu<br />
pasteurisasi dalam kantung siap saji masih sangat terbatas. Akibatnya,<br />
pasar susu segar hasil produksi anggota koperasi ini masih sangat<br />
bergantung kepada IPS, yaitu PT Sari Husada, di Yogyakarta.<br />
MENDEKATI DOMISILI ANGGOTA<br />
<strong>Koperasi</strong> Susu “Warga Mulya” punya sejarah cukup panjang. Yang<br />
termasuk paling khas mengiringi perkembangan koperasi ini adalah:<br />
seringnya tempat domisili koperasi berpindah dan nomor badan hukum<br />
yang juga berubah.<br />
Irsyad Muchtar<br />
Pasteurisasi sebagai terobosan<br />
usaha yang menjanjikan.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
344<br />
Secara kronologis, koperasi ini berdiri pada 26 September 1978. Saat<br />
itu didukung oleh 126 anggota sebagai peternak sapi perah. Setahun<br />
kemudian, status badan hukum koperasi diperoleh pada tanggal 30 Januari<br />
1979 dengan nomor: 1.128/BH/XI/1979 dengan wilayah kerja meliputi<br />
se-Provinsi DI Yogyakarta, kala itu masih berkantor di Komplek Dinas<br />
Peternakan Kotamadya Yogyakarta.<br />
Sejalan perkembangan jumlah anggota koperasi, sekaligus kegiatan<br />
usaha atau kebutuhan anggota bagi kegiatan produksi susu sapi, pada<br />
tahun 1989 koperasi susu ini memindahkan kegiatannya ke alamat baru
Tabel 1. Perkembangan Anggota<br />
Uraian 1996-1999 2000-2002 2003 2004 2005<br />
1. Anggota 681 671 670 677 471<br />
2. Calon Anggota 41 30 27 19 17<br />
di Dusun Kembang, Maguwoharjo, Depok Kabupaten Sleman.<br />
Kemudian pada tahun 1991 badan hukum koperasi diubah dengan<br />
No: 1.128a/BH/XI/1991. Begitu pula sebagai dampak dari terus berkembangnya<br />
koperasi dan untuk mendekatkan dengan lokasi/domisili anggota<br />
agar pelayanan lebih optimal, maka pada 1 April 1999 koperasi susu<br />
“Warga Mulya” menempati gedung baru di Dusun Bunder, Purwobinangun,<br />
Pakem, Kabupaten Sleman. Pada saat itu nomor badan<br />
hukumnya juga berubah lagi menjadi No:27/BH/KWK.12/V/1998.<br />
Praktis selama 10 tahun, koperasi ini telah pindah alamat tiga kali<br />
dan tiga kali berubah badan hukum. Sementara itu sampai tahun 1998,<br />
anggota koperasi bertambah menjadi 681 orang dan 41 orang calon<br />
anggota. Mengenai perkembangan anggota koperasi, secara rinci dari tahun<br />
ke tahun dapat dilihat pada tabel I.<br />
Menurut dokumen yang ada di koperasi, pendiri atau sebagai promotor<br />
yang menandatangani anggaran dasar pada tahun 1978 koperasi<br />
susu ini ada lima orang, masing-masing drh H Soekarno, Abdul Ghani,<br />
RS H Hardjoni, Dwidjo Pradipto dan Margono HW. Mendampingi para<br />
pendiri ini, terdapat pengurus yang saat itu sebanyak sembilan orang.<br />
Susunan lengkapnya sebagai berikut: drh H. Soekarno (ketua I),<br />
Ir Sumardjo (ketua II), S. Harjono (ketua III), Rustamiyarso (sekretaris<br />
I), Ign. Harto, B.Sc (sekretaris II), Dalidjan SD (sekretaris III),<br />
Margono HW (bendahara I), Saliman (bendahara II), dan Pardjiman<br />
(bendahara III).<br />
<strong>Koperasi</strong> Susu Warga Mulya sangat menyadari strategisnya posisi<br />
sumber daya manusia (SDM). Itu sebabnya, mengingat pentingnya<br />
kualitas faktor SDM ini, baik pengelola (pengurus dan karyawan)<br />
maupun anggota seringkali menyelenggarakan berbagai kegiatan<br />
pelatihan bagi anggota dan pengelola. Tak terkecuali, aktivitas penyuluhan<br />
bagi anggota dan calon anggota juga sering dilakukan. Bukan<br />
hanya terbatas di lingkungan koperasi. Bahkan kegiatan di luar koperasi<br />
termasuk di luar kabupaten dan provinsi juga biasa digelar. Untuk kegiatan<br />
ini koperasi sering bekerjasama dengan dinas peternakan, perindustrian<br />
dan koperasi.<br />
Kegiatan yang bersifat dinamis hasil interaksi antara pengurus, pengelola<br />
dan karyawan koperasi ternyata sangat bermanfaat. Mengapa<br />
demikian? Sebab, aktivitas tersebut juga mempengaruhi pemahaman dan<br />
kesadaran para anggota dalam berkoperasi. Tegasnya, para anggota koperasi<br />
semakin mengerti bahwa selain sebagai pemilik koperasi (owners),<br />
mereka juga sebagai pengguna koperasi (users).<br />
345<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Produk olahan susu sapi<br />
yang siap dipasarkan.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
346<br />
Irsyad Muchtar<br />
PROSPEK PASTEURISASI<br />
Kekuatan utama usaha koperasi ini, adalah menampung, mengolah,<br />
serta memasarkan susu sapi produksi anggotanya. Termasuk di dalamnya<br />
menyediakan kebutuhan anggota bagi menunjang produksi<br />
susu. Kondisi tersebut dapat tergambar dari kinerja usaha koperasi<br />
dari waktu ke waktu, yang menunjukkan perkembangan cukup signifikan.<br />
Kondisi tersebut dapat dilihat pada perkembangan volume usaha<br />
unit susu, pakan dan pasteurisasi yang dari waktu ke waktu yang terus<br />
meningkat (lihat tabel 2).<br />
Mengapa unit usaha pasteurisasi sangat prospektif? Karena sejalan<br />
dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terutama di<br />
perkotaan. Mereka mengetahui benar, meminum susu sapi segar adalah<br />
upaya sangat baik bagi peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat.<br />
Namun demikian, walaupun sudah memproduksi cukup banyak atau<br />
sekitar ribuan kantung susu pasteurisasi per hari, ternyata masih ada<br />
kendala. Yaitu, pihak koperasi<br />
belum memiliki izin resmi dari<br />
Dinas Kesehatan. Alasan Dinas<br />
Kesehatan setempat, proses<br />
pengolahan susu tersebut dianggap<br />
masih kurang memiliki<br />
peralatan standar seperti yang<br />
telah ditetapkan oleh instansi<br />
terkait atau Departemen Kesehatan.<br />
Mengacu pada keragaan<br />
tabel 2, perlu dikemukakan<br />
sejak 2003 koperasi mendirikan<br />
unit usaha simpan pinjam<br />
(USP). Kinerjanya cukup<br />
baik. Artinya, walaupun volume<br />
usahanya masih seratusan<br />
juta per tahun, tetapi sisa<br />
hasil usahanya tergolong<br />
paling besar. Maksudnya, USP<br />
dapat berperan sebagai unit usaha pendukung yang paling prospektif.<br />
Sebagai gambaran, SHU koperasi pada tahun 2003-2005 sebagian besar<br />
diantaranya (lebih dari 50 persen) disumbang oleh USP. Sedangkan usaha<br />
yang belum memberikan kontribusi terhadap SHU adalah pengadaan<br />
pedet.<br />
Selain itu, ada kenyataan bahwa akhir-akhir ini jumlah anggota yang<br />
aktif berkurang. Hal ini disebabkan kepemilikan jumlah sapi yang kurang<br />
efisien untuk setiap anggota. Penyebab lainnya, rata-rata umur sapi yang<br />
semakin tua sehingga produktivitasnya menurun.<br />
Namun demikian secara keseluruhan, volume usaha unit susu pada
Tabel 2. Perkembangan Usaha (dalam juta)<br />
Uraian 1996-1999 2000-2002 2003 2004 2005<br />
1. Jumlah Usaha 5 Unit 6 Unit 6 Unit 7 Unit 7 Unit<br />
2. Modal Sendiri 389 463 467 586 649<br />
3. Modal Luar 750 1.450 2.450 3.310 4.710<br />
4. Volume Usaha<br />
a. Susu 1.100 2.200 4.010 5.060 5.300<br />
b. Pakan 1.050 1.120 2.100 2.730 3.010<br />
c. Kredit Sapi 87 92 75 79 61<br />
d. Pedet 195 210 188 263 187<br />
e. Pasteurisasi - - 113 116 185<br />
f. Waserda 89 105 121 109 133<br />
g. USP - - 103 127 139<br />
5. SHU 50 58 85 112 124<br />
masing-masing kelompok masih terus meningkat. Hal ini tak lain karena<br />
harga susu yang meningkat cukup baik di pasaran. Di sisi lain, adanya<br />
sebagian anggota yang memiliki sapi tergolong cukup banyak. Sekadar<br />
gambaran, tingkat kepemilikan sapi terendah di koperasi ini adalah 2<br />
ekor per anggota. Sedangkan kepemilikan tertinggi adalah 23 ekor per<br />
anggota.<br />
Sementara itu terkait gambaran kinerja keuangan <strong>Koperasi</strong> Susu Warga<br />
Mulya, secara sekilas dapat dicermati pada tabel 3. Dapat tergambarkan,<br />
dalam dua tahun terakhir kondisi keuangan<br />
koperasi memperlihatkan kecenderungan yang<br />
lebih baik. Maksudnya, dari perbandingan total<br />
jumlah total aktiva-passiva pada 2005<br />
meningkat dibanding tahun sebelumnya.<br />
Sedangkan kekayaan bersih yang mampu<br />
mendukung seluruh kegiatan koperasi juga<br />
meningkat.<br />
TRANSPARANSI<br />
Jika mencermati lebih jeli, koperasi yang<br />
beroperasi di sekitar kaki Gunung Merapi ini<br />
sebenarnya mempunyai sejumlah keunggulan.<br />
Pertama, anggota sangat tergantung pada<br />
koperasi. Terutama sisi pemasaran susu produk<br />
Tabel 3.<br />
Aktiva dan Passiva Tahun 2004 dan 2005<br />
sapi ke IPS. Kedua, interaksi antara anggota dengan pengelola dan<br />
pengurus terjadi cukup intensif. Baik ketika menyetor susu setiap hari<br />
maupun adanya pertemuan penyuluhan dan diskusi sekurang-kurangnya<br />
4 kali dalam satu bulan.<br />
Ketiga, adanya sikap keterbukaan pengurus dan pengelola koperasi.<br />
Keempat di sisi pengkaderan, pengurus yang akan menggantikan pengurus<br />
lama telah mengalami proses pengkaderan dengan waktu yang cukup<br />
Uraian 2004 2005<br />
Aktiva<br />
1. Aktiva lancar 4.170,09 3.989,69<br />
2. Investasi Jk Panjang 28,24 28,30<br />
3. Aktiva Tetap 1.021,91 1.281,72<br />
4. Aktiva lain-lain 39,07 89,23<br />
5. Aktiva Titipan 1.515,79 1.545,13<br />
6. Kewajiban Titipan 3.399,88 3.533,81<br />
Passiva<br />
1. Kewajiban Lancar 1.352,17 1.132,96<br />
2. Kewajiban Jangka Panjang 1.461,19 1.751,66<br />
3. Kekayaan Bersih 586,52 649,19<br />
Total Aktiva-Passiva 3.399,88 3.533,81<br />
347<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Irsyad Muchtar<br />
Meninjau ketersediaan<br />
pakan ternak.<br />
panjang. Kelima, koperasi menyediakan berbagai keperluan anggota. Baik<br />
terkait dengan produksi susu maupun kebutuhan lain, termasuk melayani<br />
jasa keuangan anggota melalui unit USP.<br />
Meskipun begitu, koperasi juga memiliki kelemahan yang perlu<br />
disiasati bersama. Misalnya pasar output produk susu bersifat monopsoni.<br />
Konkritnya, apabila ada masalah di PT Sari Husada selaku pembeli,<br />
maka koperasi mengalami kesulitan memasarkan susu produksi anggota<br />
yang sifatnya harian. Fakta lain menunjukkan, anggota peternak belum<br />
menjadikan profesi peternak sebagai mata pencaharian utama alias masih<br />
melakukannya secara sambilan. Mudah diduga hasilnya menjadi tidak<br />
maksimal.<br />
Solusinya, berbagai langkah pendekatan atau lobi bisnis perlu ditempuh<br />
atau bekerjasama dengan kalangan IPS. Sedangkan ke kalangan<br />
anggota juga perlu diupayakan pelatihan atau pendidikan untuk menyadarkan<br />
sikap profesional dan martabat sebagai peternak. ***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
348
JAWA TIMUR<br />
Koppontren Utsmani Putukrejo<br />
Gondanglegi, Malang<br />
Dokumentasi<br />
MERESPON<br />
PERUBAHAN LINGKUNGAN<br />
349<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
350<br />
BERJUANG UNTUK PETANI TEBU<br />
K<br />
alau seandainya Belanda masih bercokol maka perkebunan tebu<br />
nasibnya tidak seperti sekarang ini. Tidak hanya pemilik modal saja<br />
yang menikmati manisnya tebu tapi juga petani tebu pribumi juga<br />
sekarang merasakan manisnya tebu. Petani tebu di Putukrejo Gondanglegi<br />
ketagihan menanam tebu karena telah merasakan manisnya tebu setelah<br />
bergabung dalam Koppontren Usmani.<br />
Koppontren Utsmani berada di Kecamatan Gondanglegi Kabupaten<br />
Malang bagian dari 33 kecamatan di wilayah Kabupaten Malang dengan<br />
jumlah penduduk 70,637 jiwa yang terdiri dari 34,215 laki-laki, 36,422<br />
perempuan. Potensi tanaman tebu di Kabupaten Malang tersebar di<br />
beberapa kecamatan seluas sekitar 25.000 hektare. Produksinya di<br />
Gondanglegi mencapai 255.603 ton/tahun, Jabung 97.229 ton per tahun,<br />
Bululawang mencapai 128.990 ton/tahun, Ngajum 63.830 ton/tahun, serta<br />
di Kecamatan Bantur 72.645 ton setiap tahun. Mayoritas petani tebu<br />
dengan tanah yang tidak terlalu banyak, menyebabkan petani tidak dapat<br />
memproduksi tebu dengan maksimal dan akhirnya terlibat dalam lingkar<br />
kemiskinan.<br />
Sejarah mencatat perkebunan tebu merupakan usaha kolonial untuk<br />
memenuhi pasar dunia. Sejak zaman pendudukan Jepang pasar dalam<br />
negeri makin berkembang sedangkan pasar luar negeri semakin kecil.<br />
Dalam hal komoditi tebu di Jawa, tanaman tebu rakyat mulai berperanan<br />
besar menyumbang pada produksi gula merah (gula mangkok) baik untuk<br />
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 1975 pemerintah<br />
yang mulai pusing mengelola industri gula di Jawa membuat putusan<br />
mengagetkan dengan Inpres No. 9/1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi<br />
(TRI) yang melarang pabrik-pabrik gula (pemerintah maupun swasta)<br />
menyewa lahan milik petani. Semua tanah sawah dan tanah kering harus<br />
ditanami tebu rakyat karena tanaman rakyat dianggap lebih unggul khususnya<br />
secara ekonomis dibanding tanaman perkebunan besar/pabrik, dan<br />
yang paling penting pemerintah ingin menghilangkan konflik-konflik yang<br />
selalu terjadi antara pabrik-pabrik gula dan rakyat pemilik tanah. Kebijaksanaan<br />
TRI ini gagal total karena mengabaikan kenyataan pemilikan<br />
tanah rakyat yang sudah sangat sempit, yang mempunyai pilihan (alternatif)<br />
untuk ditanami padi. Tebu sebagai bahan baku untuk gula harganya ditetapkan<br />
pemerintah, sedangkan untuk padi tidak, maka di mana pun petani<br />
memilih menanam padi. Akibatnya tujuan untuk menaikkan produksi dan<br />
produktivitas tebu tidak tercapai (produksi gula merosot), dan Inpres TRI<br />
ini dicabut pada tahun 1998 setelah sangat terlambat, dan membuat kerusakan<br />
besar pada industri gula di Jawa.<br />
Dalam kondisi semacam itu mulai muncul keinginan agar petani tebu<br />
dapat berproduksi dengan standar baik dengan perlakuan memadai. Bahan<br />
pupuk dan pestisida sangat diperlukan petani tebu agar panen tebu sesuai<br />
keinginan pabrik gula dan harganya memadai. Pesantren yang selama ini<br />
selalu berhubungan dengan masyarakat sekeliling terutama petani tebu<br />
berinisiatif mendirikan koperasi agar menjadi jembatan yang baik untuk
petani dan pabrik tebu PG Krebet. Konflik kepentingan petani tebu dan<br />
pabrik tebu dapat dikurangi dengan pemecahan pabrik tebu mencarikan<br />
kredit ke bank untuk jaminan produksi bagi petani tebu. Dengan status<br />
Badan Hukum No.09/BH/KDK.13.13/X/1998 maka koperasi Usmani<br />
dapat menjembatani kepentingan petani tebu.<br />
Petani tebu yang selama ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan<br />
kredit akhirnya mendapat kredit melalui koperasi. <strong>Koperasi</strong> bernegosiasi<br />
dengan pabrik gula untuk mengkoordinasi petani tebu untuk mendapatkan<br />
fasilitas kredit, pupuk dan pestisida. Petani tebu mendapatkan kemudahan<br />
yang sebelumnya sulit diperoleh karena jumlah tanah yang dimiliki juga<br />
semakin sempit. Peran kiai memudahkan dalam proses perjanjian dengan<br />
pihak pabrik gula. Kepercayaan lembaga pesantren mengakibatkan petani<br />
tebu mengorganisasikan dalam kopontren agar mudah dalam mencapai<br />
kepentingan bersama yaitu kredit lunak untuk produksi tebu. Kepercayaan<br />
petani tebu dan pihak pabrik gula memudahkan kerjasama saling menguntungkan<br />
dalam bidang ekonomi dengan menggunakan ketokohan kiai sebagai<br />
pemuka agama. Akhirnya Koppontren Utsmani yang beralamat di<br />
Kantor Jalan Sunan Ampel<br />
02 B Putukrejo Gondanglegi<br />
Malang menjadi<br />
tempat para petani<br />
tebu bergerak menanam<br />
tebu dengan lebih baik.<br />
KEPENTINGAN ANGGOTA<br />
Kekuatan Koppontren Utsmani adalah memfokuskan usaha pada<br />
kepentingan anggota yang kebanyakan petani tebu. Jenis usaha kopontren<br />
sesuai dengan lapangan pekerjaan anggota yaitu petani tebu. <strong>Koperasi</strong><br />
juga mengandalkan hubungan<br />
baik antara petani, kiai dan pabrik<br />
gula dengan melakukan administrasi<br />
yang tertib. Koppontren<br />
tidak tergesa-gesa untuk memperluas<br />
jenis usaha dan memfokuskan<br />
pada pendapatan yang<br />
tetap. Koppontren mendapat fee<br />
dari tiap kilogram tebu dan pupuk<br />
sehingga operasional koperasi<br />
dapat berjalan baik dengan SHU<br />
yang relatif besar bagi anggota<br />
koperasi. Jenis usaha yang belum<br />
beranjak dari tebu sebagai komoditi<br />
memang tidak besar tapi<br />
merupakan awal koperasi untuk<br />
memperluas usaha dengan bukti<br />
Tabel 1. Struktur Permodalan Kopontren Utsmani<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
Modal Luar 527,000,000 563,444,000 679,900,000 790,910,000 810,690,000<br />
Modal Sendiri 28,600,000 32,405,000 35,890,000 37,890,000 49,000,000<br />
Grafik 1. Perbandingan Modal<br />
900.000.000<br />
800.000.000<br />
700.000.000<br />
600.000.000<br />
500.000.000<br />
400.000.000<br />
300.000.000<br />
200.000.000<br />
100.000.000<br />
0<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
Modal Luar<br />
semakin banyaknya anggota koperasi mulai dari 70 orang pada tahun<br />
2001 menjadi 120 orang pada tahun 2005.<br />
351<br />
Modal Sendiri<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Grafik 2. Perkembangan Simpanan Pokok<br />
12.000.000<br />
10.000.000<br />
8.000.000<br />
6.000.000<br />
4.000.000<br />
2.000.000<br />
0<br />
2001 2002 2003 2004 2005<br />
Tabel 2. Analisis Rasio Koppontren Utsmani<br />
Uraian 2001 2002 2003 2004 2005<br />
RENTABILITAS 5,07 4,92 0,04 0,39 0,04<br />
LIKUIDITAS 276 222 254 235 235<br />
SOLVABILITAS 251 224 133 129 129<br />
PENGELOLAAN DANA<br />
Koppontren Utsmani adalah komposisi modal yang terlalu banyak<br />
modal luar dibanding modal dalam. Modal luar kopontren Usmani tahun<br />
2005 adalah sebanyak Rp 810,7 juta sedangkan modal dalam adalah Rp<br />
49 juta. Koppontren mendapat kepercayaan untuk mengelola dana luar<br />
yang berupa kredit untuk pendukung penanaman tebu para anggota seperti<br />
terlihat pada Tabel 1.<br />
Simpanan pokok anggota meningkat seiring dengan pertambahan<br />
anggota koperasi seperti terlihat di Grafik 1 dan 2. Peningkatan<br />
keanggotaan seiring dengan kepercayaan anggota koperasi untuk<br />
bergabung di koperasi.<br />
Terlihat pada Tabel 2 tingkat keuntungan koppontren Ustmani menurun.<br />
Kemampuan koperasi membayar hutang dan membayar kewajiban<br />
jangka pendek menurun tapi tidak terlalu besar.<br />
Kebangkitan koperasi pesantren sebagai wadah petani tebu untuk<br />
memperbaiki kehidupan dengan mendapat fasilitas kredit sesuai dengan<br />
prinsip kebersamaan. Petani tebu merasa nyaman menyatukan aspirasi<br />
ekonomi melalui koperasi untuk mendapat dana bagi kelangsungan tebu<br />
yang menjadi andalan kehidupan. ***<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
352
SUMATERA BARAT<br />
Dokumentasi<br />
KUD VII Koto Talago I,<br />
Lima Puluh Kota<br />
JALAN PANJANG<br />
MEMBELA ANGGOTA<br />
353<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Budaya arisan telah lama dikenal di nusantara ini. Bahkan dari kegiatan<br />
masyarakat tersebut banyak yang meningkat menjadi kelompok<br />
usaha yang permanen. Semisal dengan membentuk sebuah koperasi.<br />
Tidak sedikit koperasi berkembang berawal dari sebuah kegiatan bernama<br />
arisan. Demikian cikal bakal KUD Koto Talago yang berdomisili di desa<br />
Tanjung Jati kecamatan Guguk, Kabupaten Lima Puluh Kota (sekitar 17<br />
km sebelah utara Kota Payahkumbuh).<br />
Awalnya kegiatan arisan seminggu sekali beranggotakan 18 orang<br />
yang berprofesi sebagai pedagang kecil dan petani, bersepakat menjadikan<br />
kelompok arisannya berubah menjadi <strong>Koperasi</strong> Simpan Pinjam<br />
(KSP). Tepatnya keinginan itu terwujud pada 15 September 1953 dengan<br />
nama KSP Sejahtera. Modal dihimpun untuk kegiatan koperasi disepakati<br />
simpanan pokok sebesar Rp 25 dan simpanan wajib Rp 250 per minggu.<br />
Yang melatar belakangi kelahiran KSP Sejahtera ini lantaran di desa<br />
Tanjung Jati dan sekitarnya, bila orang ingin membutuhkan permodalan<br />
untuk meningkatkan usahanya sangat sulit. Akhirnya para pedagang kecil<br />
hanya dapat menggantungkan pada rentenir yang mematok bunga tinggi.<br />
Biasanya praktek yang digunakan si rente ini bila calon nasabahnya<br />
memiliki jaminan yang menghasilkan, misalnya pohon kelapa, kolam<br />
sawah dan lainnya yang biasanya disebut Pagang Gadai.<br />
Tidak sedikit para petani dan pedagang kecil yang terjerat oleh<br />
para rentenir. Dengan menyerahkan agunan berupa tanaman/pohon tua<br />
yang menghasilkan kepadanya tanpa mendapatkan bagian sedikitpun.<br />
Berangkat dari tekad untuk melepaskan diri terhadap praktik sistem ijon<br />
dan rentenir yang sangat menjerat, mereka kemudian bersatu padu<br />
membangun koperasi simpan pinjam.<br />
Situasi pergolakan PRRI tahun 1958 yang sampai di desa Tanjung<br />
Jati menyebabkan koperasi ini tidak dapat melakukan kegiatannya sampai<br />
pada pertengahan 1960. Baru, setelah kondisinya aman pada 16 September<br />
1960 koperasi mengadakan rapat anggota. Tujuannya, ingin mengaktifkan<br />
kembali kegiatan sekaligus menunjuk pengurus lama tetap sebagai<br />
pengurus.<br />
Pada 1962 koperasi ini memperoleh Badan Hukum Nomor 7116 dan<br />
berubah nama menjadi <strong>Koperasi</strong> Sejahtera Tanjung Jati. Pada 1969 demi<br />
alasan penyesuaian dengan kondisi saat itu dan kepentingan anggota nama<br />
koperasi berubah lagi menjadi <strong>Koperasi</strong> Serba Usaha (KSU) Sejahtera<br />
Tanjung Jati. Selang kurang lebih 18 tahun namanya kembali menyublim<br />
dan berganti menjadi KUD VII Koto Talago II Tanjung Jati.<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
354<br />
PERJUANGAN 45 TAHUN<br />
Adanya komitmen tinggi dan visi yang sama antara pengurus, pengawas<br />
dan anggota bahwa pembentukan koperasi merupakan satu-satunya<br />
jalan keluar untuk mengatasi permasalahan yang ada cukup nyata. Terbukti<br />
koperasi telah berhasil mengentaskan anggotanya terbebas dari jeratan<br />
rentenir dan ijon. Perjalanan panjang koperasi yang lebih dari setengah<br />
abad ini pantas mendapatkan apresiasi.
Dokumentasi<br />
Warung sembako milik<br />
KUD VII Koto Talago.<br />
<strong>Koperasi</strong> yang telah melampaui tiga zaman ini tetap eksis menjalankan<br />
usahanya. Ada enam unit usaha yang menjadi pilar ekonomi anggota dan<br />
masyarakat sekitarnya. Yakni, USP, unit jasa wartel dan kolektor listrik,<br />
waserda, RMU, jasa penggilingan jagung dan Unit Trading (Pengadaan<br />
Jagung, Pangan)<br />
Atas kerja keras semua komponen koperasi, terutama komitmen<br />
pengurus yang kuat membawa misi kesejahteraan, akhirnya pada 1989<br />
KUD VII Koto Talago Tanjung Jati dinobatkan sebagai KUD Mandiri<br />
oleh Menteri <strong>Koperasi</strong>. Prestasi itu dapat dipertahankan sehingga pada<br />
1991 kembali memperoleh penghargaan KUD Mandiri Terbaik Tingkat<br />
Nasional.<br />
Kegiatan USP selalu yang favorit sejak tahun 1953. Pengurus telah<br />
berusaha meningkatkan kemampuan dalam melayani anggota. Atas<br />
komitmen yang tinggi tersebut, permodalan koperasi makin mudah<br />
diakses oleh anggota yang sebagian besar berprofesi petani dan pedagang.<br />
Pada 2003 Kementerian <strong>Koperasi</strong> dan UKM memberikan bantuan<br />
dana bergulir program khusus untuk KUD yang bergerak di sektor agribisnis<br />
sebesar Rp 1 miliar. Perkembangan modal pada tahun buku 2005 mengalami<br />
peningkatan dibanding tahun sebelumnya (lihat tabel I).<br />
Tabel 1. Perkembangan Simpanan Anggota<br />
No. URAIAN 2005 2004<br />
1. Simpanan Wajib 198.157.822 169.876.3114<br />
2 Simpanan Sukarela 848.504.524 727.437.100<br />
Jumlah Modal Sendiri 1.046.662.346 897.313.414<br />
3 Pemberian pinjaman 2.705.735.000 2.528.850.00<br />
4 Jasa pinjaman 94.440.940 51.690.778<br />
5 Jasa Bank 2.190.523 163.600<br />
355<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah
Unit RMU masih menjadi<br />
andalan KUD VII Koto Talago.<br />
Dokumentasi<br />
Pengelolaan manajemen KUD VII Koto Talago II diserahkan tim<br />
pengurus dengan masa jabatan tiga tahun terdiri dari lima orang, (Ketua,<br />
Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan Bendahara). Untuk<br />
memperlancar jalannya operasional usaha, koperasi mempekerjakan 16<br />
orang karyawan. Kegiatan usaha ini selalu dipantau secara periodik oleh<br />
badan pengawas yang beranggotakan tiga orang.<br />
Selain mempunyai komitmen tinggi, pengurus juga selalu berusaha<br />
melaksanakan amanah dengan mengeluarkan segala kemampuannya. Ada<br />
beberapa strategi di antaranya dengan memegang teguh asas selektivitas.<br />
Dengan prinsip ini SDM yang dimiliki koperasi lumayan baik.<br />
Jumlah keanggotaan KUD VII Koto Talago dari tahun ke tahun<br />
menunjukkan peningkatan, walaupun prinsip selektivitas dalam penerimaan<br />
anggota baru makin diperketat. Perkembangan keanggotaan yang tidak<br />
membatasi hanya satu desa tetapi berasal dari desa lain membawa dampak<br />
positif. Jumlah anggota pada tahun 2003 adalah 1.264 orang. Terjadi<br />
peningkatan 5,6% pada tahun 2004 menjadi 1.335 orang dan di tahun 2005<br />
berjumlah 1.390 orang dengan bertambahnya anggota 4%.<br />
Untuk merangsang kreativitas anggota, pengurus kerap memberikan<br />
insentif dalam bentuk kesejahteraan. Di antaranya pemberlakuan bunga<br />
tidak terlalu tinggi atau standar dengan bank konvesional. Saat momenmomen<br />
penting seperti hari Idul Fitri, koperasi juga memberikan THR,<br />
dana sosial berupa santunan duka cita dan bea siswa.<br />
KINERJA<br />
Guna mengetahui sejauh mana kinerja koperasi dan prestasi yang<br />
telah dicapai oleh KUD, dapat dilihat pada tabel 2.<br />
Tabel 2.<br />
Kekayaan<br />
Bersih<br />
No Uraian 2003 2004 2005<br />
1. Simpanan Pokok 1.264.000 13.015.100 13.607.900<br />
2. Simpanan Wajib 142.290.917 169.876.314 198.157.822<br />
3. Simpanan Konsumsi 64.727.716 79.924.394 95.241.756<br />
4. SImpanan Wajib Usaha 5.413.433 6.076.229 30.216.480<br />
5. Cadangan 226.079.143 226.079.143 264.438.973<br />
6. Donasi 22.695.000 22.145.000 22.145.000<br />
7. SHU Tahun Berjalan 6.630.571 16.618.108 22.836.233<br />
Jumlah 468.100.780 533.734.288 646.644.164<br />
<strong>Koperasi</strong> di Tengah<br />
Lingkungan yang Berubah<br />
356<br />
Mengacu pada keragaan tabel di atas, menunjukkan adanya perkembangan<br />
pada tiga tahun terakhir. Jumlah simpanan wajib dan simpanan<br />
wajib usaha menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Hal<br />
tersebut sebagai indikator tingkat partisipasi aktif anggota yang cukup baik.<br />
Demikian pula pada penyisihan SHU, yang pada tahun buku 2005<br />
mengalami peningkatan hampir empat kali lipat dibanding tahun buku<br />
sebelumnya.***