24.08.2015 Views

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas - Jurnal Dinamika ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Perspektif Yuri<strong>di</strong>s Tanggung Jawab Dokter Terhadap Rahasia Me<strong>di</strong>s Pasien HIV/AIDS …419my). 16 Bahwa pasien adalah bebas untuk menentukannasibnya sen<strong>di</strong>ri (self determination),dalam arti <strong>di</strong>a oleh hukum <strong>di</strong>anggap memilikikapasitas untuk menentukan pilihannya sen<strong>di</strong>risecara rasional, karena itu dokter wajib menghormatikehendak pasiennya. Tentu saja prinsipini hanya berlaku jika pasien tersebut dalamkeadaan normal dan mempunyai kapasitas sebagaisubyek hukum yang cakap berbuat. Keinginanpasien harus <strong>di</strong>hormati oleh doktermeskipun mungkin pendapat pasien nyata-nyatasalah, tentu dengan kewajiban dokter menjelaskanapa yang benar menurut pengetahuan,profesionalisme, dan keyakinan dari dokter tersebut.Dokter harus jujur terhadap pasiennya,memberdayakan pasien untuk membuat keputusanberdasarkan informasi tentang rencanaperawatan dan pengobatannya. Keputusan pasiententang perawatannya merupakan hal yangpaling utama, selama kepatutan tersebut tidakmelanggar etik dan tidak mengarah pada permintaanyang tidak semestinya. Pada akhirnyapendapat pasien yang harus <strong>di</strong>turuti, sejauh tidakbertentangan dengan ketertiban umum. Jikapasien tidak mengijinkan sang dokter untukmengetahui lebih jauh tentang status posisitifHIV pasien melalui test maka dokter tidak bisamemaksa. Sekalipun kehendak pasien <strong>di</strong>dasariatas alasan yang nyata-nyata salah dan bahkanmungkin dapat menyebab kan kematianpasiennya.Menurut azas konfidensialitas, 17 kewajibandokter untuk menjaga rahasia me<strong>di</strong>s pasienHIV/AIDS bukan hanya sekedar <strong>di</strong>dasarkan padasumpah saja untuk merahasiakan penyakit pasiensehingga merupakan kewajiban moral danuntuk mematuhinya sangat tergantung padapriba<strong>di</strong> masing-masing dokter. Tidak adanyasanksi yang bersifat memaksa yang dapat <strong>di</strong>terapkanbagi dokter yang melanggarnya selainsanksi pengucilan oleh masyarakat kedokteran.Timbul pemikiran untuk menja<strong>di</strong>kan kewajiban1617Munir Fuady, 2005, Sumpah Hippocrates (Aspek HukumMalpraktik Dokter), Bandung: PT. Citra A<strong>di</strong>tya, hlm. 6,;Endang Kusuma Astuti, op.cit, hlm 3, Hargianti DiniIswandari, op.cit, hlm 54.Sunny Ummul Firdaus, 2008, Rekam Me<strong>di</strong>k Dalam SorotanHukum dan Etika, Surakarta: Sebelas Maret UniversityPress,hlm. 45.menyimpan rahasia kedokteran tidak hanya sekedarkewajiban moral tetapi juga kewajibanhukum. Maka masalah konfidensialitas perlu <strong>di</strong>kuatkandengan peraturan perundang-undangandan menja<strong>di</strong> kewajiban hukum sehingga adasanksi yang bersifat paksaan dan dapat <strong>di</strong>terapkanterhadap dokter yang melanggar normatersebut, karena sanksi hukum merupakan suatucara penerapan norma atau peraturan. 18 Ja<strong>di</strong>sanksi hukum sebagai sanksi-sanksi yang <strong>di</strong>gariskanatau <strong>di</strong>otorisasi oleh hukum. Setiap peraturanhukum mengandung statemen konsekuensi-konsekuensihukum yang berupa sanksi agardapat <strong>di</strong>bedakan antara yang patuh denganyang melanggar peraturan hukum.Perlu <strong>di</strong>sadari bahwa terwujudnya kesehatanyang baik hanya dapat <strong>di</strong>capai jika tiaporang dengan perasaan bebas dapat pergi kedokter dan menceriterakan dengan hati terbukasegala keluhannya. Semuanya ini <strong>di</strong>mungkinkanjika setiap orang yang menaruh kepercayaankepada dokter bahwa penyakitnya tidakakan <strong>di</strong>ungkapkan kepada orang lain. Jika kepercayaantidak ada mustahil orang menja<strong>di</strong>segan berobat sehingga penyakit yang ada <strong>di</strong>masyarakat tidak dapat <strong>di</strong>ketahui dan <strong>di</strong>kontrol.Pemikiran yang berorientasi pada azasotonomi dan azas konfidensialitas tersebut <strong>di</strong>atas maka pada waktu akan melakukan testinguntuk <strong>di</strong>agnosa HIV selalu harus secara sukarela,hasilnya <strong>di</strong>rahasiakan dan <strong>di</strong>sertai dengankonseling sebelum dan sesudah testing (VoluntaryCounselling and Testing). Konseling memegangperanan yang sangat penting untuk membantumereka yang takut (baik beralasan maupuntidak), mereka yang sudah terinfeksi (HIVpositif), istri/suami/pasangannya, dan bila perlukeluarga dan lingkungan pergaulannya yangterdekat sebagaimana yang <strong>di</strong>jelaskan dalamLampiran Keputusan Menko Kesra No. 9/KEP/MENKO/ KESRA/VI/1994 tentang Strategi NasionalPenanggulangan HIV/AIDS <strong>di</strong> Indonesia.Berbeda dengan <strong>di</strong> negara lain seperti <strong>di</strong>Amerika Central for Disease Control and Prevention(CDC) menetapkan bahwa setiap orang18Lawrence, M. Fiedman, (alih bahasa M Khozim), 2009,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung:NusaMe<strong>di</strong>a, hlm. 93.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!