Liputan KhususKebocoran AirSelain menyinggung aspek engineering,kepada Redaksi Poedjas juga menjelaskanangka kebocoran air minum yang selama initurut andil besar dalam kinerja PDAM yangmenyebabkan kurang sehat dan bahkan sakit.Kebocoran sistem air minum di Indonesiamenurut catatan yang dia dapatkan rata-ratamencapai 40 %.Jika yang dimaksudkan kebocoransistem air minum adalah menyemburnyaair dari pipa, Poedjas mengilustrasikan jikaterjadi di Jakarta. Dua PDAM di Jakartayang dikuasai oleh pihak asing ini menurutlaporan mengalami kebocoran sekitar 40%dan memiliki kapasitas produksi air minummencapai 18 m3 per detik. Jika angkakebocoran 40% itu benar, maka kebocoranair akan mencapai sekitar 7 m3 per detik atausetara dengan 6 juta m3 air untuk kebocoranselama 10 hari. Dan jika luas provinsi DKIJakarta sekitar 600 km2 atau 600 juta m2,maka dalam waktu 10 hari provinsi DKI akantergenang air setinggi sekitar 10 cm atausetinggi mata kaki manusia! Pertanyaannya,apakah selama ini kenyataan itu pernahterjadi?Dari ilustrasi di atas Poedjasmenyimpulkan bahwa yang dimaksudkebocoran sistem air minum bukanlah sepertipengertian orang awan yaitu air menyemburkeluar pipa, melainkan kebocoran lainnya.Akan tetapi karena sistem air minum adalahsistem yang pada dasarnya adalah suatusistem teknik, maka kelemahan sistem teknik– dan/atau kelemahan tata cara operasiyang tidak sesuai dengan kaidah hidrolika– dapat menimbulkan kekacauan padasistem non teknik lainnya, seperti keuangan,manajemen, hukum, maupun politik. Olehkarena itu dalam pengertian internasionalsaat ini kebocoran air minum disebut jugaNRW= Non Revenued Water (Airyang tidak tertagih dalam bentuk uang/tarif).Berdasar pengertian di atas apabilakapasitas produksi air minum secara nasionalyang tercatat saat ini mencapai 135 m3/detikdan NRW 40% yang setara dengan sekitar50 m3/detik (setara 4 juta m3/hari), makaapabila tarif rata-rata air minum di Indonesiasekitar Rp. 2000/m3 , maka jumlah air yangtidak tertagih adalah sebesar Rp. 8 milyar/hari atau setara dengan Rp. 240 milyar/bulanatau sekitar Rp.2,8 trilyun/tahun! Suatu angkayang fantastis bukan?! Angka tersebut adalahangka yang tidak masuk dalam manajemenpembukuan BUMD/PDAM se-Indonesia (adasekitar 350 PDAM). Oleh karena itu NRW inimerupakan masalah besar yang memerlukanpenanggulangan yang komprehensif dari sisihukum, politik, sosial ekonomi, manajemen,dan teknologi serta budaya.Mengakhiri ceritanya tentang kebocoranair minum, Poedjas menambahkan bahwakekacauan pada sistem nonteknik yangsebenarnya adalah kondisi simtomatik, bukanakar permasalahan/kekacauan. Oleh karenaitu diperlukan reengineering, retoolingdan redesign teknik secara komprehensif,sebagai suatu tindakan atau solusi yangmendasar.Dambakan Undang-UndangAir MinumDirektorat pengembangan Air Minumb e r k e w a j i b a nuntuk menyusun berbagai pedoman teknikdan standar tentang teknik teknologis, teknikmanajemen, teknik keuangan, dan taknikinvestasi untuk dapat diterapkan di lapangan.Begitu juga dengan Badan PendukungPengembangan Sistem Penyediaan AirMinum (BP2SPAM) melakukan pengkajian(analisis, evaluasi, dan rekomendasi) tentangkebijakan umum dan kebijakan operasionalsistem penyediaan air minum sejak tahun1960-2000-an untuk bisa memberikanmasukan kepada Menteri <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong>tentang kebijakan air minum secara nasionaluntuk periode saat ini dan yang akan datang.Pengorbanan Poedjastanto untuk air minumdi Indonesia memang besar, dan dambaanterakhirnya adalah terbitnya Undang-UndangAir Minum. Ia mengaku sudah mengajukanrencana tersebut kepada Menteri PU dansudah ditembuskan kepada pihak-pihakterkait. Untuk menjawab permasalahan airminum di Indonesia, salah satu yang ditungguadalah aksi pihak-pihak terkait tersebut untukmengkaji ulang dan menindaklanjuti rencanaUU Air Minum atau paling tidak revisi PP 16tahun 2005. Untuk yang terakhir barangkaliperlu wacana lebih lanjut atau wacanatandingan sebelum bicara revisi PP 16 Tahun2005 tentang SPAM. Apakah PP tersebutmemang layak direvisi atau sudah cukupsempurna untuk mengatur pengembanganSPAM di Indonesia. (bcr)Poedjastanto,Mantan Direktur Pengembangan Air MinumDirektorat Jenderal <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong>12
Inovasi 1Antara Pak Sastro, Dikundan Anggodo(Sebuah Analogi Investasi Air Minum)Syahdan, seorang insinyur dari<strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong> <strong>Umum</strong> datangke Desa Adil, Kecamatan Makmur,Kabupaten Sejahtera. Ia menawarkan KetuaRukun Tetangga (RT) setempat pembangunansistem air minum dan pemasangan pipauntuk disalurkan ke setiap rumah. Pak RTmenganjurkan Tukang Insinyur tersebut pergike Rumah Pak Sastro. Dengan gagah, tukangInsinyur tersebut berkata,”Apakah Pak Sastromau kami bangunkan sistem air minum danpemasangan pipa di desa Bapak?, Pak Sastrodengan cepat menyambar tawaran tersebut.”Silakan, Pak Insinyur!”. Tapi mendadak PakInsinyur mengatakan bahwa Pak Sastrodan warga lainnya yang menikmati harusmembayar. Pak sastro kontan menolaknya.Pak Sastro berkilah jika selama ini apayang ia dan masyarakat Desa Adil gunakanadalah air dari sungai dan sumur, “Itu semuainvestasi Gusti Allah,” ujar Sastro. Jika padasuatu ketika Pak Sastro berhalangan, iamenyuruh Dikun, si pengangkut air untukmengambilkan air dan mengisi penuhjambannya di rumah. Ia lantas memberikanupah Dikun dengan sepiring nasi lengkapdengan sayur lodeh dan tempe goreng.Mendengar kisah itu, Tukang Insinyurmenangkap sinyal ada kemauan Pak Sastrountuk membayar pihak ketiga, yang pentingkebutuhan airnya tercukupi.Tapi suatu ketika Dikun mengajukankenaikan upah karena pikulannya patahdan baju yang sering ia pakai robek danmembahayakan pundaknya untuk memikul.Akhirnya, Pak Sastro merelakan untukmembayar juga aspek prasarana Dikunberupa pakaian dan pikulannya. TukangInsinyur menyimpulkan bahwa Pak Sastromau membayar ekuiti berupa distribusi airminum ke rumahnya. Sedangkan air yang disungai dan sumur (unit produksi) merupakansubsidi (karunia) dari Allah.Inilah yang dilakukan Pemerintah melalui<strong>Ditjen</strong> <strong>Cipta</strong> <strong>Karya</strong> <strong>Departemen</strong> <strong>Pekerjaan</strong><strong>Umum</strong> dengan memberikan subsidi kepadapemda melalui pembangunan unit produksi.Namun jumlah yang mampu diberikan masihterbatas, karenanya Pemda diminta mencaribiaya sendiri dengan meminjam kepada<strong>Departemen</strong> Keuangan, maupun investor luar(swasta) untuk membangun unit distribusi.Pada situasi Pemda tidak memiliki danauntuk pengembangan, maka datanglahAnggodo dengan kendaraannya yangbernama KPS (Kerjasama PemerintahSwasta). Namun Anggodo lebih memilih unitproduksi ketimbang distribusi. Otak bisnisAnggodo memang canggih, dia tidak mauambil resiko kehilangan air di hilir, yang diatahu dia jual air dari hulu yang langsungdapat dihitung. Sedangkan unit distribusidiserahkan kepada Pemerintah denganaparatnya yang permasalahannya lebih pelik,banyak godaan di kanan dan kirinya.Tukang Insinyur geleng-geleng kepala,posisi yang diambil Anggodo terbalik.Mestinya pemerintah tetap mengambilalih unit dsitribusi, sedangkan Dikun danAnggodo ambil alih unit dsitribusi, karenamerekalah yang memiliki jiwa dagang yangprofesional. (bcr)13