09.11.2014 Views

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

Akses perempuan Terhadap keadilan - psflibrary.org

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Bagian 2. Pembelajaran:<br />

Memahami Pengalaman Perempuan Desa Mencari Keadilan<br />

Selain melakukan pemberitaan, wartawan yang meliput berita juga dapat langsung merujuk kasus yang<br />

diliputnya ke Polisi. Kasus perkosaan anak di Brebes, yang awalnya ingin diselesaikan oleh otoritas desa<br />

hanya di tingkat desa, akhirnya dilaporkan ke Polisi oleh wartawan yang meliput berita ke desa. Sementara<br />

itu, dalam kasus perkosaan di Brebes dan Lombok, media lebih berperan untuk membuat proses peradilan<br />

lebih transparan, yaitu dengan terus memberitakan kronologis penyelesaian masalah di pengadilan.<br />

2.4. Respon Penegak Hukum<br />

Temuan Utama<br />

• KePolisian: bersikap responsif menangkap dan menahan pelaku perkosaan, namun umumnya masih belum cukup memiliki<br />

kesadaran gender sehingga belum memberikan pelayanan dan perlindungan bagi korban secara optimal, sementara fasilitas<br />

RPK/UPPA masih terbatas.<br />

• Kejaksaan: sudah berusaha menjaring pelaku perkosaan dengan UU PKDRT, namun struktur kelembagaannya menuntut<br />

bukti-bukti yang kuat untuk menahan pelaku kekerasan membuat lembaga ini sulit untuk berpihak kepada <strong>perempuan</strong><br />

korban.<br />

• Pengadilan Negeri: saat adanya sensitivitas dan kesadaran gender, hakim dapat memberikan perlindungan terhadap korban<br />

dan menjatuhkan hukuman cukup tinggi pada pelaku perkosaan/percabulan<br />

• Pengadilan Agama: prosedurnya menjamin hak-hak <strong>perempuan</strong> dalam perceraian dan poligami.<br />

Walaupun keberadaan aktor-aktor intermediasi telah membuka akses penyintas terhadap sistem hukum<br />

negara, namun sejauh mana mereka dapat mengakses <strong>keadilan</strong> dari proses hukum masih sangat tergantung<br />

pada respon dari penegak hukum.<br />

KePolisian: efektif dalam menangkap dan menahan pelaku<br />

KePolisian cukup responsif menangani kasus hukum penyintas, khususnya pada kasus-kasus pidana seperti<br />

perkosaan dan percabulan. Setiap kali menerima laporan kasus tersebut dari warga ataupun wartawan,<br />

Polisi akan segera turun ke desa mencari kebenaran laporan dan segera mencari dan menangkap pelaku.<br />

Namun dalam memproses kasus-kasus ini, salah satu kendala yang dihadapi adalah pada saat mereka harus<br />

mengantar penyintas menjalani visum et repertum di rumah sakit, karena KePolisian tidak menyediakan<br />

dana untuk itu, sementara penyintas memiliki keterbatasan biaya.<br />

“... kita tidak punya dana untuk membayar visum korban, biasanya diantara kita [Polisi] membayar bersama,<br />

kerapkali ada dana dari atasan, tapi tidak selalu ada,” Polisi kasus perkosaan, di Brebes.<br />

Respon kePolisian masih terbatas pada penangkapan dan penahanan pelaku dan belum secara efektif<br />

memberikan penanganan dan perlindungan bagi penyintas. Pada kasus-kasus KDRT, karena bersifat delik<br />

aduan, Polisi cenderung mengikuti permintaan penyintas sebagai pihak korban yang ingin mencabut<br />

laporannya walaupun kasus KDRT yang dialami oleh penyintas tergolong berat, sehingga tidak dapat<br />

dianggap sebagai suatu delik aduan. Dalam konteks tersebut, terlihat bahwa KePolisian masih cenderung<br />

membiarkan masalah KDRT yang tergolong berat diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah saja.<br />

Alasan-alasan seperti istri membutuhkan suami sebagai pencari nafkah dan harmoni hubungan keluarga<br />

membuat Polisi mengabaikan isu perlindungan bagi korban. 16<br />

16 Katjasungkana dan Damanik (2004, p. 9-10) menjelaskan bahwa hal ini juga disebabkan karena aparat penegak hukum, yaitu<br />

Polisi, penuntut hukum dan hakim, kerap melihat masalah keluarga sebagai masalah yang masuk dalam lingkup hukum privat<br />

(perdata), sehingga bukan merupakan wewenang mereka untuk menyelesaikannya, melainkan institusi lembaga perkawinan seperti<br />

Badan Penasehat Perselisihan Perkawinan atau kantor Urusan Agama.<br />

40 <strong>Akses</strong> Perempuan <strong>Terhadap</strong> Keadilan di Indonesia:

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!