LAPORAN AKHIR - RarePlanet
LAPORAN AKHIR - RarePlanet
LAPORAN AKHIR - RarePlanet
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
BAB III MASKOT (FLAGSSHIP SPECIES)<br />
Gurita dipilih menjadi maskot kampanye bangga karena hewan ini mewakili<br />
integrasi pelestarian alam dan pemanfaatan berlanjut. Disamping sebagai bahan makanan<br />
yang dikenal luas masyarakat Wakatobi, gurita memiliki nilai ekonomi tinggi dan<br />
hidupnya bergantung pada terumbu karang yang sehat. Gurita juga memiliki ikatan<br />
kultural dengan orang Kapota. Masyarakat Wangi-Wangi non Kapota memanggil orang<br />
Kapota sebagai koropunda, sapaan khas tanda bersahabat bila bertemu. Koropunda adalah<br />
nama lokal yang hanya dipakai dipulau Kapota untuk hewan gurita. Jadi pemilihan gurita<br />
sebagai maskot kampanye setidaknya karena pertimbangan hewan tersebut dikenal luas,<br />
bahan makanan, benilai ekonomi, ekologi, dan relasi sosial budaya dengan masyarakat<br />
lokasi target.<br />
Dalam bahasa lokal Wakatobi gurita disebut simbuku, solo-solo dan koropunda.<br />
Diantara 100 desa dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW) hanya masyarakat<br />
Kapota menyebut gurita sebagai koropunda atau koro-koropunda untuk jenis gurita kecil<br />
yang ditemukan mengasuh di padang lamun dan pasir dasar laut. Sedangkan desa-desa<br />
lainnya menyebut gurita sebagai simbuku untuk gurita dewasa dan solo-solo untuk gurita<br />
kecil atau anak gurita.<br />
Sejak dulu masyarakat Wangi-Wangi mengenal pulau Kapota dengan beberapa<br />
ciri khas seperti buah kenari, dinding bambu atau jela, opi, dan gurita. Keempatnya<br />
merupakan mata dagangan tradisional penduduk pulau Kapota. Kenari dijual dalam<br />
takaran kulu-kulu. Nama ini sebenarnya alat tangkap ikan berupa bubu kecil dengan lubang<br />
bundar diatasnya, berukuran sekitar 40x40 cm, berbentuk mirip bantal segi empat<br />
dimana runcing pada semua sudut dan cembung makin ketengah. Dinding bambu atau<br />
jelah juga khas Kapota karena di desa-desa Wakatobi lain tidak diproduksi. Sementara opi<br />
yang populer disebut opi kapota adalah lempengan padat ubi kayu parut, dibungkus dalam<br />
karung palstik, dibentuk membundar atau segi empat dengan volume 20x20x10 cm lalu<br />
dijepit diantara dua bilah papan agar santannya terperas. Padatan ubi parut ini merupakan<br />
bahan makanan lokal kasoami. Bahan makanan kasoami dibuat dari lempengan ubi setelah<br />
6 – 12 jam menjadi bahan padat. Untuk menjadi makanan, padatan ubi parut jepit