09.11.2014 Views

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bagian 3. Best Practice:<br />

Peluang Perempuan Desa Mengakses Keadilan<br />

Berangkat dari gambaran kasus di atas, bagian ini kemudian akan menampilkan keberhasilan (best practice)<br />

penyintas dalam mengakses <strong>keadilan</strong>. Melalui best practice tersebut kemudian akan ditarik pembelajaran<br />

tentang bagaimana penyintas dapat mempertahankan kepentingannya dan memperoleh pemenuhan hakhak<br />

hukumnya di tengah kondisi-kondisi yang tidak mendukung dan berpihak.<br />

Bagian pertama akan mengulas bahwa akses terhadap <strong>keadilan</strong>, dalam konteks <strong>keadilan</strong> secara hukum,<br />

setidaknya ditentukan oleh dua faktor, yaitu 1) aksesibilitas penyintas terhadap sistem hukum yang ada<br />

(negara atau non negara) dan 2) efektivitas dari sistem hukum tersebut dalam menyelesaikan perkara hukum<br />

penyintas dan memberikan hasil penyelesaian kasus yang adil. Studi ini menemukan bahwa aksesibilitas<br />

dan efektivitas sistem hukum sangat menentukan sejauh mana penyintas dapat memperoleh penyelesaian<br />

kasus hukum yang adil melalui sistem hukum yang diaksesnya. Selanjutnya, bagian kedua akan mengulas<br />

kebutuhan penyintas untuk dapat mengakses <strong>keadilan</strong> dalam pengertian yang lebih luas, yaitu <strong>keadilan</strong><br />

sosial.<br />

3.1. <strong>Akses</strong>ibilitas dan Efektivitas Sistem Hukum<br />

Temuan Utama<br />

• Sistem hukum negara efektif. Sistem hukum negara terbukti lebih efektif dalam menghasilkan keputusan yang adil atas<br />

kasus hukum yang dialami penyintas, namun aksesibilitasnya masih rendah.<br />

• Pemberdayaan hukum membuka akses. Proses pemberdayaan hukum di desa membantu penyintas mengakses sistem<br />

hukum negara. Proses tersebut meliputi 1) penyadaran hukum bagi <strong>perempuan</strong> desa yang kemudian menciptakan demand<br />

bagi sistem hukum negara, 2) pelayanan bantuan hukum melalui keberadaan Fasilitator Hukum di desa, dan 3) membangun<br />

jaringan antara penduduk desa dengan aparat penegak hukum di tingkat kabupaten/propinsi sehingga aparat dapat responsif<br />

terhadap isu-isu hukum <strong>perempuan</strong> di desa.<br />

<strong>Akses</strong> terhadap sistem hukum negara atau non negara menjadi faktor penting yang menentukan akses<br />

penyintas terhadap <strong>keadilan</strong>. Saat penyintas dapat mengakses sistem hukum yang ada, ia melangkah satu<br />

tahap dalam mengakses <strong>keadilan</strong>. Namun dua jalur sistem hukum yang dapat di akses <strong>perempuan</strong> desa,<br />

negara dan non negara, memiliki tingkat aksesibilitas dan efektivitas yang berbeda. Suatu sistem hukum<br />

idealnya memiliki aksesibilitas dan efektivitas yang tinggi. Semakin tinggi tingkat aksesibilitas berarti semakin<br />

<strong>perempuan</strong> desa dapat menggunakan sarana yang diberikan oleh institusi penyelesaian kasus hukum<br />

tersebut. Sementara semakin tinggi tingkat efektivitas berarti semakin <strong>perempuan</strong> desa dapat memperoleh<br />

keputusan yang adil atas penyelesaian kasus hukumnya, yaitu tidak memihak, dapat diselesaikan dalam<br />

waktu relatif singkat dan dengan biaya yang terjangkau. 17<br />

Studi ini mendapati bahwa sistem hukum non negara menawarkan aksesibilitas yang tinggi kepada <strong>perempuan</strong><br />

desa yang memiliki kasus hukum, karena relatif jauh lebih mudah di akses. 18 Namun di lain pihak, efektivitas<br />

kerjanya dalam menghasilkan keputusan yang adil bagi <strong>perempuan</strong> desa korban kekerasan dan diskriminasi<br />

17 Definisi tentang penyelesaian sengketa yang efektif merujuk pada strategi akses kepada <strong>keadilan</strong> dari Justice for the Poor, Bank<br />

Dunia “The aim of the Justice for the Poor program is to support poor Indonesian communities to obtain fair and effective dispute<br />

resolution, through a time-efficient, unbiased and humane procedure.”<br />

18 Hal ini mengkonfirmasi hasil temuan studi Village Justice in Indonesia (Bank Dunia, 2004, p. 27) dan laporan F<strong>org</strong>ing the Middle<br />

Ground: Engaging Non-State Justice in Indonesia (Bank Dunia, 2008, p. 37-40), yaitu bahwa penduduk desa umumnya lebih<br />

memilih institusi hukum non negara di desa untuk penyelesaian kasus hukumnya dengan alasan karena 1) lebih mudah, cepat, dan<br />

murah, 2) dianggap lebih menjaga kerukunan warga dan menghindari rasa malu terhadap orang luar, 3) sistem peradilan negara<br />

dianggap korup dan tidak dapat dipercaya, dan 4) adanya ketakutan terhadap hukum yang dipandang sebagai alat negara yang<br />

menekan.<br />

Studi Kasus Atas Perempuan Desa Pencari Keadilan di Cianjur, Brebes dan Lombok<br />

49

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!