marthasari
marthasari
marthasari
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Bahasa dan Sastra Indonesia 2 Untuk SMK Kelas XI<br />
Kerjakan aktivitas-aktivitas berikut ini dalam<br />
buku tugasmu!<br />
A. Bacalah teks di bawah ini dengan saksama!<br />
Menyembuhkan Luka dengan Gula<br />
Pasir<br />
Andai relawan medis yang berangkat ke<br />
Nangroe Aceh Darussalam dibekali pengetahuan<br />
praktis mengenai pencegahan pembusukan organ<br />
tubuh akibat luka bernanah dengan menaburkan<br />
gula pasir, mungkin ribuan korban dapat ditolong<br />
tanpa harus diamputasi. Padahal, pengetahuan itu<br />
sudah coba disosialisasikan Paul Tahalele, Guru<br />
Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga<br />
Surabaya.<br />
Profesor Dr. dr. Paul Tahalele memang identik<br />
dengan gula pasir. Di tangan Kepala Laboratorium<br />
Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya<br />
ini gula pasir digunakan untuk memperlambat<br />
pembusukan luka, khususnya luka bernanah.<br />
“Gula pasir sangat efektif menyembuhkan luka<br />
bernanah karena bersifat hyperosmol dan higroskopis<br />
yang berfungsi menarik bakteri agar luka tidak<br />
membengkak,” ujar Tahalele saat ditemui di ruang<br />
kerjanya.<br />
Dikatakan bersifat hyperosmol karena gula<br />
mampu menyerap air sehingga bakteri yang terkandung<br />
pada luka itu otomatis ikut terserap. Bersifat<br />
higroskopis karena mampu menarik dan membunuh<br />
bakteri. Perpaduan kinerja kedua zat ini mampu<br />
menghilangkan bakteri penghambat proses<br />
penyembuhan pada luka bernanah.<br />
Perkenalan Tahalele yang ahli bedah jantung<br />
dan pembuluh darah dengan gula pasir (sukrosa)<br />
ia peroleh dari dosennya saat menimba ilmu di Universitas<br />
Friederich Alexander Erlangen, Nurenberg,<br />
Jerman, 23 tahun lalu.<br />
Menurut dokter yang hobi renang dan aerobik<br />
ini, ilmu kedokteran zaman Mesir Kuno sudah mengenal<br />
pengobatan menggunakan sukrosa. “Nenek<br />
moyang kita mengenal pula pengobatan madu<br />
untuk mengeringkan luka,” jelasnya.<br />
Tahalele yang menjabat Ketua Umum<br />
Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Bedah<br />
Indonesia menerapkan metode itu kepada sebagian<br />
besar pasien penyakit jantung yang dia operasi,<br />
64<br />
tanpa membuahkan keluhan. Pasien yang<br />
menderita infeksi rongga di bawah tulang dada<br />
disertai nanah, misalnya, penyembuhannya<br />
berlangsung cepat se-telah ditaburi sukrosa.<br />
Meski demikian, kata dokter yang biasa dipanggil<br />
“Paul” oleh mahasiswa maupun sejawatnya,<br />
hanya luka bernanah, baik skala besar maupun kecil<br />
saja yang bisa diberi gula pasir. Itu pun sebaiknya<br />
dilakukan setelah memeriksa dan memastikan jenis<br />
infeksi, sebagaimana tertuang dalam prosedur<br />
perawatan luka bernanah.<br />
Ahli bedah yang berhasil melakukan operasi<br />
implantasi alat pacu jantung pada pasien tertua usia<br />
90 tahun dan operasi pengikatan pembuluh darah<br />
yang menghubungkan aorta dengan arteri paru pada<br />
bayi usia lima hari ini awalnya ingin menjadi pilot.<br />
Pria kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat,<br />
4 Maret 1948, ini mengaku menjadi dokter karena<br />
kebetulan. Saat itu ia diterima di tiga Universitas,<br />
yaitu Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana,<br />
dan Universitas Airlangga (Unair), namun<br />
pilihan jatuh pada Unair.<br />
Mantan Ketua Program Studi Ilmu Bedah yang<br />
sekarang menjadi penguji nasional dokter spesialis<br />
bedah umum Indonesia itu menyelesaikan sekolah<br />
dasar di Bogor tahun 1960, sekolah lanjutan pertamanya<br />
di Mataram, dan SLTA di Malang, Jawa<br />
Timur.<br />
Tahun 1967, ia masuk Fakultas Kedokteran<br />
Unair dan menyelesaikan studi tahun 1975 dilanjutkan<br />
program pendidikan dokter spesialis (PPDS)<br />
bagian ilmu bedah dan lulus tahun 1981. Baru tahun<br />
1987, Tahalele yang mengambil spesialisasi jantung<br />
dengan alasan organ tubuh tersebut sangat<br />
vital bagi kehidupan itu melanjutkan studi pascasarjana<br />
di Jerman program ilmu bedah jantung dengan<br />
judul disertasi Verhanten der Haemostase<br />
Unter Extrakoporale Zirkulation.<br />
Suami drg. Kustiani Hartiningsih itu mengambil<br />
gelar Doktor di Unair. Disertasinya tentang Model<br />
Pendidikan Pra Bedah Terpadu kini menjadi acuan<br />
pendidikan ilmu bedah. Tidak heran, saat dikukuhkan<br />
menjadi guru besar, anggota Tim Kerja Persiapan<br />
UU Praktik Kedokteran ini banyak menyoroti<br />
penurunan kualitas dokter bedah akibat kurangnya<br />
tatap muka dosen dengan mahasiswa.<br />
Kritik tajam terhadap perkembangan pendidikan<br />
kedokteran pernah dilontarkan mantan aktivis