Nov-Des-2013
Nov-Des-2013
Nov-Des-2013
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Edisi <strong>Nov</strong>ember-<strong>Des</strong>ember <strong>2013</strong> M • Safar 1434 H • 41<br />
Umar terkejut dan sedih<br />
dengan penetapan itu karena<br />
ia bukanlah tipe orang yang<br />
berambisi menjadi pemimpin,<br />
apalagi mengejarnya. Baginya,<br />
tahta adalah musibah, bukan<br />
kenikmatan.Namun, akhirnya, ia<br />
tak bisa menolaknya lagi setelah<br />
itu.. “Demi Allah, ini betul-betul<br />
bukan atas permintaanku, baik<br />
secara rahasia maupun terangterangan,”<br />
tegas Umar yang lahir<br />
pada tahun 61 H di kampung<br />
Halawan, Mesir.<br />
Setelah dilantik jadi khalifah,<br />
dalam pidatonya dia menyatakan,<br />
tugas dia bukanlah seorang penguasa<br />
yang mewajibkan, tapi hanya<br />
sebagai pelaksana. “Taatlah kalian<br />
kepadaku selama aku taat kepada<br />
Allah. Jika aku durhaka kepada<br />
Allah, maka kalian tidak harus<br />
taat kepadaku,” katanya. Maka, ia<br />
tidak menyalahkan, seandainya<br />
ada orang yang melarikan diri dari<br />
pemimpin yang zalim.<br />
Ya, selama kepemimpinannya,<br />
tidak ada seorang pun rakyatnya<br />
yang melarikan diri. Sebab, Umar<br />
bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin<br />
yang menyayangi rakyatnya,<br />
bukan yang menzalimi rakyatnya.<br />
Orang-orang fakir dia santuni.<br />
Para bujangan ia nikahkan. Baitul<br />
Mal pun dia penuhi sehingga<br />
isinya melimpah. Maka, pada<br />
masanya, tak ada orang fakir yang<br />
mau menerima sedekah.<br />
Umar sangat menghormati<br />
para tamu (musafir). Untuk itu, ia<br />
menyurati gubernurnya di Shugdi<br />
(Sulaiman bin Abi as-Sari) agar<br />
membangun pondok-pondok<br />
untuk menjamu kaum muslimin<br />
yang datang. “Jika salah seorang<br />
di antara mereka lewat, maka<br />
jamulah ia sehari semalam atau<br />
lebih. Rawatlah kendaraannya..<br />
Jika dia punya kesulitan, bantulah<br />
agar dia keluar dari kesulitannya.<br />
Umar yang wafat<br />
pada tahun 101 H<br />
bisa berlaku adil,<br />
sedehana, dan taat<br />
beribadah karena ia<br />
merasa selalu diawasi<br />
oleh Allah Swt.<br />
Karakter ini, diwarisi<br />
dari nenek dan<br />
kakeknya yang shaleh/<br />
shalehah.<br />
Bila tersesat di jalan, bantulah<br />
hingga ia bisa kembali ke tempat<br />
asalnya,” begitu isi surat Umar<br />
bin Abdul Aziz. Perintah ini<br />
dilaksanakan oleh gubernurnya.<br />
Umar juga sangat meresfon<br />
positif pengaduan penduduknya<br />
yang merasa terzalimi oleh<br />
gubernurya terdahulu, seperti<br />
yang dialami negeri Samarkand<br />
yang pada masa Gubernur<br />
Qutaibah bin Muslim al-Bahili<br />
(sebelum Sulaiman bin Abi as-<br />
Sari) dirampas tanpa ada pilihan<br />
perang atau membayar jizyah.<br />
Menanggapi pengaduan<br />
itu, melalui surat, Umar me merin<br />
tahkan gubernurnya untuk<br />
menyelesaikan perkara ini dengan<br />
terlebih dahulu menunjuk seorang<br />
qadhi (hakim). “Jika menurut<br />
hakim, kebenaran ada di pihak<br />
penggugat, maka perintahkan<br />
kepada seluruh pasukan kaum<br />
muslimin beserta kaum muslimin<br />
meninggalkan kota itu, kembali<br />
ke negeri semula. Lalu,<br />
pulihkan situasi kota itu seperti<br />
sebelum dimasuki oleh Gubernur<br />
Qutaibah,” demikian isi surat itu..<br />
Perkara itu dimenangkan<br />
peng gugat. Tapi, ternyata<br />
para pembesar Samarkand<br />
tak mau dipisahkan dengan<br />
kaum muslimin. “Kalian telah<br />
berdampingan dengan kaum<br />
mus li min. Bergaullah dengan<br />
mereka dan berbahagialah kalian<br />
tinggal bersama kaum muslimin,”<br />
kata pembesar Samarkand. Dia<br />
mengatakan itu karena khalifah<br />
yang sekarang, Umar bin Abdul<br />
Aziz adalah khalifah yang adil.<br />
Umar bin Abdul Aziz bisa<br />
membuat rakyatnya merasakan<br />
hidup adil dan sejahtera karena<br />
ia tidak mementingkan dirinya<br />
sendiri, misalnya, dengan hidup<br />
bermewah-mewahan memanfa<br />
at kan kedudukannya sebagai<br />
khalifah. Setelah jadi khalifah,<br />
ia justru lebih sederhana. Dia<br />
me ninggalkan semua harta<br />
kesenangannya.<br />
Sebagai khalifah sebenarnya<br />
Umar bin Abdul Aziz berhak<br />
men dapatkan kendaraan<br />
"dinas" su permewah berupa beberapa<br />
ekor kuda tunggangan,<br />
lengkap dengan kusirnya. Tapi,<br />
ia menolaknya. Ia jual semua<br />
kendaraan itu, termasuk semua<br />
tenda, permadani dan alas kaki<br />
yang biasanya diberikan untuk<br />
khalifah yang baru. Lalu, uang<br />
hasil penjualannya itu ia serahkan<br />
ke Baitul Mal.<br />
Menjadi istri khalifah tentu<br />
akan bergelimang dengan harta<br />
dan perhiasan, seperti emas<br />
berlian. Tapi, jadi istri Khalifah<br />
Umar bin Abdul Aziz malah harus<br />
melepaskan semua perhiasan itu<br />
untuk Baitul Mal. Fatimah, istri<br />
Umar bin Abdul Aziz, sangat ridha<br />
melepas semua itu. “Demi Allah,<br />
aku tidak memilih pendamping<br />
yang lebih mulia daripadamu, ya<br />
Amirul Mukminin. Inilah emas<br />
permata dan seluruh perhiasanku,”<br />
jawabnya ketika diminta Umar bin<br />
Abdul Aziz untuk memilih antara<br />
emas berlian atau suaminya.<br />
SIROH