09.11.2014 Views

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bagian 1. Pendahuluan<br />

Tabel 2c. Deskripsi kasus di Lombok<br />

LOMBOK BARAT DAN LOMBOK TENGAH – NTB<br />

Lokasi Penyintas<br />

(Perempuan<br />

Pencari<br />

Keadilan)<br />

Pelaku/<br />

Lawan<br />

Jenis Kasus, Kronologi Kasus & Hasil Penyelesaian Kasus<br />

Kecamatan<br />

Kuripan,<br />

Kabupaten<br />

Lombok Barat<br />

(Wilayah non<br />

PEKKA)<br />

Anak<br />

Usia: 16 tahun<br />

Ayah<br />

Usia: 60 tahun<br />

Pekerjaan:<br />

pembuat<br />

genteng<br />

Perkosaan<br />

Penyintas diperkosa ayahnya sejak akhir 2005 hingga pertengahan 2006 dengan ancaman kekerasan,<br />

hingga akhirnya penyintas hamil dan kasus terbongkar. Warga desa marah dan mau melakukan<br />

tindakan anarkis, karena menganggap peristiwa itu telah membawa aib bagi kampung mereka. Pelaku<br />

dilaporkan oleh Kepala Dusun ke Polsek pada 28 Juni 2006, sementara penyintas dirawat di Shelter<br />

Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan NTB (Juni - Oktober 2006). Pelayanan yang<br />

komprehensif dari Shelter memulihkan kondisi psikologis penyintas. Pekerja Sosial dan Polwan RPK/<br />

UPPA yang merupakan bagian dari Shelter membantu mendampingi Penyintas selama masa penyidikan<br />

dan persidangan, termasuk dengan meminta Hakim agar pelaku dikeluarkan dari ruang sidang saat mau<br />

mencari keterangan dari penyintas karena penyintas begitu terintimidasi oleh pelaku. Dalam persidangan,<br />

pelaku mengakui semua perbuatannya. Hakim menghukum pelaku dengan pertimbangan usianya yang<br />

sudah tua. Penyintas tidak menginginkan bayinya, sehingga diadopsi oleh orang lain dan tidak mau<br />

kembali ke kampungnya, tahu masyarakat tidak menerimanya lagi.<br />

Hasil<br />

Pelaku dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp. 30 juta subsider 4 bulan penjara pada 8<br />

Nopember 2006.<br />

Kecamatan<br />

Kuripan,<br />

Kabupaten<br />

Lombok Barat<br />

(Wilayah non<br />

PEKKA)<br />

Pembantu<br />

Rumah Tangga<br />

Usia: 38 tahun<br />

(Bukan anggota<br />

PEKKA)<br />

Majikan dan<br />

paman tidak<br />

langsung<br />

Usia: 45 tahun<br />

Pekerjaan:<br />

Kepala Desa<br />

Perkosaan<br />

Penyintas, yang memiliki kesulitan berbicara, diperkosa pelaku sejak 1999 hingga awal 2006 dengan<br />

ancaman kekerasan. Keluarga penyintas baru mengetahui pada awal 2006, kemudian dengan melakukan<br />

musyawarah keluarga berdasarkan adat Hindu, meminta keterangan dari pelaku, dan setelah pelaku<br />

mengakui perbuatannya, meminta pelaku menikahi penyintas. Pelaku awalnya setuju, tetapi akhirnya<br />

membatalkan rencana perkawinan karena istrinya tidak setuju. Segera keluarga penyintas melaporkan<br />

pelaku ke Polisi (21 Februari 2006) dengan tuduhan perkosaan, serta meminta bantuan LBH Apik Mataram<br />

(April 2006). Proses persidangan tertunda hampir setahun karena Kejaksaan 4 kali mengembalikan BAP ke<br />

Polisi karena menganggap bukti pendukung bagi unsur kekerasan dan paksaan belum lengkap. LBH Apik<br />

meng<strong>org</strong>anisir demo dan hearing di Kejaksaan, hingga akhirnya berkas dinyatakan lengkap pada bulan<br />

Maret 2007. Persidangan di berjalan alot, diwarnai oleh demo masyarakat, diakhiri oleh keputusan Hakim<br />

untuk membebaskan pelaku.<br />

Hasil<br />

Jaksa mengajukan naik banding dan hingga laporan ini dibuat belum ada keputusan lebih lanjut.<br />

Kecamatan<br />

Lingsar,<br />

Kabupaten<br />

Lombok Barat<br />

(Wilayah WLE)<br />

Istri (pengusaha<br />

toko)<br />

Usia: 38 tahun<br />

(Anggota PEKKA<br />

setelah kasus<br />

selesai)<br />

Suami<br />

Usia: 45 tahun<br />

Pekerjaan:<br />

Guru SD PNS<br />

Perceraian<br />

Setelah empat tahun menikah suami berselingkuh dan menceraikan penyintas secara talak Islam, padahal<br />

pernikahan tercatat di KUA. Penyintas menuntut sepertiga gaji suaminya kepada Kepala Cabang Dinas<br />

Pendidikan dan memperolehnya selama 10 tahun. Pada Juni 2004 suami mengajukan gugat cerai kepada<br />

penyintas di PA Praya. Penyintas, mendapat informasi dari kawannya, mencari bantuan dari LBH Apik<br />

Mataram, yang kemudian memfasilitas proses perceraian di PA Praya. Penyintas menuntut suami untuk<br />

mengganti biaya ‘idah (nafkah selama 3 bulan setelah bercerai) sebesar Rp. 8 juta dan menuduh suaminya<br />

melanggar peraturan Larangan Poligami untuk PNS.<br />

Hasil<br />

Pada 15 September 2004, PA Praya mengesahkan perceraian tersebut dan menetapkan suami untuk<br />

membayar ganti rugi masa ‘iddah’ (Rp. 3,5 juta) dan memberikan dua pertiga gaji kepada penyintas dan<br />

kedua anaknya.<br />

Pihak Terlibat*<br />

Membantu Mendampingi<br />

LPA Mataram,<br />

Pekerja Sosial<br />

Dinkesos dan PP<br />

Mataram,<br />

Pekerja Sosial<br />

Dinkesos dan PP<br />

Mataram,<br />

RPK<br />

Keluarga besar<br />

penyintas yang<br />

adalah juga tokoh<br />

adat Hindu<br />

LBH Pengacowa<br />

LBH Pengacowa<br />

Studi Kasus Atas Perempuan Desa Pencari Keadilan di Cianjur, Brebes dan Lombok<br />

17

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!