Menuju Peran Sentral dalam Transformasi Energi Nasional - PGN
Menuju Peran Sentral dalam Transformasi Energi Nasional - PGN
Menuju Peran Sentral dalam Transformasi Energi Nasional - PGN
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
membuang waktu di jalanan, tetap<br />
cukup setengah jam saja dari wilayah<br />
Surabaya Selatan untuk mencapai<br />
Bandara Internasional Juanda di sebelah<br />
Timur Surabaya.<br />
Transit di Jakarta (19 September<br />
2011/ 09.30)<br />
Sekitar 1 jam 30 menit kemudian,<br />
Bandara Soekarno Hatta adalah tempat<br />
mendarat dan transit kami selama<br />
2 jam. Maskapai penerbangan ke<br />
Bandara Tanjungpandan di Belitung tidak<br />
banyak tersedia, hanya ada dua kali<br />
penerbangan <strong>dalam</strong> sehari. Kami memilih<br />
Sriwijaya Air, maskapai yang ternyata<br />
menjadi pengontrak sah Bandara<br />
Tanjungpandan milik TNI AU, untuk<br />
tujuan komersial. Perjalanan dari Jakarta<br />
ke Belitung ditempuh sekitar 1 jam lebih<br />
sedikit.<br />
Mendarat di Pulau Belitung<br />
(19 September 2011/ 12.00)<br />
Sebelum mendarat di Pelabuhan<br />
Tanjungpandan, dari atas pesawat<br />
tampak pemandangan di bawah<br />
seperti sungai yang mengular-ular<br />
di apit oleh hutan dan danau-danau<br />
dengan air berkilauan, keindahan yang<br />
membuat hati bertanya-tanya. Setelah<br />
pesawat merendah, barulah terlihat<br />
jelas bahwa “sungai-sungai” tersebut<br />
adalah jalanan aspal hot mix mulus yang<br />
sangat lengang, nyaris tanpa dilewati<br />
kendaraan. Kanan-kirinya adalah hutan<br />
bakau, sebagian lagi sudah berubah<br />
menjadi “danau”. Sayang sekali danaudanau<br />
yang indah berkilauan itu ternyata<br />
adalah bekas penambangan timah liar.<br />
Ya, sebelum dipromosikan sebagai<br />
daerah wisata, Belitung hanya memiliki<br />
daya tarik tambang timah, baik yang<br />
legal hingga yang ilegal. Barulah setelah<br />
booming Novel Laskar Pelangi karya<br />
Andrea Hirata yang dilayarlebarkan,<br />
maka pemerintah setempat baru<br />
menyadari potensi wisata di wilayah itu.<br />
Mendarat di Bandara Tanjungpandan,<br />
kami disambut betapa hangatnya<br />
pelukan sinar matahari di sana di tengah<br />
hari. Namun angin yang bertiup cukup<br />
mengurangi terik matahari. Ditambah<br />
lagi, pengalaman pertama mendarat di<br />
bandara perintis yang kecil dan amat<br />
sepi. Begitu sepinya, hingga nantinya<br />
setelah kami pulang meninggalkan pulau<br />
ini menuju Jakarta, pintunya segera<br />
ditutup. Wah, baru kali ini kami melihat<br />
ada bandara yang langsung tutup<br />
setelah kami gunakan untuk take off.<br />
Keluar dari bandara kami segera<br />
disambut Pak Edwin Ginting. Supir<br />
mobil jemputan kami sekaligus pemandu<br />
wisata berdarah Batak ini sudah tahunan<br />
menetap di pulau yang cukup terpencil<br />
ini. Sepanjang perjalanan banyak<br />
cerita bisa didapat darinya, tentang<br />
masyarakat Belitung yang hampir<br />
semuanya adalah pendatang dan hidup<br />
dari pertambangan, berdagang, dan<br />
pariwisata. Ia juga bercerita tentang<br />
tingkat keamanan yang sangat tinggi,<br />
karena terbatasnya transportasi keluar<br />
pulau sehingga sulit untuk melarikan<br />
diri. Maka tak heran banyak kendaraan<br />
diparkir “sembarangan” dengan<br />
kunci kontak tergantung ditinggalkan<br />
pemiliknya.<br />
Perjalanan darat kami sempat<br />
terhenti karena Suzuki APV kami<br />
harus mampir ke bengkel mobil untuk<br />
mengganti spare part yang baru datang<br />
setelah stoknya lama tidak datang dari<br />
Pulau Jawa. Perhentian ini kami nikmati<br />
rasanya berbaur dengan penduduk<br />
lokal, sambil mendengarkan cerita<br />
tentang bahan makanan seperti beras<br />
yang didatangkan dari Cianjur, sayurmayur<br />
yang didatangkan dari wilayah<br />
Jawa Barat lainnya, semen dan lainlain<br />
yang semuanya harus “diimpor”<br />
dari Pulau Jawa, dan harus menunggu<br />
kapal pengangkut yang datang hanya<br />
satu kali setiap minggunya. Jadi, semen<br />
dan bahan bangunan adalah barang<br />
yang mahal. Akibatnya hampir semua<br />
bangunan rumah masih berbentuk<br />
tradisional rumah pantai dari kayu. Tapi<br />
jangan kaget kalau di halamannya parkir<br />
dua atau 3 buah mobil keluaran mutakhir<br />
seperti Nissan Grand Livina dan Honda<br />
New Jazz RS, semuanya didapat dari<br />
hasil bertambang timah.<br />
Kami berputar-putar mulai dari<br />
Tanjungpandan, ibukota Kabupaten<br />
Belitung, Pantai Tanjung pendam di<br />
pusat kota Tanjungpandan, hingga<br />
ke Kabupaten Belitung Timur dengan<br />
Manggar sebagai ibu kotanya. Di<br />
Belitung Timur ini kami sempatkan<br />
mampir di wilayah Gantung, yaitu di SD<br />
Muhammadiyah tempat kisah Laskar<br />
Pelangi itu bermula. Selain terdapat<br />
gedung SD tersebut, Belitung Timur juga<br />
terkenal dengan Wisata 1.000 Kopi-nya,<br />
tempat yang menyenangkan bila Anda<br />
adalah penggemar kopi. Setelah cukup<br />
puas, kami segera check in di sebuah<br />
penginapan yang telah kami pesan via<br />
telepon beberapa hari sebelumnya.<br />
Menginap di Pantai<br />
Kami menginap di Bukit Berahu<br />
Resort, sebuah penginapan berbentuk<br />
cottage, tampilan rumah-rumah<br />
panggung gaya Belitung terbuat dari<br />
<strong>PGN</strong> Inside<br />
29