09.02.2014 Views

Presiden SBY Hanya Berduka lewat Twitter

2gbABU

2gbABU

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

EKONOMI<br />

tersebut tidak diterima oleh India yang menginginkan<br />

adanya solusi permanen dan juga adanya penyesuaian<br />

harga yang lebih baru dan tidak lagi menggunakan<br />

referensi harga dari 1986-1988.<br />

“Kalau saya melihat seluruh pihak optimis untuk<br />

bisa mendapatkan solusi permanen dalam waktu 4<br />

tahun, namun India merasa harus ada jaminan langkah<br />

apa yang harus diambil jika setelah 4 tahun tidak ada<br />

keputusan permanen tersebut,” katanya.<br />

Sebelumnya, pada Rabu (4/12), Menteri<br />

Perdagangan dan Perindustrian India, Anand Sharma<br />

menegaskan bahwa negeri dengan penduduk kurang<br />

lebih 1,2 miliar jiwa itu tidak akan merubah sikap terkait<br />

dengan solusi interim stok ketahanan pangan.<br />

“India tidak akan ada negosiasi atau kompromi<br />

terkait ketahanan pangan, publik butuh keamanan<br />

pasokan cadangan pangan dan aturan WTO harus<br />

dikoreksi,” kata Sharma, dalam Plenary Session<br />

Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization<br />

ke-9, di Nusa Dua, Bali.<br />

Sharma mengatakan, dikarenakan publik<br />

memerlukan keamanan terkait pasokan cadangan<br />

pangan tersebut, pihaknya menilai harus dirumuskan<br />

solusi permanen, bukan yang sementara saja. Saat ini,<br />

posisi India masih bertahan dan belum menyetujui terkait<br />

dengan penerapan solusi interim stok ketahanan pangan.<br />

Dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-9<br />

tersebut, Indonesia mengharapkan Paket Bali dapat<br />

disepakati, dalam paket tersebut berisikan “Trade<br />

Facilitation, Agriculture and LDCs”.<br />

Parlemen Eropa merasa yakin “Paket Bali” yang<br />

menjadi kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri<br />

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) nantinya<br />

dapat mengatasi kesenjangan antara negara sedang<br />

berkembang dengan negara terbelakang.<br />

“Paket Bali saya kira sangat penting karena akan<br />

membawa perubahan cepat pada sistem perdagangan<br />

multilateral dan bermanfaat bagi negara sedang<br />

berkembang dengan negara terbelakang,” kata Jorg<br />

Leichtfried sebagai juru bicara Parlemen Eropa pada<br />

Konferensi Parlemen WTO di Kuta, Bali, Kamis.<br />

Menurut dia beberapa negara sedang<br />

berkembang telah mengalami perubahan besar setelah<br />

akses perdagangan bebas dibuka.<br />

“Memang perdagangan bebas tidak selalu otomatis<br />

(berdampak positif bagi perekomian suatu negara) karena<br />

yang terpenting dalam perdagangan bebas itu adalah<br />

asas keadilan untuk menghilangkan kesenjangan dan<br />

meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Leichtfried.<br />

Oleh sebab itu, dia menganggap kesepakatan<br />

yang dihasilkan dari Konferensi Parlemen WTO yang<br />

digelar di Kuta pada 2 dan 5 Desember 2013 itu<br />

sangat penting sebagai bagian dari upaya parlemen<br />

memanfaatkan pengaruh politiknya pada KTM WTO.<br />

Dalam kesempatan itu pula, dia mengusulkan<br />

kepada WTO untuk memasukkan masalah hak asasi<br />

manusia (HAM), hak lingkungan, dan hak sosial setelah<br />

Paket Bali disepakati.<br />

“WTO bisa memberikan sanksi kepada negara yang<br />

perdagangannya melanggar ketiga hak itu,” ujarnya.<br />

Menurut dia HAM dan kelestarian lingkungan<br />

serta hak sosial pekerja harus mendapat perlindungan<br />

dari sistem perdagangan multilateral.<br />

Namun usulan Leichtfried tersebut tidak<br />

mendapatkan respons dari para peserta Konferensi<br />

Parlemen WTO, termasuk Indonesia. “Kita sepakati<br />

dulu saja Paket Bali sebelum berbicara mengenai HAM<br />

dan lingkungan,” ujar Nurhayati Ali Assegaf, delegasi<br />

Indonesia pada konferensi tersebut.<br />

Sementara itu, Kazutoshi Chatani selaku pakar<br />

ekonomi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)<br />

mendesak WTO membedakan mekanisme pasar uang<br />

dan komoditas dengan pasar tenaga kerja.<br />

“Perdagangan uang dan komoditas sangat mudah,<br />

apalagi sekarang era online. Tapi tidak demikian dengan<br />

pasar tenaga kerja. Karena yang kita tempatkan adalah<br />

orang sehingga butuh kebijakan yang tepat,” katanya saat<br />

berbicara di depan 39 anggota parlemen dari 39 negara itu.<br />

Ia mencontohkan industri tekstil yang saat ini daya<br />

saingnya berkurang. “Padahal untuk menjadikan seorang<br />

insinyur tekstil tidak bisa dalam waktu semalam. Kalau<br />

negara gagal dalam mengatasi pekerja tekstil, maka<br />

sudah barang tentu upah pekerja naik, sedangkan daya<br />

saingnya menurun,” kata Kazutoshi.<br />

Menurut dia, WTO harus bisa mengantisipasi<br />

dampak perdagangan bebas terhadap lalu lintas pekerja<br />

untuk menjaga fleksibilitas perekenomian di negaranegara<br />

anggota.<br />

Parlemen Eropa merasa yakin “Paket Bali” yang<br />

menjadi kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri<br />

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) nantinya<br />

dapat mengatasi kesenjangan antara negara sedang<br />

berkembang dengan negara terbelakang.<br />

“Paket Bali saya kira sangat penting karena akan<br />

membawa perubahan cepat pada sistem perdagangan<br />

multilateral dan bermanfaat bagi negara sedang<br />

berkembang dengan negara terbelakang,” kata Jorg<br />

Leichtfried sebagai juru bicara Parlemen Eropa pada<br />

Konferensi Parlemen WTO di Kuta, Bali, Kamis.<br />

Menurut dia beberapa negara sedang<br />

berkembang telah mengalami perubahan besar setelah<br />

akses perdagangan bebas dibuka.<br />

“Memang perdagangan bebas tidak selalu<br />

otomatis (berdampak positif bagi perekomian suatu<br />

negara) karena yang terpenting dalam perdagangan<br />

bebas itu adalah asas keadilan untuk menghilangkan<br />

kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,”<br />

kata Leichtfried.<br />

Oleh sebab itu, dia menganggap kesepakatan<br />

yang dihasilkan dari Konferensi Parlemen WTO yang<br />

digelar di Kuta pada 2 dan 5 Desember 2013 itu<br />

sangat penting sebagai bagian dari upaya parlemen<br />

memanfaatkan pengaruh politiknya pada KTM WTO.<br />

Dalam kesempatan itu pula, dia mengusulkan<br />

kepada WTO untuk memasukkan masalah hak asasi<br />

manusia (HAM), hak lingkungan, dan hak sosial setelah<br />

Paket Bali disepakati.<br />

“WTO bisa memberikan sanksi kepada negara yang<br />

perdagangannya melanggar ketiga hak itu,” ujarnya.<br />

Menurut dia HAM dan kelestarian lingkungan<br />

serta hak sosial pekerja harus mendapat perlindungan<br />

dari sistem perdagangan multilateral.<br />

Namun usulan Leichtfried tersebut tidak<br />

mendapatkan respons dari para peserta Konferensi<br />

Parlemen WTO, termasuk Indonesia. “Kita sepakati<br />

dulu saja Paket Bali sebelum berbicara mengenai HAM<br />

dan lingkungan,” ujar Nurhayati Ali Assegaf, delegasi<br />

Indonesia pada konferensi tersebut.<br />

Sementara itu, Kazutoshi Chatani selaku pakar<br />

ekonomi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)<br />

mendesak WTO membedakan mekanisme pasar uang<br />

dan komoditas dengan pasar tenaga kerja.<br />

“Perdagangan uang dan komoditas sangat mudah,<br />

apalagi sekarang era online. Tapi tidak demikian dengan<br />

ASAtunews | edisi 08/th. I/Desember 2013<br />

43

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!