19.11.2014 Views

Positioning paper KPPU dalam Kebijakan Rotan

Positioning paper KPPU dalam Kebijakan Rotan

Positioning paper KPPU dalam Kebijakan Rotan

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI<br />

5.1. Kesimpulan<br />

1. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar <strong>dalam</strong> industri<br />

rotan, dimana diperkirakan 80% bahan baku rotan dunia dihasilkan oleh<br />

Indonesia. Selain itu Indonesia juga memiliki jumlah spesies rotan yang<br />

besar, dimana dari 600 spesies yang ada di dunia, 350 spesies diantaranya<br />

hidup di hutan Indonesia.<br />

2. Saat ini, baik industri hulu maupun hilar rotan Indonesia sedang mengalami<br />

kemunduran. Ekspor rotan sebagai bahan baku semenjak tahun 2004 sd<br />

2009 telah mengalami penurunan sebesar 14%. Sedangkan ekspor meubel<br />

rotan Indonesia semenjak tahun 2005 sd 2009 mengalami penurunan sebesar<br />

45%.<br />

3. Beberapa hal <strong>dalam</strong> Permendag No. 36 Tahun 2009 yang terkait dengan<br />

persaingan usaha terutama <strong>dalam</strong> hal akses pasar adalah sbb :<br />

o Pertama, dengan pembatasan ekspor rotan sebagaimana dijelaskan di<br />

atas. Pembatasan ekspor rotan dapat menghilangkan potensi nilai<br />

ekonomi yang dapat diperoleh dari ekspor rotan. Hilangnya nilai<br />

ekonomi yang dapat diperoleh dari rotan sebagai bahan baku tersebut<br />

diperburuk oleh daya serap industri pengolahan rotan <strong>dalam</strong> negeri yang<br />

semakin kecil dari tahun ke tahun.<br />

o Kedua, adanya kewenangan pemberian lisensi yang diberikan kepada<br />

pelaku usaha seperti bukti pasok. Hal ini berpotensi menimbulkan abuse<br />

of dominant position kepada pelaku usaha lain. Karena pemberian<br />

lisensi seharusnya merupakan kewenangan dari Pemerintah<br />

sepenuhnya.<br />

o Ketiga, Permendag No. 36 Tahun 2009 belum menjelaskan batasan<br />

jumlah produksi minimal suatu daerah untuk dapat disebut sebagai<br />

daerah penghasil rotan. Tidak adanya batasan minilai produksi tersebut<br />

menyebabkan aturan ini berpotensi menghambat daerah penghasil rotan<br />

baru untuk dapat melakukan ekspor dari wilayahnya.<br />

o Keempat, meskipun rotan yang tidak dapat terserap oleh industri <strong>dalam</strong><br />

negeri dapat diekspor dengan rekomendasi dari Dirjen Bina Produksi<br />

Kehutanan Departemen Kehutanan, namun pada kenyataannya hingga<br />

pertengahan 2010 permintaan rekomendasi tersebut hanya diajukan<br />

43

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!