1 - Aceh Books website

iarkan perahu itu lewat tanpa mempersona kita
masa melaksanakan baiat telah sempurna. Mari kita berlajar
dengan bahtera sebelumnja pasang surut.
Dua teruna turun dari mertjusuar, kali ini dengan bergandengan
tangan. Bahtera ditambat dikaki mertjusuar, kedua
teruna menaiki, dajung dipegang, tali pengikat diputus,
mereka pun berkajuh.
Petir dan kilat sekonjong-konjong mengantjam. Gelombang
mengajun setinggi bukit. Sj. Gamal tersenjum, perahu
dikajuh dengan tangan kuat. A. Haniff melajangkan pemandangannja
kesekitar semudera : perasaan kalbu porak
peranda dipagut oleh tanggung-djawab tidak terbada.
Dari mertjusuar tadi daratan permai diliputi oleh tjuatja
tjerah tampak melambai, pantai Negara Keramat berpasir
landai. Diangkasa biru bintang gemerlapan beratus ribu,
bulan sabit tjemerlang menawan kalbu.
A. Haniff menoleh kesawang luas sudjana : lalai mengamat-amati
pandangan mempersona. Tiada disadar ia sebagai
djurumudi, haluan perahu sebentar kekiri, sekedjap
kekanan dan kepulau Pari.
— Haniff, saudaraku, asjik benar engkau beranganangan
dan berchajal, tegur Gamal.
— Angkasa seperti mimpi, belum pernah langit lazuardi
seindah malam ini, balas Haniff, karena itu ma'afkanlah
aku bila terlengah dan terpengaruh.
— Pantai sudah dekat, udjar Gamal, marilah putuskan
makrifat. Sama mendajung dan seharkat, djangan berchajal
sebelum mendarat.
Mereka berkajuh melawan ombak. Seratus penumpang
lebih diatas Bahtera. Malam tambah larut. Mata njalang
dihinggapi kantuk, kekuatan tubuh semakin teruk. Masih
370
•