10.07.2015 Views

strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi - UNDP

strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi - UNDP

strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi - UNDP

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

STRATEGI NASIONALPENCEGAHAN DANPEMBERANTASAN KORUPSIJangka Panjang Tahun 2012-2025<strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014Pemerintah Republik Indonesia2012


STRATEGI NASIONALPENCEGAHAN DANPEMBERANTASAN KORUPSIJangka Panjang Tahun 2012-2025<strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014Pemerintah Republik Indonesia2012


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 55 TAHUN 2012TENTANGSTRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSIJANGKA PANJANG TAHUN 2012-2025 DAN JANGKA MENENGAH TAHUN2012-2014DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAMenimbang :a. bahwa dalam rangka mempercepat upaya <strong>pencegahan</strong><strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> <strong>dan</strong> sejalan dengankomitmen Pemerintah yang telah meratifikasiKonvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti KorupsiTahun 2003, dipan<strong>dan</strong>g perlu menyusun StrategiNasional Pencegahan <strong>dan</strong> Pemberantasan KorupsiJangka Panjang Tahun 2012-2025 <strong>dan</strong> JangkaMenengah Tahun 2012-2014;b. bahwa Strategi Nasional Pencegahan <strong>dan</strong>Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun2012-2025 <strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014dimaksudkan sebagai acuan langkah-langkah <strong>strategi</strong>sKementerian/Lembaga <strong>dan</strong> Pemerintah Daerahuntuk memastikan terwujudnya penyelenggaraanpemerintahan yang bersih <strong>dan</strong> bebas dari praktik<strong>korupsi</strong>;c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a <strong>dan</strong> huruf b, perlu menetapkanPeraturan Presiden tentang Strategi NasionalPencegahan <strong>dan</strong> Pemberantasan Korupsi JangkaPanjang Tahun 2012-2025 <strong>dan</strong> Jangka MenengahTahun 2012-2014;Mengingat ...


Mengingat :1. Pasal 4 ayat (1) Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;2. Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Nomor 7 Tahun 2006 tentangPengesahan United Nations Convention AgainstCorruption, 2003 (Konvensi PerserikatanBangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor32, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4620);MEMUTUSKAN:Menetapkan :PERATURAN PRESIDEN TENTANGSTRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DANPEMBERANTASAN KORUPSI JANGKAPANJANG TAHUN 2012-2025 DAN JANGKAMENENGAH TAHUN 2012-2014.Pasal 1Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksuddengan:1. Strategi Nasional Pencegahan <strong>dan</strong> PemberantasanKorupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025<strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yangselanjutnya disebut Stranas PPK adalah dokumenyang memuat visi, misi, sasaran, <strong>strategi</strong>, <strong>dan</strong>fokus kegiatan prioritas <strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong><strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> jangka panjang tahun2012-2025 <strong>dan</strong> jangka menengah tahun 2012-2014, serta peranti anti <strong>korupsi</strong>.2. Aksi PPK adalah kegiatan atau program yang


Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong> Belanja Negara, AnggaranPendapatan <strong>dan</strong> Belanja Daerah, <strong>dan</strong> sumber lainsesuai dengan ketentuan peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan.Pasal 12Ketentuan mengenai tata cara koordinasi,pemantauan, evaluasi, <strong>dan</strong> pelaporan dalam PeraturanPresiden ini, diatur lebih lanjut oleh Kementerian/Ba<strong>dan</strong> yang membi<strong>dan</strong>gi urusan perencanaanpembangunan <strong>nasional</strong>.Pasal 13Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggaldiun<strong>dan</strong>gkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengun<strong>dan</strong>ganPeraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2012PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiun<strong>dan</strong>gkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2012MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttd.AMIR SYAMSUDINLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 122Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT KABINET RIDeputi Bi<strong>dan</strong>g Politik, Hukum, <strong>dan</strong> Keamanan,ttd.Bistok Simbolon


Lampiran Perpres No. 55 Tahun 2012TentangSTRATEGI NASIONALPENCEGAHAN DANPEMBERANTASAN KORUPSIJangka Panjang Tahun 2012-2025<strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014


1.1. Sekilas Stranas PPKBAB IPENDAHULUANPemberantasan <strong>korupsi</strong> telah menjadi salah satu fokusutama Pemerintah Indonesia pasca reformasi. Berbagaiupaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupunmemberantas tindak pi<strong>dan</strong>a <strong>korupsi</strong> (tipikor) secaraserentak oleh pemegang kekuasaan eksekutif (melaluiPemerintah Pusat <strong>dan</strong> pemerintah daerah), legislatif, sertayudikatif.Upaya-upaya itu mulai membuahkan hasil: itikad<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> terdorong ke seluruh Indonesia. Halitu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya keuangan/aset negara yang terselamatkan pada setiap tahunnya dalam<strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> penuntasan kasus <strong>korupsi</strong>. Sejumlahinstitusi pelaksana <strong>dan</strong> pendukung <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong>pun terbentuk, antara lain Komisi PemberantasanKorupsi (KPK), Pusat Pelaporan <strong>dan</strong> Analisis TransaksiKeuangan (PPATK), serta Lembaga Perlindungan Saksi<strong>dan</strong> Korban (LPSK).Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi<strong>dan</strong> arahan untuk <strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>(PPK), misalnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 5Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.Melalui Inpres ini, Presiden mengamanatkan berbagailangkah <strong>strategi</strong>s, diantaranya berupa Rencana Aksi1


Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009. Dokumen yang dimaklumatkan sebagai acuanbagi para pihak di pemerintahan Pusat <strong>dan</strong> Daerah dalammemberantas <strong>korupsi</strong> ini menekankan pada upaya-upaya<strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> penindakan, selain juga sebagai pedomanbagi pelaksanaan monitoring (pemantauan) <strong>dan</strong> evaluasi.Di tingkat kebijakan pemerintah, berlangsungdinamika menarik. Pada satu sisi, terjadi pembentukan <strong>dan</strong>konsolidasi kelembagaan; sementara di sisi lain, masyarakatmakin sadar <strong>dan</strong> kritis akan pentingnya <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong>. Hal ini bukan saja telah diakomodasi dalam RANPemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009, sejumlah daerahbahkan sudah mengembangkan Rencana Aksi DaerahPemberantasan Korupsi secara swakarsa. Pantaslah kiranyajika ada daerah yang memelopori inovasi kebijakan yangterbukti mampu mencegah praktik <strong>korupsi</strong> di birokrasipemerintahan.Pemberantasan <strong>korupsi</strong> di Indonesia telah menarikperhatian dunia inter<strong>nasional</strong>. Indonesia, melalui Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g (UU) No. 7 Tahun 2006, telah meratifikasiUnited Nations Convention against Corruption (KonvensiPerserikatan Bangsa-Bangsa Anti <strong>korupsi</strong>, UNCAC)2003. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi salah satunegara pertama yang dikaji oleh Negara Peserta lainnyadi dalam skema UNCAC. Upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>di Indonesia diperbandingkan dengan klausul-klausul didalam UNCAC melalui kajian analisis kesenjangan (gap2


analysis study). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa,sejumlah penyesuaian perlu segera dilakukan untukmemenuhi klausul-klausul di dalam UNCAC, terkhususbi<strong>dan</strong>g kriminalisasi <strong>dan</strong> peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan.Tak kurang, Transparency International (TI) punsetiap tahunnya menjajak pendapat masyarakat Indonesiamengenai eksistensi <strong>korupsi</strong>, terutama menyangkutkegiatan komersial, dengan mengukur Indeks PersepsiKorupsi (IPK) Indonesia. IPK Indonesia saat ini, kendatimengalami peningkatan terbesar di Association ofSoutheast Asian Nations (ASEAN) hingga tahun 2011,masih terbilang rendah: 3,0 dari nilai maksimal 10. Padatahun 2014, ditargetkan sejumlah peningkatan yangterukur, antara lain pemerintah menargetkan 5,0 untukIPK, serta penyelesaian 100 persen rekomendasi hasilreview pelaksanaan Bab III <strong>dan</strong> Bab IV UNCAC sebagaialat ukur keberhasilan <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>nya. Bahkandalam jangka panjang akan disusun suatu Sistem IntegritasNasional untuk melengkapi ukuran keberhasilannya.Demi menjawab target 2014 itu, maka pada bulan Mei2011, Presiden memaklumatkan Inpres No. 9 Tahun 2011tentang Rencana Aksi Pencegahan <strong>dan</strong> PemberantasanKorupsi Tahun 2011 diteruskan dengan Inpres No. 17Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan <strong>dan</strong> PemberantasanKorupsi Tahun 2012, yaitu pada bulan Desember 2011.Melaluinya, Presiden menginstruksikan pelaksanaanberbagai rencana aksi yang terinci dengan fokus utama3


<strong>pencegahan</strong> <strong>korupsi</strong> pada lembaga penegak hukum.Aksinya berupa peningkatan akuntabilitas, keterbukaaninformasi, kapasitas <strong>dan</strong> pembinaan sumber daya manusia,serta koordinasi antar lembaga. Inpres No. 9 Tahun 2011<strong>dan</strong> Inpres No. 17 Tahun 2011 diharapkan menjadi bagianpertama <strong>dan</strong> kedua dari rangkaian Rencana Aksi NasionalPencegahan <strong>dan</strong> Pemberantasan Korupsi (RAN-PPK) yangakan diselenggarakan tahunan.Pelaksanaan berbagai dokumen <strong>nasional</strong><strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> ini tentu menuai tantangan. Salahsatunya, pelaksanaannya oleh Kementerian/Lembaga(K/L) maupun Daerah terasa berjalan sendiri-sendiri,belum sinergis, sehingga capaiannya belum maksimaldalam mendorong <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>. Oleh karenaitulah, hadirnya Strategi Nasional Pencegahan <strong>dan</strong>Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025<strong>dan</strong> Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas PPK)yang komprehensif menjadi urgen, terutama sebagai acuanatau kompas bagi segenap pemangku kepentingan dalambergerak ke arah yang sama.Stranas PPK diharapkan dapat melanjutkan,mengonsolidasi, <strong>dan</strong> menyempurnakan apapun upaya<strong>dan</strong> kebijakan <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> agar berdampaksignifikan bagi peningkatan kesejahteraan, keberlangsunganpembangunan, serta terkonsolidasikannya demokrasi.Stranas PPK juga penting untuk mengarahkan langkahlangkah<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> agar ditempuh secara4


lebih bertahap-berkesinambungan, baik dalam jangkapendek (tahunan), menengah (hingga tahun 2014), maupunpanjang (hingga tahun 2025). Dalam hubungannyadengan dokumen <strong>nasional</strong> yang telah ada, Stranas PPKakan ditempatkan sebagai acuan oleh para pihak dalammenyusun RAN-PPK pada setiap tahunnya. Institusi terkait(K/L <strong>dan</strong> Pemda) dapat merujuk pula pada Stranas PPKini <strong>dan</strong> memakai peranti yang telah disediakan di dalamStranas PPK untuk melaksanakan upaya-upayanya dalam<strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.Penyusunan Stranas PPK ditempuh melalui konsultasipublik <strong>dan</strong> diskusi kelompok terfokus. Di dalamnyadilibatkan secara aktif pelbagai pemangku kepentingan,dari elemen pemerintah hingga masyarakat ma<strong>dan</strong>i. Disamping untuk menguatkan rasa memiliki (ownership)pada program termaksud, upaya semacam ini penting untukmemungkinkan terselenggaranya aksi PPK menuju arahyang telah disepakati bersama dengan hasil semaksimalmungkin.1.2. Visi <strong>dan</strong> MisiVisi Stranas PPK terjejak dalam dua jangka waktu:a. Visi Jangka Panjang (2012-2025): “Terwujudnya kehidupanbangsa yang bersih dari <strong>korupsi</strong> dengan didukung nilai budayayang berintegritas.b. “Visi Jangka Menengah (2012-2014): “Terwujudnya tatakepemerintahan yang bersih dari <strong>korupsi</strong> dengan didukungkapasitas <strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> penindakan serta nilai budaya yang5


erintegritas”Visi jangka panjang <strong>dan</strong> menengah itu akan diwujudkan disegenap tiga pilar PPK, yakni di pemerintahan dalam arti luas,masyarakat ma<strong>dan</strong>i, <strong>dan</strong> dunia usaha. Dalam rangka mewujudkanVisi, dirumuskan serangkaian Misi Stranas PPK berikut:a. Membangun <strong>dan</strong> memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas<strong>pencegahan</strong>, <strong>dan</strong> penindakan <strong>korupsi</strong> yang terpadu secara<strong>nasional</strong>.b. Melakukan reformasi peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan <strong>nasional</strong>yang mendukung <strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> penindakan <strong>korupsi</strong> secarakonsisten, terkonsolidasi, <strong>dan</strong> tersistematis.c. Membangun <strong>dan</strong> mengonsolidasikan sistem <strong>dan</strong> mekanismepenyelamatan aset hasil <strong>korupsi</strong> melalui kerja sama <strong>nasional</strong> <strong>dan</strong>inter<strong>nasional</strong> secara efektif.d. Membangun <strong>dan</strong> menginternalisasi budaya anti <strong>korupsi</strong> padatata kepemerintahan <strong>dan</strong> masyarakat.e. Mengembangkan <strong>dan</strong> mempublikasikan sistem pelaporankinerja implementasi Stranas PPK secara terintegrasi.1.3. SasaranSasaran utama Stranas PPK adalah menurunkan tingkat<strong>korupsi</strong> serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera<strong>dan</strong> bebas <strong>korupsi</strong>. Indikator keberhasilan yang digunakan adalah:a. peningkatan Indeks Persepsi Korupsi;b. peningkatan kesesuaian antara pengaturan anti <strong>korupsi</strong> diIndonesia dengan klausul UNCAC secara utuh, termasukdidalamnya penyelesaian rekomendasi hasil review pelaksanaanBab III <strong>dan</strong> IV; <strong>dan</strong>c. peningkatan indeks Sistem Integritas Nasional, yang6


merupakan suatu sistem yang se<strong>dan</strong>g dibangun sebagai upaya<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> di Indonesia secara holistik denganmengkolaborasikan semua pilar (legislatif, eksekutif, yudikatif,partai politik, lembaga pengawas, media, masyarakat sipil, <strong>dan</strong>sektor swasta);Sementara itu, masing-masing <strong>strategi</strong>, indikatorkeberhasilannya adalah sebagai berikut:a. peningkatan Indeks Pencegahan Korupsi, yang angkanyadiperoleh dari sub indikator Control of Corruption Index <strong>dan</strong>peringkat Ease of Doing Business;b. peningkatan Indeks Penegakan Hukum Tipikor, yang angkanyadiperoleh dari penghitungan persentase penyelesaian di setiaptahap proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai daritahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaianeksekusi putusan pengadilan Tipikor;c. persentase penyelesaian rekomendasi hasil review UNCACterkait peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan (hasil pelaksanaanreview Bab III <strong>dan</strong> IV);d. persentase penyelamatan aset hasil Tipikor <strong>dan</strong> persentasetingkat keberhasilan (success rate) kerja sama inter<strong>nasional</strong>,yang dilihat dari persentase keberhasilan pelaksanaan mutuallegal assistance in criminal matters (MLA) <strong>dan</strong> Ekstradisiterkait Tipikor, baik yang dimintakan kepada negara lainmaupun yang diterima dari negara lain,e. Peningkatan Indeks Perilaku Anti Korupsi; sertaf. Indeks Kepuasan Pemangku Kepentingan terhadap LaporanPPK.7


BAB IISTRATEGIVisi <strong>dan</strong> Misi Stranas PPK harus bisa diturunkan kedalam level implementasi. Untuk itulah dibutuhkan <strong>strategi</strong>.Kini, 6 (enam) <strong>strategi</strong> <strong>nasional</strong> telah dirumuskan, yakni: (1)melaksanakan upaya-upaya <strong>pencegahan</strong>; (2) melaksanakanlangkah-langkah <strong>strategi</strong>s di bi<strong>dan</strong>g penegakan hukum;(3) melaksanakan upaya-upaya harmonisasi penyusunanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan di bi<strong>dan</strong>g <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong> <strong>dan</strong> sektor terkait lain; (4) melaksanakan kerjasama inter<strong>nasional</strong> <strong>dan</strong> penyelamatan aset hasil tipiko; (5)meningkatkan upaya pendidikan <strong>dan</strong> budaya anti <strong>korupsi</strong>;(6) meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanismepelaporan pelaksanaan upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.Keenam <strong>strategi</strong> tersebut selaras dengan upayapencapaian indikator hasil utama (Key Result Indicator)Stranas PPK, yaitu: (1) Indeks Persepsi Korupsi;(2) Kesesuaian regulasi Indonesia dengan ketentuanUNCAC;<strong>dan</strong> (3) Indeks Sistem Integritas Nasional.Perbaikan pada setiap <strong>strategi</strong> diyakini akan berpengaruhterhadap membaiknya indikator hasil utama stranas PPKtersebut.2.1. Strategi 1: PencegahanPermasalahanBerbagai pendekatan <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> yang9


telah dijalankan Pemerintah Indonesia, seperti diketahui,lebih cenderung ke arah represif. Hal ini juga yangmerupakan paradigma yang berkembang di masyarakat,bahwa pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yangefektif untuk menimbulkan efek jera.Dalam kenyataannya, praktik tipikor masih terjadisecara masif <strong>dan</strong> sistematis di banyak lini; di lembagaeksekutif, legislatif, yudikatif, Ba<strong>dan</strong> Usaha Milik Negara,lembaga jasa keuangan <strong>dan</strong> perbankan, serta di sendisendilainnya dalam kehidupan masyarakat kita. Upaya<strong>pencegahan</strong>, dengan demikian, diharapkan menjadi langkahyang tepat <strong>dan</strong> membawa dampak perbaikan dimasa yangakan datang mengingat besarnya peluang kesinambunganyang dimilikinya.Masyarakat Indonesia kini sudah semakin menyadarihak <strong>dan</strong> kewajibannya sebagai warga negara. Aspekkemudahan <strong>dan</strong> kecepatan dalam layanan administratifmenjadi tuntutan di tengah masyarakat yang kian dinamisini. Kendati Pemerintah Pusat <strong>dan</strong> Pemerintah Daerahsudah banyak melakukan perbaikan atau pembenahan padapelayanan publik, tapi pada praktiknya, masyarakat masihbelum merasakan manfaatnya secara optimal. Belumtuntasnya reformasi birokrasi secara menyeluruh, terutamadalam hal rightsizing, business process, <strong>dan</strong> sumber dayamanusia, kerap dituding sebagai masalah utamanya. Selainitu, keterbukaan informasi juga telah merupakan hakmasyarakat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah. Hal ini10


ahkan telah dijamin oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentangKeterbukaan Informasi Publik yang sampai saat ini masihperlu dilaksanakan secara menyeluruh <strong>dan</strong> berkualitas.Akses yang mudah <strong>dan</strong> efektif bagi masyarakat terhadapinformasi menjadi penting. Salah satu informasi yangpaling penting untuk dibuka adalah mengenai perencanaan<strong>dan</strong> realisasi anggaran, di mana saat ini amat minim prosesyang dapat diikuti oleh masyarakat untuk mengawalbersihnya perencanaan <strong>dan</strong> realisasi anggaran instansipemerintahan.Beberapa masalah lain yang juga telah ditemukenaliadalah: belum memadainya mekanisme pemberianreward and punishment bagi pelayanan publik, minimnyaintegritas, sistem karir <strong>dan</strong> penggajian yang belumsepenuhnya berbasis kinerja, serta belum tersusunnyamanajemen kinerja <strong>dan</strong> standar pelayanan minimal.Masalah tersebut tidak dapat ditolerir sebagai dasarpembenar, namun merupakan realita dalam pemberianlayanan publik yang masih bisa dicegah, dibenahi, <strong>dan</strong>dicarikan jalan keluarnya.Pencegahan memengaruhi persepsi publik terhadaptipikor. Hal ini dimungkinkan karena bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g<strong>pencegahan</strong> berkaitan erat dengan pelayanan publik yanglangsung bersentuhan dengan masyarakat <strong>dan</strong> pelakuusaha.Dalam skala inter<strong>nasional</strong>, pengukuran terhadap11


persepsi publik dilakukan oleh berbagai institusi, salahsatunya TI melalui survei Indeks Persepsi Korupsi yangmenilai persepsi masyarakat terhadap keberadaan <strong>korupsi</strong>berdasarkan gabungan beberapa survei dari berbagailembaga. Survei ini masih menempatkan Indonesia diposisi yang masih rendah kendati ada kecenderunganpeningkatan angka. Pada tahun 2011, IPK Indonesia adapada peringkat ke-100 dari 183 negara dengan skor 3,0(naik sekitar 0,2 dibandingkan IPK tahun 2010 atau 1,0sejak tahun 2004).Hal lain ditunjukkan oleh indeks global corruptionbarometer (GCB) tahun 2010. Menurut GCB 2010,sebagian responden menyatakan pernah melakukanpembayaran suap. Angkanya mencapai 18 persen. Semakintinggi indeks di suatu institusi, maka institusi tersebut kiandipersepsikan terkorup. Indeks GCB memberikan skortertinggi dengan nilai indeks 3,6 untuk lembaga legislatif,disusul lembaga kepolisian <strong>dan</strong> partai politik denganindeks 3,5. Yudikatif mendapat indeks 3,3, disusul pejabateksekutif dengan indeks 3,2.Selain itu, penyuapan <strong>dan</strong> tindak <strong>korupsi</strong> lainnyaterkait dengan perijinan <strong>dan</strong> pelaksanaan kegiatanusaha merupakan salah satu hambatan besar dalamberkembangnya investasi <strong>dan</strong> kegiatan bisnis di Indonesia.Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang masih membukakemungkinan tumpang tindihnya perijinan serta kepastianhukum yang ka<strong>dan</strong>g dipertanyakan juga menjadi masalah12


lain yang umum terkait usaha di Indonesia. Di dunia bisnisinter<strong>nasional</strong>, dikenal peringkat Ease of Doing Business(EoDB) atau peringkat kemudahan berusaha di negaranegaratertentu yang dikeluarkan oleh World Bank. Salahsatu indikatornya adalah nilai Starting Business yangmenyangkut penilaian memulai usaha. Pada saat ini,Indonesia berada pada peringkat ke-129 dalam peringkatEoDB, <strong>dan</strong> berada pada peringkat ke-155 untuk StartingBusiness dari 183 negara.Berbagai upaya <strong>pencegahan</strong> sebenarnya telahdilakukan, antara lain dengan meningkatkan mutulayanan perizinan, seperti yang dicontohkan beberapadaerah melalui pembentukan one stop service (layanansatu atap). Namun, dalam implementasinya, persepsimasyarakat masih mencerminkan a<strong>dan</strong>ya kelemahan,terutama menyangkut regulasi perizinan di daerah yangmeninggalkan sekian celah bagi <strong>korupsi</strong>.Demikian pula dengan peningkatan pelayananperpajakan, masih terdapat kendala dengan belum tuntas<strong>dan</strong> terintegrasinya program single identification number(nomor identifikasi tunggal). Selain masalah perpajakan,penuntasan <strong>dan</strong> pengintegrasian program ini dipercayaakan menyelesaikan banyak pekerjaan rumah terkait<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>. Hal lain yang memiliki banyakpekerjaan rumah adalah terkait dengan proses pengadaanbarang <strong>dan</strong> jasa yang kerap dinilai menjadi ranah basah bagiterjadinya praktik <strong>korupsi</strong>. Berbagai upaya terobosan harus13


dilakukan untuk meminimalisasi ruang-ruang terjadinya<strong>korupsi</strong> pada bi<strong>dan</strong>g-bi<strong>dan</strong>g tersebut.Survei Integritas yang dilakukan oleh KPK pada tahun2011 menyebutkan, skor rata-rata Integritas Sektor PublikIndonesia mencapai 6,31. Skor tersebut relatif rendahapabila dibandingkan dengan negara lain, meskipun bagiIndonesia merupakan peningkatan, yaitu dihitung dari basispenghitungan pada tahun 2007 dengan skor sebesar 5,53.Dari survei tersebut dapat ditarik benang merah, kurangmaksimalnya mutu birokrasi <strong>dan</strong> penegakan hukum yangdisertai dengan lemahnya mekanisme pemberian izin <strong>dan</strong>pengawasan atas penerimaan negara dari pajak, merupakanakar masalah <strong>korupsi</strong>. Celakanya, reformasi manajemenkeuangan negara, terutama dalam hal perencanaan <strong>dan</strong>penganggaran pembangunan, belum juga kunjung tuntas.Semua ini merupakan permasalahan sistemik yang harusdapat dicegah melalui kerja keras penyempurnaan sistem<strong>dan</strong> kelembagaan.Berbagai permasalahan di atas mengisyaratkan bahwa,agar upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> bisa optimal dalamkonteks <strong>strategi</strong> <strong>pencegahan</strong>, pelibatan sektor swasta <strong>dan</strong>masyarakat wajib dilaksanakan oleh aparat pemerintahsebagai penyedia pelayanan umum. Artinya, ketiga pilar<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> (pemerintah, masyarakat <strong>dan</strong>swasta) harus secara sadar membangun komitmen bersamabagi <strong>pencegahan</strong> <strong>korupsi</strong>.14


TujuanMempersempit peluang terjadinya tipikor pada tatakepemerintahan <strong>dan</strong> masyarakat menyangkut pelayananpublik maupun penanganan perkara yang bersih dari<strong>korupsi</strong>.Tantangana. Belum tuntasnya reformasi birokrasi yang menyeluruh.Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: belum memadainyamekanisme pemberian reward and punishment bagipelayanan publik, minimnya integritas, sistem karir <strong>dan</strong>penggajian yang belum sepenuhnya berbasis kinerja,serta belum tersusunnya manajemen kinerja <strong>dan</strong> standarpelayanan minimal.b. Masih minimnya ba<strong>dan</strong> publik yang menerapkanketerbukaan informasi menyangkut administrasi <strong>dan</strong>pelayanan publik, termasuk penanganan perkara, kendatiUU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan InformasiPublik <strong>dan</strong> UU No. 25 Tahun 2009 tentang PelayananPublik telah diberlakukan.c. Layanan terkait pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa pemerintaholeh ba<strong>dan</strong> publik masih belum sepenuhnya menerapkanPeraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang PengadaanBarang/Jasa Pemerintah, termasuk belum diterapkannyae-procurement secara menyeluruh.d. Terbatasnya pelibatan masyarakat dalam pengawasanpengelolaan keuangan negara di tingkat pusat maupuntingkat daerah, termasuk sulitnya memperoleh akses15


informasi terkait pelaksanaan Anggaran Pendapatan <strong>dan</strong>Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan<strong>dan</strong> Belanja Daerah (APBD).e. Rendahnya penanganan pengaduan masyarakat <strong>dan</strong>pelaporan (whistleblowing) yang ditindaklanjutiakibat belum optimalnya mekanisme <strong>dan</strong> infrastrukturpengaduan publik.f. Proses perizinan yang masih tertutup dengan banyakhuman interaction yang dapat membuka ruang <strong>korupsi</strong>.Indikator KeberhasilanTerwujudnya layanan publik <strong>dan</strong> penanganan tipikoryang transparan, akuntabel, <strong>dan</strong> bersih dari <strong>korupsi</strong> untukmempersempit peluang terjadinya tipikor sesuai tujuan dari<strong>strategi</strong> ini, keberhasilannya diukur dari Indeks PencegahanKorupsi.Indeks ini dihitung berdasarkan dua sub indikatoryakni Control of Corruption (CoC) Index serta peringkatEase of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkanoleh World Bank. CoC Index pada dasarnya mengukurefektifitas kebijakan <strong>dan</strong> kerangka instansional suatunegara dalam mencegah <strong>korupsi</strong>. Sementara, peringkatEoDB adalah mengukur tingkat kemudahan untuk memulai<strong>dan</strong> menjalankan usaha, yang erat kaitannya denganproses pemberian perizinan. Pemilihan kedua indikatortersebut sebagai ukuran keberhasilan <strong>strategi</strong> <strong>pencegahan</strong>didasarkan pada pertimbangan permasalahan <strong>dan</strong> tantanganyang dihadapi dalam PPK serta sebagai upaya mendorong16


percepatan peningkatan angka Indeks Persepsi Korupsi.Penggabungan kedua sub indikator ini menjadi IndeksPencegahan Korupsi dilakukan melalui konversi denganukuran angka indeks 1 (terburuk) sampai dengan angkaindeks 10 (terbaik). Tata cara konversi CoC <strong>dan</strong> konversiEoDB disajikan secara lebih rinci sebagaimana tercantumdi dalam bagian akhir dokumen ini. Semakin tinggi angkaIndeks Pencegahan Korupsi yang dicapai, maka diyakiniupaya <strong>pencegahan</strong> <strong>korupsi</strong> berjalan semakin membaik.2.2. Strategi 2: Penegakan HukumPermasalahanBerbagai upaya yang sudah dilakukan PemerintahIndonesia tidak serta-merta menyebabkan penurunan angka<strong>korupsi</strong> serta semakin bersihnya tata kepemerintahan <strong>dan</strong>tata kemasyarakatan dari tindak <strong>korupsi</strong>, kolusi, nepotisme.Dalam kurun lima tahun terakhir, tidak sedikit kasus <strong>korupsi</strong>yang menyangkut penyelenggara negara diproses hinggake tingkat peradilan. Kementerian Dalam Negeri mencatat,sejak tahun 2004-2011, Presiden telah menandatanganiijin pemeriksaan tipikor setidaknya terhadap 168 (seratusenam puluh delapan) Gubernur <strong>dan</strong> Bupati/Walikota yangtersangkut perkara tipikor.Masih banyak kasus <strong>korupsi</strong> yang belum tertuntaskanmeski telah menyedot perhatian khalayak luas. Pentinguntuk dicatat, penegakan hukum yang tidak konsisten17


dengan hukum positif yang berlaku berpengaruh padamelemahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadaphukum beserta aparaturnya. Persepsi masyarakat yangburuk mengenai proses penegakan hukum, pada akhirnya,menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yangtidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaiankonflik.Muncul kecenderungan untuk menyelesaikan konflikdengan caranya sendiri-sendiri. Pada akhirnya ada pihakpihaklain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakanhukum untuk kepentingannya sendiri, yang berdampakkepada kerugian di pihak lainnya.Absennya kepercayaan (trust) di antara masyarakatyang melahirkan ketidakpuasan terhadap lembaga hukumbeserta aparaturnya itu lambat-laun menguat. Hal ini,ke depannya, dapat menjadi hambatan tersendiri tatkaladilakukan upaya-upaya perbaikan dalam rangka penguatanpenegakan hukum di Indonesia.Perlu dilakukan upaya percepatan penyelesaiankasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat. Upayapenegakan hukum juga tidak terlepas dari perbaikanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang tumpang tindih.Penegakan hukum perlu didukung oleh kerangka regulasiyang memadai demi menjamin proses penegakanhukum bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat, tidaklarinya tersangka koruptor, hingga terselamatkannya16 18


aset negara yang di<strong>korupsi</strong>nya. Pengawasan terhadaplembaga, aparatur, maupun unsur-unsur profesi yangterkait penegakan hukum, juga perlu diperkuat denganpartisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat, baikselaku pelapor maupun saksi, masih belum didukungoleh keterjaminan mereka atas perlindungan hukum yangsepatutnya diterima. Mekanisme pengaduan hukum yangbelum terbangun dengan baik di masyarakat, begitu pulatransparansi penyelesaian kasus-kasus <strong>korupsi</strong> yang belummemuaskan khalayak luas. Faktor-faktor inilah yang kianmemperburuk kondisi yang ada.Melihat kondisi seperti itu, langkah-langkah perbaikandengan <strong>strategi</strong> yang mampu menjawab permasalahansangat dibutuhkan agar optimalisasi penegakan hukumdapat dilakukan. Oleh karena itu, di samping upaya<strong>pencegahan</strong> <strong>korupsi</strong>, sudah selayaknya jika penegakanhukum ditempatkan sebagai pilar kedua Stranas PPK.TujuanPenuntasan kasus tipikor secara konsisten <strong>dan</strong> sesuaihukum positif yang berlaku demi memulihkan kepercayaanmasyarakat terhadap penegakan hukum yang berkeadilan<strong>dan</strong> transparan.Tantangana. Tipikor semakin marak. Tidak sedikit penyelenggaranegara yang tersangkut <strong>dan</strong> diproses hingga ke tingkatperadilan.b. Absennya tingkat kepercayaan (trust) di tengah19


masyarakat melahirkan ketidakpuasan terhadap lembagahukum beserta aparaturnya.c. Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan masih banyak yangtumpang-tindih, padahal penegakan hukum perludukungan kerangka regulasi yang memadai.d. Pengawasan terhadap lembaga, aparatur, maupun unsurunsurprofesi terkait penegakan hukum, masih lemah.e. Partisipasi masyarakat, baik selaku pelapor maupunsaksi, masih belum didukung oleh keterjaminan merekaatas perlindungan hukum yang sepatutnya diterima.Ditambah lagi, mekanisme pengaduan masyarakat jugabelum memadai.Indikator KeberhasilanBerdasarkan permasalahan <strong>dan</strong> tantangan tersebut diatas, maka perlu dilakukan suatu upaya menyeluruh <strong>dan</strong>sistematis untuk mengembalikan kepercayaan masyarakatterkait penegakan hukum yang adil <strong>dan</strong> transparan. Prosespenegakan hukum ini, dimulai dari proses pengaduan,penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga eksekusituntutan. Untuk mengukur keberhasilan <strong>strategi</strong> ini, makadiukur melalui capaian Indeks Penegakan Hukum Tipikor,yang mencakup 5 (lima) sub indikator sebagai berikut:a. Persentase penyelesaian pengaduan tipikor, yangdihitung berdasarkan jumlah pengaduan tipikor yangditingkatkan ke tahap penyelidikan dibandingkan dengantotal pengaduan yang diterima oleh aparat penegakhukum.b. Persentase penyelesaian penyelidikan tipikor, yang16 20


dihitung berdasarkan jumlah penyelidikan tipikor yangditingkatkan ke tahap penyidikan dibandingkan dengantotal penyelidikan kasus Tipikor.c. Persentase penyelesaian penyidikan, yang dihitungberdasarkan jumlah penyidikan tipikor yang ditingkatkanmenjadi tuntutan dibandingkan dengan total penyidikantipikor;d. Conviction Rate, yang dihitung berdasarkan jumlahpemi<strong>dan</strong>aan kasus tipikor dibandingkan denganpelimpahan berkas kasus tipikor ke Pengadilan;e. Persentase penyelesaian eksekusi putusan, yang dihitungberdasarkan jumlah putusan yang dieksekusi (ba<strong>dan</strong>)dibandingkan dengan total putusan kasus tipikor yangberkekuatan hukum tetap.Untuk memperoleh angka Indeks Penegakan HukumTipikor, kelima sub indikator tersebut digabungkan denganpembobotan yang berbeda antara satu sub indikator dengansub indikator lainnya. Pembedaan bobot dimaksud denganmempertimbangkan penggunaan sumber daya <strong>dan</strong> waktuserta signifikansinya terhadap upaya penegakan hukum.Adapun sumber data dari sub indikator diperoleh darilembaga penegak hukum. Semakin tinggi angka indeksPenegakan Hukum Tipikor ini, maka diyakini upayapenegakan hukum tipikor mengalami perbaikan, <strong>dan</strong>kepercayaan masyarakat mengalami peningkatan. Secaralengkap bobot <strong>dan</strong> formulasi penghitungan sub indikatordapat dilihat sebagaimana tercantum di dalam bagian akhirdokumen ini.21


meratifikasi UNCAC 2003 melalui UU No.7 Tahun 2006.Itikad ini mengandung arti, ketentuan-ketentuan dalamUNCAC harus dapat diterapkan <strong>dan</strong> mengikat sebagaiketentuan hukum di Indonesia. Beberapa ketentuan didalamnya merupakan hal baru di Indonesia, sehinggaperlu diatur atau diakomodasi lebih lanjut dalam peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan terkait <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.Hal ini diperlukan agar kriminalisasi perbuatan tindakpi<strong>dan</strong>a tertentu kelak menjadi dasar hukum yang memadaidalam rangka penegakan hukum. Hal-hal baru tersebutmisalnya tentang penyuapan pejabat publik asing <strong>dan</strong>pejabat organisasi inter<strong>nasional</strong> publik, memperdagangkanpengaruh, memperkaya secara tidak sah, atau <strong>korupsi</strong> disektor swasta.Selain itu, negara-negara peserta UNCAC akan salingme-review <strong>dan</strong> merekomendasikan langkah-langkahperbaikan. Saat ini, review terhadap Indonesia telahdilakukan atas Bab III <strong>dan</strong> IV UNCAC. Hasil reviewtersebut dapat menjadi acuan perbaikan untuk kesesuaianperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan anti <strong>korupsi</strong> denganUNCAC.Langkah-langkah akomodatif dalam penyusunanmaupun revisi peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan Indonesiadalam rangka harmonisasi semacam ini perlu dilakukanagar PPK dapat terlaksana di atas landasan hukum yangmemadai. Melalui <strong>strategi</strong> ini, fondasi yang kuat bagi<strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> yang berkesinambunganatas tipikor dapat terwujud.23


Tujuana. Menyusun <strong>dan</strong> merevisi peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan anti<strong>korupsi</strong> di bi<strong>dan</strong>g tipikor maupun di bi<strong>dan</strong>g <strong>strategi</strong>s lainyang berpotensi membuka peluang <strong>korupsi</strong>, agar terciptatatanan regulasi yang harmonis <strong>dan</strong> memadai bagi PPK.b. Tercapainya kesesuaian antara ketentuan-ketentuandi dalam UNCAC dengan hukum yang berlaku diIndonesia.Tantangana. Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan pada sektor-sektorlain yang membuka peluang <strong>korupsi</strong> masih belumteridentifikasi secara komprehensif.b. Ketentuan-ketentuan UNCAC banyak yang masih belumterakomodasi dalam peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>ganIndonesia.c. Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan terkait penegakanhukum <strong>dan</strong> penanganan perkara dalam sistem peradilanharus diperbaiki <strong>dan</strong> disempurnakan.Indikator KeberhasilanIndikator Keberhasilan <strong>strategi</strong> ini terletak padaperbaikan kondisi inkonsistensi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gandi Indonesia agar dapat memberi dasar hukumyang memadai bagi PPK. Tingkat keberhasilan <strong>strategi</strong> inidiukur berdasarkan persentase kesesuaian antara peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan anti <strong>korupsi</strong> Indonesia dengan aturanUNCAC, termasuk di dalamnya persentase penyelesaianrekomendasi-rekomendasinya. Semakin mendekati 100%16 24


(seratus persen), maka peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan diIndonesia semakin sesuai dengan common practise yangada di berbagai negara.2.4. Strategi 4: Kerja Sama Inter<strong>nasional</strong><strong>dan</strong> Penyelamatan Aset HasilTipikorPermasalahanPenanganan tipikor seringkali memerlukan kerja samainter<strong>nasional</strong>. Telah terdapat berbagai contoh kasus dimana penanganan tipikor bergantung kepada hal-hal yangberada di luar batas negara, misalnya ketika tersangka,bukti atau aset hasil tipikor berada di luar negeri. Dalamhal demikian, kerja sama inter<strong>nasional</strong> yang melibatkanotoritas antarnegara diperlukan demi penanganan tipikoryang juga sejalan dengan ketentuan UNCAC. Kerja samainter<strong>nasional</strong> dapat dilaksanakan melalui bantuan timbalbalik dalam masalah pi<strong>dan</strong>a (mutual legal assistancein criminal matters atau MLA) dalam hal pencarianorang, barang bukti, <strong>dan</strong> pengembalian asset. Dalam halpengembalian pelaku tipikor ke dalam jurisdiksi Indonesiadilakukan melalui ektradisi.Sampai saat ini, Indonesia masih menemui banyakkendala dalam melaksanakan kerja sama inter<strong>nasional</strong> untukpenanganan tipikor, meskipun telah memiliki berbagaiperjanjian MLA <strong>dan</strong> ekstradisi. Tingkat Keberhasilan25


(success rate) pengembalian orang, pengambilan barangbukti, <strong>dan</strong> repatriasi aset dari luar negeri masih tergolongrendah. Beberapa permasalahan terkait dengan hal tersebutantara lain:a. Kesesuaian pelaksanaan proses hukum di dalam negeridengan permohonan bantuan kerja sama yang dimintakankepada negara lain yang melibatkan sistem hukum asingseringkali tidak saling sejalan.b. Koordinasi antar lembaga penegak hukum, OtoritasPusat (Central Authority), <strong>dan</strong> lembaga terkait lainnyamasih perlu ditingkatkan, dengan a<strong>dan</strong>ya mekanismeyang jelas <strong>dan</strong> ditepati untuk mendukung kelancaranproses kerja sama inter<strong>nasional</strong>.c. Kapasitas <strong>dan</strong> kapabilitas sumber daya manusia dariinstansi terkait perlu menjadi perhatian.d. Selain itu, upaya-upaya ekstradisi dari negara lainbelum menemukan titik keberhasilan dengan hambatanyang serupa. Terlebih lagi masih perlu penguatan <strong>dan</strong>penambahan perjanjian ekstradisi dengan tempat-tempatsafe haven bagi pelaku tipikor.Khusus mengenai penyelamatan aset, baik di dalammaupun luar negeri, diperlukan mekanisme <strong>pencegahan</strong>pemindahan aset (transfer of assets) <strong>dan</strong> pengembaliannyadengan memperhatikan ketentuan UNCAC. Dari awalproses hukumnya, pemanfaatan intelijensi keuangan jugadirasa sangat penting sehingga aset di dalam <strong>dan</strong> luar negeridapat dirampas jika perlu. Khusus proses pengembalianaset hasil <strong>korupsi</strong> yang berada di luar negeri dengan16 26


karakteristik hukum yang berbeda mensyaratkan primanyapengetahuan teknis <strong>dan</strong> kapasitas aparat penegak hukumyang didukung kerja sama penuh dari seluruh lembagaterkait di dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan,<strong>dan</strong> proses pengadilan. Untuk pengembalian aset di dalamnegeri, kedisiplinan eksekusi putusan pengadilan perludijaga agar seluruh ganti rugi dapat dipenuhi oleh terpi<strong>dan</strong>atipikor.Selanjutnya adalah pengelolaan aset negara hasiltipikor, harus diakui, selama ini masih belum terlaksanasecara semestinya. Perlu dijelaskan mekanisme pengelolaan<strong>dan</strong> dijadikan pembelajaran untuk mengambil kebijakankebijakanterkait penyelamatan aset tipikor di masa datang.Dalam hubungannya dengan UNCAC, Indonesiabelum memiliki peraturan yang cukup untuk menanganipermintaan bantuan dari negara lain, termasuk permintaanpenyitaan/perampasan aset. Indonesia juga belum memilikiperaturan tentang pelaksanaan penyitaan (perampasan) asetyang dilakukan tanpa a<strong>dan</strong>ya putusan pengadilan dari suatukasus <strong>korupsi</strong> (confiscation without a criminal conviction).Pemenuhan peraturan yang diperlukan untuk mendukungpermintaan negara lain dalam kerja sama inter<strong>nasional</strong>terkait <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> juga masih perlu diusahakan.TujuanMeningkatkan pengembalian aset untuk menggantikerugian negara yang ditempuh melalui peningkatan kerja27


sama inter<strong>nasional</strong> dalam rangka PPK, khususnya denganpengajuan bantuan timbal-balik masalah pi<strong>dan</strong>a, peningkatankoordinasi intensif antar lembaga penegak hukum, sertapeningkatan kapasitas aparat lembaga penegak hukum.Tantangana. Masih rendahnya tingkat kesuksesan pengembalianaset, baik dari luar maupun dalam negeri <strong>dan</strong> bentukpermintaan bantuan timbal-balik masalah pi<strong>dan</strong>a lainnya.b. Masih rendahnya tingkat kesuksesan permintaanekstradisi dari negara lain.c. Masih lemahnya informasi jalur keuangan untukmembuktikan keterkaitan aset hasil tipikor yang perludirampas oleh negara.d. Belum optimalnya koordinasi antar lembaga penegakhukum <strong>dan</strong> kapasitasnya dalam menangani kerja samainter<strong>nasional</strong>, khususnya pengembalian aset.e. Mekanisme internal dalam proses pengembalian asetperlu diperbaiki agar proses pengembalian aset dapatberjalan lebih optimal.f. Peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan Indonesia belummengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan(perampasan) dari negara lain.g. Pengelolaan aset hasil pengembalian masih belumterselenggara.Indikator KeberhasilanKeberhasilan pelaksanaan <strong>strategi</strong> ini diukur16 28


erdasarkan 2 (dua) ukuran keberhasilan, yakni persentasetingkat keberhasilan kerja sama inter<strong>nasional</strong> dalam bi<strong>dan</strong>gtipikor <strong>dan</strong> persentase penyelamatan aset hasil tipikor.Peningkatan kesuksesan kerja sama inter<strong>nasional</strong> dalambi<strong>dan</strong>g tipikor yang diukur melalui 2 (dua) sub indikatoryakni meningkatnya persentasi keberhasilan MLA <strong>dan</strong>ekstradisi, baik yang dikirim kepada negara lain maupunyang diterima dari negara lain. Keberhasilan MLA <strong>dan</strong>ekstradisi diukur dengan pernyataan lengkapnya berkaspermintaan Indonesia kepada negara lain sehingga dapatditindaklanjuti, <strong>dan</strong> telah ditindaklanjutinya berkaspermintaan kerja sama dari negara lain.Dalam hal penyelamatan aset, ukuran keberhasilannyatercermin dari persentase penyelamatan aset hasil tipikoryang berasal dari dalam <strong>dan</strong>/atau luar negeri sesuai putusanpengadilan, baik di lembaga Kejaksaan Agung maupunKPK. Penyelamatan aset tersebut diukur dari realisasipengembalian aset tipikor yang disetor ke kas negaradibandingkan dengan total aset yang dirampas untuknegara berdasarkan putusan pengadilan. Semakin tinggipersentase kerja sama inter<strong>nasional</strong> <strong>dan</strong> penyelamatan aset,maka upaya ini akan mendorong percepatan kesesuaiandengan UNCAC.Dalam pelaksanaannya, <strong>strategi</strong> ini memerlukandukungan dari lembaga terkait penegakan hukum, termasukKepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, PPATKserta Otoritas Pusat di Kementerian Hukum <strong>dan</strong> Hak Asasi29


Manusia.2.5. Strategi 5: Pendidikan <strong>dan</strong> BudayaAnti KorupsiPermasalahanMeskipun kejujuran merupakan nilai yang dijunjungtinggi oleh bangsa Indonesia, namun praktik <strong>korupsi</strong> yangjelas bertentangan dengan nilai tersebut kerap terjadi. Salahsatu akar penyebab berkembangnya praktik <strong>korupsi</strong> patutdiduga berasal dari rendahnya integritas para pelakunya<strong>dan</strong> masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan<strong>korupsi</strong>. Rendahnya efek jera bagi pelaku <strong>korupsi</strong> inilahyang turut mendukung maraknya praktik <strong>korupsi</strong>.Dalam budaya organisasi modern, sistem nilaitertentu yang bersifat universal harus ditegakkan dalamorganisasi, baik di lingkungan pemerintahan maupunswasta. Masyarakat dengan kultur yang mendorongstruktur sosial berperilaku koruptif perlu diubah polapikirnya agar terbebas dari nilai-nilai koruptif, terlebihlagi agar menjunjung integritas. Lebih dari itu, sangatdiperlukan perilaku aktif dari masyarakat untuk mencegahperilaku koruptif di lingkungannya. Diperlukan individuindividuyang mampu memengaruhi <strong>dan</strong> bertindak untukmencegah a<strong>dan</strong>ya tindakan koruptif, tidak hanya pasifuntuk mencegah <strong>korupsi</strong> oleh dirinya sendiri.Pengembangan sistem nilai <strong>dan</strong> sikap anti <strong>korupsi</strong>16 30


tersebut perlu dilakukan melalui berbagai kampanyeyang memberikan ruang bagi masyarakat untuk turutberpartisipasi dalam upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.Salah satu kanal utamanya adalah melalui pendidikan<strong>dan</strong> internalisasi budaya anti <strong>korupsi</strong> di lingkunganPemerintah, swasta, masyarakat, maupun pemangkukepentingan lainnya. Jejaring pendidikan anti <strong>korupsi</strong> <strong>dan</strong>perguruan tinggi atau pusat kajian anti<strong>korupsi</strong> juga perludikembangkan seiring dengan perkuatan sanksi sosial.Gerakan sosial anti <strong>korupsi</strong> perlu diintegrasikandengan nilai-nilai anti <strong>korupsi</strong> dalam sistem budaya lokal.Dengan demikian, selain tercipta pemahaman terhadapperilaku-perilaku koruptif, pembangunan karakter bangsayang berintegritas <strong>dan</strong> anti <strong>korupsi</strong> diharapkan juga akanmemperkuat gerakan anti <strong>korupsi</strong> beserta sanksi sosialnya.TujuanMemperkuat setiap individu dalam mengambilkeputusan yang etis <strong>dan</strong> berintegritas, selain juga untukmenciptakan budaya zero tolerance terhadap <strong>korupsi</strong>.Masyarakat diharapkan menjadi pelaku aktif <strong>pencegahan</strong><strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> sehingga mampu memengaruhikeputusan yang etis <strong>dan</strong> berintegritas di lingkungannya,lebih luas dari dirinya sendiri.31


Tantangana. Masih a<strong>dan</strong>ya sikap permisif di masyarakat terhadappelaku tipikor; sanksi sosial bagi pelaku tipikor perludiperkuat untuk menghasilkan efek jera. Sikap permisiftersebut juga seringkali ditunjukkan dengan pasifnyaindividu dalam menghadapi a<strong>dan</strong>ya tindakan koruptifdari individu lain di dalam lingkungannya.b. Absennya <strong>strategi</strong> komunikasi dalam pendidikanbudaya anti <strong>korupsi</strong>. Hal ini ditunjukkan dengan kurangefektifnya materi maupun cara penyampaian pendidikan<strong>dan</strong> kampanye anti <strong>korupsi</strong> pada masyarakat.c. Belum terintegrasinya pendidikan anti <strong>korupsi</strong> ke dalamkurikulum sekolah maupun perguruan tinggi.Indikator KeberhasilanTerwujudnya masyarakat dengan budaya integritasdalam berbagai lini kehidupan berbangsa <strong>dan</strong> bernegara.Strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Anti<strong>korupsi</strong> yang ada di kalangan tata-kepemerintahan maupunindividu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeksini, maka diyakini nilai budaya anti <strong>korupsi</strong> semakinterinternalisasi <strong>dan</strong> mewujud dalam perilaku nyata setiapindividu untuk memerangi tipikor.16 32


2.6. Strategi 6: Mekanisme PelaporanPelaksanaan Pemberantasan KorupsiPermasalahanDengan telah meratifikasi UNCAC, PemerintahIndonesia terikat dalam melaksanakan ketentuan sekaligusmelaporkan capaian-capaiannya. Artinya, Indonesiasebagai Negara Peserta, negara yang telah menandatangani<strong>dan</strong> meratifikasi UNCAC wajib menyediakan <strong>dan</strong>memublikasikan informasi mengenai apapun program yangtelah, tengah, <strong>dan</strong> akan dilaksanakan, berikut rencana <strong>dan</strong>praktiknya secara periodik dalam upaya <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong>.Mekanisme pelaporannya dapat dilakukan secaraberjenjang dengan perkuatan sistem pelaporaninternal para pihak terkait selaku pelaksana ketentuanUNCAC, dilaporkan dalam Konferensi Negara-NegaraPeserta (Conference of the States Parties atau CoSP).Sayangnya, hingga kini, belum ada suatu mekanismeinternal yang memudahkan tiap-tiap institusi pemerintah<strong>dan</strong> lembaga terkait dalam menyampaikan informasi(internal information gathering mechanism) menyangkutpelaksanaan ketentuan UNCAC di Indonesia.Selain itu, informasi mengenai upaya-upaya PPKsecara luas juga diperlukan oleh masyarakat luas yang kianhari perhatiannya kian tinggi terhadap PPK. Saat ini, belumbanyak informasi yang dipublikasikan <strong>dan</strong> digunakan33


untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam PPK.Agar kelancaran proses internalisasi <strong>dan</strong> pengaliranlaporannya tetap berjalan, perlu dipastikan denganmenunjuk penanggung jawab (Pj) bi<strong>dan</strong>g pelaporan. Pjtersebut berkewajiban untuk: (1) memastikan para pihaksecara rutin melaporkan kegiatan terkait pelaksanaanketentuan UNCAC; (2) mengonsolidasikannya ke dalamlaporan pelaksanaan PPK <strong>dan</strong> ketentuan UNCAC; serta(3) memublikasikannya ke berbagai media, termasukweb-portal PPK, guna mempermudah pemanfaatannyadalam penyusunan kebijakan <strong>dan</strong> pengukuran kinerja PPK<strong>nasional</strong>.Tujuana. Memastikan ketersediaan laporan rutin <strong>dan</strong> informasiterkait pelaksanaan ketentuan UNCAC <strong>dan</strong> kegiatanPPK di Indonesia beserta capaian-capaiannya.b. Memastikan bahwa para pihak, pelaksana ketentuanUNCAC <strong>dan</strong> aksi PPK, berkontribusi aktif melaporkankinerja <strong>dan</strong> capaian-capaiannya yang telah, tengah, <strong>dan</strong>akan dilaksanakan secara rutin.c. Terlaporkan <strong>dan</strong> terpublikasikannya usaha-usaha yangtelah, tengah, <strong>dan</strong> akan dilaksanakan pemerintah,legislatif, yudikatif, <strong>dan</strong> masyarakat, berkenaan denganpelaksanaan ketentuan UNCAC <strong>dan</strong> PPK secaraperiodik.d. Terpenuhinya (seratus persen) semua kewajiban dalampelaporan terkait pelaksanaan ketentuan UNCAC.16 34


Tantangana. Informasi <strong>dan</strong> koordinasi terkait pelaksanaan PPK,kendati merupakan isu yang sering dibahas di berbagaipertemuan lintas K/L, namun minim pelaksanaan,konsistensi, <strong>dan</strong> kesinambungannya sulit terjaga.b. Pengumpulan informasi, pelaporan, <strong>dan</strong> publikasiinformasi, sering tersendat akibat minimnya catatan,dokumentasi, serta kedisiplinan para pihak dalampelaporan.c. Diperlukan penemuan format (bentuk) laporan <strong>dan</strong>publikasi yang efektif sehingga dapat digunakan olehmasyarakat untuk berpartisipasi dalam PPK, termasukpemantauannya.d. Penunjukan Penanggung Jawab (Pj) untuk penyusunanlaporan tanpa landasan hukum <strong>dan</strong> kewenangan yangcukup, sehingga kesulitan dalam melakukan koordinasidengan para pihak guna membangun komitmenuntuk berbagi informasi. Tugas pokok, fungsi, <strong>dan</strong>kewenangannya perlu dituangkan dalam bentuk regulasisetingkat Instruksi Presiden atau Peraturan Presidendisesuaikan dengan kecukupan <strong>dan</strong> keefektifannyadalam berkoordinasi <strong>dan</strong> mengumpulkan informasi daripara pihak terkait.Indikator KeberhasilanKeberhasilan pelaksanaan <strong>strategi</strong> mekanismepelaporan PPK dilakukan dengan memakai IndeksKepuasan Pemangku Kepentingan terhadap Laporan35


PPK yang diukur dari 2 (dua) elemen yakni pemanfaatanLaporan PPK <strong>dan</strong> ketepatan waktu publikasi laporanberbagai upaya PPK, termasuk pelaksanaan UNCAC,beserta capaian-capaiannya. Semakin tinggi tingkatkepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya,semua kebutuhan informasi <strong>dan</strong> pelaporan terkait prosespenyusunan kebijakan <strong>dan</strong> penilaian progres PPK dapatsemakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawalsecara berkesinambungan <strong>dan</strong> tepat sasaran.36


BAB IIIFOKUS KEGIATAN PRIORITAS3.1. Fokus Jangka Panjang (2012 - 2025)3.1.a. Strategi 1. PencegahanNasihat bijak ”mencegah lebih baik dari pada mengobati”relevan dalam <strong>strategi</strong> ini. Perbaikan di bi<strong>dan</strong>g <strong>pencegahan</strong>akan dilakukan secara sistematis agar dampak yangdihasilkan dapat membenahi kondisi yang ada. Kegiatanberjangka panjangnya adalah:a. Peningkatkan transparansi <strong>dan</strong> akuntabilitas dalamadministrasi <strong>dan</strong> layanan publik, pengelolaan keuangannegara, penanganan perkara berbasis teknologi informasi(TI), serta pengadaan barang <strong>dan</strong> jasa berbasis TI di pusatmaupun daerah.b. Peningkatan efektivitas sistem pengawasan <strong>dan</strong>partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraanpemerintahan <strong>dan</strong> keuangan negara, serta memasukkannilai integritas dalam sistem penilaian kinerjanya.c. Peningkatan efektivitas pemberian ijin terkait kegiatanusaha, ketenagakerjaan, <strong>dan</strong> pertanahan yang bebas<strong>korupsi</strong>.d. Peningkatan efektivitas pelayanan pajak <strong>dan</strong> bea cukaiyang bebas <strong>korupsi</strong>.e. Penguatan komitmen anti <strong>korupsi</strong> di semua elemenpemerintahan (eksekutif), yudikatif, maupun legislatif.f. Penerapan sistem seleksi/penempatan/promosi pejabatpublik melalui assesment integritas (tax clearance,clearance atas transaksi keuangan, dll) <strong>dan</strong> pakta37


integritas.g. Mekanisme penanganan keluhan/pengaduan anti <strong>korupsi</strong>secara <strong>nasional</strong>.h. Peningkatan pengawasan internal <strong>dan</strong> eksternal, sertamemasukkan nilai integritas ke dalam sistem penilaiankinerja.i. Peningkatan transparansi <strong>dan</strong> akuntabilitas pengelolaankeuangan serta kinerja menuju opini audit Wajar TanpaPengecualian dengan Kinerja Prima.j. Pembenahan sistem kepemerintahan melalui ReformasiBirokrasi.k. Pelaksanaan e-government.3.1.b. Strategi 2. Penegakan HukumFokus-fokus kegiatan prioritas terkait perbaikan mekanismepenegakan hukum dalam rangka meningkatkankepercayaan (trust) masyarakat terhadap aparat <strong>dan</strong> lembagapenegak hukum adalah:a. Memperkuat mekanisme kelembagaan <strong>dan</strong> kerjasama antarlembaga penegak hukum dalam rangkamengoptimalkan proses penegakan hukum terhadaptipikor.b. Memperkuat sarana pendukung berbasis TI untukkoordinasi antar lembaga penegak hukum dalampenanganan kasus <strong>dan</strong> proses peradilan (e-lawenforcement).c. Penerapan zero tolerance pada tipikor <strong>dan</strong> sanksihukum yang lebih tegas di semua strata pemerintahan(eksekutif), legislatif, <strong>dan</strong> yudikatif.38


3.1.c. Strategi 3. Harmonisasi PeraturanPerun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>ganIsu utama dalam menghadapi tumpang-tindih regulasiterkait upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> adalah harmonisasi<strong>dan</strong> penyusunan peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan dalamrangka implementasi UNCAC. Kegiatan berjangka panjangdalam <strong>strategi</strong> ini difokuskan pada:a. Harmonisasi <strong>dan</strong> sinkronisasi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gansesuai dengan kebijakan <strong>nasional</strong> <strong>dan</strong>kebutuhan daerah yang berhubungan dengan sumberdaya alam.b. Harmonisasi <strong>dan</strong> sinkronisasi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gan<strong>dan</strong> penyusunannya dalam rangka modernisasipenegakan hukum dalam sistem peradilan pi<strong>dan</strong>a.c. Mekanisme monitoring (pemantauan) <strong>dan</strong> evaluasiperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan terhadap pelaksanaanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang tumpang-tindih <strong>dan</strong>tidak konsisten.d. Melakukan pemetaan <strong>dan</strong> revisi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>ganterkait proses penegakan hukum, antaralain: perlindungan saksi <strong>dan</strong> pelaku yang bekerja sama(justice collaborator), serta menghalangi proses hukum(obstruction of justice).e. Harmonisasi berikut penyusunan peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gandalam rangka implementasi UNCAC <strong>dan</strong>peraturan pendukung lainnya.f. Penyederhanaan jumlah <strong>dan</strong> jenis perijinan dalamkapasitas daerah.g. Harmonisasi terhadap pengawasan atas pelaksanaan39


egulasi terkait pelimpahan kewenangan PemerintahPusat kepada Pemerintah Daerah.3.1.d. Strategi 4. Kerja sama Inter<strong>nasional</strong> <strong>dan</strong> PenyelamatanAset Hasil TipikorPengembalian aset hasil tipikor penting di dalam rangkaian<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>. Dalam rangka meningkatkanpersentase pengembalian aset <strong>dan</strong> kerugian negara, makakegiatan berjangka panjang dalam <strong>strategi</strong> ini difokuskanpada kegiatan:a. Optimalisasi kelembagaan dalam rangka pelaksanaanMLA dengan fokus pada pemantapan Otoritas Pusatdi Kementerian Hukum <strong>dan</strong> Hak Asasi Manusia dalamproses penyelamatan aset, kerja sama inter<strong>nasional</strong>, sertapelaksanaan ekstradisi.b. Penataan lembaga pengelola aset hasil <strong>korupsi</strong>dengan mempertimbangkan kebutuhan <strong>nasional</strong> <strong>dan</strong>inter<strong>nasional</strong>.c. Pelatihan <strong>dan</strong> bantuan teknis di antara lembaga penegakhukum dalam rangka penyelamatan aset hasil <strong>korupsi</strong>.d. Sosialisasi peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan kepada aparatpenegak hukum berkenaan dengan penyelamatan asetberikut implementasinya.e. Peningkatan kerja sama inter<strong>nasional</strong> dengan negaranegaralain dalam MLA <strong>dan</strong> ekstradisi.40


3.1.e. Strategi 5. Pendidikan <strong>dan</strong> Budaya AntiKorupsiDengan persamaan cara pan<strong>dan</strong>g bahwa <strong>korupsi</strong> sangatmerugikan masyarakat <strong>dan</strong> setiap manusia Indonesia,diharapkan akan muncul perbaikan-perbaikan. Pendidikan<strong>dan</strong> internalisasi budaya anti <strong>korupsi</strong> di segenap lapisanmasyarakat merupakan salah satu cara untuk menyamakancara pan<strong>dan</strong>g tersebut. Kegiatan berjangka panjang dalam<strong>strategi</strong> ini difokuskan pada:a. Pengembangan sistem nilai <strong>dan</strong> sikap anti <strong>korupsi</strong> dalamberbagai aktivitas kehidupan di 3 (tiga) pilar PPK;masyarakat, sektor swasta, <strong>dan</strong> aparat pemerintah.b. Pengembangan <strong>dan</strong> penerapan nilai-nilai anti <strong>korupsi</strong>,kejujuran, keterbukaan, <strong>dan</strong> integritas di berbagaiaktivitas di sekolah, perguruan tinggi, <strong>dan</strong> lingkupsosial dalam rangka menciptakan karakter bangsa yangberintegritas.c. Kampanye anti <strong>korupsi</strong> secara menyeluruh <strong>dan</strong> terencana.d. Memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam rangkaPPK.3.1.f. Strategi 6. Mekanisme PelaporanPelaksanaan Pemberantasan KorupsiKegiatan pelaporan dalam melaksanakan PPK <strong>dan</strong>ketentuan UNCAC perlu difokuskan pada usaha-usahabeserta capaiannya yang telah, tengah, <strong>dan</strong> akan dilakukanpelbagai elemen terkait. Kegiatan itu, khususnya adalahaksi-aksi yang berdampak langsung <strong>dan</strong> signifikanbagi perbaikan IPK serta sejalan dengan ketentuan41


UNCAC. Media publikasinya perlu dipilih denganmempertimbangkan kemudahan akses para pihak dalammenilai <strong>dan</strong> menyusun kebijakan PPK. Guna kelancaranpasokan informasi, pelaporan, <strong>dan</strong> publikasinya, kegiatanpelaporan akan difokuskan pada:a. Penyusunan <strong>dan</strong> penerapan standar informasi,dokumentasi, <strong>dan</strong> pelaporan para pihak terkait,khususnya sistem pelaporan yang berbasis TI.b. Mekanisme pelaporan PPK Nasional secara terpadu.c. Keterbukaan <strong>dan</strong> komunikasi upaya-upaya PPK, sertapartisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,pemantauan <strong>dan</strong> pelaporan.d. Pengawasan <strong>dan</strong> pelaksanaan implementasi UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,termasuk mekanisme verifikasi <strong>dan</strong> klarifikasi dalampelaksanaan PPK.e. Perluasan akses informasi menyangkut pelaksanaan PPK<strong>dan</strong> ketentuan UNCAC.3.2. Fokus Jangka Menengah (2012 - 2014)3.2.a. Strategi 1. PencegahanStrategi <strong>pencegahan</strong>, jika dilakukan secara menyeluruh,akan berdampak signifikan bagi <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.Kegiatan jangka menengah dalam <strong>strategi</strong> <strong>pencegahan</strong>adalah:a. Sistem pelayanan publik berbasis TI dengan fokus pada:1) K/L <strong>dan</strong> Pemda di seluruh provinsi denganmemperhitungkan integrasi internal kelembagaan42


yang telah memiliki target jelas sampai 2014,dengan fokus pada pemberian perizinan;2) integrasi mekanisme penanganan keluhan/pengaduan terhadap upaya PPK, termasuk prosespenegakan hukum;3) membuka akses antarlembaga untukmenindaklanjuti pengaduan yang disampaikanmasyarakat; <strong>dan</strong>4) keterbukaan Informasi dalam penanganan perkara(termasuk perkara <strong>korupsi</strong>), perencanaan, <strong>dan</strong>penganggaran pemerintah.b. Keterbukaan prosedur pengoperasian standar (standardoperating procedure) penanganan perkara <strong>dan</strong>pemrosesan pihak yang menyalahgunakan wewenang.c. Penyempurnaan kode etik dengan sanksi yang jelas(diperkuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintahtentang Disiplin Pegawai).d. Pengendalian <strong>dan</strong> pengawasan proses pelayanan publik,penguatan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah(SPIP), serta publikasi pelaku penyalahgunaan jabatan.e. Implementasi UU tentang Pelayanan Publik, keterbukaandalam penunjukan pejabat publik, <strong>dan</strong> penyelarasan UUtentang Perimbangan Keuangan Antara PemerintahPusat <strong>dan</strong> Daerah.f. Pembenahan sistem melalui Reformasi Birokrasi denganfokus pada lembaga penegak hukum <strong>dan</strong> peradilan.g. Sertifikasi hakim tipikor berdasarkan kompetensi <strong>dan</strong>integritas.h. Pengembangan sistem <strong>dan</strong> pengelolaan pengaduan43


internal <strong>dan</strong> eksternal (termasuk masyarakat) ataspenyalahgunaan kewenangan.i. Pemantapan administrasi keuangan negara, termasukpenghapusan <strong>dan</strong>a off-budget, <strong>dan</strong> memublikasikanpenerimaan hibah/bantuan/donor di ba<strong>dan</strong> publik <strong>dan</strong>partai politik.j. Penyusunan <strong>dan</strong> publikasi laporan keuangan yang tepatwaktu, dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)bagi K/L <strong>dan</strong> Pemda.k. Pembatasan nilai transaksi tunai.l. Penertiban <strong>dan</strong> publikasi Laporan Harta KekayaanPenyelenggara Negara (LHKPN) bagi pejabat publik.m.Penguatan mekanisme kelembagaan dalam perekrutan,penempatan, mutasi, <strong>dan</strong> promosi aparat penegak hukumberdasarkan hasil assesment terhadap rekam-jejak,kompetensi, <strong>dan</strong> integritas sesuai kebutuhan lembagapenegak hukum.n. Transparansi <strong>dan</strong> akuntabilitas dalam mekanismepengadaan barang <strong>dan</strong> jasa.o. Transparansi <strong>dan</strong> akuntabilitas laporan kinerja tahunanK/L serta Pemda yang dilaporkan <strong>dan</strong> dipublikasikansecara tepat waktu.p. Penerapan pakta integritas.3.2.b. Strategi 2. Penegakan HukumFokus-fokus kegiatan prioritas perbaikan mekanismepenegakan hukum dalam rangka meningkatkankepercayaan masyarakat terhadap aparat <strong>dan</strong> lembagapenegak hukum adalah melalui:44


a. Penguatan serta peningkatan konsistensi sanksihukum <strong>dan</strong> administrasi bagi pelaku maupun aparatpenegak hukum yang melakukan penyimpangan <strong>dan</strong>penyalahgunaan wewenang atau tipikor.b. Penguatan sanksi hukum terhadap penyalahgunaanwewenang, misalnya dengan mengembalikan aset yangdi<strong>korupsi</strong> <strong>dan</strong> membayar kerugian yang ditimbulkan daripenyalahgunaan wewenang tersebut.c. Memperkuat koordinasi penanganan kasus <strong>korupsi</strong> diantara lembaga penegak hukum dengan dukungan TIyang komprehensif (e-law enforcement).d. Pengaturan anti penyuapan serta <strong>korupsi</strong> dalam kode etikprofesi, termasuk profesi advokat, akuntan publik, <strong>dan</strong>konsultan pajak.e. Pemberatan sanksi hukum pi<strong>dan</strong>a untuk penyuapan yangdilakukan oleh profesi berkode etik.f. Pengaturan pencabutan ijin, pengembalian keuntungan,<strong>dan</strong> ganti rugi bagi pengusaha/swasta/individu yangmelakukan penyuapan.g. Penerapan pembuktian terbalik atas kekayaan yang tidakdapat dijelaskan.h. Memudahkan proses perolehan informasi bank olehlembaga penegak hukum dalam rangka <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong>.i. Pengetatan pemberian remisi kepada pelaku tipikor.j. Konsistensi penegakan hukum di satu daerah ke daerahlain.45


3.2.c. Strategi 3. Harmonisasi PeraturanPerun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>ganMengatasi tumpang-tindih peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>ganterkait upaya <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> adalahdengan mengharmonisasikan <strong>dan</strong> menyusun peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan dalam rangka implementasi UNCAC.Fokus kegiatan jangka menengah dari <strong>strategi</strong> ini adalah:a. Harmonisasi <strong>dan</strong> sinkronisasi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gansesuai dengan kebijakan <strong>nasional</strong> dengankebutuhan daerah terkait masalah sumber daya alam.b. Harmonisasi <strong>dan</strong> sinkronisasi peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>ganterkait masalah bi<strong>dan</strong>g kehutanan, mineral <strong>dan</strong>batu bara, sumber daya air, pertanahan, tata ruang, sertaperimbangan keuangan Pusat <strong>dan</strong> Daerah.c. Harmonisasi <strong>dan</strong> penyusunan peraturan perun<strong>dan</strong>gun<strong>dan</strong>gandalam rangka implementasi UNCAC <strong>dan</strong>peraturan pendukung lainnya.d. Harmonisasi, sinkronisasi, <strong>dan</strong> penyusunan peraturanperun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan untuk modernisasi penegakanhukum dalam sistem peradilan pi<strong>dan</strong>a.e. Melakukan pemetaan <strong>dan</strong> evaluasi Program LegislasiNasional (Prolegnas) terkait <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>serta revisi peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan terkait prosespenegakan hukum <strong>dan</strong> peraturan pendukung lainnya.f. Penyelesaian Rancangan Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g tentangKitab Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Hukum Pi<strong>dan</strong>a, Kitab Un<strong>dan</strong>g-Un<strong>dan</strong>g Acara Hukum Pi<strong>dan</strong>a, perampasan aset, tipikor,ekstradisi, MLA, <strong>dan</strong> transfer of sentenced person (yangsubstansinya sesuai ketentuan UNCAC).46


g. Harmonisasi <strong>dan</strong> pembatalan peraturan mengenaipungutan yang bertentangan dengan peraturan Pusat.h. Penyederhanaan jumlah <strong>dan</strong> jenis perizinan dalamkapasitas Daerah.i. Pengawasan atas pelaksanaan regulasi pelimpahankewenangan Pemerintah Pusat kepada PemerintahDaerah.j. Penyelarasan UU tentang Perimbangan Keuangan AntaraPemerintah Pusat <strong>dan</strong> Daerah.k. Pengaturan <strong>dan</strong> penegakan aturan main konflikkepentingan, yang berlaku juga bagi partai politik.l. Analisis putusan pengadilan <strong>dan</strong> pangkalan data putusan<strong>korupsi</strong> sebagai preseden bagi para hakim.m. Pengaturan untuk PPK di sektor swasta.n. Pengaturan tentang peningkatan kekayaan secara takwajar (illicit enrichment), memperdagangkan pengaruh(trading in influence), <strong>dan</strong> penyuapan pejabat asing.o. Kemudahan akses masyarakat dalam proses pembuatanperaturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan, termasuk jaminanpartisipasi dalam uji publik.3.2.d. Strategi 4. Kerja Sama Inter<strong>nasional</strong> <strong>dan</strong>Penyelamatan Aset Hasil TipikorLangkah yang perlu ditempuh adalah denganmeningkatkan kerja sama inter<strong>nasional</strong> dalam rangka<strong>pencegahan</strong>, pengembalian aset, <strong>dan</strong> penyelesaian tindakpi<strong>dan</strong>a lainnya. Langkah itu dilakukan melalui penyusunaninstrumen hukum <strong>dan</strong> mekanisme kerja sama (inter<strong>nasional</strong>,bilateral, <strong>dan</strong> regional), khususnya dalam pengajuan MLA47


terkait masalah pi<strong>dan</strong>a, kordinasi intensif antarlembagapenegak hukum, serta peningkatan upaya <strong>dan</strong> kemampuandiplomasi aparat lembaga penegak hukum. Fokus kegiatandalam jangka menengahnya adalah:a. Memastikan <strong>dan</strong> menguatkan lembaga pelaksanaOtoritas Pusat untuk tipikor.b. Perbaikan mekanisme MLA dalam rangka <strong>pemberantasan</strong><strong>korupsi</strong>.c. Memastikan terbentuknya unit pengelolaan aset (assetmanagement unit) hasil tipikor guna mendukung prosespenegakan hukum <strong>dan</strong> transparansi pengelolaan asetterkait lainnnya sebagai bentuk pemanfaatan pengelolaanaset hasil tipikor.d. Pelatihan <strong>dan</strong> asistensi teknik pada lembaga penegakhukum, baik kualitatif <strong>dan</strong> kuantitatif, dalam rangkapenyelamatan aset hasil <strong>korupsi</strong>, termasuk perihalintelijen/forensik keuangan.e. Peningkatan kerja sama dengan penegak hukum asingdalam rangka PPK.f. Pembentukan Unit Penyelamatan Aset, termasuk disetiap lembaga terkait.3.2.e. Strategi 5. Pendidikan <strong>dan</strong> Budaya Anti<strong>korupsi</strong>Dengan persamaan cara pan<strong>dan</strong>g <strong>dan</strong> pola pikirbahwa <strong>korupsi</strong> sangat merugikan masyarakat, diharapkanprakarsa-prakarsa positif yang mengarah pada perbaikandapat terjadi. Hal ini dapat diakomodasi dalam fokuskegiatan berjangka menengah dalam <strong>strategi</strong> ini, yakni:48


a. Pengembangan sistem nilai <strong>dan</strong> sikap anti <strong>korupsi</strong> dalampelbagai aktivitas tiga pilar PPK, yakni: masyarakat,sektor swasta, <strong>dan</strong> aparat pemerintah.b. Pengembangan nilai-nilai anti <strong>korupsi</strong> dalam berbagaiaktivitas pendidikan, yakni; di sekolah, perguruan tinggi<strong>dan</strong> lingkup sosial, demi menciptakan karakter bangsayang berintegritas, termasuk melalui kurikulum <strong>dan</strong>kegiatan di luar kurikulum.c. Kampanye anti <strong>korupsi</strong> secara menyeluruh.d. Strategi komunikasi, informasi, <strong>dan</strong> edukasi yang jelas<strong>dan</strong> terencana.e. Menggalang kerja sama dengan media dalammengembangkan nilai anti <strong>korupsi</strong> <strong>dan</strong> karakterberintegritas, termasuk malalui berbagai media kreatif.f. Keterpaduan manajemen kampanye anti <strong>korupsi</strong>(penyebarluasan jejaring AC Forum/ToT PenyusunanRencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi,koordinasi anggaran untuk kebutuhan kampanye).g. Publikasi <strong>dan</strong> sosialisasi hasil-hasil masukan masyarakatkepada publik oleh K/L atau Pemda terkait.h. Publikasi praktik-praktik terbaik anti <strong>korupsi</strong> (jaringanpendidikan integritas).i. Memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam upaya<strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong> dengan melaksanakan diseminasianti <strong>korupsi</strong> oleh masyarakat (CSO, NGO, CBO).3.2.f. Strategi 6. Mekanisme PelaporanPelaksanaan Pemberantasan KorupsiDalam <strong>strategi</strong> ini, dibangun mekanisme pengkajian49


<strong>dan</strong> pelaporan <strong>nasional</strong>/internal yang menyajikan informasipelaksanaan ketentuan UNCAC serta informasi mengenaiupaya PPK lainnya di Indonesia kepada masyarakatluas. Kegiatan tersebut berdasarkan sistem monitoring(pemantauan) <strong>dan</strong> evaluasi yang berbasis pada hasil <strong>dan</strong>pencapai-an yang terukur dalam konteks PPK. Stakeholdersdalam mekanisme ini meliputi aparat K/L hukum <strong>dan</strong>organisasi nonpemerintah. Kegiatan berjangka menengahdalam <strong>strategi</strong> ini adalah:a. Memperluas <strong>dan</strong> mempermudah akses informasiberbagai upaya dalam rangka proses PPK dari masingmasingK/L.b. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,pemantauan aksi <strong>dan</strong> pelaporan kinerja PPK.c. Penyusunan payung hukum <strong>dan</strong> kebijakan yangmendukung kelancaran penyusunan laporan sertapublikasi pelaksanaan PPK Nasional secara rutin <strong>dan</strong>konsisten.d. Penyusunan mekanisme kerja para pihak untukmendukung pelaporan <strong>dan</strong> publikasi PPK Nasional.e. Penyiapan sarana-prasarana pendukung penyusunan <strong>dan</strong>publikasi laporan PPK.50


BAB IVPERANTI ANTI KORUPSIBerikut adalah suatu daftar peranti anti <strong>korupsi</strong>yang dapat diadopsi oleh K/L <strong>dan</strong> Pemda dalam rangkamengimplementasikan Stranas PPK. Daftar ini tidakmembatasi diadopsinya peranti anti <strong>korupsi</strong> lainnya yangsesuai dengan situasi <strong>dan</strong> kondisi K/L <strong>dan</strong> Pemda dalamupaya percepatan <strong>pencegahan</strong> <strong>dan</strong> <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.4.1.a. Profile assesment, di dalamnya meliputi pelaksanaanrekrutmen, mutasi, <strong>dan</strong> promosi yang ditempuhberdasarkan kompetensi <strong>dan</strong> integritas dalam rangkameningkatkan mutu sumber daya manusia.4.1.b. Citizen’s charter, yaitu itikad menetapkan komitmenatas layanan publik yang disediakan oleh institusibersangkutan dengan merespon terhadap tanggapan<strong>dan</strong> masukan masyarakat.4.1.c. Kode etik, merupakan pedoman yang memuatketentuan-ketentuan yang menunjukkan komitmeninstitusi bersangkutan dalam <strong>pemberantasan</strong> <strong>korupsi</strong>.4.1.d. Mekanisme kontrol sosial, dengan a<strong>dan</strong>yamekanisme yang mengedepankan partisipasimasyarakat, pemerintah dapat didorong untukbekerja secara lebih efisien, baik dalam kontekswaktu maupun biaya.4.1.e. Mekanisme pelaksanaan keterbukaan informasi,memberikan jalur akses dokumen-dokumen, kecualiyang dirahasiakan, agar masyarakat dapat turutmengawasi kerja <strong>dan</strong> kinerja pemerintah.51


4.1.f. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakatsecara transparan, bertujuan untuk meningkatkanakuntabilitas instansi bersangkutan dalam pelayananpublik atau penegakan hukum.4.1.g. Mobilisasi masyarakat sipil melalui edukasi <strong>dan</strong>peningkatan kesadaran masyakarat, dengan caramendiseminasi perilaku yang diharapkan datangdari pemerintah (pada umumnya) atau pejabat(pada khususnya) dalam rangka meningkatkanakuntabilitas penyedia layanan publik.4.1.h. Pakta integritas, merupakan suatu pakta formalyang berisi komitmen untuk melaksanakan tugas,fungsi, tanggung jawab, wewenang, <strong>dan</strong> peransesuai peraturan perun<strong>dan</strong>g-un<strong>dan</strong>gan yang berlaku,serta kesanggupan untuk tidak melakukan <strong>korupsi</strong>,kolusi, <strong>dan</strong> nepotisme. Pakta integritas juga dapatdiimplementasikan dalam proses pengadaan barang<strong>dan</strong> jasa dengan kontraktor <strong>dan</strong> pihak-pihak terkait.4.1.i. Pengaturan konflik kepentingan, di mana pejabatbukan hanya diwajibkan untuk mengungkapkepentingan pribadinya ketika timbul konflikkepentingan, melainkan juga harus memastikanbahwa tindakan yang diambilnya memang untukmeniadakan konflik tersebut. Absennya konflikkepentingan juga dapat menjadi prasyarat bagipengisian jabatan tertentu.4.1.j. Penggunaan insentif positif untuk memperbaikibudaya <strong>dan</strong> motivasi pegawai, antara lain ditempuhdengan cara meningkatkan remunerasi/kompensasi.52


Selain itu bisa juga dengan memperbaiki statusprofesional, ketahanan lahan pekerjaan (jobsecurity), <strong>dan</strong> kondisi kerja. Secara umum, insentifpositif dapat mencegah <strong>dan</strong> memberantas <strong>korupsi</strong>.4.1.k. Penguatan lembaga yudisial, melalui peningkatankompetensi, profesionalisme, <strong>dan</strong> integritas hakimyang amat penting untuk memberantas <strong>korupsi</strong>.Caranya antara lain dengan pelatihan hakim,implementasi kode etik hakim, transparansi prosespersi<strong>dan</strong>gan, transparansi harta <strong>dan</strong> penghasilanhakim, serta pengaturan penugasan hakim padakasus <strong>korupsi</strong> sedemikian rupa sehingga sulit bagipihak luar memprediksi atau memengaruhi hakimmana yang akan ditempatkan untuk suatu kasustertentu.4.1.l. Penguatan Pemerintah Daerah, sejumlah elemen<strong>strategi</strong> anti <strong>korupsi</strong> direncanakan di level pusat,namun agar efektif, diperlukan implementasidi daerah. Ada pula elemen anti <strong>korupsi</strong>, yangbaik perencanaan maupun implementasinya,sepenuhnya diselenggarakan di daerah. Peranti ini,dengan demikian, selain penting untuk membantuperencanaan <strong>dan</strong> pembuatan keputusan yang cocokdengan kebutuhan di daerah terkait, sekaligusjuga dapat memfasilitasi integrasi perangkat yangdigunakan di tingkat daerah secara vertikal (denganprogram <strong>nasional</strong>) maupun horisontal (denganprogram daerah lain). Perangkat ini juga dapatdimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi53


masyarakat di daerah.4.1.m. Pengurangan kompleksitas prosedural, adalahpenataan ulang administrasi dengan tujuanmemangkas prosedur administratif <strong>dan</strong> penjelasanwewenang. Selain agar dapat mempersempit peluangbagi terjadinya <strong>korupsi</strong>, hal ini bertujuan pula untukmeningkatkan transparansi, integritas, pelayanan,serta mengurangi biaya.4.1.n. Perlindungan bagi whistle blower <strong>dan</strong> justicecollaborator, penting untuk mendorongpengungkapan tipikor.4.1.o. Proses pelayanan publik <strong>dan</strong> pengadaan barang<strong>dan</strong> jasa berbasis TI, akan memperkecil interaksiantar-manusia yang ujung-ujungnya mempersempitpeluang terjadinya tipikor.4.1.p. Transparansi serta penyingkapan aset <strong>dan</strong>penghasilan, pelaksanaannya dilakukan secaraefektif agar menjadi pintu masuk bagi penerapanaturan mengenai perolehan harta kekayaan pejabatpublik yang tidak wajar.4.1.q. Uji integritas, dilakukan secara mendadak denganmengondisikan suatu situasi tertentu tempat pegawaiyang bersangkutan memiliki kesempatan untukmelakukan tipikor. Melaluinya, dapat dimungkinkanuntuk tahu apakah seorang pegawai negeri sipil atauunit pemerintah terlibat praktik <strong>korupsi</strong> atau tidak.Uji integritas juga bertujuan untuk meningkatkanrasio tertangkapnya pelaku agar menimbulkan efekdeteren.54


4.2.a. Peta Jalan (Roadmap) Stranas PPKJangka Panjang Tahun 2012-2025SasaranKeluaranUtama/Pendukung2012-2014 2015-2019 2019-2024 2025IPK/CPI 5 6,5 7,9 8% KesesuaianRatifikasiUNCAC80 % 100 % 100 % 100 %Indeks SistemIntegritasNasional(SIN)-KenaikanIndeks15 %KenaikanIndeks15 %KenaikanIndeks5 %IndeksPencegahanKorupsi-KenaikanIndeks15 %KenaikanIndeks15 %KenaikanIndeks5 %Indeks PenegakanHukumTipikor-KenaikanIndeks20 %KenaikanIndeks20 %KenaikanIndeks5 %%PenyelesaianrekomendasiUNCAC% PengembalianAset Tipikor80 % 100 % 100 % 100 %80 % 90 % 95 % 96 %Indeks PerilakuAnti Korupsi3,25 dariSkala 54 dariSkala 54,5 dariSkala 54,6 dariSkala 5Indeks KepuasanStakeholdersterhadapPelaporanPPK3,25 dariSkala 54 dariSkala 54,5 dariSkala 54,6 dariSkala 555


4.2.b. Peta Jalan (Roadmap) Stranas PPKJangka Menengah Tahun 2012-2014SasaranKeluaranUtama/Pendukung2012(Baseline)2012 2013 2014IPK/CPI 3 3,5 4,25 5% KesesuaianRatifikasiUNCAC- 30 % 70 % 80 %Indeks SistemIntegritasNasional(SIN)- -PenetapanBaselineKenaikanIndeks5 %IndeksPencegahanKorupsi- 3,94 4,51 5,08IndeksPenegakanHukumTipikor-PenetapanBaselineKenaikanIndeks5 %KenaikanIndeks5 %%PenyelesaianrekomendasiUNCACReview BabIII <strong>dan</strong> BabIV UNCAC30 % 70 % 80 %% PengembalianAset Tipikor- 70 % 75 % 80 %Indeks PerilakuAnti Korupsi-PenetapanBaseline3 dariSkala 53,25 dariSkala 5Indeks KepuasanStakeholdersterhadapPelaporanPPK-PenetapanBaseline3 dariSkala 53,25 dariSkala 556


4.2.c. Formula Pengukuran Indikator KeberhasilanIndikatorKeberhasilanSub IndikatorFormulaPengukuranSumber DataIPK/CPI - Survei TI% KesesuaianRatifikasi UNCAC- Survei KPKIndeks SIN - Survei KPKIndeks PencegahanKorupsiControl of Corruption Survei World BankEase of DoingBusinessSurveiWorld BankIndeks PenegakanHukum% PenyelesaianLaporan TipikorRasio Jumlah TindakLanjut dengan TotalLaporan yangDiterimaPolri, Kejagung,KPK% Penyelidikan yangmenjadi PenyidikanRasio Jumlah Penyidikandengan Total PenyelidikanPolri, Kejagung,KPK% Penyidikan yangmenjadi TuntutanRasio JumlahPenuntutan denganTotal PenyidikanPolri, Kejagung,KPKConviction RateRasio JumlahPemi<strong>dan</strong>aan denganTotal PenuntutanKejagung, KPK% Execution RateRasio Jumlah yang Dieksekusidengan Pemi<strong>dan</strong>aanKejagung, KPK% PenyelesaianrekomendasiUNCAC-Rasio Jumlah yangDiselesaikan dengan yangDirekomendasikanUNCAC, KPK% PenyelamatanAsetTipikor-Rasio Jumlah Aset yangDisetorkan keKas Negara dengan yangDiputus PengadilanKPK, Kejagung% TingkatKeberhasilan KerjaSama Inter<strong>nasional</strong>Indeks PerilakuAntiKorupsiIndeks KepuasanStakeholders thdPelaporan PPK-Rasio Jumlah RealisasidenganTotal PermintaanMLA <strong>dan</strong> PerjanjianExtradisiKemkumham- Survei BPS, Bappenas- Survei BPS, Bappenas57


4.2.d. Formula Perhitungan Indeks PencegahanKorupsi <strong>dan</strong> Indeks Penegakan Hukum TipikorIndeks Pencegahan Korupsi(Indeks Kesetaraan CoC + Indeks Kesetaraan Ease of Doing Business)/24.2.d.1 Indeks Kesetaraan Control of Corruption (CoC)CoC – Convernance Score(-2,5 sampai dengan 2,5)Indeks Kesetaraan CoC2,5 102 91,5 81 70,5 60 5-1 4-1,5 3-2 2-2,5 158


4.2.d.2 Indeks Kesetaraan Ease of DoingBusiness (EoDB)EoDB – RankingIndeks Kesetaraan EoDB1 - 18 1019 - 36 937 - 54 855 - 72 773 - 90 691 - 108 5109 - 126 4127 - 144 3145 - 162 2163 - 183 1Indeks Pencegahan Korupsi Tahun 2011 : 4,37 = (4,73+4)/259


4.2.d.3 Indeks Penegakan Hukum TipikorSub IndikatorBobot% Penyelesaian Laporan Tipikor 10 %% Penyelidikan yang menjadi Penyidikan 20 %% Penyidikan yang menjadi Tuntutan 30 %% Conviction Rate 30 %% Execution Rate 10 %Sub Indikator% PenyelesaianLaporan Tipikor% Penyelidikan yangmenjadi Penyidikan% Penyidikan yangmenjadi Tuntutan% Conviction Rate% Execution RateBobotPengaduan Tipikor yang menjadi PenyelidikanTotal Pengaduan Tipikor yang DiterimaPenyelidikan yang menjadi PenyidikanTotal Penyelidikan yang DiterimaPenyidikan yang menjadi TuntutanTotal Penyidikan yang DiterimaTuntutan yang menjadi Keputusan TetapTotal Tuntutan yang DiterimaEksekusi Keputusan TetapTotal Keputusan TetapX 100X 100X 100X 100X 10062 60


Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2012PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd.DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiun<strong>dan</strong>gkan di Jakartapada tanggal 23 Mei 2012MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttd.AMIR SYAMSUDINLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 122Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT KABINET RIDeputi Bi<strong>dan</strong>g Politik, Hukum, <strong>dan</strong> Keamanan,ttd.Bistok Simbolon


Sekretariat Stranas PPKKementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ba<strong>dan</strong> Perencanaan Pembangunan Nasional ( BAPPENAS )Direktorat Hukum <strong>dan</strong> HAMJl. Taman Suropati No. 2Jakarta 10310Telp/Fax : 021-31934723 atau Telp: 021-31936207

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!