opiniMenakar Independensi<strong>KPPU</strong>Oleh : Yanuar Luqman, MSi *)Protes dan keberatan seakan menjadi menu wajib bagi Komisi PengawasPersaingan Usaha (<strong>KPPU</strong>). Hampir selalu, begitu palu dalam sidang kasuspersaingan usaha diketok, pihak yang dinyatakan bersalah pun protes.Vonis bukan penanda kerja selesai. <strong>KPPU</strong> harus mengempos tenaga lagiuntuk mengawal proses banding dari pihak bersalah. Itu sudah menjadipola tetap.Demikian juga saat <strong>KPPU</strong> memutusperkara yang cukup seksi belumlama ini, yakni kasus monopoliTemasek dalam jasa telepon selulerdi Indonesia, pertengahan Novemberlalu. Pola itu kembali terulang, Temasekbanding, dan sampai saat ini babakselanjutnya terus bergulir. Namun kali iniada bumbu-bumbu lain: <strong>KPPU</strong> juga menuaigugatan atas independensinya!Bumbu yang sebenarnya juga pernahdijumpai dalam perkara-perkara lain itucukup intensif. Pesan pendek provokatifberedar, berisi tuduhan-tuduhan bahwakeputusan <strong>KPPU</strong> menghukum perusahaaninvestasi Singapura itu sarat kepentinganpolitik. Entah siapa sponsor provokasiitu, apakah pihak bersalah yakni Temasekdan kawan-kawan, atau pihak lainyang memiliki kepedulian dan mencobamengkritisi.Namun yang jelas, sejumlah pihak puntak menyia-nyiakan momentum adanyasentimen negatif terhadap <strong>KPPU</strong> tersebut.Kadar independensi watchdog persainganusaha di Indonesia itu pun dipersoalkan,diungkit-ungkit. <strong>KPPU</strong> dituduh tebangpilih, telah disusupi beberapa figur titipanpartai politik tertentu yang dikhawatirkanmengganggu independensi, rekruitmenpolitis, dan sebagainya.Gugatan-gugatan itu menarik. Bisajadi sekedar luapan protes dari pihak yangbersalah dalam bentuk yang ekstrem,tapi bisa juga merupakan kritik yangkonstruktif. Sebab itu, terlepas bagaimanamenatapnya, gugatan independensi<strong>KPPU</strong> layak dicermati untuk introspeksidan perbaikan. Untuk itu, <strong>KPPU</strong> harusmenjawab sebuah pertanyaan sederhanadengan jujur: seberapa jauh independensi<strong>KPPU</strong> selama ini?Siap TempurJika dilihat dari aspek strukturkelembagaannya, kebebasan <strong>KPPU</strong>sebenarnya cukup terjamin. Sebagailembaga independen yang dibentuk 7 Juni2000 lalu, <strong>KPPU</strong> berjalan pada titian yangjelas dan tegas. Komisi dengan 11 anggotaitu bertugas mengawasi pelaksanaan12<strong>Edisi</strong> <strong>10</strong> • <strong>2008</strong>
opiniUndang-undang 5/1999 tentang LaranganPraktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat. Rantai vertikalnyamenyambung pada dua lembaga tingginegara. Bertanggung jawab langsungkepada Presiden, hasil kerjanya dilaporkankepada Dewan Perwakilan Rakyat.<strong>KPPU</strong> berfungsi menyusun peraturanpelaksanaan dan memeriksa berbagaipihak yang diduga melanggar UUNo.5/1999 tersebut serta memberiputusan mengikat dan menjatuhkan sanksiterhadap para pelanggarnya.Undang-undang anti monopoliitu sendiri sudah sangat rinci. Dengandemikian, keputusan <strong>KPPU</strong> mengawasipraktek persaingan usaha mencakuppilihan kasus yang akan diperkarakanatau keputusan vonis sebenarnya sangatterukur. <strong>KPPU</strong> tentu tak berani melanggarundang-undang terkait, sama sajamenggali lubang kuburnya sendiri.Namun asumsi bahwa <strong>KPPU</strong> telahindependen hanya dengan melihat posisihukumnya saja tentu sangat lemah.Masalahnya, di negeri ini aturan sajakadang tak cukup. Teori tak seindahkenyataan, hitungan di atas kertas kerapmeleset. Boleh sistem di sekeliling <strong>KPPU</strong>dapat menjamin independensinya, tapidengan posisi seaman sekarang gangguanpelanggaran akan selalu ada baik dariinternal <strong>KPPU</strong> sendiri maupun pihak luar.Dalam satu diskusi, Ketua <strong>KPPU</strong>Muhamad Iqbal mengakui, selama ini <strong>KPPU</strong>telah mengalami berbagai intervensi, baikdalam bentuk institusi maupun keputusan.Itu terutama dialami untuk kasus denganmagnitude besar. Iqbal menantang, satusatunyacara mengukur independensi <strong>KPPU</strong>adalah dengan melihat kualitas keputusanyang dihasilkan.Hantam Kanan KiriSekarang coba kita tengok keputusankeputusan<strong>KPPU</strong>. Beberapa keputusanterakhir di tahun ini memang cukupmeyakinkan. Keputusan-keputusan itumenjadi semacam kabar baik untukpendamba iklim persaingan sehat diIndonesia. Bagaimana tidak, dalammengadili kasus persaingan, <strong>KPPU</strong>terkesan hantam kanan kiri tak pandangbulu. ‘Korban-korban’ <strong>KPPU</strong> tak hanyaperusahaan-perusahaan skala globalyang bisnisnya menggurita dengan assettriliunan seperti Temasek atau Carrefour.Badan usaha milik negara, bahkanperusahaan rekanan pemerintah daerahpun tak luput dari intaiannya. Sanksiyang berupa denda pun cukup membuatciut nyali pelaku usaha yang berniatmenjalankan monopoli. Yang paling dekat,Temasek didenda Rp 25 miliar belumsanksi ikutan lainnya. Satu paket dengankeputusan itu, Telkomsel juga mendapatdenda dengan nilai yang sama dan sanksipenurunan tarif.Sanksi yang dijatuhkan <strong>KPPU</strong> memangbervariasi tergantung kadar kesalahanpelaku dalam melanggar prinsip persaingansehat. Besaran denda bisa dari Rp <strong>10</strong> jutasampai miliaran. Sanksi lain yang jugacukup berat dan sering dijatuhkan adalahlarangan mengikuti tender pengadaanbeberapa periode selanjutnya. Ragamsanksi itu dijumpai pada penyelesaiankasus di beberapa tempat. Sekedarmenyebut beberapa contoh: TenderPengadaan Komponen Lampu di SukuDinas Penerangan Jalan Umum dan SaranaJaringan Utilitas Kotamadya Jakarta Selatan(Juli 2007), Tender Pengadaan LCD Di BiroAdministrasi Wilayah Sekretariat DaerahProvinsi DKI Jakarta <strong>Tahun</strong> Anggaran 2006(November 2007), Tender Pekerjaan NonDistructing Testing Inspection Services diTotal E & P Indonesie, Kalimantan Timur(Maret 2007), dan Tender PekerjaanPengerukan Alur Pelayaran PelabuhanBelawan <strong>Tahun</strong> 2006 (September 2007).Nah, melihat sederet catatan positif<strong>KPPU</strong> sejauh ini belum cukup. Pekerjaanrumah selanjutnya adalah menakarindependensi ke depannya. Jika menolehsurut sejarah beberapa tahun ke belakang,<strong>KPPU</strong> bisa dikatakan lahir dalam kondisinasional yang kurang mendukung untukbersemainya iklim persaingan sehat.Undang-undang anti monopoli yangmenjadi dasar lahirnya <strong>KPPU</strong> disusun padadua masa krisis yakni krisis politik hukumdan krisis moneter, pada kurun waktu1997-1998.Saat itu arus konflik dunia usahaIndonesia sangat kuat. Praktek persainganusaha yang tidak sehat dianggap jamak.Belum lagi perselingkuhan kekuasaandan dunia usaha yang marak. Dari situasidemikian lahir banyak tekanan ataugodaan atas independensi <strong>KPPU</strong>. Banyakpihak yang ingin menggunakan wasitpersaingan itu sebagai alat memperlancarusahanya.Setelah tujuh tahun berjalan, kini<strong>KPPU</strong> bukannya melenggang bebas tanparintangan. Intervensi dan godaan yangberpotensi mengikis independensinya takmemudar, justru makin kaya dengan jurusjurusdalam bentuk lain. Hal yang samapun sebenarnya dialami juga oleh komisiserupa di negara-negara lain.Kini tinggal <strong>KPPU</strong> yang menentukankemudinya, apakah akan tetap konsistenmenjadi wasit yang independen, ataumerelakan menjadi alat kelompok tertentudengan menggadaikan indepensinya. Jikapilihannya adalah tetap konsisten, langkahke depannya sudah jelas. Babat segalamacam bentuk praktek-praktek persaingantak sehat di negeri ini. Pertimbangan dalammemproses suatu laporan kasus pun harusdikemukakan dengan transparan danrasional sesuai aturan yang digunakan.Paparkan terus secara terbuka ikhwalkeputusan-keputusannya sekaligus untukefek jera. Pada intinya jadikan persainganbisnis di Indonesia menjadi sebuahpertandingan yang fair dan enak ditontonserta dijalani.Langkah-langkah sederhana yangsepertinya mudah ketika diucapkan itusaja cukup untuk menghindari tergadainyaindependensi menjadi lembaga tak berarti.Memang berat dalam pelaksanaan, tapijika konsistensi sikap dan tindakan berjalanseiring, dukungan akan datang dengansendirinya. Selamat bekerja! p<strong>Edisi</strong> <strong>10</strong> • <strong>2008</strong> 13