You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
KRIMINAL<br />
Dalam siaran pers yang dikeluarkan pada<br />
Kamis (5/12), Solidaritas Alumni Fakultas<br />
Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Sosial<br />
menyerukan agar masyarakat memberikan sanksi<br />
sosial ke mantan kepada aktivis dan kurator di<br />
Komunitas Salihara, Sitok Srengenge, terkait dugaan<br />
pemerkosaan terhadap mahasiswi berinisial RW.<br />
Alumni FIB UI Serukan Sanksi Sosial<br />
untuk Sitok Srengenge dan<br />
Komunitas Salihara<br />
memanfaatkan posisinya sebagai tokoh, penyair, dan<br />
kurator lembaga kebudayaan Salihara untuk menjerat<br />
korban. Sampai sekarang Sitok belum mengakui<br />
tindakan yang ia lakukan sebagai sebuah kesalahan.<br />
2. Kami menyatakan dukungan moral dan<br />
material sepenuhnya kepada korban untuk menjalani<br />
proses hukum dan sosial, serta berharap korban akan<br />
mendapatkan keadilan. Kami mengagumi keberanian<br />
korban untuk melaporkan kasus kekerasan ini dan<br />
menyadari bahwa perempuan sebagai korban kekerasan<br />
menghadapi banyak hambatan dari dalam diri dan<br />
lingkungan sekitar untuk sekadar mengungkapkan<br />
kekerasan yang telah terjadi.<br />
Solidaritas alumni itu antara lain menyatakan<br />
dalam siaran pers tersebut bahwa Sitok<br />
Srengenge sempat menghindari tanggung<br />
jawab dan mencoba membungkus kejahatannya<br />
sebagai tindakan yang berlandaskan perasaan suka<br />
sama suka. Berikut isi lengkap siaran pers solidaritas<br />
yang awalnya dibentuk oleh sekitar 60 orang itu dan kini<br />
sedang menyusun langkah untuk terus membantu RW<br />
mencari keadilan.<br />
1. Kami mengecam tindakan kekerasan seksual<br />
yang dilakukan oleh Sitok Srengenge terhadap<br />
mahasiswi FIB UI, mengingat tindakan tersebut sangat<br />
melukai, merugikan, bahkan merusak masa depan<br />
korban. Sitok Srengenge sempat menghindari tanggung<br />
jawab dan mencoba membungkus kejahatannya sebagai<br />
tindakan yang berlandaskan perasaan suka sama suka.<br />
Sebagai seorang penyair, Sitok Srengenge seharusnya<br />
paham bahwa kekerasan seksual adalah tindakan<br />
yang berlawanan dengan kemanusiaan, tetapi ia justru<br />
Foto: ISTIMEWA<br />
3. Kami mendorong penyelesaian kasus ini<br />
melalui jalur hukum. Meski demikian kami tahu bahwa<br />
sistem perundang-undangan yang ada di Indonesia<br />
masih memiliki banyak kelemahan dalam menjamin<br />
perwujudan keadilan bagi korban kekerasan seksual.<br />
Oleh karena itu, keadilan bagi korban mungkin perlu<br />
dicapai dengan cara-cara lain, misalnya sanksi sosial bagi<br />
Sitok Srengenge.<br />
4. Kami menyerukan agar korban-korban kasus<br />
kekerasan seksual untuk berani mengungkapkan<br />
tindakan kekerasan yang menimpa diri mereka.<br />
Kekerasan seksual merupakan tindakan kejahatan yang<br />
boleh dibilang sangat terselubung karena banyak korban<br />
tidak berani melapor, bahkan cenderung menyalahkan<br />
diri sendiri. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki<br />
di mana di dalamnya berlaku relasi kekuasaan yang<br />
timpang antara perempuan dan laki-kaki. Bagi kami<br />
kekerasan seksual bukan semata-mata persoalan moral<br />
individu, melainkan sesuatu yang bersumber dari<br />
ketimpangan relasi tersebut.<br />
5. Kami mengecam Salihara yang tidak tegas<br />
menindak Sitok Srengenge, atas penyalahgunaan<br />
nama institusi oleh dirinya sebagai kurator Salihara,<br />
untuk memperdayai korban. Salihara telah sangat<br />
menyepelekan masalah yang ditimbulkan oleh Sitok<br />
26 ASAtunews | edisi 08/th. I/Desember 2013