28.05.2013 Views

Inteligensia%20Muslim%20dan%20Kuasa

Inteligensia%20Muslim%20dan%20Kuasa

Inteligensia%20Muslim%20dan%20Kuasa

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Democracy Project<br />

secara diam-diam tetap beredar secara terbatas di kalangan sejumlah ulama tertentu,<br />

dan dengan cara ini, majalah tersebut menjadi penunjuk baru dalam orientasi keagamaan<br />

yang dibuktikan oleh adanya fakta bahwa salah satu dari banyak nama yang diberikan<br />

kepada kelompok reformis di kepulauan Nusantara ialah ‘Kaoem al-Manar’. Persis<br />

sebelum meninggalkan Al-Azhar, Djalaluddin menulis artikel-artikel untuk majalah ini<br />

dan saat kembali ke tanah air, dia dan para koleganya berusaha untuk menirukan pesan<br />

dan semangat majalah itu dengan mendirikan majalahnya sendiri (Roff 1967: 59).<br />

77 Sebelum mendirikan sekolah Adabijah, Achmad mengunjungi sejawatnya, Tahir<br />

Djalaluddin pada tahun 1906. Kunjungan ini dimaksudkan terutama untuk mempelajari<br />

model Madrasah al-Iqbal al-Islamiyyah yang akan didirikan.<br />

78 Lihat catatan kaki nomer 70 di atas.<br />

79 Djalaluddin Thaib merupakan murid dari Hadji Rasul yang melakukan pembaharuan<br />

lebih jauh di Surau Jembatan Besi dengan memperkenalkan penggunaan meja, kursi dan<br />

kurikulum modern. Dia juga menyebarluaskan semangat pembaharuan ini ke surau lain<br />

di Sumatra Barat.<br />

80 Al-Junusi mendirikan Sekolah Diniyah pada tahun 1915 untuk para pelajar wanita.<br />

Sekolah Diniyah ini mengikuti kurikulum Al-Azhar dan disambut baik oleh masyarakat<br />

Minangkabau yang terbukti dengan begitu pesatnya kemunculan sekolah-sekolah yang<br />

serupa hingga menjadi 15 buah pada tahun 1922.<br />

81 M. Djamil Djambek, setelah tinggal di Mekah selama sekitar 9 tahun (1896-1903),<br />

kembali ke tanah air pada tahun 1903. Pengajaran agamanya yang pertama-tama<br />

disampaikan dalam bentuk serangkaian cermah di Bukittinggi, dimana dalam ceramahceramah<br />

itu, dia mengungkapkan kritiknya terhadap praktik tarekat dan dukungannya<br />

terhadap gagasan untuk kembali ke orthodoksi Islam. Untuk memperluas dakwahnya,<br />

dia menjalin hubungan yang akrab dengan para pemimpin lokal dan para pelajar<br />

sekolah guru lokal. Akhirnya, pada tahun 1918, dia mendirikan sebuah surau yang<br />

dimodernisasi yang dikenal sebagai Surau Injik Djambek (Noer 1980: 42-44; Junus<br />

1960: 69).<br />

82 Ibrahim Musa belajar di Mekah pertama kali pada tahun 1901-1909 dan kemudian<br />

pada tahun 1913-1915. Saat kepulangannya yang pertama pada tahun 1909, dia mulai<br />

melakukan modernisasi terhadap surau tradisonal di Parabek. Surau ini memiliki<br />

hubungan yang dekat dengan Surau Jembatan Besi dan kelak akan membentuk jaringan<br />

Sumatra Thawalib (Noer 1980: 48).<br />

83 Setelah empat tahun belajar di Mekah, Latif Sjakur kembali ke tanah air pada tahun<br />

1902. Saat dia pulang, dia mulai memodernisasi sebuah surau tradisional di Biaro.<br />

Usaha itu dimulai dengan memperkenalkan penggunaan meja dan papan tulis, dan pada<br />

tahun 1912 dia mendirikan madrasahnya sendiri yang bernama Al-Tarbiyah al-Hasanah<br />

yang menerapkan ‘kelas-kelas berjenjang dan pengajaran dalam ruang kelas’.<br />

84 H.M. Thaib Umar yang pernah merintis usaha modernisasi surau tradisional di<br />

Batusangkar pada tahun 1897, melanjutkan usaha-usaha modernisasinya dengan<br />

mendirikan sebuah madrasah pada tahun 1910 yang bernama Madras School di<br />

Sungajang (Batusangkar). Usaha-usaha modernisasi lebih lanjut di sekolah ini diteruskan<br />

oleh Mahmud Junus (Junus 1960: 54).<br />

85 Dia tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di sekolah bergaya Barat (Nakamura<br />

1976: 110). Namun karena tumbuh di lingkungan kesultanan Yogyakarta, tampaknya<br />

238 | Inteligensia Muslim dan Kuasa

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!