You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
10 Gerbang Jatim<br />
EDISI <strong>295</strong>/TAHUN 06, 15 - 22 JANUARI 2017<br />
Tekan Harga Cabai, Bulog Tulungagung<br />
Gelar Operasi Pasar<br />
Cabai Rawit Dijual Rp 85.000/Kg<br />
Untuk menekan harga cabai<br />
yang terus meroket, Bulog Subdrive<br />
X Tulungaguung, Jawa Timur<br />
menggelar operasi pasar murah di<br />
sejumlah pasar tradisional. Bahkan,<br />
Bulog juga turun keliling ke<br />
permukiman warga-warga. Dengan<br />
demikian, operasi pasar murah ini<br />
benar-benar dapat dirasakan oleh<br />
warga masyarakat secara luas.<br />
Dalam operasi pasar murah ini,<br />
Bulog sedikitnya membawa satu<br />
kwintal cabai dari berbagai jenis..<br />
Mulai dari cabai kriting, merah,<br />
hijau, kathur, dan rawit. Namun<br />
yang paling banyak dipasarkan<br />
waktu itu, adalah cabai rawit. “Dari<br />
1 kwintal, cabai rawitnya ada 60<br />
kilo,” ujar Qori’illa Sahida salah<br />
satu petugas Bulog Subdrive X Tulungagung.<br />
Alasannya sederhana. Karena<br />
cabai rawit kebetulan paling banyak<br />
dibutuhkan oleh konsumen.<br />
Untuk itu, barang yang dibawa<br />
harus lebih banyak ketimbang jenis<br />
cabai lainnya. Operasi mobile ini,<br />
tidak pernah bertahan lama. Dalam<br />
waktu hitungan setengah jam, paling<br />
lama satu jam, karungan cabai<br />
tersebut habis diserbu pembeli yang<br />
kebanyakan ibu-ibu.<br />
Bahkan, ada diantara pembeli<br />
yang harus balik kanan karena tidak<br />
kebagian. Harga cabai rawit yang<br />
ditawarkan Bulog ini memang sedikit<br />
lebih murah di banding harga<br />
umum di pasaran. Kalau dipasaran<br />
harga cabai rawit menembus angka<br />
Rp 100.000,- per kilo, Bulog hanya<br />
mematok harga Rp. 85.000,- per<br />
kilo. Ada selisih harga Rp. 15.000,-<br />
per kilo.<br />
Agar harga terjangkau oleh<br />
pembeli, Bulog membuat bungkusan<br />
cabe dengan berat timbangan<br />
¼ kiloan, dengan harga Rp 21.250.<br />
Dengan operasi pasar ini,<br />
diharapkan harga cabai di pasar<br />
tradisional Tulungagung dalam<br />
waktu dekat kembali normal.<br />
Menurut Sahida, mahalnya harga<br />
cabai ini disebabkan minimnya pasokan<br />
cabai dari petani akibat gagal<br />
panen. “Selain serangan hama,<br />
musim yang tidak menentu menjadi<br />
faktor gagal panen,” jelas perempuan<br />
berkaca mata ini.<br />
Menyikapi adanya dugaan<br />
penimbunan barang, perempuan<br />
murah senyum ini menjawab<br />
dengan tegas, tidak ada. Kenaikan<br />
harga cabai ini pyur karena kapsitas<br />
cabai dipasaran menurun karena<br />
gagal panen. “Saya bisa pastikan,<br />
tidak ada penimbunan barang yang<br />
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.Semua<br />
ini karena kiriman dari<br />
petani berkurang,” tandasnya.<br />
Operasi pasar murah ini, akan<br />
terus dilakukan oleh pihak Bulog<br />
sampai harga cabai kembali normal.<br />
Tanpa mengesampingkan<br />
kebutuhan pokok lainnya. Seperti<br />
gula, beras, minyak dan lain sebagainya.<br />
Untuk itu, Bulog juga menyediakan<br />
kebutuhan pokok lainnya<br />
yang harganya lebih murah dibanding<br />
harga umum dipasaran lainnya.<br />
“Operasi ini dijadwal keliling<br />
secara bergiliran. Terutama di pasar<br />
dan permukiman padat,” tambahnya.<br />
(rul)<br />
Petani Tulungagung Mengeluh<br />
Saat Harga Melambung, Tanaman<br />
Cabai Diserang Hama Patek<br />
Harga cabai rawit di pasaran saat ini, boleh dibilang puncaknya mahal.<br />
Yakni antara Rp 100.000 hingga Rp 105.000,- per kilogramnya. Namun,<br />
bagaimana dengan petani cabainya sendiri ? Apakah mendapatkan keuntungan<br />
besar ? Ternyata tidak.<br />
Senin (09/01) pukul 08.00 WIB, <strong>Bisnis</strong> <strong>Surabaya</strong> mencoba mendatangi<br />
Desa Ngunut, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.<br />
Desa ini, dari<br />
dulu terkenal<br />
dengan petani<br />
cabainya. Bisa<br />
dikatakan, Desa<br />
ini paling besar<br />
memberikan<br />
kontribusi cabai<br />
untuk di wilayah<br />
Tulungagung.<br />
Bahkan, Desa<br />
ini juga terkenal<br />
penghasil cabai<br />
rawit paling berkualitas diantara daerah lain.<br />
Sepanjang perjalanan, puluhan hektar tanaman cabai terhampar luas<br />
di daerah ini. Tapi sayang, tanaman cabai rawit diderah ini terlihat kurang<br />
subur. Selain sebagian batang cabainya mengering seperti kurang air, buah<br />
cabainya juga banyak yang bolong-bolong seperti tak tahan terkena sengatan<br />
matahari. Diujung petak paling barat, terlihat seorang laki-laki dengan<br />
muka lesu sedang sibuk memetik buah cabai. Ya, pria itu bernama Khoirul<br />
Anam. Salah satu petani cabai yang terkenal dengan tanaman cabainya.<br />
Disela-sela kesibukannya itulah, Khoirul Anam menceritakan kenapa<br />
tanaman cabainya tidak maksimal. Menurut Khoirul, tahun ini merupakan<br />
tahun paling kurang beruntung bagi petani cabai yang ada di Tulungagung.<br />
Sebab, di saat harga cabai melambung tinggi, justru tanaman<br />
cabai terserang hama patek atau antraknosa yang disebabkan serangan<br />
cendawan. Akibatnya banyak buah cabai bolong-bolong dan membusuk.<br />
“Lihat, bolong-bolongnya seperti. Kalau dibiarkan, menjadi busuk,” terang<br />
Khoirul sambil menunjukkan beberapa genggam buah cabai dalam tangannya.<br />
Tidak hanya itu, hama patek ini juga mengakibatkan batang cabai mati<br />
mengering seperti kurang air. Untuk menghindari kerugian lebih besar,<br />
Khoirul terpaksa memetik cabainya lebih awal, meski belum waktunya panen.<br />
“Lumayan, itung-itung buat gantinya pupuk,” ujar Khoirul lesu.<br />
Lebih jauh Khoirul mengatakan, kalau tanaman cabai sudah terserang<br />
hama patek, pemulihannya sulit untuk diatasi. Satu-satunya jalan, tanaman<br />
harus dicabuti dan diganti dengan tanaman baru. Kalau tidak begitu, percuma.<br />
Karena hama ini kebal obat pembasmi dan mudah menyebar.<br />
Akibat serangan hama patek ini, ratusan tanaman cabai di Tulungagung<br />
terancam gagal panen. Sehingga sangat dimungkinkan harga cabai di pasaran<br />
akan terus melambung. (rul)<br />
Aktivitas Pertambangan Candilimo Mojokerto Ditutup Warga<br />
Keruk Batu Dijual ke Perusahaan PT Musika<br />
Suasana operasi cabai murah yang digelar Bulog Subdrive X Tulungangung<br />
Qori’illa Sahida<br />
Aktifitas pertambangan galian<br />
C (pasir dan batu) di sungai sekitar<br />
Jembatan Desa Baureno Kecamatn<br />
Jatirejo Kab. Mojokerto ditutup<br />
warga. Ratusan warga Desa Sumberagung,<br />
Kecamatan Jatirejo menilai<br />
proyek normalisasi itu hanya<br />
kedok.<br />
Menurut sumber warga Jatirejo<br />
desa Dinoyo yang tidak mau namanya<br />
dikorankan menyampaikan<br />
normalisasi itu abal-abal. Buktinya<br />
bagian sungai yang tidak ada batunya<br />
tidak dinormalisasi alias tidak<br />
dikeruk, walau sungainya sempit.<br />
Sumber lain dari warga desa<br />
Baureno menambahkan bahwa<br />
yang melakukan akifitas penambangan<br />
batu di sungai itu adalah H.<br />
Faiz.<br />
Diduga, aktifitas pertambangan<br />
pasir dan batu di aliran sungai dengan<br />
dalih proyek normalisasi. Bahkan,<br />
atusan warga dari tiga desa<br />
masing-masing Desa Sumberagung,<br />
Baureno dan Dinoyo<br />
menuding, jika proyek itu<br />
hanya untuk mengeksploitasi<br />
pasir dan batu dengan tujuan<br />
dijual ke perusahaan milik<br />
Bupati Mojokerto MKP,<br />
PT.Musika yang berlokasi di<br />
Kec.Jatirejo.<br />
Samsul Bahri, koordinator<br />
aksi warga tiga desa mengungkapkan<br />
aksi yang digelar<br />
warga memiliki tujuan<br />
menuntut agar pengusaha<br />
pertambangan menghentikan<br />
pengerukan batu yang berkedok<br />
normalisasi sungai.<br />
“Proyek normalisasi Irigasi<br />
Candilimo dikerjakan Unit Pelaksana<br />
Teknis (UPT) Dinas PU Pengairan<br />
Kecamatan Jatirejo sejak<br />
dua bulan yang lalu. Namun, dalam<br />
prosesnya, pengerukan dengan alat<br />
berat juga meyasar tanah milik<br />
warga dan tanah kas desa (TKD)<br />
Sumberagung,” ungkap Samsul di<br />
lokasi pertambangan, Sabtu (7/1).<br />
Warga beranggapan, jika proyek<br />
normalisasi tersebut telah dijadikan<br />
ajang bisnis eksploitasi sumber<br />
daya alam berupa pasir dan batu<br />
yang dijalankan pemerintah. Sebab,<br />
UPT Dinas PU Pengairan Kecamatan<br />
Jatirejo diam-diam telah<br />
melakukan MoU dengan pihak<br />
pengusaha pertambangan.<br />
Sejumlah informasi warga,<br />
jika hasil pertambangan itu<br />
dikirim ke perusahaan pemecah<br />
batu di wilayah Jatirejo.<br />
“Batunya dikirim ke PT<br />
Musika milik Bupati (Mustofa<br />
Kamal Pasa). Salah satu<br />
syarat normalisasi adalah<br />
rekom dari bupati untuk mengatasi<br />
banjir. Kali Pikatan<br />
(irigasi di lokasi lain) sampai<br />
saat ini kondisinya sempit,<br />
tidak pernah dinormalisasi<br />
karena tidak ada batunya, makanya<br />
dibiarkan,” papar pria yang juga<br />
anggota BPD Desa Sumberagung.<br />
Jika pemerintah masih<br />
meneruskan proyek normalisasi<br />
yang bisa mengakibatkan longsor<br />
bagi sawah warga didekat bibir sungai,<br />
mereka akan melakukan aksi<br />
yang lebih besar lagi. “Kalau tetap<br />
dilanjutkan (normalisasi), kami<br />
akan kembali lagi aksi, karena ini<br />
masalah aturan,” tegasnya.<br />
Sementara itu, Kabag Humas<br />
Pemkab Mojokerto, Alfiah Ernawati<br />
membenarkan, bahwa proyek<br />
normalisasi irigasi Candilimo dikerjaan<br />
UPT Dinas PU Pengairan<br />
Kecamatan Jatirejo tanpa kucuran<br />
anggaran dari APBD. Menurut<br />
Erna, sapaan akrab Kabag Humas,<br />
bebatuan yang dikeruk dari sungai<br />
dijual untuk menutup biaya operasional.<br />
“Limbahnya seharusnya ditaruh<br />
ditanggul sungai. Kalau tanggul tak<br />
memenuhi, dijual untuk operasional<br />
normalisasi. Misalnya untuk bayar<br />
pekerja, sewa alat berat, BBM alat<br />
berat,” cetusnya. (mm)