12.07.2015 Views

Asasi September- Oktober 2011... - Elsam

Asasi September- Oktober 2011... - Elsam

Asasi September- Oktober 2011... - Elsam

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIAlaporan utama5adalah memberdayakan sistem penegakan hukum .Proses penegakan hukum bagi pelaku kekerasanyang mengatasnamakan agama selama ini terlihattidak menjadi lebih baik, bahkan justrumemperlihatkan ketidakmampuan dalammemberikan rasa keadilan bagi para korban.Dalam konstruksi hukum pidana, pihak yangmenyuruh lakukan seharusnya dituntut dan diberikanhukuman yang tentu lebih berat dibanding parapelaku lapangan. Selanjutnya hukum pidanasebenarnya menjelaskan, bahwa terkait perbuatanpidana seseorang haruslah tegas pembedaannyadalam tindak pidana, apakah dia seorang pembujuk( uitloker), yang menyuruh melakukan ( doen pleger),atau hanya ikut serta melakukan ( mendeplegen),sehingga tentunya hukumannya pun tidak dapatdisamakan antara masing-masing posisi tersebut. Halinilah yang gagal dilihat oleh Hakim dalam memutusperkara-perkara tersebut.Minimnya hukuman yang dijatuhkanterhadap para pelaku penyerangan dan kekerasanyang berbasiskan kebencian terhadap suatukelompok tertentu sangat tidak masuk akal. Karena,secara faktual dan sudah menjadi pengetahuanumum ( prima facie) bahwa peristiwa-peristiwatersebut bukan merupakan peristiwa kejahatan biasa(penghasutan, pengrusakan, penganiayaan, danpengeroyokan), melainkan kejahatan serius ( seriouscrimes) yang memiliki bobot kejahatan tinggi, bahkanmenewaskan orang lain dari pihak korban.Secara parsial dalam prakteknya Pengadilanhanya berhasil menemukan pelaku-pelaku lapanganyang bertanggungjawab atas peristiwa, tetapi tidakaktor intelektualnya. Sehingga, wajar saja putusan initidak akan memberikan efek jera terhadap kasuskasuskekerasan yang berbasis kebencian terhadapsuatu kelompok agama, seperti yang telah terjadidalam kasus kekerasan terhadap Jemaat HKBPPondok Timur Indah di Ciketing Bekasi; kasuspenyerangan Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik,Pandeglang dan peristiwa kerusuhan Temanggung.Dalam hal ini, Pengadilan sebagai benteng terakhirkeadilan, tidak berdaya untuk menegakkan hukumdan hak asasi manusia di tengah-tengah kepunganmassa anarkis. Idealnya, melalui perangkat aparatpenegak hukum baik, Polisi, maupun Jaksa danberujung di Pengadilan, negara bisa membongkarotak pelaku, yang langsung maupun tidak langsung,termasuk juga pihak-pihak yang selama inimemberikan dukungan akan terjadinya kekerasan.Melihat kecenderungan hal tersebut di atas,Pengadilan sepertinya tak lagi dapat digunakansebagai salah satu sarana untuk menghalangimerebaknya kekerasan yang mengatasnamakanagama dan mengembangkan kehidupan pluralisme diIndonesia. Apalagi untuk melindungi hak-hakfundamental rakyat Indonesia, khususnya hak untukberibadah berdasarkan agama dan keyakinan, hakyang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Halini telah dijamin UUD 1945, yakni Pasal 28I ayat (1)UUD 1945, yang berbunyi:“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hakkemerdekaan pikiran dan hati nurani, hakberagama, hak untuk tidak diperbudak, hakuntuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukumyang berlaku surut adalah hak asasi manusiayang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”Jaminan Negara tentang kemerdekaanmemeluk agama pun dijamin Pasal 29 ayat (2) UUD1945. Lebih lanjut, Pasal 4 UU No. 39 tahun 1999tentang HAM juga menyatakan bahwa Hak Beragamamerupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalamkeadaan apapun. Begitu juga dalam peraturanperaturanInternasional . Hal inilah mengapa hak6beragama merupakan hak fundamental.Situasi ketidakmampuan Pengadilanmengungkap dan menghukum setimpal para pelakukekerasan bukan tidak mungkin justru mendorongdan memberikan pembenaran diam-diam bagiberbagai kelompok untuk melakukan kekerasan dantindakan sepihak dengan kekerasan kepadakelompok-kelompok rentan, yang saat ini marakterhadap agama minoritas.Keterangan1. Laporan Tim Penyelidikan Pelanggaran Hak<strong>Asasi</strong> Manusia yang SeriusAtas JemaahAhmadiyah Indonesia, Komnas HAM, 20112. Vonis Pendeta Antonius Richmond Bawengan, warga Jakarta Timur diPN Temanggung terkait kasus Penistaan Agama yang dihukum ringanpenjara 5 tahun. Kasus ini berawal pada pertengahan 2010 daripenyebaran dua buah buku yang berisi penistaan terhadap agama Islam.3. Putusan terhadap 13 (tiga belas) terdakwa dibacakan serentak padaKamis, 24 Februari <strong>2011.</strong>4. Kesaksian Muhamad Arkanul Safe'i dalam Putusan Perkara Nomor:308/PID/2011/PN.Serang, dengan terdakwa Ujang Muhamad Arif binAbuya Surya di Pengadilan Negeri Serang.5. Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak <strong>Asasi</strong>Manusia di Indonesia, Bandung:Alumni, 2001, hlm. 596. Lihat Pasal 18 DUHAM; Pasal 18 Kovenan Internasional Hak Sipil Politik;dan lihat juga Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransidan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Keyakinan, disahkanResolusi Majelis Umum PBB 36/55 pada 25 November 1981. Deklarasi inimengatur tentang larangan melakukan diskriminasi berdasarkan agama,serta lebih jauh menerangkan cakupan kebebasan beragamasebagaimana telah diatur di dalam Pasal 18 Kovenan InternasionalTentang Hak-Hak Sipil dan Politik10ASASI EDISI SEPTEMBER-OKTOBER 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!