22.07.2015 Views

o_19qq98mtta3j1dmv13941rctvv0a.pdf

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

The Way<br />

OF THE<br />

Shepherd<br />

Prinsip Sang Gembala<br />

7 Rahasia Kuno untuk Mengelola Orang<br />

Menjadi Lebih Produktif<br />

Dr . Kevin Leman<br />

William Pentak


Originally published in the U.S.A. under the title :<br />

Way of The Shepherd, The<br />

Copyright © 2004 by Kevin Leman; William Pentak.<br />

Published by permission of Zondervan, Grand Rapids, Michigan<br />

www.zondervan.com<br />

Penerjemah : Denny Pranolo<br />

Penyunting : James Yanuar<br />

Proff Reader : Robin Kristanto<br />

Materi Tongkat Gembala diambil dari :<br />

Museum Benda-benda Alkitab Yerushalayim,<br />

Manna Sorgawi, Jakarta<br />

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada :<br />

PT. VISI ANUGERAH INDONESIA<br />

Jl. Karasak Lama No.2 - Bandung 40235<br />

Telpon : 022-522 5739 - Fax : 022-521 1854<br />

Email : visipress@visi-bookstore.com<br />

ISBN : 978-602-8073-33-2<br />

Cetakan pertama, Juli 2010<br />

Indonesian Edition © visipress 2010<br />

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang<br />

Dilarang memperbanyak sebagian atau<br />

seluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.<br />

Member of CBA Indonesia<br />

No : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina<br />

Member of IKAPI<br />

No : 185/JBA/2010


DAFTAR ISI<br />

Prolog : Wawancara 13<br />

1. Kenali Kondisi Domba Anda 17<br />

2. Temukan SHAPE Kawanan Domba Anda 29<br />

3. Tandai Domba Anda 41<br />

4. Jadikan Padang Rumput Anda Tempat yang Aman 51<br />

5. Tongkat Arahan 63<br />

6. Gada Teguran 75<br />

7. Hati Gembala 89<br />

Epilog : Akhir Wawancara 99<br />

Prinsip Sang Gembala 105<br />

Catatan-catatan 111<br />

Bibliografi 113<br />

Biografi Penulis 115


WAWANCARA<br />

Waktu itu saya masih baru jadi wartawan dan baru saja<br />

kembali dari meliput acara peresmian ketiga untuk<br />

minggu itu, tiba-tiba saya melihat kertas berwarna pink<br />

bertuliskan nama Christina Nickel. Buku ini dilahirkan dari<br />

teleponnya ke kantor berita Texas Star hari itu.<br />

Karena ingin membuat editor saya terkesan, saya<br />

menghubungi Christina tiga minggu sebelumnya, meminta<br />

waktu untuk mewawancarai Theodore McBride, pengusaha<br />

paling dihormati di Amerika. Dia telah menjadi CEO General<br />

Technologies selama 17 tahun. Dengan harap-harap cemas, saya<br />

menekan nomor telepon Christina.<br />

Ternyata benar dugaan saya. “Mr. Pentak,” katanya, “Mr.<br />

McBride meminta saya menelepon Anda.”<br />

“Ya,” kata saya, sambil menahan napas.<br />

“Beliau setuju diwawancarai.”<br />

Saya tidak tahu harus berkata apa.<br />

Pada hari yang telah ditentukan saya tiba di kantor pusat<br />

General Technologies sedikit lebih awal dari waktu yang<br />

dijanjikan. Ada dua hal yang membuat saya terkejut. Pertama,<br />

atmosfer dinamis yang ada di sana. Anda bisa merasakan energi<br />

yang dipancarkan oleh para karyawan yang mondar-mandir di<br />

gedung itu. Kedua, General Technologies jelas-jelas berusaha<br />

13


The Way of the Shepherd<br />

membuat karyawannya merasa berharga. Mulai dari lobi, tempat<br />

fitnes, konter kartu kredit, kantin bahkan di televisi layar datar<br />

di dalam lift kita bisa membaca kata-kata ‘General Technologies:<br />

Orang-orang Kami adalah Keunggulan Kami.’<br />

Saya harus bekerja di sini. Itu yang ada dalam pikiran saya<br />

saat saya menuju lantai empat puluh. Pasti menyenangkan bekerja<br />

di tempat di mana Anda tidak dianggap sebagai baut kecil dalam<br />

sebuah roda raksasa.<br />

Beberapa saat kemudian saya sudah berada di ruang tunggu<br />

kantor Theodore McBride, berbicara pada Christina Nickel.<br />

‘Halo, Mr Pentak,’ katanya. ‘Mr. McBride sudah menunggu Anda.<br />

Beliau sedang mengadakan konferensi internasional sekarang<br />

dan sebentar lagi akan menyediakan waktu untuk Anda.’<br />

“Tidak masalah,” kata saya. Saya tidak menyia-nyiakan<br />

kesempatan ini untuk mengadakan investigasi. “Sudah berapa<br />

lama Anda bekerja untuk Mr. McBride?”<br />

Christina tersenyum, “Empat belas tahun,” jawabnya.<br />

“Anda pasti suka bekerja di sini makanya Anda bekerja<br />

selama itu.”<br />

“Mr. McBride adalah majikan terbaik yang pernah saya<br />

temui,” katanya.<br />

“Kenapa?” tanya saya.<br />

Pada saat itu lampu ekstensi Mr. McBride di telepon<br />

Christina menyala. “Beliau sudah siap. Silakan lewat sini.” Sambil<br />

membimbing saya menuju ruangan Mr. McBride, dia menjawab<br />

pertanyaan saya. “Beliau selalu mengharapkan yang terbaik dari<br />

kami dan kami memberikan yang terbaik padanya karena kami<br />

tahu beliau memberikan yang terbaik juga untuk kami.”<br />

Pintu terbuka dan saya berhadapan dengan Theodore<br />

McBride yang legendaris, yang bagi saya tampak seperti kakek<br />

saya sendiri. Saya terkejut waktu dia menyapa saya duluan.<br />

“Senang bertemu Anda, Mr Pentak,” katanya sambil<br />

menjabat tangan saya dengan kedua tangannya erat-erat. “Saya<br />

14


Wawancara<br />

Ted McBride.” Tiba-tiba saja saya merasa seperti anak sembilan<br />

tahun yang mengenakan celana pendek. Saya tidak percaya<br />

kalau saya bisa gugup saat itu.<br />

Setelah beberapa menit basa basi, dia membuat saya merasa<br />

nyaman. Dia mempunyai kepribadian yang menenangkan dan<br />

dia mendengarkan semua yang saya katakan dengan penuh<br />

perhatian. Akhirnya saya menanyakan satu pertanyaan yang<br />

saya pikirkan sepanjang malam.<br />

“Saya ingin tahu,” kata saya. “Benar-benar ingin tahu –“<br />

“Kenapa saya memilih Anda untuk mewawancarai saya?”<br />

potongnya.<br />

“Ya,” saya mengangguk, “dan kenapa sekarang?”<br />

“Karena Anda masih muda dan hijau dan belum ternoda<br />

oleh kesombongan. Soal mengapa sekarang, Anda tidak perlu<br />

tahu. Saya punya alasan sendiri.”<br />

Dia memperhatikan ekspresi keheranan di wajah saya.<br />

“Jangan terlalu dimasukkan hati. Setiap tahun saya mendapat<br />

ratusan tawaran wawancara seperti ini dari jurnalis media bisnis<br />

yang sudah ‘tahu’ semua jawabannya. Mereka sudah sering<br />

muncul di berita malam dan bisa memperkirakan pergerakan<br />

pasar dengan tepat dan kenapa hal itu terjadi. Masalahnya, orang<br />

yang satu mengatakan pasar akan naik, sementara yang satu<br />

mengatakan pasar akan turun. Mereka adalah orang yang sama<br />

yang membuat berita tentang perusahaan saya selama bertahuntahun.”<br />

“Satu hari, salah seorang dari jurnalis itu menulis, setelah<br />

saya menguangkan sebagian besar saham saya, bahwa menurut<br />

informasi orang dalam, perusahaan kami mengalami penurunan<br />

pendapatan. Dia menuntut saya menjelaskan tindakan saya dan<br />

mengusulkan untuk saya diperiksa oleh SEC (Komite Saham<br />

Nasional). Semua orang percaya karena itu adalah sebuah<br />

‘berita’. Masalahnya kami tidak pernah mengalami penurunan<br />

pendapatan. Saya menguangkan saham saya karena putri saya<br />

15


The Way of the Shepherd<br />

akan menikah. Itu saja. Saya memilih Anda, Mr. Pentak, karena<br />

Anda tidak menulis seperti orang itu. Ada kejujuran dalam<br />

tulisan Anda, lagipula Anda masih muda, idealis dan bisa diajar.<br />

Saya tidak akan mewariskan tujuh prinsip utama manajemen<br />

kepada orang yang sudah tahu semua jawabannya.”<br />

Saya tergagap-gagap, “Tujuh prinsip utama manajemen?”<br />

Saya tidak menyangka kalau wawancara kami akan berubah<br />

menjadi seperti ini.<br />

“Ya, itu sebabnya General Technologies menjadi perusahaan<br />

nomor satu di Amerika selama satu dekade terakhir ini. Ada<br />

semangat kerja tim di sini yang tidak akan ditemukan di<br />

perusahaan lain. Dan semua itu tidak terjadi begitu saja.”<br />

“Dan itu terjadi karena ketujuh prinsip utama tadi?” tanya<br />

saya.<br />

“Ya. Yang luar biasanya, kita tidak perlu punya lima puluh<br />

ribu pegawai untuk bisa melaksanakannya. Prinsip ini bekerja<br />

tidak peduli berapa besar perusahaan kita. Apakah kita cuma sales<br />

manager untuk sebuah perusahaan farmasi raksasa atau manager<br />

usaha franchise kecil-kecilan atau ketua departemen sekolah<br />

minggu, prinsip ini tetap berlaku. Karena manusia itu sama saja.<br />

Kita hanya harus tahu prinsipnya dan melakukannya.”<br />

“Bagaimana Anda menemukannya?” tanya saya.<br />

“Saya tidak menemukannya,” dia bangkit dari duduknya<br />

dan berjalan ke arah jendela. “Saya mendapatkannya dari<br />

seorang besar, jauh lebih besar dari ayah saya, yang pernah saya<br />

tahu. Dia memberikannya waktu saya masih seumur Anda.” Mr.<br />

McBride menatap keluar jendela, berhenti sebentar, lalu berkata<br />

lagi, “Dan sekarang saya wariskan prinsip ini kepada Anda.”<br />

Saya langsung melupakan semua daftar pertanyaan yang<br />

sudah saya siapkan dan menyiapkan buku catatan saya.<br />

16


BAB 1<br />

KENALI KONDISI<br />

DOMBA ANDA<br />

“W<br />

aktu itu saya masih mahasiswa MBA di University di<br />

Austin,” kata McBride. “Semester terakhir itu sangat<br />

menegangkan karena kami semua harus bertahan sampai<br />

kelulusan. Dosen-dosen kami mengajar kami dengan cepat.<br />

Kami suka bercanda waktu itu sepertinya kami minum air dari<br />

hidran pemadam kebakaran. Tapi bukannya merasa senang,<br />

kami merasa tegang karena harus menemukan tempat kerja.<br />

Jadi kami semua sibuk mengikuti wawancara kerja di kampus.<br />

Akhirnya hari yang saya impi-impikan tiba juga. Saya diterima<br />

di General Technologies. Saya sangat senang... dan juga takut.”<br />

“Kenapa?” tanya saya.<br />

“Saya diterima sebagai manajer di divisi operasional dan<br />

keuangan. Tugas saya adalah mengawasi sembilan orang yang<br />

ada di bawah saya.”<br />

“Jadi Anda takut karena merasa Anda tidak cocok dengan<br />

posisi itu?”<br />

“Ya dan tidak. Saya tidak takut bekerja di bagian keuangan,<br />

tapi mengawasi sembilan orang di bawah saya itu yang<br />

menakutkan.” Pandangan McBride menerawang. Dia pasti<br />

sedang mengingat masa lalunya. Dia menggelengkan kepala<br />

17


The Way of the Shepherd<br />

pelan-pelan. “Kalau saya lihat lagi sekarang,” katanya, “Well...<br />

saya ingin tertawa. Saya adalah lulusan MBA yang punya semua<br />

jawaban, tapi saya tidak tahu harus mulai dari mana.”<br />

“Jadi apa yang Anda lakukan?” desak saya.<br />

“Saya menemui salah satu dosen saya Dr. Jack Neumann.<br />

Beliau mengajar salah satu mata kuliah di program MBA.<br />

Beliau juga mentor saya. Hari di mana saya diterima di General<br />

Technologies, saya langsung memberitahunya dan saya juga<br />

ingin meminta bantuannya.”<br />

“Dan beliau yang mengajari Anda tujuh prinsip ini?”<br />

“Tepat sekali.”<br />

Kemudian McBride duduk dan mulai menceritakan masa<br />

lalunya yang kedengarannya lebih seperti dongeng daripada<br />

kisah nyata. Menurutnya apa yang dia pelajari dari Dr. Neumann<br />

telah membuka lebih banyak rahasia menjadi pemimpin yang<br />

hebat daripada semua prinsip atau program yang dia pernah<br />

pelajari. Saya duduk dengan tegang, siap mendengar rahasia<br />

yang diwariskan pada McBride empat puluh lima tahun yang<br />

lalu. Tepatnya tanggal 12 April 1957.<br />

12 April 1957<br />

Waktu saya diterima di General Technologies, saya langsung<br />

berlari sepanjang Austin Speedway Avenue menuju gedung<br />

Fakultas Bisnis, menaiki tiga lantai dan sampai ke kantor Dr.<br />

Neumann.<br />

“Dr. Neumann, Saya diterima! Anda percaya? General<br />

Technologies!”<br />

“Hebat! Selamat, Ted,” dia menaruh tangannya di lengan<br />

saya. “General Technologies adalah perusahaan hebat. Saya<br />

bangga pada kamu. Saya tahu kamu bisa bekerja dengan baik<br />

disana. Kamu jadi apa di sana?”<br />

“Manajer di divisi keuangan.”<br />

18


Kenali Kondisi Domba Anda<br />

“Hebat!” kata Neumann. “Akhirnya semua usaha kamu<br />

belajar keuangan sampai subuh terbayar sudah. Kamu akan jadi<br />

aset perusahaan dan menjadi contoh bagi program kita. Saya<br />

yakin.”<br />

“Terima kasih. Semoga saja,” kata saya sambil menundukkan<br />

kepala. “Saya menghabiskan banyak energi untuk meraih gelar<br />

ini dan lolos wawancara sampai saya tidak berpikir apa saya<br />

cocok untuk posisi ini.”<br />

Dr. Neumann memandang saya tanpa berkata-kata dari<br />

mejanya. “Okay Ted, ada apa? Kamu takut? Jangan. Kamu salah<br />

satu mahasiswa teladan yang selalu mendapat A untuk semua<br />

mata kuliah.”<br />

“Well, Dr. Neumann yang membuat saya takut bukan<br />

masalah pekerjaannya,” saya terbata-bata menjelaskan. Saya<br />

malu terlihat lemah di depan orang yang sangat saya hormati.<br />

“Lalu apa?”<br />

“Bagian manajemen yang saya takutkan. Saya harus mengawasi<br />

sembilan orang. Dan saya belum pernah melakukannya<br />

sebelumnya. Sekarang saya harus mengawasi sembilan orang<br />

sekaligus. Dr. Neumann, jujur saja, saya sangat takut. Saya<br />

bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.” Saya meremas-remas<br />

tangan saya selama beberapa saat sebelum akhirnya menanyakan<br />

pertanyaan ini, “Bisakah Anda membantu saya?”<br />

Hening seketika. Saya merasa bersalah telah meminta itu<br />

dari mentor saya. Jack Neumann mengajar salah satu program<br />

MBA terbaik di negeri ini. Saya tidak percaya saya mengatakan<br />

hal itu, pikir saya. Beliau itu orang sibuk. Beliau sudah tidak<br />

punya waktu lagi, apalagi saya sudah menyita 90% waktu beliau<br />

selama ini.<br />

Dr. Neumann duduk diam, memandangi saya seakanakan<br />

sedang menimbang-nimbang sesuatu. Akhirnya setelah<br />

beberapa waktu, dia berbicara.<br />

“Ted kamu satu-satunya mahasiswa saya yang tidak kena<br />

19


The Way of the Shepherd<br />

demam musim semi di akhir perkuliahan ini. Biasanya mahasiswa<br />

yang lulus dari sini mengalami goncangan mental, terutama<br />

saat mereka masuk dunia kerja. Saya tahu kamu dapat tugas<br />

yang banyak di kelas strategi dan keuangan, belum lagi kamu<br />

harus mendapat nilai bagus di UAS B-Law untuk bisa lulus. Saya<br />

bisa mengajari kamu bagaimana caranya memanajeri orang, tapi<br />

berarti kamu akan sangat sibuk dan kamu harus merelakan hari<br />

Sabtu kamu sejak hari ini sampai lulus.”<br />

Sekarang giliran saya yang bengong. Beliau benar. Saya<br />

memang tidak kena demam musim semi. Saya menganggap<br />

kuliah MBA ini salah satu momen terbesar dalam hidup saya,<br />

tapi yang saya inginkan sekarang adalah cepat-cepat lulus. Tibatiba<br />

Neumann membuat saya tersadar dari keterkejutan saya.<br />

“Ted, saya tidak keberatan memberi kamu pelajaran<br />

tambahan di hari Sabtu, tapi saya akan hentikan kalau kamu tidak<br />

niat belajar. Pelajaran tambahan ini resikonya sangat besar. Saya<br />

bisa kehilangan banyak waktu saya. Pikirkan lagi dan beritahu<br />

saya jawabannya malam ini.”<br />

Sore itu saya pulang dan memikirkannya. Tentu pasti,<br />

General Technologies pasti akan memberi saya pelatihan, pikir<br />

saya. Sedang Neumann hanya seorang dosen yang terpaku<br />

pada textbook. Dia memang sudah sering kali terpilih sebagai<br />

dosen terbaik tahunan sampai enam kali, karena dia punya<br />

pengalaman di dunia nyata. Bahkan dia punya perusahaan<br />

konsultasi sendiri.<br />

Saya tidak berpikir lama. “Aku pasti sudah gila.” Saya<br />

berteriak sambil menekan nomor telepon Dr. Neumann. Tapi<br />

sebelum saya sempat mengubah pikiran saya, beliau sudah<br />

menjawab telepon saya.<br />

“Halo,” katanya.<br />

“Dr. Neumann...”<br />

“Ya, Ted. Kamu sudah memutuskan?”<br />

“Saya ambil kesempatan itu.”<br />

20


Kenali Kondisi Domba Anda<br />

“Bagus,” katanya. “Besok jam 8 pagi di gedung Fakultas<br />

Bisnis di persimpangan Speedway dan Inner Campus Drive.<br />

Saya akan jemput kamu di sana. Oh ya, pakai celana jeans ya.<br />

Tidak apa kotor juga.”<br />

Saya menutup telepon, bingung. Apa yang telah saya lakukan?<br />

Celana jeans?<br />

Besoknya jam delapan pagi saya sudah siap di tempat yang<br />

ditentukan, berpikir apakah saya lulusan MBA terbodoh di<br />

kampus. Saya ‘kan sudah dapat kerja.<br />

Tidak berapa lama sebuah mobil pick up tua dengan cat yang<br />

sudah hampir pudar berhenti di depan saya. Pintu penumpang<br />

terbuka dan yang mengejutkan, Dr. Neumann duduk di sana<br />

mengenakan kaos, jeans belel dan sepatu cowboy yang sudah<br />

lusuh. Saya selalu melihatnya memakai jas dan dasi selama ini.<br />

Sebelum saya sadar apa yang terjadi, kami sudah dalam perjalanan<br />

menuju peternakan Neumann di luar kota Texas. Kami melewati<br />

jalan yang rusak untuk sampai ke peternakannya. Ukuran dan<br />

keindahan peternakan itu membuat saya terkejut. Mungkin apa<br />

yang saya lakukan ini benar, pikir saya.<br />

Sebelum sampai ke rumah utama, beliau membelokkan<br />

mobil ke sisi jalan dan di sebelah kanan saya melihat sebuah<br />

kolam besar, dengan pohon oak di kedua sisinya. Dahan pohon<br />

oak yang bergelantungan memberi nuansa keteduhan tersendiri.<br />

Di balik pohon oak itu ada padang rumput hijau. Dan di bawah<br />

bayang-bayang pohon oak itu ada sekumpulan domba. Dr.<br />

Neumann menepikan mobil dan mematikan mesin.<br />

“Kita sudah sampai,” katanya sambil tersenyum. “Saya harus<br />

memeriksa keadaan domba-domba saya.”<br />

Saya memandang keluar jendela. “Hah?”<br />

“Ya. Saya selalu memeriksa keadaan mereka setiap pagi.<br />

Biasanya saya memeriksa keadaan mereka lebih pagi lagi, tapi<br />

saya pikir kamu mungkin ingin melihatnya.”<br />

Dr. Neumann pasti bercanda, itu pikiran saya. “Hebat seka-<br />

21


The Way of the Shepherd<br />

li,” kata saya sambil memalingkan muka supaya Dr. Neumann<br />

tidak melihat ekspresi muka saya. Saya menghabiskan waktu<br />

semalaman belajar. Kalau saya tahu kami akan pergi ke<br />

peternakan, saya akan tidur lebih lama. Tapi saya pikir, ini hanya<br />

selingan saja. Kami akan segera membahas masalah manajemen<br />

sebentar lagi.<br />

“Siapa yang menyangka,” kata saya sambil membuka pintu,<br />

“Kalau salah satu dosen bisnis dan konsultan terkenal suka<br />

memelihara domba!”<br />

Neumann tertawa sambil turun dari mobil. “Jangan bilang<br />

siapa-siapa! Saya memang suka domba. Mereka membuat saya<br />

teringat masa lalu saya.”<br />

“Oh ya?”<br />

“Saya besar di Wyoming, ayah saya punya peternakan domba<br />

yang besar di sana.” Beliau menjelaskan. “Saya biasa bekerja<br />

setiap musim panas, menjaga domba. Itu pengalaman yang luar<br />

biasa.”<br />

Rasa ingin tahu yang besar sekarang menggantikan<br />

penyesalan karena kehilangan jam tidur di pagi hari Sabtu.<br />

Waktu Neumann berjalan ke arah kandang domba, semua<br />

domba berdiri dan berjalan ke arahnya. Saat beliau sampai ke<br />

domba-dombanya, semua dombanya mengembik manja.<br />

“Mereka senang melihat Anda.” kata saya.<br />

“Saya juga.” jawabnya. “Mereka pasti melihat saya atau<br />

pegawai saya dua kali sehari. Mereka mengikuti saya ke mana<br />

pun saya pergi di padang rumput ini.” Dia mengelus-ngelus satu<br />

domba. “Ayo coba, mereka jinak kok, tidak akan menggigit.”<br />

“Oh-kaaaay,” kata saya. Beberapa domba langsung mundur<br />

waktu saya mendekat. Waktu mereka merasa saya tidak<br />

berbahaya baru mereka mendekat.<br />

“Aduh, domba-domba ini sangat bau!” kata saya dengan<br />

suara keras.<br />

Neumann tertawa, “Ted, kamu aneh. Apa yang kamu<br />

22


Kenali Kondisi Domba Anda<br />

harapkan? Wangi mobil baru? Bantu saya. Menurut kamu ada<br />

berapa banyak domba saya.”<br />

Saya melakukan penghitungan cepat. “Saya rasa empat puluh<br />

dua ekor. Sulit menghitung karena mereka tidak bisa diam.”<br />

“Bagus,” kata Neumann. “Hitungan saya sama dan memang<br />

seharusnya empat puluh dua ekor.”<br />

“Bagus,” kata saya. “Jadi kita sudah selesai di sini?”<br />

“Belum, kita belum selesai.”<br />

Dr. Neumann mulai memeriksa semua domba-dombanya,<br />

satu demi satu. Dari kepala sampai kaki. Apakah ada ulat di<br />

bulunya, atau apakah mereka sakit. Untung saya tidak sarapan.<br />

Dia lalu memeriksa kuku dombanya, apakah belah atau ada<br />

infeksi. “Mereka sehat,” katanya. “Cuaca bulan ini tidak terlalu<br />

parah buat mereka.”<br />

“Matahari musim panas berpengaruh pada mereka?” tanya<br />

saya.<br />

“Ya, musim panas dan lalat,” jawab Neumann.<br />

“Lalat?” Saya tidak tahu apa lagi yang akan saya dengar<br />

selanjutnya.<br />

“Ya, lalat keluar di musim panas. Lalat rusa, lalat kuda, kutu,<br />

nyamuk. Tapi yang paling parah adalah lalat nasal.”<br />

“Lalat nasal?”<br />

“Mereka terbang di atas hidung domba dan meletakkan<br />

telurnya di membran penapasan.” Neumann menjelaskan. “Dari<br />

situ lalat yang baru lahir membentuk sinusitis dan masuk dalam<br />

kepala domba, di mana mereka membuat sarang di sana. Itu<br />

akan membuat domba jadi gila. Setiap musim panas, kami harus<br />

menyemprotkan cairan anti serangga untuk melindungi dombadomba<br />

ini.”<br />

“Untung saya bertanya,” kata saya, yakin kalau saya akan<br />

melewatkan makan siang juga. “Apakah kita sudah selesai Dr.<br />

Neumann?”<br />

“Hampir. Saya harus memeriksa pagar dan kolam air minum.<br />

23


The Way of the Shepherd<br />

Tidak akan lama.”<br />

Selama lima belas menit saya memperhatikan Dr. Neumann<br />

memeriksa kolam memastikan airnya aman untuk diminum<br />

oleh domba dan memeriksa keadaan pagar. Beberapa kali dia<br />

berhenti dan menggunakan tumit sepatunya untuk menutup<br />

lubang yang dibuat oleh domba di bawah pagar. Beliau juga<br />

memeriksa padang rumput, memastikan tidak ada tanaman<br />

beracun yang tumbuh. Akhirnya dia berkata, “Ayo ke rumah,<br />

saya masakkan sarapan buat kita.”<br />

Lima puluh lima menit kemudian, setelah sarapan yang<br />

penuh dengan kehangatan dan dua cangkir kopi pahit, kami<br />

membereskan meja. Sambil membersihkan wajan yang masih<br />

mengepul, Neumann memandang saya dan bertanya, “Kamu<br />

siap?”<br />

“Ya,” jawab saya. “Ayo kita mulai.”<br />

“Bagus! Ayo saya antar kamu kembali ke kampus.”<br />

Saya kaget. “Apa!” saya protes. “Apa maksud Anda kembali<br />

ke kampus.” Saya pikir saya telah mengorbankan hari Sabtu<br />

saya untuk mempelajari bagaimana caranya memimpin orang.<br />

Tapi yang kami lakukan hanya memeriksa domba bau. “Kapan<br />

pelajaran pertamanya akan dimulai?”<br />

Neumann mengelap wajan dengan tenang. “Sudah tadi. Dan<br />

mereka bukan domba bau.”<br />

“Apa maksud Anda, kita sudah memulai pelajaran? Apa saya<br />

ketinggalan sesuatu?”<br />

Neumann menaruh wajan, berjalan ke ujung meja dan duduk.<br />

“Kamu sudah belajar pelajaran pertama dalam memanajemen<br />

orang.” katanya tenang. “Dan ya, kamu ketinggalan. Tapi saya<br />

tidak heran. Banyak manajer yang seperti itu.”<br />

Rasa frustasi saya memuncak seiring dengan pikiran saya<br />

telah kehilangan pelajaran dan mengorbankan hari Sabtu saya.<br />

“Kapan pelajarannya dimulai?” tanya saya dengan suara pelan.<br />

“Di padang rumput?”<br />

24


Kenali Kondisi Domba Anda<br />

“Tepat sekali.”<br />

Saya menatap Dr. Neumann dengan pandangan heran.<br />

“Dengar,” katanya. “Waktu kamu mulai bekerja di General<br />

Technologies, kamu akan mulai dengan sembilan ekor domba<br />

yang harus kamu gembalakan. Supaya jadi pemimpin yang<br />

berhasil, kamu harus berinteraksi dengan mereka seperti gembala<br />

dengan dombanya. Ted, kamu punya kemampuan finansial<br />

yang hebat, dan kamu butuh itu supaya sukses, tapi kalau kamu<br />

mau benar-benar sukses, akan lebih banyak usaha yang kamu<br />

harus lakukan. General Technologies tidak akan mempromosikan<br />

kamu kecuali kamu bisa sukses dengan sembilan orang itu.<br />

Jadi kalau kamu mau jadi pemimpin yang hebat, kamu harus<br />

belajar Prinsip Sang Gembala.”<br />

“Prinsip Sang Gembala?”<br />

“Ya,” kata Neumann. “Tadi saya bilang, saya besar di<br />

peternakan ayah saya. Tadi saya bilang juga bahwa saya banyak<br />

belajar di padang rumput Wyoming.”<br />

“Ya, saya ingat. Lanjutkan.”<br />

“Yang kamu tidak tahu adalah saya tidak sabar meninggalkan<br />

peternakan dan bekerja di luar. Saya ingin ke kota besar<br />

dan berbisnis. Kamu ingat waktu hari pertama kuliah saya<br />

menceritakan bagaimana saya masuk dunia bisnis?”<br />

“Ya.”<br />

“Well, saya punya karir yang sukses di sana. Seperti kamu,<br />

saya mulai dengan menjadi manajer. Waktu saya selesai, saya<br />

sudah jadi wakil presiden perusahaan.”<br />

“Okay.”<br />

“Saat saya mulai, saya menyadari kalau hari-hari yang saya<br />

habiskan dengan domba-domba itu, di suatu tempat entah di<br />

mana keberadaan, saya sebenarnya telah belajar bagaimana<br />

memanajeri orang. Yang lebih penting lagi saya belajar bagaimana<br />

caranya memimpin mereka sehingga mereka mau menurut.”<br />

“Tapi Dr. Neumann,” kata saya. “Anda serius?”<br />

25


The Way of the Shepherd<br />

Neumann memandang saya dalam-dalam. “Saya sangat<br />

serius, Ted. Saya belajar menggembalakan orang. Kalau kamu<br />

mau sukses, kamu harus belajar menggembalakan orang juga.”<br />

“Prinsip Sang Gembala?”<br />

“Ya. Begitu kamu belajar tujuh Prinsip Sang Gembala, kamu<br />

akan menjadi pemimpin yang hebat.”<br />

“Jadi apa prinsip pertamanya?”<br />

“Yang baru saja kamu lewatkan?”<br />

“Lucu sekali. Apa yang harus saya lakukan? Memeriksa<br />

orang-orang saya? Dr. Neumann, tolong bantu saya. Anda tahu<br />

saya tidak biasa bangun pagi di hari Sabtu.”<br />

Neumann tersenyum tipis. Dia bangkit dan berjalan ke arah<br />

dapur. Sebelum saya sempat protes, beliau kembali dengan satu<br />

poci kopi, mengisi gelas kami sampai penuh dan menyuruh saya<br />

mengeluarkan buku catatan. Dia lalu duduk, meminum kopinya,<br />

dan memandangi saya dengan seksama dari seberang meja.<br />

Dia lalu menaruh cangkirnya, membungkuk ke arah saya dan<br />

berkata dengan suara pelan, “Ted, prinsip pertama dari Prinsip<br />

Sang Gembala adalah selalu kenali kondisi kawanan domba<br />

kamu!”<br />

Saya mulai mencatat.<br />

“Seorang manajer tidak bisa mengatur apa yang dia tidak<br />

tahu.” Katanya. “Jadi kamu harus tahu bukan hanya status kerja<br />

mereka, tapi status pribadi mereka. Banyak manajer yang terlalu<br />

berfokus pada proyek dan bukan orang. Mereka seperti kamu tadi<br />

pagi. Mereka ada bersama domba – tapi tidak terlibat. Mereka<br />

hanya sibuk dengan pekerjaan dan bukan dengan pekerjanya.”<br />

“Well, tapi ada pekerjaan yang harus diselesaikan.”<br />

“Ya, memang benar. Tapi ingat pegawai kamu yang<br />

mengerjakannya. Orang-orang kamu adalah aset terbesar<br />

kamu. Semua manajer setuju dengan hal itu, tapi tidak<br />

melakukannya.”<br />

“Saya mengerti maksud Anda.” Kata saya. “Saya dulu punya<br />

26


Kenali Kondisi Domba Anda<br />

majikan yang hanya bicara soal permainan tapi tidak bisa main.<br />

Kalau kita salah, dia akan marah-marah dan menyuruh kita<br />

melakukan yang lebih baik. Tapi kalau kami berhasil, dia tidak<br />

pernah memperhatikan. Itu pengalaman mengerikan.”<br />

“Ted,” kata Neumann lagi, “Itu sebabnya mengapa prinsip<br />

pertama dari Prinsip Sang Gembala adalah kenali keadaan<br />

kawanan domba kamu.”<br />

“Bagaimana caranya?”<br />

“Pertama, ingat waktu kita memeriksa domba pagi tadi. Kita<br />

memeriksanya satu-satu. Sembilan orang di General Technologies<br />

yang akan jadi bawahan kamu adalah satu kawanan domba,<br />

tapi mereka juga adalah individu. Mereka ingin diperlakukan<br />

sebagai individu. Percayalah pada saya, orang lelah diperlakukan<br />

sebagai angka. Semua orang yang akan ada di bawah kamu<br />

bukan sekedar pegawai tapi juga individu.”<br />

“Kedengarannya keren.” Kata saya. “Tapi bagaimana<br />

caranya?”<br />

“Kamu harus terlibat dengan mereka secara pribadi,” jawab<br />

Neumann. “Kamu harus tahu apa bakat dan kesukaan mereka.<br />

Kamu harus tahu impian mereka apa yang memotivasi mereka<br />

saat mereka melewati pintu kantor di pagi hari, apa ambisi karir<br />

mereka, dan juga rasa frustasi mereka. Dengan kata lain, Ted,<br />

kamu harus tahu apa yang membuat mereka bersemangat hari<br />

itu.”<br />

“Dan bagaimana caranya?” tanya saya.<br />

“Libatkan diri dengan mereka setiap hari.” Jawab Neumann.<br />

“Tadi saya sudah bilang, saya selalu ada dengan domba-domba<br />

saya minimal dua hari sekali. Waktu kamu ada di General<br />

Technologies, lakukan hal yang sama. Kamu harus selalu keluar<br />

dan terlibat dengan kawananmu. Buka mata, buka telinga dan<br />

bertanyalah. Yang paling penting, perhatikan. Misalkan ada<br />

seorang pegawai yang minta izin membawa anaknya ke dokter,<br />

sebagai contoh, begitu dia masuk kerja, tanyakan kabar anaknya.<br />

27


The Way of the Shepherd<br />

Berusahalah sebisa mungkin untuk terlibat dengan hidup orang<br />

yang jadi bawahan kamu. Kedengarannya mudah, tapi akan sulit<br />

kalau kamu tidak melakukan hal terakhir ini.”<br />

“Apa itu?”<br />

“Kamu harus peduli pada mereka. Kamu bisa menggunakan<br />

segala macam metode, tapi kalau kamu tidak benar-benar peduli<br />

secara tulus, kamu tidak akan pernah jadi pemimpin yang akan<br />

mereka ikuti. Kalau mereka hanyalah domba bau bagi kamu,<br />

mereka tidak akan mau berkorban buat kamu dan mereka akan<br />

meninggalkan kamu. Ini prinsip lama, tapi benar: orang tidak<br />

peduli pada kamu sampai mereka tahu betapa kamu peduli pada<br />

mereka.<br />

“Nah,” kata Neumann. “Sudah cukup hari ini. Kamu harus<br />

kembali ke tugas-tugas kuliah. Ayo kembali ke kampus lagi.”<br />

Sepanjang perjalanan pulang saya diam. Dr. Neumann<br />

benar-benar membuat saya berpikir. Saya membuka buku<br />

catatan saya dan melihat catatan yang saya tulis:<br />

PRINSIP SANG GEMBALA<br />

1. Kenali Kondisi Kawanan Dombamu<br />

• Ikuti status pribadi bawahanmu dan status kerjanya.<br />

• Kenali dombamu satu-satu.<br />

• Terlibat dalam kehidupan sehari-hari.<br />

• Buka mata, buka telinga, bertanyalah dan perhatikan.<br />

Begitu saya sadar, Dr. Neumann sudah berhenti di depan<br />

gedung Fakultas Bisnis. Saya memperhatikan dia pergi dan<br />

berpikir, saya mendapat jauh lebih banyak daripada yang saya<br />

pikirkan.<br />

28


BAB 2<br />

TEMUKAN SHAPE<br />

KAWANAN DOMBA ANDA<br />

Sabtu minggu depannya saya pergi ke Pusat Pegadaian dan<br />

Pasar Hewan Hill Country. Saya hampir lupa apa yang terjadi<br />

minggu lalu karena persiapan ujian dan tugas-tugas membuat<br />

saya makin sibuk. Dalam perjalanan, saya berusaha mengingat<br />

kembali pelajaran yang diberikan Dr. Neumann minggu lalu.<br />

Selalu kenali kondisi kawanan dombamu, pikir saya, sambil<br />

berusaha melawan rasa kantuk yang menyerang. Kenali dombamu<br />

satu-persatu. Terlibatlah dengan mereka dan perhatikan mereka.<br />

Dr. Neumann sudah menunggu saya di pasar hewan. Saya<br />

memarkirkan mobil DeSoto saya di antara ratusan pick up yang<br />

terparkir di sana dan waktu saya baru saja keluar, saya melihat<br />

beliau berjalan ke arah saya. “Punya sepatu boot?” tanyanya saat<br />

melihat sepatu kulit baru saya.<br />

“Memangnya kenapa dengan sepatu kulit?” tanya saya.<br />

“Tidak apa,” katanya. “Tapi ini pasti menyenangkan.”<br />

Saya menarik napas dalam-dalam dan mencium bau paling<br />

bau yang pernah saya cium. Perpaduan bau jerami, kotoran<br />

binatang, serta asap traktor. Belum lagi ditambah bau domba.<br />

Saya berpikir,“Jangan menyebut sesuatupun tentang bau,” Saya<br />

ingat beliau tidak terlalu peduli dengan bau-bau itu. Sepertinya<br />

hidung saya memang sensitif.<br />

29


The Way of the Shepherd<br />

“Well,” Neumann mengedipkan matanya. “Sepertinya kamu<br />

suka dengan udara pedesaan yang segar.”<br />

“Uh,” kata saya. “Lebih baik saya mencium bau kabut asap.”<br />

Neumann tertawa keras. “Kamu pasti tahan. Ayo, ada sesuatu<br />

yang mau saya tunjukkan padamu.”<br />

Saya berusaha tetap berada di belakangnya saat kami<br />

berjalan menuju tempat pelelangan, tapi saya tertinggal. Pasar<br />

hewan itu seperti ladang ranjau mini. Kita harus melompat<br />

menghindari kotoran binatang yang tersebar dengan berbagai<br />

warna, ukuran, dan bentuk, kalau mau selamat. Saya masih saja<br />

berpikir, “Memangnya kenapa dengan sepatu kulit?”<br />

Kami sampai ke rumah lelang dan menemukan sebuah<br />

panggung dengan beberapa ternak yang terikat ke pasak<br />

alumunium. Di panggung itu duduk para petugas lelang dan para<br />

asistennya. Ruangan itu penuh dengan peternak dari Stetsons,<br />

yang ingin menawar seekor domba. Tiga orang asisten petugas<br />

lelang mondar-mandir di depan para pengunjung, mengawasi<br />

kalau ada yang menawar. Suara gumaman para penawar akan<br />

berhenti saat seseorang mengajukan tawarannya. Seorang asisten<br />

akan mengangkat tangannya sementara tangan yang satunya lagi<br />

menunjuk ke si penawar dan berteriak “Hep!”<br />

Kami berdiri di belakang dan memperhatikan bagaimana<br />

semua orang menawar ternak yang baru dibawa ke panggung.<br />

Neumann berbisik di telinga saya, “Di sinilah pembentukan dan<br />

proses kepemimpinan tim yang hebat dimulai. Semua peternak<br />

mulai membangun kawanan domba mereka di sini.”<br />

Untuk sementara perhatian kami kembali tertuju ke ruangan<br />

lelang karena teriakan asisten petugas lelang yang tidak kunjung<br />

berhenti. “Hep!”, “Hep!”, “Hep!”<br />

“Okay,” kata saya, “kelihatannya tidak terlalu sulit. Mereka<br />

tinggal memilih domba yang mereka suka, mengangkat<br />

tangannya dan menawar. Apa susahnya?”<br />

Pada saat itu petugas lelang memukul meja dan berteriak,<br />

30

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!