29.01.2015 Views

Analisis Penggunaan Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pada ...

Analisis Penggunaan Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pada ...

Analisis Penggunaan Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pada ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Analisis</strong> <strong>Penggunaan</strong> <strong>Teknologi</strong> <strong>Komunikasi</strong> <strong>Dan</strong> <strong>Informasi</strong><br />

<strong>Pada</strong> sekolah di kota pekanbaru propinsi riau<br />

Yenita Roza ........................................................ 1-7<br />

Arah Kebijakan Pendidikan Dasar Kota Dumai Sebagai<br />

Kawasan Ekonomi khusus<br />

Caska ................................................................ 8-14<br />

Peningkatan Hasil Belajar Biologi<br />

DI Kelas XI A.5 dengan Pemberian Tugas<br />

Dalam Proses Pembelajaran Di Sman 1 Pekanbaru<br />

Wan Roswita ...................................................... 15-22<br />

Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)<br />

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah<br />

<strong>Pada</strong> Konsep Rancangan Eksperimen Dalam Mata<br />

Kuliah Biometri<br />

Suwondo ............................................................ 23-28<br />

Peningkatan hasil belajar genetika melaui Model Pengajaran<br />

Langsung (direct intruction) pada mahasiswa biologi<br />

FKIP Universitas Riau<br />

Darmawati ......................................................... 29-34<br />

Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah<br />

(Problembased- Learning) <strong>Pada</strong> Perkembangan Hewan<br />

Untuk Peningkatan Penguasaan Konsep <strong>Dan</strong><br />

Berfikir Kritis Mahasiswa Pendidikan Biologi Fkip Unri<br />

Arnentis dan Evi Suryawati .................................. 35-42<br />

Peningkatan Hasil Belajar Writing Melalui<br />

Tehnik Chain Card Game <strong>Pada</strong> Mahasiswa<br />

Bahasa inggris fkip unri<br />

Jismulatif ........................................................... 43-48<br />

Model Pembinaan <strong>Dan</strong> Pembelajaran Anak Usia Sekolah<br />

7-15 Tahun <strong>Pada</strong> Masyarakat Minoritas Dalam<br />

Menuntaskan Program Wajib Belajar<br />

Pendidikan Dasar 9 Tahun di Propinsi Riau<br />

Achmad Hidir & Jahrizal Harun .......................... 49-58<br />

Aktivasi Multipel Inteligensi Melalui Pendekatan<br />

Pembelajaran Kontruktivis Untuk Meningkatkan<br />

Hasil Belajar Struktur Aljabar Mahasiswa<br />

Di Program Studi Pendidikan Matematika<br />

Pmipa Fkip Universitas Riau<br />

Syofni ................................................................. 57-66<br />

0


JURNAL PENDIDIKAN<br />

JOURNAL OF EDUCATION<br />

Penanggung Jawab<br />

Prof. Dr. Usman M. Tang, MS<br />

(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Riau)<br />

Ketua Dewan Editor<br />

Dr. Caska, M.Si<br />

Anggota Dewan Editor<br />

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE. MP.<br />

Dr. Zulfaan Saam, MS<br />

Dr. Gimin, M.Pd<br />

Dr. Hasnah Fauziah, M.Hum<br />

Dr. Dudung Burhanuddin, M.Pd<br />

Mitra Bestari<br />

Prof. Dr. Irwan Effendi, M.Sc (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau)<br />

Prof. Dr. Isjoni, M.Si (Ketua PGRI Provinsi Riau)<br />

Prof. Dr. Suryana, M.Si (UPI Bandung)<br />

Prof. Dr. Wahjoedi, ME (UNM Malang)<br />

Prof. Dr. Rusdarti, M.Si (UNES Semarang)<br />

Prof. Dr. Yunia Wardi, M.Si ( UNP <strong>Pada</strong>ng)<br />

Prof. Dr. Dede Ruslan, M.Si (UNIMED Medan)<br />

Editor Teknik<br />

Didi Safriadi, SPi<br />

Alamat Penerbit/Redaksi:<br />

Lembaga Penelitian Universitas Riau<br />

Kampus Binawidya Simpang Panam Pekanbaru<br />

Telp. (0761) 567093<br />

Fax (0761) 63279<br />

Email: ur_jurnal_pendidikan@yahoo.com<br />

Email: riodirgantoro@yahoo.com<br />

Terbit 2 kali dalam satu tahun: April, Oktober<br />

1


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

ANALISIS PENGGUNAAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI<br />

PADA SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU PROPINSI RIAU<br />

Yenita Roza<br />

Program Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau<br />

Jalan HR. Subrantas KM 12,5 Simpang Panam Pekanbaru Indonesia 28293<br />

rozayenita@yahoo.co.uk/ yenita_roza@unri.ac.id<br />

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kondisi yang mendukung serta hal yang<br />

menjadi kendala proses integrasi program <strong>Teknologi</strong> <strong>Komunikasi</strong> dan <strong>Informasi</strong> di sekolah yang ada<br />

dikota Pekanbaru. Matapelajaran TIK sejak kurikulum KBK tahun 2004 sudah menjadi matapelajaran<br />

wajib mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Tujuan dari pembelajaran ini adalah<br />

agar anak memahami perkembangan teknologi serta mengetahui keterbatasannya sehingga dapat<br />

memanfaatkannya secara optimal. Disamping itu siswa juga diharapkan dapat meningkatkan<br />

kemampuannya dalam matapelajaran lain dengan memanfaatkan TIK. Terdapat 37 sekolah yang<br />

disurvey pada penelitian ini. Dari analisa data ditemukan bahwa 86.5% sudah menyajikan<br />

matapelajaran TIK dan guru sudah menggunakan computer untuk kebutuhan kerjanya. Dalam<br />

penelitian ini juga diungkapkan bahwa guru menggunakan beberapa bentuk pendekatan dalam<br />

menyajikan matapelajaran TIK. Pendekatan yang dilakukan adalah penyajian kelas, praktek di lab<br />

computer atau kombinasi kedua penyajian kelas dan praktek lab computer. Ketersediaan fasilitas<br />

computer merupakan faktor kunci yang dihadapi guru dalam pembelajaran TIK.<br />

Kata kunci: Integrasi ICT Kurikulum.<br />

ANALYZING OF ICT (INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY)<br />

INTEGRATION IN PEKANBARU SCHOOLS’ PROGRAM<br />

ABSTRACT. This study attempts to analyze the conditions that facilitated the integration of<br />

Information Communication Technology (ICT) in Pekanbaru Schools’ Program and the problems<br />

that emerge during the process of integration. Information and Communication Technology (ICT) is a<br />

course offer for student from primary to senior high schools by compentency based curriculum. This<br />

course not only teach a computer as subject but also as utility for learning. Objectives of this course<br />

are to make students aware of technology advantages, limitations and able to use it optimally. In<br />

addition, student also expect to develop their ability in studying other subject by using computer . A<br />

total of 37 schools from a different level were observed. Based on data analysis found 86.5% of<br />

schools offer ICT course for student and teachers used ICT for doing their job. The findings also<br />

revealed that teachers in this study employed a different approach in delivering ICT course. They were<br />

classroom lecturer, computer lab or both classroom and computer lab. The availability of computer<br />

facilities was found to be the main problems that the teachers faced during this process of integration<br />

ICT into schools’ program. They were the essential and the supporting condition<br />

Keywords: ICT integration in curriculum<br />

1


Yenita Roza<br />

PENDAHULUAN<br />

Secara umum kualitas sumber daya manusia<br />

bangsa Indonesia saat ini masih rendah jika<br />

dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan<br />

beberapa negara sesama anggota ASEAN. Kita<br />

juga sangat menyadari bahwa kesejahteraan<br />

bangsa Indonesia di masa depan tidak bisa hanya<br />

digantungkan pada sumber daya alam dan<br />

modal yang bersifat fisik, tetapi justru pada pada<br />

modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas<br />

bangsa. Untuk memenuhi hal ini kita dituntut<br />

untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan<br />

anak bangsa. Mutu lulusan pendidikan tidak<br />

cukup bila diukur dengan standar lokal atau<br />

nasional saja sebab perubahan global telah sangat<br />

besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa,<br />

bangsa yang berhasil adalah bangsa yang<br />

pendidikannya memiliki standar mutu yang<br />

tinggi.<br />

Salah satu faktor utama rendahnya kualitas<br />

sumber daya manusia ini karena program<br />

pendidikan nasional yang dirancang belum<br />

berhasil menjawab harapan dan tantangan masa<br />

kini maupun di masa depan. Menghadapi masa<br />

depan dengan arus globalisasi dan keterbukaan<br />

serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi,<br />

pendidikan akan semakin dihadapkan terhadap<br />

berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih<br />

rumit dari pada masa sekarang atau sebelumnya.<br />

Tanggung jawab sekolah yang besar dalam<br />

memasuki era globalisasi adalah mempersiapkan<br />

siswa untuk mengahadapi tantangan-tantangan<br />

dalam masyarakat sangat cepat perubahannya.<br />

Salah satu dari tantangan yang dihadapi oleh para<br />

siswa adalah menjadi pekerja yang bermutu.<br />

Kemampuan berbicara dalam bahasa asing dan<br />

kemahiran komputer merupakan dua kriteria<br />

utama yang pada umumnya diajukan sebagai<br />

syarat untuk memasuki lapangan kerja di<br />

Indonesia dan bahkan seluruh dunia. Kemajuan<br />

komputer saat ini telah merambah segala<br />

bidang kehidupan manusia, maka merupakan<br />

tanggung jawab yang besar pendidikan kita<br />

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan<br />

kemahiran komputer bagi para siswa.<br />

Dalam kurikulum pendidikan kita matakuliah<br />

TIK (<strong>Teknologi</strong> <strong>Komunikasi</strong> dan <strong>Informasi</strong>)<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

sudah dimasukkan sebagai matapelajaran yang<br />

harus disajikan mulai dari sekolah dasar sampai<br />

sekolah menengah atas. Melalui matapelajaran<br />

ini siswa tidak hanya diharapkan untuk mampu<br />

menggunakan komputer tetapi diharapkan dapat<br />

memanfaatkankan komputer untuk memberikan<br />

kemudahan dalam matapelajaran lainnya.<br />

Meskipun matapelajaran TIK sudah ada dalam<br />

kurikulum sejak tahun 2004, namun demikian<br />

implementasinya belumlah seperti yang<br />

diharapkan. Implementasi kurikulum ini<br />

membutuhkan sarana pendukung seperti lab<br />

komputer, guru matapelajaran komputer dan<br />

dukungan dari pihak sekolah dan komite sekolah.<br />

Untuk melihat keterlaksanakan<br />

matapelajaran TIK tersebut, penulis telah<br />

melakukan survey di sekolah-sekolah yang ada di<br />

kota Pekanbaru. Fakta tentang keadaan<br />

dilapangan ini diharapkan akan dapat menjadi<br />

pijakan bagi sekolah dan pemegang kebijakan<br />

untuk pengembangan sekolah untuk menindak<br />

lanjuti kondisi yang ada demi terlaksananya<br />

tanggung jawab sekolah dalam menyiapkan anak<br />

didik yang siap bersaing di era globalisasi.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Data pada penelitian ini dikumpulkan dengan<br />

melakukan survey ke sekolah-sekolah yang ada<br />

di Pekanbaru. Pengambilan data dilakukan<br />

dengan melihat langsung kondisi di lapangan. Di<br />

samping itu juga dilakukan wawancara dengan<br />

kepala sekolah, guru komputer dan murid.<br />

Jumlah sekolah yang terlibat dalam penelitian ini<br />

adalah 27 sekolah negeri dan 10 sekolah swasta.<br />

Jika dilihat dari jenjang sekolah terdapat 9 buah<br />

SMA, 11 buah SMP dan 15 buah SD. Untuk<br />

sekolah swasta pada tingkat SMA terdapat<br />

sebuah MAN dan untuk tingkat SMP terdapat<br />

sebuah MTS. Kondisi sekolah ini sangat<br />

bervariasi mulai dari sekolah popular, sekolah<br />

biasa ataupun sekolah yang kualitasnya tidak<br />

menonjol. Data sekolah yang diambil dapat<br />

dilihat pada tabel 1 berikut:<br />

Tabel 1: Data Sekolah yang di survey<br />

Jenjang<br />

Status<br />

T<br />

Sekolah<br />

Sekolah N S otal<br />

MAN EGERI 0 WASTA 1 1<br />

2


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

MTS 0 1 1<br />

SD 1 3 1<br />

SMA 27 2 5 9<br />

SMP 8 3 1<br />

Total 2 1 1 3<br />

7 0 7<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Pelaksanaan Pelajaran TIK<br />

Dari 37 buah sekolah yang disurvey ternyata<br />

belum semua sekolah yang telah menyajikan<br />

matapelajaran TIK. Data rinci tentang<br />

keterlaksanan matapelajaran TIK dapat dilihat<br />

pada tabel 2 berikut:<br />

Tabel 2: Penyajian Matapelajaran TIK<br />

Menurut Sekolah<br />

Jenjang Sekolah<br />

Penyajian MA M S SM S T<br />

Mapel SEKOLAH TIK N TS D A M ot<br />

NEGERI TIDAK 5 0 P 0 al 5<br />

YA 7 7 8 2<br />

TOTAL 1 7 8 2<br />

SEKOLAH<br />

2<br />

7<br />

SWASTA YA 1 1 3 2 3 1<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 01<br />

0<br />

Dari tabel 2 terlihat bahwa untuk sekolah<br />

menengah pertama maupun sekolah menengah<br />

atas, semua sekolah sudah menyajikan<br />

matapelajaran TIK. Namun demikian dari 15<br />

Sekolah dasar yang disurvey masih terdapat 5<br />

sekolah yang belum menyajikan TIK. Semua<br />

sekolah yang belum menyajikan matapelajaran<br />

TIK ini adalah sekolah negeri. Sekolah yang<br />

belum menyajikan matakuliah TIK menyatakan<br />

mereka belum mempunyai guru yang akan<br />

mengajarkan atau belum memiliki komputer<br />

untuk murid. Meskipun ada sekolah yang<br />

memiliki satu atau dua komputer mereka<br />

menggunakannya untuk kebutuhan administrasi.<br />

Ketersediaan Komputer di Sekolah<br />

Tabel 3: Jumlah Komputer yang Tersedia<br />

Menurut Sekolah<br />

Jenjang Sekolah<br />

JUMLAH M M S SM S T<br />

KOMPUTER<br />

SEKOLAH AN TS D A M ot<br />

NEGERI 1-10 6 0 P 1 al 7<br />

11- 20 4 0 2 6<br />

21-50 1 3 4 8<br />

51-70 0 2 1 3<br />

70-100 0 1 0 1<br />

>100 0 1 0 1<br />

TOTAL 1 7 8 2<br />

SEKOLAH<br />

1<br />

6<br />

SWASTA 1-10 0 0 1 0 0 1<br />

21-50 1 1 2 1 2 7<br />

51-70 0 0 0 1 0 1<br />

51-100 0 0 0 0 1 1<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 1<br />

0<br />

Tabel 3 mengungkapkan fakta tentang jumlah<br />

komputer yang tersedia pada masing-masing<br />

sekolah. Jumlah komputer yang dimiliki sekolah<br />

sangat bervariasi. Ditemukan ada sekolah yang<br />

memiliki hanya satu komputer yang digunakan<br />

oleh kepala sekolah untuk keperluan surat<br />

menyurat. Jumlah komputer yang dimiliki di<br />

jenjang sekolah yang lebih tinggi kelihatannya<br />

lebih memadai. <strong>Pada</strong> tingkatan SMA terdapat<br />

paling tidak satu lab komputer dengan jumlah<br />

komputer minimal 25 buah. Terdapat 2 sekolah<br />

yang memiliki komputer sampai 100 buah, satu<br />

SMA negeri dan satu SMP swasta. Dari hasil<br />

wawancara didapatkan informasi bahwa lab ini<br />

digunakan secara bergantian oleh seluruh murid,<br />

sehingga sepanjang hari lab komputer terjadwal<br />

penuh. Beberapa sekolah yang punya internet,<br />

menyediakan lab komputer bagi murid yang<br />

ingin mengunakan internet untuk keperluan<br />

membuat tugas untuk matapelajaran lainnya.<br />

Ketersediaan Guru TIK<br />

Tabel 4: Jumlah Guru TIK Menurut Sekolah<br />

Jenjang Sekolah<br />

Jumlah Guru M M S S S T<br />

TIK Sekolah TIK AN TS D M M ot<br />

Negeri 0 2 0 0 2<br />

1 4<br />

A<br />

3<br />

P<br />

2<br />

al<br />

9<br />

2 1 1 3 5<br />

3 2 2 3 7<br />

4 0 1 0 1<br />

Total 9 7 8 2<br />

Sekolah<br />

4<br />

Swasta 1 0 0 2 1 0 3<br />

2 1 1 1 1 2 6<br />

4 0 0 0 0 1 1<br />

Total 1 1 3 2 3 1<br />

Ketersediaan guru merupakan faktor utama 0<br />

untuk dapat menyajikan satu matapelajaran,<br />

untuk itu pada survey ini setiap sekolah didata<br />

berapa orang jumlah guru yang mengajarkan TIK<br />

3


Yenita Roza<br />

disekolah mereka. Tabel diatas menunjukan<br />

bahwa ada 2 sekolah negeri yang tidak<br />

mempunyai guru komputer sama sekali, sekolah<br />

ini tidak menyajikan matapelajaran TIK. Jika<br />

dihubungkan dengan data sebelumnya, berarti<br />

terdapat tiga sekolah yang sudah mempunyai<br />

guru matapelajaran TIK tetapi belum menyajikan<br />

matapelajaran TIK disekolahnya. Ketika<br />

diwawancarai kepala sekolah menyatakan<br />

mereka belum menyajikan matapelajaran TIK<br />

karena mereka belum mempunyai komputer<br />

yang dapat digunakan murid untuk belajar.<br />

Latar Belakang Pendidikan Guru TIK<br />

Tabel 5: Latar Belakang Pendidikan Guru TIK<br />

Menurut Sekolah<br />

Jenjang Sekolah<br />

Guru MA MT S SM SM T<br />

Sekolah Mengajar TIK N S D A P ot<br />

Negeri Tidak ada 5 0 0 al 5<br />

Guru Lain 1 0 1 2<br />

Guru TIK 6 7 7 20<br />

Total 1 7 8 27<br />

Sekolah<br />

2<br />

Swasta guru lain 1 0 0 0 0 1<br />

guru TIK 0 1 3 2 3 9<br />

Total 1 1 3 2 3 10<br />

Mismatch antara latar belakang pendidikan<br />

guru dan bidang studi yang diasuh menjadi<br />

fenomena yang dalam pendidikan kita. Hal ini<br />

biasanya sering ditemukan untuk mapelajaran<br />

sain. Roza (2008) menemukan bahwa 18% dari<br />

guru yang mengajar matematika di Propinsi Riau<br />

dan Kepulauan Riau adalah guru yang tidak<br />

punya latar belakang pendidikan matematika.<br />

Sebagai sebuah matapelajaran baru hal ini diduga<br />

juga akan terjadi pada matapelajaran TIK.<br />

Meskipun dari hasil survey ditemukan guru yang<br />

mengajar TIK bukanlah guru khusu TIK, namun<br />

jumlahnya relatif sangat kecil (7% untuk sekolah<br />

negeri, 10% untuk sekolah swasta).<br />

Ketersediaan Internet Disekolah<br />

Salah satu bagian TIK yang sangat<br />

berpengaruh adalah ketersediaan internet.<br />

Internet telah merambah hampir semua sisi<br />

kehidupan masyarakat saat ini. Kita dapat<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

melihat kecendrungan terbentuknya e-societies,<br />

e-business, e-government. Perkembangan ini<br />

membawa pengaruh baik dan juga buruk, namun<br />

demikian kehadirannya tidak dapat dihindari dan<br />

mesti dimanfaatkan. <strong>Pada</strong> tabel berikut dapat<br />

dilihat ketersediaan internet disekolah:<br />

Tabel 6: Ketersediaan Internet Menurut Sekolah<br />

Jenjang Sekolah<br />

Ketersediaan<br />

Internet SKLH NEGERI<br />

MA<br />

N<br />

MT<br />

S<br />

S<br />

D<br />

Tidak Tersedia 1<br />

2<br />

SM<br />

A<br />

SM<br />

P<br />

T<br />

ot<br />

al<br />

1 5 18<br />

Tersedia 0 6 3 9<br />

TOTAL 1 7 8 27<br />

SKLH<br />

SWASTA Tidak Tersedia 0 0<br />

2<br />

2 1 1 4<br />

Tersedia 1 1 1 1 2 6<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 10<br />

Internet merupakan salah satu topik yang harus<br />

disajikan pada tingkatan SMA menurut<br />

kurikulum TIK, namun demikian dari tabel<br />

diatas dapat kita lihat masih ada 2 sekolah<br />

tingkatan SMA yang belum menyediakan<br />

internet. Secara umum 33% sekolah negeri dan<br />

40 % sekolah swasta sudah punya internet.<br />

Metode Mengajar TIK<br />

<strong>Pada</strong> kurikulum tidak ada tuntutan strategi<br />

apa yang harus digunakan guru dalam<br />

mengajarkan mata pelajaran TIK, namun<br />

demikian dikatankan bahwa dalam pengajaran<br />

TIK guru harus melibatkan siswa secara aktif<br />

untuk mendapatkan skill yang dibutuhkan. Dari<br />

pengamatan kesekolah dan wawancara dengan<br />

murid dan guru TIK, didapatkan informasi<br />

seperti tabel 7 berikut.<br />

Metoda Mengajar<br />

SEKOLAH<br />

NEGERI<br />

MA<br />

N<br />

Jenjang Sekolah<br />

MT<br />

S<br />

S<br />

D<br />

SM<br />

A<br />

SM<br />

P<br />

To<br />

tal<br />

Tidak ada 5 0 0 5<br />

Praktek Saja 2 2 0 4<br />

Teori Saja 0 0 1 1<br />

Teori & Praktek 4 6 7 17<br />

4


Yenita Roza<br />

TOTAL 12 7 8 27<br />

SEKOLAH<br />

SWASTA<br />

Teori & Praktek 1 1 3 2 3 10<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 10<br />

Sebagian besar guru mengajarkan TIK dengan<br />

cara teori dan praktek (100% untuk sekolah<br />

swasta dan 63 % untuk sekolah negeri).<br />

Pembelajaran dengan cara seperti ini menurut<br />

guru TIK memudahkan mereka untuk<br />

mengilirkan penggunaan fasilitas komputer<br />

disekolah yang belum memadai.<br />

Tabel 7: Stragegi Mengajar TIK<br />

Teori diberikan dikelas dan praktek di lab<br />

komputer, sehingga satu kelas hanyak masuk lab<br />

satu kali dalam 2 minggu. Beberapa sekolah<br />

yang sudah memiliki cukup komputer memilih<br />

untuk memberikan teori dan praktek secara<br />

bersamaan di lab komputer.<br />

Materi Pelajaran TIK<br />

Tabel 8: Materi Pelajaran TIK<br />

MATERI<br />

SEKOLAH<br />

NEGERI<br />

MA<br />

N<br />

Jenjang Sekolah<br />

M<br />

TS<br />

S<br />

D<br />

SM<br />

A<br />

S<br />

M<br />

P<br />

T<br />

ot<br />

al<br />

Tidak Ada 5 0 0 5<br />

1, 2 5 1 3 9<br />

1,2,3,4 0 3 0 3<br />

1,2,4 0 2 3 5<br />

2 2 0 2 4<br />

2,4 0 1 0 1<br />

TOTAL 1 7 8 2<br />

SEKOLAH<br />

2<br />

7<br />

SWASTA 1,2,3 0 0 0 1 0 1<br />

1,2,3,4 0 0 0 1 0 1<br />

1,2,4 0 1 1 0 2 4<br />

2 1 0 2 0 0 3<br />

2,3 0 0 0 0 1 1<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 1<br />

Keterangan : 1 Pengenalan Komputer, 2= MS 0<br />

Office, 3= Program Lain, 4 = Internet<br />

<strong>Pada</strong> kurikulum KTSP diberikan ramburambu<br />

materi yang seharusnya disajikan pada<br />

setiap tingkatan sekolah. Sesuai dengan<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

kharakteristiknya sekolah menentukan capaian<br />

yang mereka inginkan untuk sekolahnya masingmasing.<br />

<strong>Pada</strong> tabel 8 dapat dilihat materi yang<br />

disajikan oleh masing-masing sekolah.<br />

<strong>Pada</strong> tingkat SD pada umumnya materi yang<br />

disajikan hanya pengenalan komputer dan<br />

mengunakan komputer untuk mengetik. Namun<br />

demikian ada satu SD yang mengajarkan internet<br />

kepada murid-muridnya. <strong>Pada</strong> tingkatan<br />

SMA masih ditemukan 1 sekolah negeri dan 1<br />

sekolah swasta yang tidak mengajarkan internet<br />

karena merekan belum memiliki fasilitas internet<br />

disekolah.<br />

Jumlah Guru yang Bisa Komputer<br />

Tabel 9: Persentase Guru yang Bisa<br />

Menggunakan Komputer<br />

Jenjang Sekolah<br />

Persentase GURU<br />

BISA SKLH TIK NEGERI<br />

0%<br />

M<br />

AN<br />

M<br />

TS<br />

S<br />

D<br />

2<br />

S<br />

M<br />

A 0<br />

S<br />

M<br />

P 0<br />

T<br />

ot<br />

al 2<br />

1-10 % 4 1 2 7<br />

11-50 % 6 2 4 1<br />

51-100 % 0 4 2 26<br />

TOTAL 1 7 8 2<br />

SKLH SWASTA<br />

2<br />

7<br />

51-100 % 1 1 3 2 3 1<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 01<br />

0<br />

Menurut kurikulum, pembelajaran komputer<br />

tidak hanya punya target anak bisa komputer<br />

pada matapelajaran tersebut tapi juga dapat<br />

menggunakan komputer untuk mempermudah<br />

matapelajaran lainnya. Guru yang akan<br />

menugaskan murid menggunakan komputer tentu<br />

guru yang bisa menggunakan komputer. Untuk<br />

itu dalam survey ini juga didata jumlah guru<br />

yang bisa menggunakan komputer pada tiap<br />

sekolah. Dari tabel diatas terlihat masih ada<br />

sekolah (tingkat SD) yang seluruh gurunya<br />

belum bisa menggunakan komputer. Kondisi ini<br />

kita lihat akan membaik sesuai dengan<br />

tingakatan sekolah. <strong>Pada</strong> tingkat SMA pada<br />

umumnya lebih dari 50% guru sudah bisa<br />

menggunaka komputer.<br />

5


Yenita Roza<br />

<strong>Penggunaan</strong> Komputer oleh Guru<br />

Tabel 10: Bentuk <strong>Penggunaan</strong> Komputer oleh<br />

Guru<br />

<strong>Penggunaan</strong><br />

Komp<br />

SKLH<br />

NEGERI TIdak<br />

menggunakan<br />

MA<br />

N<br />

Jenjang Sekolah<br />

MT<br />

S<br />

S<br />

D<br />

SM<br />

A<br />

SM<br />

P<br />

T<br />

ot<br />

al<br />

6 0 1 7<br />

1 2 0 2 4<br />

1,2 2 3 1 6<br />

1,2,3 2 4 4 10<br />

TOTAL 1 7 8 27<br />

SKLH<br />

SWASTA 1,2 0 1<br />

2<br />

1 1 2 5<br />

1,2,3 1 0 2 1 1 5<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 10<br />

Ket: 1 = Membuat bahan ajar, 2= Mengolah<br />

Nilai, 3= Internet<br />

Data pada tabel 10 memperlihatkan bentuk<br />

penggunaan komputer oleh guru disekolah<br />

ataupun diluar sekolah. Sangat menggembirakan,<br />

hampir semua guru yang bisa menggunakan<br />

komputer sudah memanfaatkan komputer untuk<br />

membuat bahan ajar. Dari hasil diskusi kami<br />

temukan guru mengetik rencana pembelajaran<br />

yang akan diserahkan untuk sekolah dan bahan<br />

ajar menggunakan komputer. Dampak negatif<br />

yang timbul adalah terjadinya copy and paste<br />

dari satu bahan ke bahan lainnya, sehingga ada<br />

sekolah yang mewajibkan guru untuk membuat<br />

rencana pembelajaran menggunakan tulisan<br />

tangan. Jumlah guru yang menggunakan<br />

komputer untuk pengolahan data cukup besar<br />

(59% disekolah negeri, 100% di sekolah swasta).<br />

<strong>Pada</strong> sekolah swasta 50% guru sudah<br />

menggunakan internet, sedangkan pada sekolah<br />

negeri baru 37% guru yang sudah menggunakan<br />

internet.<br />

Sumber <strong>Dan</strong>a Pengadaan Komputer<br />

Investasi komputer memerlukan dana yang<br />

cukup besar terutama untuk pengadaan awal.<br />

Jika sebuah sekolah akan mengadakan komputer<br />

berarti juga harus membeli AC dan terali untuk<br />

keamanan ruang komputer. Dengan<br />

perkembangan teknologi komputer yang sangat<br />

pesat, maka sekolah juga perlu dana untuk<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

upgrading komputer setelah waktu tertentu.<br />

Disamping itu dana maintenance yang harus<br />

disediakan juga cukup besar. <strong>Pada</strong> survey ini<br />

juga dikumpulkan data tentang sumber<br />

pembiayaan sekolah untuk pengadaan komputer.<br />

Dari tabel 11 dapat dilihat sumber dana<br />

pengadaan komputer sangat bervariasi seperti<br />

dana komite sekolah, SPP, yayasan dan ada yang<br />

mendapatkan komputer sebagai sumbangan dari<br />

pihak luar yang tidak mengikat.<br />

Tabel 11: Sumber <strong>Dan</strong>a Pengadaan Komputer<br />

Sumber <strong>Dan</strong>a<br />

SEKOLAH<br />

NEGERI<br />

MA<br />

N<br />

Jenjang Sekolah<br />

MT<br />

S<br />

S<br />

D<br />

SM<br />

A<br />

SM<br />

P<br />

T<br />

ot<br />

al<br />

<strong>Dan</strong>a Komite 1 1 1 3<br />

<strong>Dan</strong>a Lain 1 2 2 5<br />

<strong>Dan</strong>a SPP 0 2 1 3<br />

<strong>Dan</strong>a SPP dan<br />

2 1 0 3<br />

Komite Tidak Ada<br />

6 1 2 9<br />

<strong>Dan</strong>a Yayasan 2 0 2 4<br />

TOTAL 1 7 8 27<br />

SEKOLAH<br />

SWASTA <strong>Dan</strong>a Komite 1 0<br />

2<br />

0 0 1 2<br />

SPP 0 0 1 0 0 1<br />

Tidak Ada 0 1 0 1 1 3<br />

<strong>Dan</strong>a Yayasan 0 0 2 1 1 4<br />

1 1 3 2 3 10<br />

Program Sekolah untuk TIK<br />

Setiap sekolah setiap tahunnya menyusun dan<br />

merevisi rencana kerja sekolahnya. Rencana ini<br />

akan menjadi pijakan untuk pelaksanaan<br />

kegiatan dan pengembangan sekolah. <strong>Pada</strong><br />

survey ini peneliti juga menanyakan apakah<br />

sekolah sudah mempunyai rencana atau<br />

memasukan perencanaan untuk TIK pada<br />

program sekolah. <strong>Informasi</strong> tentang perencanaan<br />

ini dapat dilihat pada tabel 12 berikut:<br />

Tabel 12: Perencanaan Sekolah Tentang TIK<br />

PROGRAM<br />

KOMPUTER<br />

M<br />

AN<br />

Jenjang Sekolah<br />

M<br />

TS<br />

S<br />

D<br />

SM<br />

A<br />

S<br />

M<br />

P<br />

T<br />

ot<br />

al<br />

SEKOLAH<br />

NEGERI ADA 2 6 3 1<br />

TIDAK 1<br />

TOTAL 01<br />

SEKOLAH<br />

2<br />

SWASTA<br />

1 5 1<br />

7 8 62<br />

7<br />

6


Yenita Roza<br />

PROGRAM<br />

Jenjang Sekolah<br />

KOMPUTER<br />

ADA<br />

M<br />

AN 1<br />

M<br />

TS 0<br />

S<br />

D 3<br />

SM<br />

A 1<br />

S<br />

M3 T<br />

ot 8<br />

TIDAK 0 1 0 1 P 0 al 2<br />

TOTAL 1 1 3 2 3 1<br />

0<br />

Dari tabel diatas dapat dilihat untuk sekolah<br />

negeri hanya 41% sekolah yang sudah<br />

mempunyai perencanaan untuk TIK, sedangkan<br />

untuk sekolah swasta sudah 80%. Diduga hal ini<br />

juga dipengaruhi oleh wawasan kepala sekolah<br />

tentang TIK, pada wawancara juga ditemukan<br />

bahwa sebagian dari sekolah yang tidak punya<br />

program TIK kepala sekolahnya juga tidak bisa<br />

menggunakan komputer.<br />

KESIMPULAN<br />

Penerapan matapelajaran TIK disekolah<br />

seharusnya tidak ditunda-tunda lagi. Untuk dapat<br />

bersaing di era globalisasi anak bangsa ini harus<br />

mampu mengunakan kemajuan TIK. Kesuksesan<br />

implementasi TIK ini menyangkut banyak hal<br />

dan banyak pihak. Visi dan misi dari pemerintah<br />

dalam pengembangan pendidikan sangat<br />

memberikan pengaruh disamping wawasan<br />

tentang TIK kepala sekolah dan guru yang secara<br />

langsung akan terlibat dalam hal ini. Ini dapat<br />

dilihat pada sekolah yang kepala sekolahnya<br />

tidak bisa mengunakan komputer cendrung untuk<br />

memasukkan program komputer pada rencana<br />

kegiatan sekolah.<br />

Dari hasil temuan tersebut dapat dilihat<br />

kendala bagi sekolah yang belum menyajikan<br />

matapelajaran komputer adalah; Tidak<br />

tersedianya fasilitas komputer, guru yang bisa<br />

menggunakan komputer sangat kurang. <strong>Pada</strong><br />

sekolah yang sudah memiliki komputer tingkat<br />

penggunaannya sudah bagus baik oleh guru<br />

maupun murid. Guru sudah menggunakan<br />

komputer untuk membuat bahan ajar dan<br />

pengolahan nilai matapelajaran yang diasuhnya.<br />

Sehubungan dengan temuan diatas peneliti<br />

memberikan saran yang mungkin dapat<br />

mempercepat dan meningkatkan tingkat<br />

penggunaan komputer disekolah:<br />

1. Dinas Pendidikan agar dapat memberikan<br />

penekanan pada setiap sekolah untuk<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

memasukan program yang berhubungan<br />

dengan TIK dalam rencana tahunan mereka.<br />

Diharapkan Dinas Pendidikan juga dapat<br />

memfasilitasi pengadaan komputer dan<br />

pelatihan komputer bagi guru di sekolah.<br />

2. Bagi Pimpinan Sekolah agar mendorong<br />

semua guru untuk dapat menggunakan<br />

komputer untuk kebutuhan kerjanya dan<br />

memanfaatkan skill komputer murid dalam<br />

mencapai tujuan pembelajarannya.<br />

3. Bagi guru TIK untuk dapat menggunakan<br />

strategi pembelajaran yang dapat<br />

memaksimalkan ketersedian komputer<br />

disekolah. Diharapkan juga guru TIK dapat<br />

menjadi motor disekolah agar semua guru dan<br />

staf administrasi disekolah dapat<br />

menggunakan komputer.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Abbasi, A. et all. 2008. A Review of ICT Status<br />

and Development Strategy Plan in Iran.<br />

International Journal of Education and<br />

Development ICT, Vol 4 No. 3. 2008.<br />

Darhim. 1993. Workshop Matematika. Jakarta :<br />

Depdikbud DitJen Pendidikan Dasar dan<br />

Menengah.<br />

Kemp, E., Jerrold. 1994. Proses Perancangan<br />

Pengajaran. ITB. Bandung.<br />

Roza, Yenita. 2008. Competencies of<br />

Mathematics Teachers at Secondary<br />

Schools“ Reflection on Certification<br />

Program”. Proceeding the 4 th IMT-GT<br />

Conference on Statistics and<br />

Mathematics Applications.<br />

Wibawanto H., 2004. Multimedia Untuk<br />

Presentase. Semarang. Laboratorium<br />

Komputer UNNES.<br />

7


Yeni Rosita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

ARAH KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR KOTA DUMAI<br />

SEBAGAI KAWASAN EKONOMI KHUSUS<br />

Caska<br />

Pusat Penelitian Kependudukan/Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau<br />

Jalan HR. Subrantas KM 12,5 Simpang Panam Pekanbaru Indonesia 28293<br />

e-mail: riodirgantoro@yahoo.com<br />

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kondisi pendidikan dasar; dan (2)<br />

kebijakan pendidikan dasar. Metode yang digunakan yaitu metode survey dengan teknik<br />

analisis gap (perbedaan). Hasil penelitian menunjukan bahwa: pertama, kondisi pendidikan<br />

dasar di Kota Dumai secara umum dalam kondisi baik tetapi ada beberapa yang perlu<br />

ditingkatkan dalam implementasinya; kedua, arah kebijakan pendidikan dasar di Kota Dumai<br />

untuk lima tahun ke depan dalam rangka mempersiapkan kawasan ekonomi khusus diarahkan<br />

pada: (1) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi<br />

dan daya saing pendidikan; dan (3) tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.<br />

Kata Kunci: kebijakan pendidikan dasar, kawasan ekonomi khusus<br />

BASIC EDUCATION POLICY DIRECTION DUMAI CITY<br />

AS A SPECIAL ECONOMIC ZONE<br />

ABSTRACT. This study aims to determine: 1) the condition of basic education and (2) basic<br />

education policy. The method used is survey method with a gap analysis technique<br />

(difference). The results showed that: first, basic education conditions in the city of Dumai in<br />

general in good condition but there are some that need to be improved in its implementation;<br />

second, basic education policy directions in Dumai City for the next five years in order to<br />

prepare a special economic zone aimed at: (1) equality of education opportunity getting; (2)<br />

improving quality, relevance and competitiveness of education; and (3) corporate governance,<br />

accountability and public imaging.<br />

Key Words: basic education policy, special economic zone<br />

PENDAHULUAN<br />

Kota Dumai yang mempunyai posisi<br />

strategis bila dijadikan Kawasan Ekonomi<br />

Khusus. Hal ini disebabkan karena Kota<br />

Dumai terletak pada kawasan Selat<br />

Malaka dan memiliki peranan penting<br />

sebagai penghubung antar daerah baik<br />

secara nasional maupun internasional. Di<br />

samping itu, Kota Dumai telah didukung<br />

dengan telah tersedianya sarana dan<br />

prasarana infrastruktur jaringan<br />

transportasi darat lokal maupun regional,<br />

pelabuhan bertaraf internasional serta<br />

bandara (Bapeda Kota Dumai, 2008).<br />

Bila ditetapkannya Kota Dumai sebagai<br />

Kawasan Ekonomi Khusus diharapkan<br />

akan semakin memajukan dan mendorong<br />

pertumbuhan ekonomi di daerah ini.<br />

Meningngkatnya pertumbuhan ekonomi<br />

disebabkan karena kegiatan penanaman<br />

modal asing, penciptaan lapangan kerja,<br />

meningkatkan kapasitas produksi, dan<br />

meningkatkan kegiatan perdagangan<br />

barang dan jasa di dalam negeri maupun<br />

ekspor.<br />

Menurut Pedoman yang dikeluarkan<br />

Tim Nasional Kawasan Ekonomi Khusus<br />

di Indonesia (Departemen Perindustrian,<br />

2006): lokasi yang akan dipilih menjadi<br />

KEK minimal harus memenuhi kriteria<br />

ekonomi sebagai berikut: (1) terletak<br />

dijalur perdagangan internasional dan atau<br />

1


Yenita Roza<br />

alur laut utama di Indonesia; (2) Terdapat<br />

pasar potensial berskala internasional; (3)<br />

Bagian dari wilayah yang memiliki<br />

sumberdaya alam dan atau sektor<br />

unggulan yang berdaya saing internasional<br />

atau sektor unggulan yang berdaya saing<br />

internasional; dan (4) Ketersediaan tenaga<br />

kerja lokal, baik jumlah maupun kualitas.<br />

Untuk melihat ketersediaan tenaga<br />

kerja lokal dapat dilihat dari berbagi cara<br />

dan metode. Salah satu cara yang paling<br />

mudah walaupun banyak kelemahannya<br />

adalah bagaimana capaian pendidikan<br />

yang telah dilakukan di wilayah tersebut.<br />

Terlepas dari capaian pendidikan yang<br />

ada, yang perlu dilikakukan adalah<br />

membuat arah kebijakan pendidikan agar<br />

sesuai dengan kebutuhan sebagai kawasan<br />

ekonomi khusus.<br />

Sehubungan dengan hal tersebut, maka<br />

penelitian ini ingin mengeksplorasi<br />

capaian pendidikan menurut pendapat<br />

masyarakat pengguna dan pelaku<br />

pendidikan. Setelah diketahui posisi<br />

capaian pendidikan maka disusun sebuah<br />

arah kebijakan pendidikan yang sesuai<br />

dengan kondisi dan harapan kebutuhan<br />

dari sebuah daerah yang dijadikan<br />

kawasan ekonomi khusus<br />

Berdasarkan latar belakang yang telah<br />

diuraikan maka permasalahan dalam<br />

penelitian ini adalah: (1) Bagaimana<br />

kondisi pendidikan dasar di Kota Dumai <br />

dan (2) Bagaimana arah kebijakan<br />

pendidikan dasar Kota Dumai yang sesuai<br />

dengan tuntutan sebuah kawasan ekonomi<br />

khusus <br />

Tujuan penelitian adalah: (1)<br />

untuk mengetahui kondisi pendidikan<br />

dasar di Kota Dumai dilihat dari capaian<br />

satuan pendidikan SD/MI dsn SMP/MTs;<br />

dan (2) untuk mengetahui arah kebijakan<br />

pendidikan dasar Kota Dumai yang sesuai<br />

dengan tuntutan sebuah kawasan ekonomi<br />

khusus.<br />

Setelah penelitian ini dilakukan,<br />

diharapkan informasi yang diperoleh dapat<br />

digunakan sebagai masukan bagi<br />

pemerintah Kota Dumai untuk<br />

pengambilan keputusan dan kebijakan<br />

dalam menentukan arah kebijakan<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

pendidikan dasar yang sesuai dengan<br />

tuntutan sebuah kawasan ekonomi khusus.<br />

Secara spesifik keluaran yang dihasilkan<br />

adalah: (1) Bagi pemerintah daerah dapat<br />

melahirkan arah kebijakan pendidikan<br />

dasar yang sesuai dengan tuntutan sebuah<br />

kawasan ekonomi khusus; (2) Dapat<br />

menentukan program prioritas<br />

pengembangan pendidikan dasar di Kota<br />

Dumai.<br />

METODOLOGI<br />

Lokasi Penelitian<br />

Penelitian ini menggunakan<br />

metode survey di seluruh kecamatan ( 5<br />

kecamatan) Kota Dumai.<br />

Teknik Pengumpulan Data<br />

Penelitian ini menggunakan data<br />

primer dan sekunder. Untuk data primer<br />

pengumpulan data dilakukan dengan<br />

kuesioner dan wawancara mendalam.<br />

Selain data primer juga digunakan data<br />

sekunder yang dikumpulkan dari Kantor<br />

Camat dan UPTD Dinas Pendidikan<br />

Kecamatan. Data sekunder ini<br />

dikonfirmasikan dengan informasi dan<br />

data primer yang didapatkan di tingkat<br />

lapangan.<br />

Responden dalam penelitian ini adalah<br />

1) Camat sebanyak 5 orang, Kepala UPTD<br />

Dinas Pendidikan Kecamatan sebanyak 5<br />

orang, Kepala Sekolah sebanyak 29 orang,<br />

Guru sebanyak 29 orang, Siswa sebanyak<br />

87 orang, dan Orang Tua Siswa sebanyak<br />

58 orang.<br />

<strong>Analisis</strong> Data<br />

Teknik analisis yang digunakan adalah<br />

<strong>Analisis</strong> gap (discrepanacy analysis)<br />

antara harapan masyarakat atas pendidikan<br />

Kota Dumai selaras dengan tuntutan<br />

peningkatan mutu pendidikan dibanding<br />

dengan realita pendidikan Kota Dumai<br />

saat ini.<br />

Secara skematis, kerangka analisis<br />

pelaksanaan kegiatan penelitian ini,<br />

diilustrasikan pada Gambar 1.<br />

2


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Kondisi Pendidikan Dasar Kota Dumai<br />

Untuk melihat kondisi pendidikan<br />

dasar Kota Dumai dapat dilihat pada tabel<br />

1 tentang Penilaian Responden Terhadap<br />

Kondisi Sekolah Dasar (SD)/Madrasah<br />

Ibtidaiyah (MI) dan tabel 2 tentang<br />

Penilaian Responden Terhadap Kondisi<br />

Sekolah Menengah Pertama<br />

(SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS).<br />

Tabel 1.<br />

Penilaian Responden Terhadap Kondisi Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah<br />

(MI) Di Kota Dumai Tahun 2009<br />

No<br />

Indikator<br />

1. Kepemilikan<br />

Tanah dan<br />

bangunan<br />

2. Visi dan misi<br />

serta<br />

karakteristik<br />

khusus<br />

sekolah<br />

3. Jumlah siswa<br />

rata-rata per<br />

kelas<br />

4. Rasio guru<br />

dengan siswa<br />

5. Memiliki staf<br />

(tenaga non<br />

guru)<br />

6. Jumlah siswa<br />

rata-rata per<br />

sekolah<br />

7. Angka<br />

Partisipasi<br />

Murni (APM)<br />

8. Persentase<br />

Kelulusa<br />

9. Persentase<br />

Melanjukan<br />

ke SMP/MTs<br />

Hasil<br />

Penilaian<br />

90% milik<br />

sendiri tetapi<br />

tidak bisa<br />

menunjukkan<br />

sertifikat<br />

75% telah<br />

memiliki<br />

rata-rata<br />

28/kelas<br />

SD/MI<br />

Interpretasi<br />

Kepemilikan Tanah<br />

dan bangunan sudah<br />

baik tetapi perlu<br />

legalitas kepemilikan<br />

dalam bentuk<br />

sertifikat tanah dan<br />

bangunan<br />

Visi dan misi serta<br />

karakteristik khusus<br />

sekolah sudah baik<br />

tetapi<br />

implementasinya<br />

masih perlu<br />

diselaraskan.<br />

Sudah baik<br />

1:28 Sudah baik<br />

92% Sudah baik perlu<br />

spesialisasi<br />

rata-rata 8 Sudah baik<br />

kelas per<br />

sekolah<br />

91% Sudah baik<br />

98,3% Sudah baik<br />

70,2% Sudah baik<br />

2


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

No<br />

Indikator<br />

10. Kinerja<br />

Kepala<br />

Sekolah<br />

11. Pemilikan<br />

kurikulum<br />

12. Pelaksanaan<br />

Manajemen<br />

Berbasis<br />

Sekolah<br />

13. Guru yang<br />

mengalami<br />

kesulitan<br />

dalam<br />

melaksanakan<br />

Proses<br />

Belajar<br />

Mengajar<br />

(BPM)<br />

14. Guru<br />

berkualifikasi<br />

S-1<br />

Guru<br />

berkualifikasi<br />

Diploma<br />

15. Kelengkapan<br />

Sarana dan<br />

prasarana.<br />

16. Kelengkapan<br />

perabotan<br />

17. Kelengkapan<br />

Media<br />

pendidikan<br />

18. Kelengkapan<br />

buku ajar<br />

19. Kelengkapan<br />

ruang kepala<br />

sekolah<br />

20. Kelengkapan<br />

ruang guru<br />

21. Kelengkapan<br />

sarana<br />

jamban<br />

22. Kelengkapan<br />

Sarana<br />

bermain<br />

23. Tingkat<br />

kehadiran<br />

guru<br />

24. Ketersediaan<br />

dana<br />

investasi,<br />

biaya<br />

operasional<br />

dan biaya<br />

pemeliharaan<br />

25. Kondisi<br />

budaya<br />

sekolah<br />

SD/MI<br />

Hasil<br />

Penilaian<br />

Interpretasi<br />

83,70,2% Sudah baik<br />

Kurikulum<br />

nasional<br />

sebesar<br />

88,9%<br />

kurikulum<br />

lokal sudah<br />

90%<br />

Baik kurikulum<br />

nasional maupun<br />

lokal sudah tersedia<br />

tetapi perlu<br />

perbaikan<br />

implementasi agar<br />

pelaksanaan sesuai<br />

dengan tuntutan<br />

kurikulum<br />

63% Masih perlu<br />

peningkatan perbaikan<br />

pelaksanaan<br />

Manajemen Berbasis<br />

Sekolah.<br />

66,2% Masih perlu<br />

perbaikan<br />

pelaksanaan PBM<br />

S-1 sebesar<br />

35%<br />

Masih perlu<br />

perbaikan kualifikasi<br />

guru, untuk SD/MI<br />

harus memenuhi<br />

kualifikasi S-1<br />

PGSD<br />

57,9% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

51,9% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

50,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

52,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

57,3% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

58,9% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

52,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

43,3% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

97,6% Sudah baik dan perlu<br />

ditingkatkan lagi<br />

63% . Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

52,5% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

Sumber: Data hasil survey tahun 2009<br />

2


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

Tabel 2. Penilaian Responden Terhadap Kondisi Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah<br />

Tsanawiyah (MTS) Di Kota Dumai Tahun 2009<br />

No<br />

Indikator<br />

1. Kepemilikan Tanah<br />

dan bangunan<br />

2. Visi dan misi serta<br />

karakteristik khusus<br />

sekolah<br />

3. Jumlah siswa ratarata<br />

per kelas<br />

4. Rasio guru dengan<br />

siswa<br />

5. Memiliki staf<br />

(tenaga non guru)<br />

6. Jumlah siswa ratarata<br />

per sekolah<br />

7. Angka Partisipasi<br />

Murni (APM)<br />

8. Persentase<br />

Kelulusan<br />

9. Persentase<br />

Melanjukan ke<br />

SLTA<br />

10. Kinerja Kepala<br />

Sekolah<br />

11. Pemilikan<br />

kurikulum<br />

12. Pelaksanaan<br />

Manajemen<br />

Berbasis Sekolah<br />

13. Guru yang<br />

mengalami<br />

kesulitan dalam<br />

melaksanakan<br />

Proses Belajar<br />

Mengajar (BPM)<br />

14. Guru berkualifikasi<br />

S-1<br />

Hasil<br />

Penilaian<br />

95% milik<br />

sendiri<br />

tetapi tidak<br />

bisa<br />

menunjukk<br />

an<br />

sertifikat<br />

100%<br />

telah<br />

memiliki<br />

SMP/MTS<br />

Interpretasi<br />

Kepemilikan<br />

Tanah dan<br />

bangunan sudah<br />

baik tetapi perlu<br />

legalitas<br />

kepemilikan<br />

dalam bentuk<br />

sertifikat tanah<br />

dan bangunan<br />

Visi dan misi<br />

serta karakteristik<br />

khusus sekolah<br />

sudah baik tetapi<br />

implementasinya<br />

masih perlu<br />

diselaraskan.<br />

Sudah baik<br />

rata-rata<br />

35/kelas<br />

1:28 Sudah baik<br />

97% Sudah baik perlu<br />

spesialisasi<br />

rata-rata 3 Sudah baik<br />

kelas per<br />

sekolah<br />

91% Sudah baik<br />

87,3% Sudah baik<br />

70,2% Sudah baik<br />

84,6% Sudah baik<br />

kurikulum<br />

nasional<br />

sebesar<br />

100%<br />

kurikulum<br />

lokal sudah<br />

100%<br />

Baik kurikulum<br />

nasional maupun<br />

lokal sudah<br />

tersedia tetapi<br />

perlu perbaikan<br />

implementasi<br />

agar pelaksanaan<br />

sesuai dengan<br />

tuntutan<br />

kurikulum<br />

65% Masih perlu<br />

peningkatan<br />

perbaikan<br />

pelaksanaan<br />

Manajemen<br />

Berbasis Sekolah.<br />

64,2% Masih perlu<br />

perbaikan<br />

pelaksanaan PBM<br />

S-1 sebesar<br />

69%.<br />

Masih perlu<br />

perbaikan<br />

kualifikasi guru,<br />

untuk SMP/MTs<br />

3


Yenita Roza<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

No<br />

Indikator<br />

15. Kelengkapan<br />

Sarana dan<br />

prasarana.<br />

16. Kelengkapan<br />

perabotan<br />

17. Kelengkapan Media<br />

pendidikan<br />

18. Kelengkapan buku<br />

ajar<br />

19. Kelengkapan ruang<br />

kepala sekolah<br />

20. Kelengkapan ruang<br />

guru<br />

21. Kelengkapan sarana<br />

jamban<br />

22. Kelengkapan<br />

Sarana bermain<br />

23. Tingkat kehadiran<br />

guru<br />

24. Ketersediaan dana<br />

investasi, biaya<br />

operasional dan<br />

biaya pemeliharaan<br />

25. Kondisi budaya<br />

sekolah<br />

SMP/MTS<br />

Hasil<br />

Interpretasi<br />

Penilaian<br />

harus memenuhi<br />

kualifikasi S-1<br />

sesuai dengan<br />

bidang studi<br />

58,3% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

53,4% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

48,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

53,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

58,5% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

57,2% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

53,0% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

42,7% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

94,6% Sudah baik dan<br />

perlu<br />

ditingkatkan lagi<br />

61% . Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

54,5% Masih perlu<br />

ditingkatkan<br />

Sumber: Data hasil survey tahun 2009<br />

Arah Kebijakan Pendidikan Dasar<br />

Arah kebijakan pembangunan<br />

pendidikan dasar di Kota Dumai untuk<br />

lima tahun ke depan dalam rangka<br />

mempersiapkan kawasan ekonomi khusus<br />

diarahkan pada penguatan kelembagaan<br />

pendidikan dalam memberikan pelayanan<br />

pendidikan. Penguatan kelembagaan<br />

pendidikan dalam memberikan pelayanan,<br />

diharapkan akan menjadi modal dalam<br />

menyiapkan pendidikan yang bermakna<br />

bagi masyarakat, sehingga memiliki<br />

keunggulan kompetitif pada tingkat lokal<br />

dan regional. Prioritas kebijakan yang<br />

perlu dilakukan terutama pada:<br />

(1)Pemerataan Kesempatan Memperoleh<br />

Pendidikan; (2) Peningkatan Mutu,<br />

Relevansi dan Daya Saing Pendidikan;<br />

dan (3) Tata Kelola, Akuntabilitas dan<br />

Pencitraan Publik.<br />

Pemerataan Kesempatan Memperoleh<br />

Pendidikan<br />

<strong>Pada</strong> aspek pemerataan, harus<br />

diprioritaskan pada penguatan pelayanan<br />

bagi anak usia dini, perintisan wajib<br />

belajar pendidikan menengah 12 tahun,<br />

dan pendidikan menengah pada setiap<br />

jenis kelembagaan satuan program<br />

pendidikan, yang dapat diakses oleh<br />

seluruh lapisan masyarakat sampai ke tiap<br />

pelosok daerah.<br />

Pemerataan pelayanan kelembagaan<br />

pendidikan dasar dalam rangka merintis<br />

wajib belajar pendidikan menengah 12<br />

tahun, maka yang perlu dilakukan adalah<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Pemerataan pelayanan SD/MI,<br />

SMP/MTs, SDLB/SMPLB, SLB Autis,<br />

SD-SMP satu atap, SDLB-SMPLB satu<br />

atap, pusat pendidikan anak korban<br />

narkoba, MI-MTs satu ian SMP-MTs<br />

Terbuka menjadi lembaga pendidikan<br />

dasar terpadu berbasis keunggulan dalam<br />

seni-budaya, keolahragaan, kecakapan<br />

4


Yenita Roza<br />

hidup dan entreupreneur, serta penerapan<br />

teknologi dasar; (2) Pemerataan pelayanan<br />

pendidikan MDA/MDW, Paket A/B, bagi<br />

anak putus sekolah, pekerja anak dan anak<br />

jalanan usia wajib belajar secara terpadu;<br />

(3) Pemerataan UGB/RKB dan sarana<br />

perlengkapan pada sekolah, PKBM/SKB<br />

dan Pesantren penyelenggara satuan<br />

pendidikan dasar berbasis keunggulan; (4)<br />

Pemerataan peralatan laboratorium,<br />

workshop, perpustakaan dan sumber<br />

belajar/berlatih serta sarana peribadatan<br />

yang mendukung proses pembelajaran<br />

pendidikan dasar berbasis keunggulan; (5)<br />

Pemerataan<br />

guru/pelatih/ustadz/tutor/pamong belajar<br />

laboran, pustakawan dan tenaga<br />

administrasi kantor pada satuan program<br />

pendidikan dasar berbasis keunggulan; (6)<br />

Penyediaan biaya operasional manajemen<br />

dan reward bagi sekolah, pemerintah desa<br />

dan kecamatan yang berprestasi dalam<br />

perintisan wajar dikmen; (7) Penyediaan<br />

beasiswa bagi anak tidak mampu untuk<br />

medapatkan pendidikan dasar dan anak<br />

berprestasi untuk melanjutkan ke jenjang<br />

pendidikan yang lebih tinggi.<br />

Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya<br />

Saing Pendidikan<br />

<strong>Pada</strong> aspek peningkatan mutu,<br />

relevansi dan daya saing, harus<br />

diprioritaskan pada penguatan pelayanan<br />

dalam proses pembelajaran dan pelatihan<br />

pada setiap kelembagaan satuan program<br />

pendidikan, sehingga memiliki lebih<br />

banyak keunggulan kompetitif serta<br />

memiliki relevansi yang tinggi dengan<br />

tuntutan kebutuhan masyarakat.<br />

Kebijakan dalam pendidikan dasar,<br />

diprioritaskan pada penguatan relevansi<br />

kurikulum pada setiap satuan program<br />

pendidikan dasar, melalui program: (1)<br />

Penguatan relevansi muatan kurikulum<br />

pendidikan dasar berbasis religius, budipekerti,<br />

kecakapan hidup dan<br />

kewirausahaan, seni-budaya dan<br />

keolahragaan, teknologi dasar, lingkungan<br />

hidup, dan kebangsaan; (2) Penguatan<br />

intensitas pendayagunaan sarana<br />

pendidikan dasar berbasis keunggulan; (3)<br />

Peningkatan kemampuan dan intensitas<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

pemeliharaan sarana perlengkapan<br />

pendidikan dasar; (4) Penguatan<br />

kualifikasi,<br />

kompetensi<br />

guru/ustadz/tutor/pamong belajar, laboran,<br />

pustakawan dan tenaga administrasi pada<br />

satuan program pendidikan dasar berbasis<br />

keunggulan; (5) Penguatan penerapan TIK<br />

dalam proses pembelajaran pendidikan<br />

dasar berbasis keunggulan; (6) Penguatan<br />

kreativitas, inovasi dan daya nalar peserta<br />

didik<br />

dan<br />

guru/ustadz/tuto/TLD/laboran/pustakawan<br />

pada satuan program pendidikan dasar<br />

berbasis keunggulan; (7) Penyediaan biaya<br />

operasional peningkatan mutu manajemen<br />

kelembagaan pendidikan dasar berbasis<br />

keunggulan; (8) Peningkatan<br />

kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada<br />

kelembagaan pendidikan dasar.<br />

Tata Kelola, Akuntabilitas dan<br />

Pencitraan Publik<br />

Aspek ini masih berkenaan dengan<br />

efektivitas, efisiensi, dan produktivitas<br />

administrasi dan manajemen<br />

pembangunan pendidikan, yang<br />

diharapkan telah memiliki perangkat<br />

sistem yang memadai. Dalam hal ini harus<br />

sudah diprioritaskan pada programprogram<br />

yang bersifat pengembangan dan<br />

peningkatan mutu tata-kelola,<br />

akuntabilitas dan pencitraan publik<br />

penyelenggaraan pembangunan<br />

pendidikan.<br />

a. Perencanaan dan Program<br />

Kebijakan dalam perencanaan dan<br />

program, diprioritaskan pada penguatan<br />

pelayanan sistem perencanaan<br />

pembangunan pendidikan yang lebih<br />

aspiratif dan partisipatif, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan Peraturan Walikota<br />

menjadi Peraturan Daerah tentang<br />

Rencana Induk (Masterplan) Pendidikan;<br />

(2) Penguatan rencana-rencana strategis<br />

pada setiap bidang garapan pendidikan<br />

pada setiap satuan pendidikan; (3)<br />

Penguatan kualifikasi, kompetensi dan<br />

kemampuan perencana pendidikan; (4)<br />

Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pendidikan pada unit perencana program<br />

pendidikan.<br />

2


Yenita Roza<br />

b. Organisasi Pelaksanaan Program<br />

Kebijakan dalam organisasi<br />

pelaksanaan program, diprioritaskan pada<br />

peningkatan kinerja dan produktivitas<br />

pelayanan organisasi pendidikan, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan Peraturan Walikota<br />

menjadi Peraturan Daerah tentang Standar<br />

Kinerja Individu dan Kelembagaan satuan<br />

program pendidikan; (2) Penguatan<br />

kompetensi dan kemampuan aparatur<br />

pelaksana program pendidikan; dan (3)<br />

Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pendidikan pada unit pelaksana program<br />

pendidikan pendidikan.<br />

c. Pengawasan dan Pengendalian<br />

Program<br />

Kebijakan dalam pengawasan dan<br />

pengendalian program, diprioritaskan pada<br />

peningkatan efektivitas dan produktivitas<br />

sistem pengawasan dan pengendalian<br />

pendidikan, melalui pengembangan<br />

program yang berkenaan dengan: (1)<br />

Penguatan Peraturan Walikota menjadi<br />

Peraturan Daerah tentang Prosedur<br />

Operasional Standar (POS) pengawasan<br />

dan pengendalian program pendidikan; (2)<br />

Penguatan kualifikasi, kompetensi dan<br />

kemampuan pengawas program<br />

pendidikan; dan (3) Peningkatan<br />

kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada<br />

unit pengawasan program pendidikan.<br />

d. Evaluasi Program<br />

Kebijakan dalam evaluasi program,<br />

diprioritaskan pada peningkatan<br />

efektivitas dan produktivitas sistem<br />

penilaian pembangunan pendidikan,<br />

melalui pengembangan program yang<br />

berkenaan dengan: (1) Penguatan<br />

Peraturan Walikota menjadi Peraturan<br />

Daerah tentang Prosedur Operasional<br />

Standar (POS) penilaian program-program<br />

pembangunan pendidikan; (2) Penguatan<br />

kompetensi dan kemampuan aparatur<br />

penilaian program-program pendidikan;<br />

(3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pendidikan pada unit penilaian program<br />

pendidikan.<br />

e. Pelaporan dan Pertanggungjawaban<br />

Program<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

Kebijakan dalam pelaporan dan<br />

pertanggungjawaban<br />

program,<br />

diprioritaskan pada peningkatan pelayanan<br />

sistem pelaporan dan pertanggungjawaban<br />

pembangunan pendidikan,<br />

melalui pengembangan program yang<br />

berkenaan dengan: (1) Penguatan<br />

Peraturan Walikota menjadi Peraturan<br />

Daerah tentang POS pelaporan dan<br />

pertanggungjawaban program pendidikan;<br />

(2) Penguatan kualifikasi, kompetensi<br />

tenaga penyusun laporan<br />

pertanggungjawaban program pendidikan;<br />

(2) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pada unit pelaporan dan pertanggung<br />

jawaban.<br />

f. Penganggaran Biaya Program<br />

Kebijakan dalam penganggaran biaya<br />

program, diprioritaskan pada peningkatan<br />

efektivitas dan efisiensi pendayaguna-an<br />

anggaran biaya pendidikan, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan Peraturan Walikota<br />

menjadi Peraturan Daerah tentang Standar<br />

Anggaran Biaya pendidikan; (2)<br />

Penguatan kompetensi dan kemampuan<br />

tenaga kependidikan dalam menyusun<br />

anggaran dan kebudayaan; (3)<br />

Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pendidikan pada unit penganggaran<br />

program pendidikan.<br />

g. Partisipasi Masyarakat<br />

Kebijakan dalam partisipasi<br />

masyarakat dalam pendidikan,<br />

diprioritaskan pada peningkatan peranserta<br />

masyarakat, dunia usaha, dan stakeholders<br />

pendidikan pembangunan pendidikan2dan<br />

kebudayaan, melalui pengembangan<br />

program yang berkenaan dengan: (1)<br />

Penguatan Peraturan Walikota menjadi<br />

Peraturan Daerah tentang POS kerjasama<br />

kelembagaan dengan stakeholders; (2)<br />

Penguatan kualifikasi, kompetensi dan<br />

kemampuan tenaga hubungan masyarakat;<br />

(3) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pada unit hubungan dengan masyarakat.<br />

h. Sistem <strong>Informasi</strong> Manajemen<br />

Kebijakan dalam pengembangan sistem<br />

informasi manajemen, diprioritaskan pada<br />

peningkatan efektivitas dan produktivitas<br />

Sistem <strong>Informasi</strong> Manajemen Pendidikan<br />

3


Yenita Roza<br />

(SIMP) pendidikan, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan fungsi dan peran<br />

Sistem <strong>Informasi</strong> Manajemen (SIM)<br />

Pendidikan berbasisk TIK; (2) Penguatan<br />

intensitas pemeliharaan sarana TIK<br />

Pendidikan; (3) Penguatan kompetensi dan<br />

kemampuan tenaga bidang SIM dan TIK;<br />

(4) Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pada unit SIM dan pemrosesan data.<br />

i. Manajemen Sumber Daya Manusia<br />

Kebijakan dalam manajemen SDM,<br />

diprioritaskan pada peningkatan<br />

efektivitas dan produktivitas manajemen<br />

SDM kependidikan, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan Peraturan Walikota<br />

menjadi Peraturan Daerah tentang Grand<br />

Design Manajemen SDM pendidikan; (2)<br />

Penguatan kompetensi dan kemampuan<br />

tenaga bidang Manajemen SDM<br />

kependidikan; (3) Peningkatan<br />

kesejahteraan ketenagaan pendidikan pada<br />

unit pengelola kepegawaian.<br />

j. Administrasi Sarana Perlengkapan<br />

Kebijakan dalam administrasi sarana<br />

perlengkapan, diprioritaskan pada<br />

peningkatan efektivitas dan efisiensi<br />

pemanfaatan dan pemeliharaan sarana<br />

prasarana pendukung operasional<br />

administrasi dan manajemen<br />

pembangunan pendidikan, melalui<br />

pengembangan program yang berkenaan<br />

dengan: (1) Penguatan Peraturan Walikota<br />

menjadi Peraturan Daerah tentang POS<br />

manajemen sarana prasarana milik negara<br />

dan daerah; (2) Penguatan kompetensi dan<br />

kemampuan tenaga administrasi dan<br />

manajemen sarana pendidikan; (3)<br />

Peningkatan kesejahteraan ketenagaan<br />

pendidikan pada unit pengelola sarana,<br />

prasarana dan barang milik negara/daerah.<br />

KESIMPULAN<br />

1. Kondisi pendidikan dasar di Kota<br />

Dumai secara umum dalam kondisi<br />

baik tetapi ada beberapa yang perlu<br />

ditingkatkan dalam implementasi nya<br />

di antaranya adalah: 1) pendataan<br />

dan legalisasi tanah dan bangunan; 2)<br />

implementasi visi dan misi; 3)<br />

implementasi kurikulum; 4)<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

implementasi manajemen berbasis<br />

sekolah; 5) peningkatan sarana dan<br />

prasarana sekolah; 6) pemenuhan alat<br />

dan perlengkapan sekolah; dan 7)<br />

perbaikan suasana dan budaya<br />

belajar peserta didik.<br />

2. Arah kebijakan pendidikan dasar<br />

Arah kebijakan pembangunan<br />

pendidikan dasar di Kota Dumai<br />

untuk lima tahun ke depan dalam<br />

rangka mempersiapkan kawasan<br />

ekonomi khusus diarahkan pada<br />

penguatan kelembagaan pendidikan<br />

dalam memberikan pelayanan<br />

pendidikan. Penguatan kelembagaan<br />

pendidikan dalam memberikan<br />

pelayanan, diharapkan akan menjadi<br />

modal dalam menyiapkan pendidikan<br />

yang bermakna bagi masyarakat,<br />

sehingga memiliki keunggulan<br />

kompetitif pada tingkat lokal dan<br />

regional. Prioritas kebijakan yang<br />

perlu dilakukan terutama pada:<br />

(1)Pemerataan Kesempatan<br />

Memperoleh Pendidikan; (2)<br />

Peningkatan Mutu, Relevansi dan<br />

Daya Saing Pendidikan; dan (3) Tata<br />

Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan<br />

Publik.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Ace Suryadi, 2002, Pendidikan, Investasi<br />

SDM, dan Pembangunan: Isu,<br />

Teori dan Aplikasi, Jakarta: Balai<br />

Pustaka.<br />

Bapeda Kota Dumai, 2002, Properda Kota<br />

Dumai.<br />

Bapeda Kota Dumai, 2009, Masterplan<br />

Pendidikan Kota Dumai.<br />

-----------------------------------------, 2005,<br />

Laporan Tahunan Sosial Ekonomi<br />

Kota Dumai, Pemda Kota Dumai.<br />

-----------------------------------------, 2008,<br />

Kota Dumai Dalam Angka, Pemda<br />

Kota Dumai.<br />

-----------------------------------------, 2007,<br />

Kota Dumai Dalam Angka, Pemda<br />

Kota Dumai.<br />

Departemen Pendidikan Nasional, 2006,<br />

Rencana Strategis Pendidikan<br />

4


Yenita Roza<br />

Nasional:Konferensi Nasional<br />

Revitalisasi Pendidikan, Jakarta:<br />

Sesjen Depdiknas.<br />

Departemen Pendidikan Nasional, 2003,<br />

Visi dan Misi Pendidikan<br />

Nasional<br />

http://www.depdiknas.go.id/publi<br />

Jurnal Pendidikan<br />

<strong>Analisis</strong> penggunaan teknologi komunikasi dan informasi<br />

kasi/Buletin/Padu/Perdana/padu_0<br />

0.htmBalitbang – Depdiknas,<br />

diakses tanggal 1 Desember 2007.<br />

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional<br />

Nomor: 23 Tahun 2006 tentang<br />

Standar Kompetensi Lulusan<br />

untuk Satuan Pendidikan Dasar<br />

dan Menengah.<br />

Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003<br />

tentang Sistem Pendidikan<br />

Nasional.<br />

5


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI<br />

DI KELAS XI A.5 DENGAN PEMBERIAN TUGAS<br />

DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMAN 1 PEKANBARU<br />

Wan Roswita<br />

Guru SMA Negeri 1 Pekanbaru<br />

Jalan Sultan Syarif Kasim No. 159 Pekanbaru Riau Indonesia - 28141<br />

email : ita_umarai@yahoo.com<br />

ABSTRAK.Peserta didik sebelumnya yang memenuhi KKM hanya 10 orang dari 36 (20%). <strong>Pada</strong> siklus<br />

satu peserta didik yang memenuhi KKM mencapai 88,6% (31 orang dari 35) sehingga ketuntasan kelas<br />

tercapai. Rata-rata UH 1 sebesar 7,91. Peran serta dalam belajar terjadi peningkatan, sebelumnya hanya 2<br />

orang (5.6%) yang selalu aktif pada siklus satu rata-rata menjadi 10 orang (28,6%) setiap pertemuan.<br />

<strong>Pada</strong> siklus dua terjadi penurunan dibandingkan dari siklus satu. Ketuntasan kelas tidak tercapai karena<br />

yang memenuhi KKM 26 orang (74,29%), rata-rata UH 2 sebesar 7,32. Partisipasi peserta didik juga<br />

mengalami penurunan rata-rata hanya 5 orang (14,26%) setiap pertemuan. Namun secara keseluruhan<br />

masih lebih baik dari proses pembelajaran sebelumnya.<br />

Kata kunci: pemberian tugas, hasil belajar<br />

ABSTRACT.This is a study of class action research with number of respondents are 36 students<br />

consisting of 13 men and 23women. The measuring instrument was used in this study are: 1) success of<br />

learners (students) in the knowledge and their understanding of concepts individually and classical, 2)<br />

learner activities that include, 3) the activities of teachers. The Instruments tool for this research are<br />

learning materials (syllabus, RPP, teaching materials, media equipment and learning aids), observation<br />

sheet. The results of this result earlier learners who meet the KKM only 10 students out of 36 (20%). In<br />

one cycle of learners who meet the KKM reached 88.6% (31 students from 35) so that the exhaustiveness<br />

class is reached. Average of UH 1 is 7.91. Participation in learning increased, previously only 2 students<br />

(5.6%) which is always active in one cycle average of 10 people (28.6%) of each meeting. Compare to<br />

first cycle, the second cycle decrease in terms of value. In this case, class completeness is not achieved<br />

because the class that meets KKM is only 26 students (74.29%), an average of 7.32 for the UH 2.<br />

Learners' participation also declined on average only 5 people (14.26%) of each meeting. However,<br />

overall this condiditon is still better than the previous learning process<br />

.<br />

Keywords: learning task.<br />

PENDAHULUAN<br />

Proses pembelajaran dewasa ini mengharapkan<br />

peserta didik yang lebih berperan aktif dalam<br />

kegiatan pembelajaran (student center) bukan lagi<br />

terpusat pada guru (teacher center) di sekolah.<br />

Peserta didik harus mampu menemukan sendiri<br />

konsep bahan ajar / materi yang akan dipelajari.<br />

Sehingga mereka memiliki pengalaman belajar<br />

yang berharga dan tersimpan lama dalam alam<br />

pemikirannya. Sesuai dengan tuntutan Kurikulum<br />

Tingkat Satuan Pendidikan. Sehingga diharapkan<br />

peserta didik mampu mengkaitkan materi yang<br />

dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Direktorat<br />

Pendidikan Menengah Umum (2004: 1) dalam<br />

seminar nasional pendidikan IPA menyatakan:<br />

"Pendidikan adalah suatu proses yang memberikan<br />

kesempatan dan kemungkinan berkembangnya<br />

kemampuan peserta didik secara utuh :<br />

kemampuan intelektual, vokasional, personal, dan<br />

kemampuan sosial, agar ia bisa menjalani<br />

kehidupan secara efektif dan efisien sehingga<br />

keberadaannya tidak saja berguna bagi diri sendiri<br />

tetapi berguna juga bagi masyarakat dan<br />

bangsanya".<br />

Merujuk definisi di atas dapat simpulkan bahwa<br />

melalui pendidikan kita harapkan anak dapat<br />

menjalani hidupnya dengan berbagai kemampuan.<br />

Kemampuan yang diperoleh peserta didik dalam<br />

dunia pendidikan dapat dinilai melalui<br />

keberhasilan dari aspek pengetahuan dan<br />

pemahaman konsep, sikap dan praktik. Ketiga<br />

aspek di atas harus dimiliki oleh setiap peserta<br />

didik setelah selesai pada suatu tingkat pendidikan.<br />

15


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

Keberhasilan segi pengetahuan dan pemahaman<br />

konsep dapat dilihat dari nilai yang mereka peroleh<br />

pada setiap materi yang diujikan, apakah<br />

memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah<br />

ditetapkan. Pencapaian nilai minimal peserta didik<br />

sangat tergantung pada bagaimana peserta didik itu<br />

menjalani pengalaman belajarnya setiap hari.<br />

<strong>Pada</strong> saat sekarang banyak peserta didik di<br />

kelas XI A.5 yang kurang mampu memanfaatkan<br />

waktu mereka untuk menjalani pengalaman<br />

belajarnya dengan baik. Sehingga hasil<br />

pengetahuan dan pemahaman konsep yang dimiliki<br />

belum memenuhi nilai minimal ketuntasan yang<br />

ditetapkan (KKM biologi 7,0). Apakah ini<br />

diakibatkan oleh banyaknya beban materi belajar<br />

yang harus diemban (belajar dari jam 07.00 –<br />

15.15 Wib) dan ditambah lagi dengan harus<br />

mengikuti bimbingan belajar setelah pulang<br />

sekolah Kemudian peserta didik harus<br />

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh beberapa<br />

guru mata pelajaran. Sehingga peserta didik tidak<br />

sempat atau tidak mempunyai waktu<br />

mempersiapkan diri untuk materi pelajaran<br />

keesokan harinya.<br />

Sebagai tenaga pendidik kita mempunyai<br />

tanggungjawab moral untuk memberikan suasana<br />

belajar yang sesuai dengan keinginan peserta didik<br />

tetapi sekaligus memberikan pengalaman belajar<br />

yang utuh dan bermanfaat bagi mereka. Mengingat<br />

padatnya materi pelajaran yang dijalani oleh<br />

peserta didik, maka proses pembelajaran dalam<br />

dunia pendidikan memberikan beberapa cara untuk<br />

menyampaikan materi pelajaran, diantaranya<br />

adalah dengan memberikan tugas kepada peserta<br />

didik.<br />

Keyakinan dengan pemberian tugas dapat<br />

meningkatkan hasil belajar peserta didik, maka<br />

dilakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan cara<br />

merubah strategi pemberian tugas. Selama ini<br />

pemberian tugas diberikan setelah suatu materi<br />

dipelajari, sekarang dicoba untuk memberikan<br />

tugas saat proses pembelajaran berlangsung yaitu<br />

diawal kegiatan inti.<br />

METODOLOGI PENELITIAN<br />

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan<br />

pada kelas XI A.5 di SMAN 1 Pekanbaru. Jumlah<br />

peserta didik sebanyak 36 orang yang terdiri dari<br />

laki-laki sebanyak 13 orang dan perempuan 23<br />

orang. Penelitian berlangsung mulai bulan Oktober<br />

hingga November 2007, yaitu di semester ganjil<br />

T.P 2007/2008 pada materi Sistem Gerak pada<br />

Manusia.<br />

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian<br />

ini adalah : 1) ketercapaian keberhasilan peserta<br />

didik dalam pengetahuan dan pemahaman konsep<br />

secara individual dan klasikal, 2) aktifitas peserta<br />

didik yang meliputi : kesiapan mengikuti pelajaran,<br />

kesungguhan dalam mengerjakan tugas, partisipasi<br />

dalam pembelajaran, dan keberanian bertanya serta<br />

mengeluarkan pendapat, 3) aktifitas guru yang<br />

terdiri dari : kegiatan membuka pelajaran dengan<br />

prasyarat dan motivasi, menyampaikan tujuan<br />

pembelajaran, memberikan tugas, menyampaikan<br />

materi, memberi kesempatan bertanya dan<br />

mengeluarkan pendapat, memberikan<br />

penghargaan, menyimpulkan materi dan memberi<br />

tes.<br />

Instrumen penelitian berupa perangkat bahan<br />

pembelajaran (silabus, RPP, bahan ajar, alat peraga<br />

dan media pembelajaran), lembar observasi. Di<br />

dalam pelaksanaan penelitian dibagi dalam<br />

beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan,<br />

pelaksanaan, evaluasi untuk refleksi.<br />

Data yang diperoleh akan diolah secara<br />

teknis analisa deskriptif.<br />

1. Untuk mengetahui pengetahuan dan<br />

pemahaman konsep secara individu, dapat<br />

diketahui dengan menggunakan rumus :<br />

KKM individu =<br />

banyaknyaj awabanyangbenartiapindividu<br />

x100%<br />

jumlahsoal<br />

KKM untuk pelajaran biologi kelas XI di SMAN 1<br />

Pekanbaru adalah 7,0<br />

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar<br />

secara klasikal, dapat diketahui dengan<br />

menggunakan rumus :<br />

Ketuntasan klasikal =<br />

Jumlahsiswayangtuntas<br />

x100%<br />

jumlahseluruhsiswa<br />

Kriteria ketuntasan secara klasikal apabila<br />

peserta didik telah mencapai ketuntasan<br />

individual sebanyak 85% dari jumlah seluruh<br />

peserta didik.<br />

3. Untuk mengetahui skor rata-rata, dengan<br />

menggunakan persamaan berikut :<br />

_<br />

X<br />

X =<br />

N<br />

Keterangan :<br />

X jumlah skor peserta didik<br />

N = banyaknya peserta didik<br />

16


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

4. Hasil pengamatan aktifitas peserta didik<br />

dengan menggunakan lembaran observasi akan<br />

dianalisa dengan persamaan rumus di bawah<br />

ini :<br />

F<br />

P = x100%<br />

(Sudijono, dalam Zeniyerti)<br />

N<br />

(4)<br />

Keterangan :<br />

P = Angka persentase<br />

F = Frekwensi aktifitas peserta didik<br />

N = Banyak individu<br />

Kategori persentase interval yang berlaku<br />

adalah sebagai berikut :<br />

Tabel 1. Interval dan Kategori Aktifitas Peserta<br />

Didik<br />

No Interval Kategori<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

75 – 100 %<br />

65 – 74 %<br />

55 – 64 %<br />

Kecil dari 54 %<br />

Baik sekali<br />

Baik<br />

Cukup<br />

Kurang<br />

Sumber : Anonim (1991)<br />

Hasil pengamatan aktifitas guru dengan<br />

menggunakan lembaran observasi akan dianalisa<br />

dengan persamaan rumus di bawah ini :<br />

p <br />

F<br />

N<br />

x100%<br />

(Sudijono, dalam Zeniyarti) (5)<br />

Kategori persentase interval seperti di bawah ini :<br />

Tabel 2. Interval dan Kategori Aktifitas Guru<br />

No Interval Kategori<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

91 – 100 %<br />

71 – 90 %<br />

61 – 70 %<br />

kecil dari 60 %<br />

Sumber : Anonim (1991)<br />

Baik sekali<br />

Baik<br />

Cukup<br />

Kurang<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Proses pelaksanaan siklus satu<br />

dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober, 1<br />

November dan 7 November 2007 ( tiga kali<br />

pertemuan ) dan ulangan harian dilaksanakan pada<br />

tanggal 8 November. Sementara untuk siklus dua<br />

dilaksanakan pada tanggal 14 dan 15 November<br />

dan ulangan harian dilaksanakan pada tanggal 21<br />

November 2007. Dalam pelaksanaan penelitian ini<br />

peneliti dibantu oleh dua orang observer yang<br />

bertugas mengamati aktifitas peserta didik dan<br />

aktifitas guru pada setiap pertemuan. Setiap<br />

observer diberikan lembaran pengamatan setiap<br />

kali pertemuan.<br />

Aktifitas Guru<br />

Aktifitas guru selama proses pembelajaran<br />

berlangsung setiap pertemuan dalam persentase<br />

dapat dilihat pada tabel berikut :<br />

Tabel 3. Hasil <strong>Analisis</strong> Aktifitas Guru<br />

No Siklus Persentase<br />

Siklus 1 Aktifitas guru<br />

Kategori<br />

1 Pertemuan 1 100 % Baik sekali<br />

2 Pertemuan 2 100 % Baik sekali<br />

3 Pertemuan 3 100 % Baik sekali<br />

Siklus 2<br />

Rata-Rata<br />

(Persentase)<br />

100 % Baik sekali<br />

4 Pertemuan 4 100 % Baik sekali<br />

5 Pertemuan 5 100 % Baik sekali<br />

Rata-Rata<br />

(Persentase)<br />

100 % Baik sekali<br />

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa<br />

setiap pertemuan guru telah melaksanakan<br />

langkah-langkah yang dibutuhkan dalam suatu<br />

proses pembelajaran, baik pada siklus satu maupun<br />

siklus dua. Ini terbukti dari persentase yang<br />

diperoleh pada kedua siklus sebesar 100 % dengan<br />

kategori sangat baik. Mengarahkan konsentrasi<br />

peserta didik dalam proses pembelajaran sangatlah<br />

penting, seperti yang dikemukakan oleh M. Usman<br />

bahwa tugas guru adalah membangkitkan motivasi<br />

anak sehingga ia mau melakukan belajar. Hal ini<br />

dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai<br />

alat peraga pengajaran dalam penyajian materi<br />

pelajaran kepada anak didik (2002: 29).<br />

Dengan memusatkan perhatian peserta didik<br />

dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi<br />

aktifitas peserta didik ke arah yang lebih baik<br />

sehingga dapat berdampak pada keaktifan dan<br />

keberhasilan peserta didik. Menurut Slameto<br />

(2003: 97) peranan dan fungsi guru sangat<br />

menentukan serta mempunyai pengaruh yang<br />

sangat besar terhadap peningkatan prestasi belajar.<br />

Peranan guru untuk meningkatkan minat dan<br />

rasa percaya diri peserta didik sangat dituntut<br />

dalam proses pendidikan untuk mewujudkan<br />

pembelajaran yang terpusat pada peserta didik<br />

(student center). Para remaja akan percaya diri jika<br />

mereka menyadari kemampunannya, dan untuk itu<br />

guru harus menunjukkan percaya diri dan<br />

17


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

kemampuan maksimal dalam proses belajar<br />

mengajar (Hamalik, 2002: 123). Salah satu caranya<br />

adalah memberikan penghargaan kepada peserta<br />

didik terhadap keberhasilan,keberanian<br />

mengemukakan pendapat dan mau bertanya.<br />

Menurut pendapat Slameto penghargaan yang<br />

diterima peserta didik akan mempengaruhi konsep<br />

diri siswa secara positif yang meningkatkan<br />

keyakinan diri siswa (2003: 159).<br />

Aktifitas Peserta Didik<br />

Siklus Satu<br />

Dilihat dari hasil pengamatan dua orang<br />

observer dalam pelaksanaan siklus satu terhadap<br />

aktifitas peserta didik yang tertera pada tabel.4 dan<br />

tabel. 5 dapat kita uraikan sebagai berikut:<br />

Tabel 4. Angka Persentase Aktifitas Peserta Didik pada Siklus Satu<br />

Siklus 1<br />

N<br />

Keterangan<br />

Jenis Aktifitas<br />

Pertemuan<br />

Rata-Rata<br />

o<br />

Kategori<br />

1 2 3<br />

1 Siap mengikuti pelajaran 94,3 % 100 % 100 % 98 % Baik sekali<br />

2 Memperhatikan penjelasan guru 97,1 % 100 % 100 % 99 % Baik sekali<br />

3 Mencatat tujuan pembelajaran 97,1 % 100 % 100 % 99 % Baik sekali<br />

4 Menerima tugas dari guru 100 % 100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

5 Mengerjakan tugas dengan sungguh 2 100 % 100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

6 Menyerahkan tugas tepat waktu 100 % 100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

7 Mengikuti pembelajaran dengan baik 100 % 100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

8 Berani mengemukakan pendapat & bertanya 80 % 52,8 % 22,9 % 52,4 % Kurang<br />

9 Menerima penghargaan 65,7 % 54,3 % 20 % 46,7 % Kurang<br />

10 Mendengarkan dan mencatat kesimpulan 100 % 100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

Tabel 5. Rata-Rata Aktifitas Peserta Didik <strong>Pada</strong> Siklus Satu<br />

No<br />

Jenis<br />

Aktifitas<br />

1 1 - -<br />

2 2 - -<br />

3 3 - -<br />

4 4 - -<br />

5 5 - -<br />

6 6 - -<br />

7 7<br />

Pertemuan<br />

1 2 3<br />

Skor Skor Skor<br />

1 2 3 1 2 3 1 2 3<br />

N/ % N/ % N/ % N/ % N / % N/ % N / % N / % N/ %<br />

15<br />

42,9%<br />

14<br />

40%<br />

33<br />

94,3%<br />

34<br />

97,1 %<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

6<br />

17,1%<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

10<br />

27,8%<br />

36<br />

100%<br />

36<br />

100%<br />

36<br />

100%<br />

36<br />

100%<br />

36<br />

100%<br />

36<br />

100%<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

- -<br />

8 8 15 3 10 16 3 - 4 1 -<br />

21<br />

58,3%<br />

5<br />

13,9%<br />

32<br />

91,4%<br />

3<br />

8,6%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

35<br />

100%<br />

-<br />

18


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

No<br />

Jenis<br />

Aktifitas<br />

9 9<br />

10 10<br />

Pertemuan<br />

1 2 3<br />

Skor Skor Skor<br />

1 2 3 1 2 3 1 2 3<br />

N/ % N/ % N/ % N/ % N / % N/ % N / % N / % N/ %<br />

42,9% 8,6% 28,6% 44,4% 8,33% 11,4% 2,85%<br />

7<br />

20%<br />

32<br />

91,4%<br />

3<br />

8,6%<br />

3<br />

8,5%<br />

3<br />

8,6%<br />

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat<br />

kesungguhan dan keseriusan peserta didik dalam<br />

belajar lebih terarah. Ini dapat dilihat<br />

dari keterlibatan peserta didik dalam mengerjakan<br />

tugas yang diberikan serta nilai hasil tugas dan tes<br />

yang diperoleh dari setiap pertemuan cukup baik.<br />

Slameto mengemukakan bahwa guru dapat<br />

memberikan dorongan dan bimbingan kepada<br />

peserta didik untuk dapat melakukan penemuan<br />

sendiri, dengan kata lain dapat menyimpulkan<br />

sendiri suatu konsep secara induktif atau deduktif<br />

(2003: 152).<br />

Peran serta dan keterlibatan peserta didik dalam<br />

membahas materi pelajaran juga mengalami<br />

perubahan yang positif. Biasanya hanya satu atau<br />

dua orang saja yang aktif dalam memberikan<br />

pendapat atau bertanya, selama kegiatan peneliltian<br />

ini dilakukan jumlah peserta didik yang terlibat<br />

-<br />

7<br />

19,4%<br />

24<br />

66,7%<br />

3<br />

8,33%<br />

8<br />

22,2%<br />

2<br />

5,56%<br />

-<br />

4<br />

11,4%<br />

35<br />

100%<br />

-<br />

1<br />

2,85%<br />

- -<br />

meningkat menjadi lima sampai sepuluh orang,<br />

walaupun masih tergolong kategori kurang (


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

N<br />

o<br />

Jenis Aktifitas<br />

Siklus 2<br />

Rata2<br />

Pertemuan<br />

4 5<br />

bertanya % % %<br />

9 Menerima penghargaan<br />

10<br />

Mendengarkan dan mencatat<br />

kesimpulan<br />

27,27<br />

%<br />

23,64<br />

%<br />

25,46<br />

%<br />

Keterangan<br />

Kategori<br />

Kurang<br />

100 % 100 % 100 % Baik sekali<br />

Tabel 7. Rata-Rata Aktifitas Peserta Didik <strong>Pada</strong> Siklus Dua<br />

Pertemuan<br />

4 5<br />

No Jenis Aktifitas<br />

Skor<br />

Skor<br />

1 2 3 1 2 3<br />

N % N % N % N % N % N %<br />

1 1 - -<br />

33<br />

100%<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

2 2 - -<br />

33<br />

100 %<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

3 3 - -<br />

33<br />

100%<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

4 4 - -<br />

33<br />

100%<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

5 5 - -<br />

33<br />

100%<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

6 6 - -<br />

33<br />

100%<br />

- -<br />

35<br />

100%<br />

7 7<br />

23<br />

69,70%<br />

7<br />

21,21%<br />

3<br />

9,09%<br />

22<br />

62,86%<br />

12<br />

34,29%<br />

1<br />

2,86%<br />

8 8<br />

6<br />

3<br />

-<br />

4<br />

3<br />

-<br />

18,18% 9,09%<br />

11,43% 8,57%<br />

9 9<br />

4<br />

12,12%<br />

1<br />

3,03%<br />

1<br />

3,03%<br />

4<br />

11,43%<br />

-<br />

1<br />

2,86%<br />

10 10<br />

32<br />

96,97%<br />

1<br />

3,03%<br />

-<br />

33<br />

94,29%<br />

2<br />

5,71%<br />

-<br />

Dari perubahan cara belajar dan<br />

keaktifan yang ditunjukkan oleh peserta<br />

didik dalam proses pembelajaran<br />

membawa dampak yang baik pada hasil<br />

belajar pengetahuan dan pemahaman<br />

konsep peserta didik. Seperti yang<br />

diungkapkan oleh Rostiyah: jika siswa kita<br />

beri pengalaman dalam mempelajari<br />

sesuatu, maka siswa akan memiliki hasil<br />

belajar yang lebih mantap, terangsang<br />

20


Wan Roswita<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

untuk meningkatkan belajar yang lebih<br />

baik serta memupuk inisiatif dan berani<br />

bertanggung jawab (2001: 133). Secara<br />

keseluruhan jumlah peserta didik yang<br />

sudah mau terllibat dalam pembelajaran<br />

mengalami perubahan, yang dapat dilihat<br />

pada grafik berikut ini :<br />

40<br />

30<br />

20<br />

10<br />

31<br />

4 7.91 88.6%<br />

tuntas<br />

tidak<br />

tuntas<br />

Rata UH 1<br />

10<br />

9<br />

8<br />

7<br />

6<br />

5<br />

4<br />

3<br />

2<br />

1<br />

0<br />

2<br />

1<br />

10<br />

5<br />

Sebelumnya<br />

Siklus 1<br />

Siklus 2<br />

Gabar 2.1. Grafik Jumlah Rata-rata<br />

Peserta Didik yang berpartisipasi<br />

Hasil Belajar Peserta Didik<br />

Siklus Satu<br />

Hasil belajar yang diperoleh peserta<br />

didik cukup baik dibandingkan dari hasil<br />

belajar sebelumnya, dimana sebelumnya<br />

hanya 10 orang (27%) yang memenuhi<br />

KKM sementara sekarang pada siklus<br />

pertama yang mencapai KKM sebanyak<br />

31 orang (88.6%) dengan rata-rata ulangan<br />

harian 7,91. Ini berarti ketuntasan kelas<br />

sudah tercapai. Rata-rata nilai tugas pada<br />

siklus satu adalah 8,15 dan rata-rata hasil<br />

tes 8,19.<br />

Siklus Dua<br />

<strong>Pada</strong> siklus kedua yang mencapai<br />

KKM sebanyak 26 orang (74,29%) dengan<br />

nilai rata-rata ulangan harian sebesar 7,32<br />

terjadi penurunan jika dibandingkan pada<br />

siklus pertama sebesar 0,59. Begitu juga<br />

dengan rata-rata hasil tugas di siklus dua<br />

mengalami penurunan sebesar 0,11%<br />

(8,04). Rata-rata hasil tes 7,34 juga turun<br />

sebesar 0,85 dari siklus pertama.Untuk<br />

lebih jelas dapat dilihat dari grafik<br />

dibawah ini :<br />

Gbr.3.1 Ketuntasan Individual & Klasikal<br />

Siklus Satu<br />

0<br />

1<br />

Gabar.3.2 Ketuntasan Individual &<br />

Klasikal Siklus Dua<br />

30<br />

20<br />

10<br />

0<br />

26<br />

9 7.32<br />

74.29%<br />

1<br />

tuntas<br />

% klasikal<br />

tidak tuntas<br />

Rata2 UH 2<br />

% klasikal<br />

Perbedaan hasil belajar yang diperoleh<br />

peserta didik di siklus satu dengan siklus<br />

dua kemungkinan pertama disebabkan<br />

oleh situasi dan kondisi yang kurang<br />

kondusif di siklus dua. Hamalik<br />

mengemukakan bahwa kondisi subjek<br />

belajar turut menentukan kegiatan dan<br />

keberhasilan belajar, seperti kesiapan<br />

untuk melakukan kegiatan belajar,<br />

pengalaman yang bertalian dengan<br />

pelajaran serta minat untuk belajar (2003:<br />

52). Kemungkinan kedua karena tugas<br />

yang diberikan pada siklus kedua tidak<br />

dituntun seperti pada siklus satu, sehingga<br />

peserta didik merasa kurang percaya diri<br />

terhadap penyelesaian tugas ini terllihat<br />

dari rata-rata nilai tugas yang diperoleh<br />

juga menurun. Purwanto mengatakan<br />

bahwa dengan tugas yang jelas perhatian<br />

siswa dapat diarahkan kepada hal-hal<br />

khusus mana saja yang perlu dipelajari<br />

dengan baik dan bagaimana cara<br />

mempelajarinya, makin jelas tugas yang<br />

diberikan oleh guru baik tujuan maupun<br />

batas-batasnya, makin besar pula perhatian<br />

dan kemauan siswa untuk mengerjakan<br />

dan mempelajarinya (2007:116).<br />

Namun secara keseluruhan hasil<br />

tindakan yang dilakukan pada materi<br />

2


Wan Roswita<br />

Sistem Gerak pada Manusia di kelas XI<br />

A.5 membawa perubahan yang baik dalam<br />

proses pembelajaran, apakah itu dari<br />

keikutsertaan peserta didik dalam<br />

membahas materi, keberanian dalam<br />

mengemukakan pendapat, mau membaca<br />

dan belajar lebih serius dalam menanggapi<br />

permasalahan yang diajukan, dan mau<br />

bertanya. Hasil akhir yang diperoleh<br />

adalah meningkatnya hasil belajar<br />

pengetahuan dan pemahaman konsep<br />

(nilai ulangan) peserta didik yang jauh<br />

meningkat dibandingkan dari proses<br />

pembelajaran sebelumnya.<br />

Untuk melihat perbandingan perolehan<br />

rata-rata nilai tugas dan tes yang dicapai<br />

peserta didik di kedua siklus dan jumlah<br />

siswa yang memenuhi KKM dengan<br />

sebelumnya dapat dilihat pada gambar<br />

berikut :<br />

Gbr.3.3 Nilai hasil tugas dan Tes Siklus<br />

Satu dan Dua<br />

8.2<br />

8<br />

7.8<br />

7.6<br />

7.4<br />

7.2<br />

7<br />

6.8<br />

8.19<br />

8.15 8.04<br />

siklus satu<br />

siklus dua<br />

7.34<br />

rata2 nilai<br />

tugas<br />

rata2 nilai tes<br />

35<br />

30<br />

25<br />

20<br />

15<br />

10<br />

5<br />

0<br />

sebelum siklus 1 siklus 2<br />

Series1 10 31 26<br />

Gbr 3.4 Grafik Jumlah siswa yang<br />

memenuhi KKM<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Kesimpulan<br />

1. Peserta didik mempunyai kemauan<br />

untuk membaca ketika diberi<br />

kesempatan untuk mengerjakan tugas<br />

yang diberikan (100%)<br />

2. Peran serta peserta didik dalam proses<br />

pembelajaran mengalami perubahan<br />

dari proses sebelumnya yaitu semula<br />

hanya satu atau dua orang peserta didik<br />

saja yang mau terlibat, setelah<br />

diberikan perlakuan bertambah menjadi<br />

sepuluh orang peserta didik (aktifitas<br />

meningkat).<br />

3. Hasil belajar dan ketuntasan kelas juga<br />

meningkat, pada siklus satu 88,6% dan<br />

siklus dua 74,29%.<br />

4. Aktifitas guru berdasarkan hasil<br />

pengamatan observer 100%<br />

dilaksanakan.<br />

Saran<br />

1. Mengingat peserta didik kebanyakan<br />

tidak punya waktu banyak untuk<br />

membaca dirumah, diharapkan guru<br />

dapat memberikan waktu untuk<br />

membuka memori dan kemampuan<br />

yang ada pada peserta didik sebelum<br />

pembahasan materi dilaksanakan.<br />

2. Peserta didik hendaknya diberi waktu<br />

yang cukup untuk menyelesaikan<br />

tugas, agar jawabannya lebih mengenai<br />

sasaran yang diharapkan.<br />

3. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian<br />

ini hendaknya dilakukan lebih dari dua<br />

siklus, sehingga ketika melakukan<br />

refleksi kita dapat menemukan letak<br />

kelemahan dari siklus sebelumnya.<br />

UCAPAN TERIMA KASIH<br />

Peneliti mengucapkan terima kasih<br />

kepada Dirjen PMPTK yang telah<br />

mendanai penelitian ini, Lemlit UNRI<br />

yang telah memberikan kesempatan untuk<br />

meneliti dan Kepala Sekolah SMAN 1<br />

Pekanbaru yang telah memberi izin<br />

melakukan penelitian. Kepada Ibu Yustini<br />

yang telah membimbing dalam<br />

penyelesaian PTK, serta Ibu Nurhasanah<br />

dan Ibu Lusiana yang membantu dalam<br />

penelitian ini.<br />

3


Wan Roswita<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar.<br />

Jakarta: Bumi Aksara.<br />

Roestiyah. (2001). Strategi Belajar<br />

Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.<br />

Purwanto, M.N. (2007). Psikologi<br />

Pendidikan. Bandung: Remaja<br />

Rosdakarya.<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Pemberian tugas dalam proses pembelajaran<br />

Usman, M.U. (2002). Menjadi Guru<br />

Profesional. Bandung: Remaja<br />

Rosdakarya.<br />

Zeniyarti. (2005). Penerapan Pembelajaran<br />

Kooperatif Struktural Numbered<br />

Heads Together (NHT) untuk<br />

Meningkatkan Prestasi Belajar<br />

Siswa di Kelas III.2 SLTP<br />

Negeri 2 Tembilahan. Skripsi<br />

Prodi FKIP-UNRI.<br />

4


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK<br />

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH<br />

PADA KONSEP RANCANGAN EKSPERIMEN<br />

DALAM MATA KULIAH BIOMETRI<br />

Suwondo<br />

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau<br />

Jalan HR. Subrantas KM 12,5 Simpang Panam Pekanbaru Indonesia 28293<br />

Email:wondo_su@yahoo.co.id<br />

ABSTRAK. Telah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan kemampuan pemecahan<br />

masalah pada konsep Rancangan Eksperimen dalam perkuliahan Biometri, untuk meningkatkan hasil<br />

belajar mahasiswa. Penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Biologi UNRI pada Semester<br />

Genap Tahun ajaran 2007/2008. Subyek penelitian adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah<br />

Biometri terdiri dari 47 mahasiswa ( 5 laki-laki dan 42 perempuan). Penelitian dilaksanakan dengan 2<br />

siklus, dimana siklus pertama terdiri dari 2 kali pertemuan dan 1 kali tes ( kuis ). Sedangkan siklus ke<br />

dua terdiri dari 3 kali pertemuan dan 1 kali tes (kuis) . Parameter yang diamati adalah Hasil belajar<br />

dan Aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran, dimana analisis data dilakukan secara<br />

deskriptif. Hasil peneltian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar setelah penerapan<br />

model pembelajaran PBL. Mahasiswa yang memperoleh hasil belajar katagori baik sekali lebih<br />

banyak yaitu 38 orang (80,85%). Aktivitas mahasiswa dalam poses belajar mengajar dikategorikan<br />

baik, dengan rata-rata 67,69%, dan dalam melaksanakan percobaan dikategorikan baik sekali, dengan<br />

rata-rata sebesar 84,21 %. Penerapan model pembelajaran PBL dipandang efektif diterapkan pada<br />

mata kuliah Biometri pada konsep rancangan percobaan.<br />

Kata Kunci : Model Pembelajaran Problem Based Learning, Konsep Rancangan Percobaan<br />

APPLIED OF THE PROBLEM BASED MODEL LEARNING TO INCREASED ABILITY<br />

PROBLEM SOLUTION AT CONCEPT DESIGN OF EXPERIMENT IN THE<br />

BIOSTATISTIC LECTURE<br />

ABSTRACT. Action Research has been conducted classes to improve on the concept of problem<br />

solving in the design of experiments biostatistic lecture, to improve student learning outcomes.<br />

Research conducted at the Departement Educational Biology Riau University for 2007/2008 academic<br />

year. Research subjects were the students taken courses in biometric lecture consists of 47 students (5<br />

male and 42 female). Research carried out with 2 cycles, where the first cycle consisted of 2 sessions<br />

and 1-time test (quiz). Whereas the second cycle consists of 3 meetings and 1-time test (quiz). The<br />

observed parameters were studied and the results of student activity during the learning process, which<br />

conducted the data analysis descriptive. The results showed that increase learning outcomes after the<br />

implementation of PBL learning model. Students who earn very good category to learn more of the 38<br />

people (80.85%). Student activity in learning and teaching poses well categorized, with an average of<br />

67.69%, and in carrying out the experiment very well categorized, with an average of 84.21%.<br />

Application of PBL learning model was considered effectively applied biometric lecture on<br />

experimental design concepts.<br />

Keywords : Problem Based Learning Model, Concept Design Experiment<br />

23


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

PENDAHULUAN<br />

Biometri adalah mata kuliah yang<br />

mempelajari penerapan metode statistika untuk<br />

pemecahan masalah biologi baik sebagai ilmu<br />

biologi dasar maupun bidang terapannya.<br />

Biometri membahas tentang unsur-unsur penting<br />

dalam perancangan ekperimen, analisis<br />

Rancangan Acak Lengkap (RAL), pembanding<br />

berganda (beda nyata terkecil, uji Tukey, Duncan<br />

Multiple Range Test) dan analisis Rancangan<br />

Acak Kelompok (RAK).<br />

<strong>Pada</strong> Program Studi Pendidikan Biologi FKIP<br />

UNRI, mata kuliah Biometri merupakan mata<br />

kuliah wajib bagi mahasiswa semester 5<br />

Program Strata 1 dengan bobot 2 SKS (teori).<br />

Tujuan mata kuliah ini agar mahasiswa dapat<br />

memahami konsep eksperimen dengan<br />

menggunakan rancangan percobaan. Mata kuliah<br />

Biometri sangat mendukung penyelesaian tugas<br />

akhir (skripsi) mahasiswa dan mata kuliah<br />

lainnya yang menggunakan pendekatan<br />

eksperimen .<br />

Berdasarkan pra-refleksi atas pengalaman<br />

belajar secara langsung melalui tatap muka<br />

(observasi interaksi belajar mengajar) maupun<br />

perolehan nilai mahasiswa selama ini (ujian mid<br />

dan semester) terungkap bahwa penerapan<br />

konsep rancangan eksperimen pada skala<br />

lapangan dan analisis data sulit dipahami<br />

mahasiswa dalam lingkup biometri. Kesulitan ini<br />

banyak dikeluhkan oleh mahasiswa lebih tertuju<br />

kepada karakteristik materi yang berisi banyak<br />

contoh penelitian yang dipecahkan dengan<br />

menggunakan rancangan eksperimen dan cara<br />

analisis data yang rumit. Berdasarkan hasil<br />

identifikasi yang menjadi akar permasalahannya<br />

adalah lemahnya kemampuan mahasiswa dalam<br />

hal mengkonstruksi suatu struktur kognitifnya<br />

menjadi jaringan konsep yang utuh untuk<br />

memahami konsep rancangan eksperimen ,<br />

rendahnya motivasi untuk mencoba menganalisis<br />

data secara kuantitatif dan rendahnya<br />

kemampuan berfikir dalam memecahkan suatu<br />

permasalahan.<br />

Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis<br />

kompetensi menuntut untuk dikembangkannya<br />

inovasi pembelajaran yang kondusif sehingga<br />

mutu pendidikan di Perguruan Tinggi meningkat.<br />

Oleh karena itu dosen diharapkan mencari model<br />

alternatif pembelajaran yang sesuai dengan<br />

karakteristik mata kuliahnya. .<br />

Karakteristik materi dari mata kuliah Biometri<br />

adalah memecahkan masalah dengan pendekatan<br />

statistik sehingga mahasiswa perlu dirangsang<br />

dan dimotivasi untuk aktif dan bertanggung<br />

jawab dalam belajar. Perbaikan dapat dilakukan<br />

dengan menerapkan pendekatan dan model<br />

pembelajaran yang menekankan pada kegiatan<br />

belajar mahasiswa aktif (active learning) dan<br />

melakukan langsung (learning by doing). <strong>Pada</strong><br />

mata kuliah Biometri banyak terdapat materimateri<br />

yang bisa dikaitkan dengan permasalahan<br />

yang autentik yang terjadi dalam kehidupan<br />

sehari-hari, sehingga mahasiswa mudah<br />

memahami materi yang diberikan. Model<br />

pembelajaran yang diharapkan mampu<br />

menciptakan kondisi proses pembelajaran yang<br />

aktif dan kreatif bagi mahasiswa adalah<br />

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based<br />

Learning).<br />

Muslimin (2003), menyatakan bahwa<br />

model pembelajaran Problem Based Learning<br />

dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan<br />

memecahkan masalah. Kerja sama yang<br />

dilakukan dalam pembelajaran berdasarkan<br />

masalah, mendorong munculnya berbagai<br />

keterampilan inquiri dan dialog sehingga akan<br />

berkembang keterampilan sosial berpikir.<br />

Selanjutnya menurut Ibrahim dan Nur (2002)<br />

model pembelajaran ini memberikan kepada<br />

mahasiswa situasi masalah yang autentik dan<br />

bermakna yang dapat memberikan kemudahan<br />

untuk penyelidikan dan inquiri.<br />

Slavin, dkk (1995) menyatakan ciri-ciri<br />

khusus pembelajaran berdasarkan masalah adalah<br />

: (1) pengajuan masalah; (2) keterkaitan masalah<br />

dengan disiplin yang lain; (3) pengamatan yang<br />

autentik; (4) menyajikan hasil pemecahan<br />

masalah dan (5) kerjasama antar peserta didik.<br />

Model pembelajaran ini mempunyai tahapan<br />

yang jelas dan terstruktur yaitu : (1) orientasi<br />

mahasiswa pada masalah; (2) mengorganisasi<br />

peserta didik untuk belajar; (3) Membimbing<br />

penyelidikan secara kelompok atau individu; (4)<br />

mengembangkan dan menyajikan hasil<br />

pemecahan masalah dan (5) menganalisis dan<br />

mengevaluasi proses pemecahan masalah.<br />

Dengan adanya permasalahan tersebut penulis<br />

tertarik untuk menerapan model pembelajaran<br />

problem based learning (PBL pada mata kuliah<br />

biometri sehingga dapat meningkatkan<br />

kemampuan pemecahan masalah pada konsep<br />

rancangan eksperimen yang pada akhirnya dapat<br />

meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Secara<br />

umum, penelitian ini bertujuan untuk mencari<br />

24


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

alternatif model pembelajaran Biometri yang<br />

efektif sesuai dengan tuntutan Kurikulum<br />

Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan<br />

di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNRI<br />

pada Semester Genap Tahun ajaran 2007/2008<br />

dari bulan Maret sampai Mei 2008. Subyek<br />

penelitian adalah mahasiswa Program Strata 1<br />

Pendidikan Biologi yang mengambil mata kuliah<br />

Biometri yang berjumlah 47 mahasiswa ( 5 lakilaki<br />

dan 42 perempuan). Parameter Penelitian<br />

adalah : (1) Hasil belajar yang dilihat dari daya<br />

serap, diperoleh dari nilai Kuis pada setiap akhir<br />

siklus dan ketuntasan individu mahasiswa , (2)<br />

Aktivitas mahasiswa selama proses<br />

pembelajaran<br />

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan 2<br />

siklus. Siklus pertama terdiri dari 2 kali<br />

pertemuan dan 1 kali tes ( kuis ). Siklus kedua<br />

terdiri dari 3 kali pertemuan ,1 kali tes (kuis).<br />

Setiap pertemuan untuk tindakan berlangsung<br />

selama 2 X 50 menit. Tahapan pada setiap siklus<br />

terdiri dari : Persiapan, Pelaksanaan, Observasi<br />

,Evaluasi serta Refleksi.<br />

Keberhasilan pelaksanaan tindakan diukur<br />

melalui parameter hasil belajar meliputi : (a).<br />

Daya Serap diukur dengan tes (kuis); (b).<br />

Ketuntasan belajar individu jika mahasiswa<br />

memperoleh nilai ≥ 65 . Selain itu juga diukur<br />

aktifitas mahasiswa selama pembelajaran diamati<br />

dengan menggunakan lembar observasi. Untuk<br />

mengetahui aktivitas mahasiswa dapat diketahui<br />

dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :<br />

P = F x 100%<br />

N<br />

Dimana : P = angka prosentase<br />

F = frekuensi aktivitas mahasiswa<br />

N = banyaknya mahasiswa<br />

(Sudjiono, 2007)<br />

Tabel 1 .Hasil Belajar Mahasiswa Setelah<br />

Penerapan Model Pembelajaran Problem<br />

Based Learning (PBL) <strong>Pada</strong> Mata Kuliah<br />

Biometri.<br />

o. Interval Katagori Hasil Belajar<br />

1 81-100 Baik<br />

Sekali<br />

Sebelum<br />

PBL<br />

Setelah PBL<br />

Pre Test Siklus1 Siklus 2<br />

N (%) N (%) N (%)<br />

8 ( 17,02) 32 (69,57) 38<br />

(80,85)<br />

2 66-80 Baik 10 (21,27) 8 (17,39) 9 (19,15)<br />

3 56-65 Cukup 15 (31,<br />

91)<br />

5 (10,87) -<br />

4 41-55 Kurang 9 (19,14) - -<br />

5 0-40 Gagal 5 (10,63) 1 (2,17) -<br />

Jumlah 47 (100%) 46(100%) 47(100%)<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Hasil Belajar Mahasiswa<br />

Hasil belajar mahasiswa dengan penerapan<br />

model Problem Based Learning (PBL) disajikan<br />

pada Tabel 1.<br />

Berdasarkan Tabel diatas dapat terlihat bahwa<br />

terdapat peningkatan hasil belajar antara sebelum<br />

dan setelah penerapan model pembelajaran PBL.<br />

Mahasiswa yang memperoleh hasil belajar<br />

katagori baik sekali setelah pembelajaran PBL<br />

lebih banyak yaitu 38 orang (80,85%)<br />

dibandingkan sebelum pembelajaran PBL 8<br />

orang (17,02%) , begitu juga mahasiswa yang<br />

termasuk katagori kurang dan gagal mengalami<br />

penurunan. <strong>Pada</strong> siklus 1 terdapat 1 orang<br />

(2,17%) yang termasuk katagori gagal tetapi<br />

setelah siklus ke 2 tidak terdapat lagi. Penerapan<br />

model pembelajaran PBL dipandang efektif<br />

diterapkan pada mata kuliah Biometri pada<br />

konsep rancangan percobaan.<br />

Terjadinya peningkatan hasil belajar setelah<br />

penerapan model pembelajaran PBL erat<br />

kaitannya dengan keterampilan berfikir<br />

mahasiswa dalam memecahkan masalah yang<br />

autentik sehingga mahasiswa aktif bekerjasama<br />

dengan kelompoknya dan memudahkan<br />

mahasiswa dalam melakukan penyelidikan,<br />

mengerjakan LKM serta membuat laporan hasil<br />

pemecahan masalah. Sesuai dengan pendapat<br />

Ibrahim (2004), bahwa PBL dapat membantu<br />

mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan<br />

berfikir, memecahkan masalah dan keterampilan<br />

intelektual mahasiswa. Tujuan pembelajaran PBL<br />

25


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

adalah menyajikan kepada peserta didik situasi<br />

masalah yang autentik dan bermakna, sehingga<br />

dapat memberikan kemudahan dalam melakukan<br />

penyelidikan dan inkuiri. Ketuntasan belajar<br />

mahasiswa dengan penerapan Model<br />

Pembelajaran Problem Based Learning <strong>Pada</strong><br />

Mata Kuliah Biometri disajikan pada Tabel 2.<br />

Tabel 2. Hasil Belajar Mahasiswa Berdasarkan<br />

Ketuntasan Individu Sebelum <strong>Dan</strong><br />

Setelah Penerapan Model<br />

Pembelajaran Problem Based Learning<br />

<strong>Pada</strong> Mata Kuliah Biometri.<br />

Evaluas<br />

i<br />

Jumlah<br />

Mahasisw<br />

a<br />

Jumla<br />

h<br />

Tuntas<br />

Pre Test 47 33 70,2<br />

1<br />

Tes<br />

Siklus 1<br />

Tes<br />

Siklus 2<br />

46 45 97,8<br />

2<br />

% Jumla<br />

h<br />

Tidak Tuntas<br />

%<br />

14 29,7<br />

9<br />

1 2,18<br />

47 47 100 0 0<br />

Dilihat dari ketuntasan belajar individu<br />

mahasiswa, penerapan model pembelajaran PBL<br />

memberikan dampak positif terhadap<br />

peningkatan hasil belajar pada pokok bahasan<br />

rancangan percobaan (Tabel 2 ), sebelum<br />

perlakuan yang tuntas 70,21% dan setelah<br />

penerapan model pembelajaran PBL siklus 1 (<br />

70,21%) dan ke 2 (100%) . Hal ini tidak terlepas<br />

dari kemampuan mahasiswa dalam memecahkan<br />

masalah yang diberikan lebih kritis, sehingga<br />

dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan<br />

lebih mandiri dalam memecahkan masalah . <strong>Pada</strong><br />

saat berdiskusi mahasiswa terlihat lebih aktif dan<br />

melakukan kerja sama yang baik dalam belajar<br />

sehingga memperoleh hasil belajar yang baik<br />

pula.<br />

Aktivitas Belajar Mahasiswa<br />

1. Aktivitas Mahasiswa dalam Proses Belajar<br />

Mengajar<br />

Aktivitas mahasiswa dalam proses belajar<br />

mengajar dengan penerapan model PBL disajikan<br />

pada Tabel 3.<br />

Tabel 3. Aktivitas Mahasiswa dalam Proses<br />

Belajar Mengajar Setelah Penerapan<br />

Model Problem Based Learning<br />

(PBL) <strong>Pada</strong> Mata Kuliah Biometri.<br />

No<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

Aktivitas<br />

Mahasiswa<br />

Mengemu<br />

kakan<br />

ide/gagasa<br />

n<br />

Aktif<br />

memecahk<br />

an masalah<br />

Bekerjasa<br />

ma dalam<br />

kelompok<br />

Mengajuka<br />

n<br />

pertanyaan<br />

Menangga<br />

pi<br />

pertanyaan<br />

Pertemuan Ke-<br />

1 2 3 4 5<br />

N (%) N (%) N (%) N<br />

(%<br />

)<br />

12<br />

(26,0<br />

9)<br />

32<br />

(69,5<br />

6)<br />

40<br />

(86,9<br />

6)<br />

33<br />

(71,7<br />

4)<br />

12<br />

(26,0<br />

9)<br />

17<br />

(37,78)<br />

41<br />

(91,11)<br />

42<br />

(93,33)<br />

35<br />

(77,78)<br />

22<br />

(48,89)<br />

17<br />

(39,5<br />

3)<br />

40<br />

(93,0<br />

2)<br />

41<br />

(95,3<br />

5)<br />

40<br />

(93,0<br />

2)<br />

23<br />

(53,4<br />

9)<br />

14<br />

(31<br />

,89<br />

)<br />

41<br />

(93<br />

,18<br />

)<br />

39<br />

(88<br />

,64<br />

)<br />

40<br />

(90<br />

,91<br />

)<br />

21<br />

(47<br />

,73<br />

)<br />

Rata-rata 56,09 69,78 75,35 70,<br />

47<br />

Kategori<br />

Cuku<br />

p<br />

Baik<br />

Baik<br />

Sekali<br />

Bai<br />

k<br />

N<br />

(%<br />

)<br />

11<br />

(23<br />

,40<br />

)<br />

45<br />

(95<br />

,74<br />

)<br />

45<br />

(95<br />

,74<br />

)<br />

37<br />

(78<br />

,72<br />

)<br />

20<br />

(42<br />

,55<br />

)<br />

67,<br />

23<br />

Bai<br />

k<br />

Ratarata<br />

31,74<br />

(kura<br />

ng)<br />

88,52<br />

(baik<br />

sekali<br />

)<br />

92,00<br />

4<br />

(baik<br />

sekali<br />

)<br />

82,43<br />

(baik<br />

sekali<br />

)<br />

43,75<br />

(kura<br />

ng)<br />

67,69<br />

Baik<br />

Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa rata-rata<br />

aktivitas mahasiswa mengalami peningkatan<br />

pada pertemuan I sampai pertemuan III,<br />

sedangkan pada pertemuan IV dan V mengalami<br />

penurunan. <strong>Pada</strong> pertemuan I, rata-rata aktivitas<br />

mahasiswa adalah 56,09 % (cukup), pertemuan II<br />

adalah 69,78 % (baik), pertemuan III adalah<br />

75,35 % (baik sekali), pertemuan IV adalah 70,47<br />

% (baik) dan pertemuan V adalah 67,23 % (baik).<br />

Secara keseluruhan aktivitas mahasiswa dalam<br />

proses pembelajaran dikategorikan baik dengan<br />

nilai rata-rata 67,69 %.<br />

Rata-rata aktivitas mahasiswa yang<br />

mengemukakan ide/gagasan adalah 31,74 % yang<br />

dikategorikan kurang. Hal ini disebabkan karena<br />

mahasiswa masih memahami materi secara<br />

konseptual, sehingga mahasiswa kesulitan dalam<br />

menghubungkan dan memberi contoh antara<br />

konsep dengan permasalahan di lapangan.<br />

Disamping itu cakupan materi pada pokok<br />

bahasan konsep rancangan lebih banyak<br />

memahami tentang analisis data. Pokok bahasan<br />

ini memang sulit dipahami mahasiswa jika hanya<br />

dengan membaca wacana atau buku teks. Jadi,<br />

26


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

mahasiswa lebih banyak bertanya kepada dosen<br />

untuk penjelasan materi daripada mengemukakan<br />

ide atau menanggapi pertanyaan. Disinilah peran<br />

dosen untuk memotivasi mahasiswa, baik dalam<br />

bertanya maupun cara dosen dalam menjawab<br />

pertanyaan atau menjelaskan materi.<br />

Sebagaimana dikemukakan oleh Ishaq (2002),<br />

bahwa peran pengajar adalah sebagai motivator<br />

yaitu sebagai pemberi rangsang kepada peserta<br />

didik untuk terus belajar.<br />

Aktivitas mahasiswa dalam bekerjasama<br />

dengan kelompoknya dan aktivitas mahasiswa<br />

yang aktif memecahkan masalah dikategorikan<br />

baik sekali, dengan rata-rata yaitu 92,004 % dan<br />

88,52 %. Peningkatan aktivitas mahasiswa ini<br />

disebabkan karena pada penerapan model<br />

pembelajaran berbasis masalah disajikan materi<br />

yang sesuai dengan lingkungan sekitar, sehingga<br />

mahasiswa lebih aktif, bersemangat dan mudah<br />

dalam memecahkan permasalahan yang<br />

diberikan. Selain itu mahasiswa juga tidak<br />

mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan<br />

kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pendapat<br />

Akinoglu & Tandagon (2007), yang menyatakan<br />

bahwa salah satu kelebihan dari PBL adalah<br />

dapat mengembangkan sikap sosial dan keahlian<br />

berkomunikasi mahasiswa dalam belajar dan<br />

bekerja dalam kelompok.<br />

Aktivitas mahasiswa dalam mengajukan<br />

pertanyaan kepada dosen atau teman dapat<br />

dikategorikan baik sekali dengan nilai rata-rata<br />

82,43 %. Berbeda dengan aktivitas mahasiswa<br />

dalam menanggapi pertanyaan yang hanya<br />

dikategorikan kurang dengan nilai rata-rata 43,75<br />

%. Hal ini disebabkan karena mahasiswa<br />

mengalami kesulitan dalam memahami materi<br />

yang diberikan. Sehingga mahasiswa lebih<br />

banyak bertanya untuk penjelasan materi dari<br />

pada menanggapi pertanyaan. Hal ini sesuai<br />

dengan teori belajar menurut Vygotsky (dalam<br />

Suparno, 1997) yang mengemukakan bahwa<br />

komunikasi verbal dengan orang-orang yang<br />

dianggap lebih mengetahui akan<br />

mengembangkan pengertian belajar dan<br />

memudahkan dalam penyelesaian kesulitan.<br />

2. Aktivitas Mahasiswa dalam Melaksanakan<br />

Percobaan<br />

Aktivitas mahasiswa dalam<br />

melaksanakan percobaan dengan menerapkan<br />

model Problem Based disajikan pada Tabel 4.<br />

Tabel 4. Aktivitas Mahasiswa dalam<br />

Melaksanakan Percobaan Melalui Penerapan<br />

Model Problem Based Learning <strong>Pada</strong> Matakuliah<br />

Biometri.<br />

No<br />

1.<br />

Aktivitas<br />

Mahasiswa<br />

Mengajukan<br />

Masalah<br />

Pertemuan ke-<br />

3 4 5<br />

N (%) N (%)<br />

11 (25,58) * *<br />

2. Membuat hipotesis 43 (100) * *<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

Melakukan<br />

percobaan<br />

Melakukan<br />

pengamatan<br />

Membuat<br />

kesimpulan<br />

43 (100) * *<br />

* 42 (95,45) *<br />

* *<br />

N<br />

(%)<br />

47<br />

(100)<br />

Rata-rata<br />

25,58<br />

Kurang<br />

100<br />

Baik Sekali<br />

100<br />

Baik Sekali<br />

95,45<br />

Baik Sekali<br />

100<br />

Baik Sekali<br />

Rata-rata 75,19 95,45 100 84,21<br />

Kategori<br />

Baik Sekali<br />

Baik<br />

Sekali<br />

Baik<br />

Sekali<br />

Baik Sekali<br />

<strong>Pada</strong> pertemuan IV, aktivitas yang<br />

dilakukan oleh mahasiswa adalah melakukan<br />

pengamatan terhadap percobaan yang telah<br />

mereka lakukan pada pertemuan sebelumnya.<br />

Sedangkan pada pertemuan V, aktivitas yang<br />

dilakukan oleh mahasiswa adalah membuat<br />

kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan yang<br />

telah mereka lakukan. Jadi, aktivitas-aktivitas<br />

mahasiswa pada saat melaksanakan percobaan<br />

tidak dilakukan secara bersamaan, melainkan<br />

secara bertahap. Oleh karena itu aktivitas<br />

mahasiswa dalam melaksanakan percobaan ini<br />

tidak bisa diselesaikan hanya pada 1 kali<br />

pertemuan.<br />

Dari data pada tabel di atas terlihat<br />

bahwa aktivitas mahasiswa dalam melaksanakan<br />

percobaan dikategorikan baik sekali dengan ratarata<br />

84,21 %. <strong>Pada</strong> aspek mengajukan masalah<br />

25,58 % (kurang), membuat hipotesis 100 %<br />

(baik sekali), melakukan percobaan 100 % (baik<br />

sekali), melakukan pengamatan 95,45 % (baik<br />

sekali), dan membuat kesimpulan 100 % (baik<br />

sekali).<br />

Aktivitas mahasiswa dalam<br />

melaksanakan percobaan diperoleh kategori baik<br />

sekali (84,21%). Hal ini disebabkan karena<br />

konsep rancangan percobaan menghendaki<br />

aplikasi langsung, yaitu dengan menerapkan<br />

eksperimen secara langsung di laboratorium atau<br />

di lapangan. Dengan demikian pemahaman<br />

mahasiswa terhadap materi konsep rancangan<br />

percobaan tidak hanya bersifat konseptual. Sesuai<br />

dengan pendapat Bruner dalam Dahar (1989),<br />

27


Suwondo<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Penerapan model pembelajaran problem bases learning<br />

yang menyatakan bahwa belajar merupakan<br />

proses penemuan dengan pencarian pengetahuan<br />

secara aktif, sehingga memberikan hasil yang<br />

baik. Selanjutnya berusaha sendiri untuk mencari<br />

pemecahan masalah serta didukung oleh<br />

pengetahuan yang menyertainya, akan<br />

menghasilkan pengetahuan yang benar-benar<br />

bermakna.<br />

KESIMPULAN<br />

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :<br />

1. Hasil belajar Biometri pada mahasiswa,<br />

setelah penerapan model Problem Based<br />

Learning (PBL) mengalami peningkatan yang<br />

signifikan dengan katagori baik sekali<br />

sebanyak 38 orang (80,85%) dengan interval<br />

nilai 81 sampai 100.<br />

2. Aktivitas mahasiswa dalam poses belajar<br />

mengajar dengan menerapkan model Problem<br />

Based Learning (PBL) pada mata kuliah<br />

Biometri dikategorikan baik, dari rata-rata<br />

aktivitas belajar sebesar 67,69%. Sedangkan<br />

aktivitas mahasiswa dalam melaksanakan<br />

percobaan dengan menerapkan model<br />

Problem Based Learning (PBL) pada mata<br />

kuliah Biometri dikategorikan baik sekali,<br />

dengan rata-rata sebesar 84,21 %.<br />

3. Model Problem Based Learning (PBL) efektif<br />

diterapkan untuk meningkatkan kemampuan<br />

pemecahan masalah pada konsep rancangan<br />

percobaan pada mata kuliah Biometri di<br />

Program Studi Biologi T.A. 2007/2008. Hal<br />

ini berdasarkan dari hasil belajar mahasiswa<br />

dan aktivitas belajar mahasiswa .<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonim. 1991. Petunjuk Operasional<br />

Peningkatan Mutu Pendidikan.<br />

Departemen Pendidikan dan kebudayaan<br />

Kantor Wilayah Propinsi Riau.<br />

Pekanbaru.<br />

Akinoglu, O. & Tandagon , R. O. 2006. The<br />

Effects of Problem-Based Active<br />

Learning in Science Education on<br />

Students Academic Achievement, Attitude<br />

and Concept Learning. Eurasia Journal<br />

of Mathematics, Science & Technology<br />

Education, 2007, 3(1), 71-81. Tersedia<br />

[On line] : http: www.ejmdte.com. 8<br />

Maret 2008.<br />

Dahar,RW. 1989. Teori-Teori Belajar.<br />

Erlangga.Jakarta<br />

Ibrahim & Nur. 2002. Pengajaran Berdasarkan<br />

Masalah. UNESA University Press.<br />

Surabaya.<br />

Ishaq, I. 2002. Mengajar Efektif. Pedoman<br />

Praktis Bagi Guru dan Calon Guru.<br />

UNRI PRESS. Pekanbaru.<br />

Muslimin Ibrahim. 2003. Pengajaran<br />

Berdasarkan Masalah. Depdiknas. Jakarta.<br />

Slavin, R.E. 1994. Education Psychology :<br />

Theories and Practice. Fourth Edition.<br />

Massachusett : Allyn and Bacon<br />

Publisher.<br />

Sudjiono, A. 2007. Pengantar Statistik<br />

Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada.<br />

Jakarta.<br />

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme<br />

dalam Pendidikan. Kanasius Yogyakarta.<br />

28


Darmawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Model pengajaran langsun<br />

PENINGKATAN HASIL BELAJAR GENETIKA MELALUI<br />

MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) PADA MAHASISWA<br />

BIOLOGI FKIP UNRI<br />

MAKE-UP OF RESULT LEARN GENETICA THROUGH<br />

DIRECT MODEL INSTRUCTION ( DIRECT INSTRUCTION) AT BIOLOGICAL STUDENT<br />

OF FKIP UNRI<br />

Darmawati<br />

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNRI<br />

Kampus Bina Widya km 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru.<br />

ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar genetika melalui pengajaran<br />

langsung pada mahasiswa biologi FKIP UNRI. Sampel penelitian yaitu mahasiswa semester 4 (empat)<br />

yang berjumlah 40 orang. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Instrumen penelitian berupa<br />

perangkat pembelajaran dan alat pengumpul data ( lembar test dan lembar observasi mahasiswa). Hasil<br />

penelitian menunjukkan bahwa daya serap mahasiswa pada siklus 1 adalah 74,00 (baik), sedangkan<br />

pada siklus 2 adalah 84,38 (baik sekali). Untuk ketuntasan belajar secara klasikal adalah tidak tuntas<br />

(75,00%) pada siklus 1 dan siklus 2, tuntas (100,00%). Sedangkan aktivitas mahasiswa pada siklus 1<br />

adalah 54,66% (kurang) dan siklus 2 yaitu 62,00% (cukup). Dengan demikian penerapan model<br />

pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar genetika pada mahasiswa biologi.<br />

Kata kunci: genetika, hasil belajar, pengajaran langsung<br />

ABSTRACT. Have been done by research to increase result of learning genetica through direct<br />

instruction at biological student of FKIP UNRI. Sampel Research that is semester student 4 amounting<br />

to 40 people. Research type is research of class action. Research instrument in the form of study<br />

peripheral and data collector sheet test and student observation sheet. Result of research of showing that<br />

student absorpsion at cycle 1 is 74,00 ( goodness), while at cycle 2 is 84,38 ( very well). To be complete<br />

learn by klasikal is is not complete ( 75,00%) at cycle 1 and cycle 2 is, complete ( 100,00%). While<br />

student activity at cycle 1 is 54,66% ( less ) cycle 2 that is 62,00% ( enough). Thereby applying model<br />

direct instruction can improve result learn genetica at biological student.<br />

Keywords: genetica, result of learning, direct instruction<br />

PENDAHULUAN<br />

Genetika merupakan mata kuliah yang<br />

disajikan pada mahasiswa program studi<br />

biologi FKIP UNRI. Dari pengamatan<br />

penulis sebagai dosen pengampu mata<br />

kuliah genetika dalam proses<br />

pembelajaran ,mahasiswa kurang aktif<br />

dan kurang termotivasi untuk mempelajari<br />

dan mendalami materi genetika, terbukti<br />

dengan nilai yang diperoleh masih ada<br />

nilai kurang (D) dan banyak yang nilai<br />

cukup (C). Agar penguasaan materi dan<br />

hasil belajar genetika meningkat<br />

diperlukan perbaikan yang inovatif dalam<br />

proses pembelajaran, yaitu dengan<br />

menerapkan model pengajaran langsung<br />

(Direct Instruction). Keunggulan dari<br />

model pengajaran langsung adalah dapat<br />

membuat pengajaran lebih jelas dan<br />

konkrit, pengajaran lebih menarik<br />

,mahasiswa dirangsang aktif untuk<br />

30


Darmawati<br />

mencoba melakukan sendiri, materi<br />

disajikan dalam tahap-tahap sehingga<br />

mahasiswa mudah memahami konsepkonsep<br />

yang sedang dipelajari dan akan<br />

dapat diingat lebih lama.(Winataputra,<br />

2001). Model pengajaran langsung secara<br />

sistematis menuntun dan membantu siswa<br />

bekerja melalui langkah-langkah<br />

pembelajaran, selanjutnya siswa akan aktif<br />

bekerja sendiri dengan adanya latihan<br />

terbimbing. Dengan fase-fase pada model<br />

pengajaran langsung diharapkan dapat<br />

memotivasi siswa sehingga materi bisa<br />

dikuasai dengan baik, dan dapat<br />

meningkatkan hasil belajar.( Kardi, 2000).<br />

Permasalahannya sebagai berikut: Apakah<br />

melalui model pengajaran langsung dapat<br />

meningkatkan hasil belajar genetika pada<br />

mahasiswa biologi. Penelitian ini<br />

bertujuan untuk meningkatkan hasil<br />

belajar genetika pada mahasiswa biologi<br />

melalui penerapan model pengajaran<br />

langsung pada mahasiswa biologi.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Lokasi penelitian ini di laksanakan di<br />

program studi biologi pada mahasiswa<br />

semester 4 dengan subjek penelitian 40<br />

orang, waktu penelitian pada bulan<br />

Februari hingga bulan Desember 2009.<br />

Prosedur penelitian dalam<br />

penelitian ini terdiri atas 4 tahap, yaitu<br />

(Suyanto,1997)<br />

a. Tahap Persiapan<br />

- Menetapkan jumlah siklus.<br />

- Menetapkan kelas penelitian.<br />

- Menetapkan materi dalam proses<br />

pembelajaran.<br />

- Menyiapkan perangkat pembelajaran .<br />

- Menyiapkan alat pengumpul data.<br />

- Merencanakan refleksi setiap akhir satu<br />

siklus.<br />

- Menetapkan jenis data dan cara<br />

pengumpulan data.<br />

- Mengelompokkan mahasiswa kedalam<br />

kelompok belajar<br />

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan<br />

Tahap pelaksanaan tindakan dalam<br />

proses pembelajaran meliputi :<br />

a. Pendahuluan<br />

--Dosen mengkondisikan kelas<br />

--Dosen memotivasi mahasiswa tentang<br />

topik yang akan dibahas.<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Model pengajaran langsun<br />

- Menyampaikan tujuan pembelajaran<br />

(fase 1).<br />

b. Kegiatan inti<br />

- Dosen menyampaikan pengetahuan<br />

deklaratif setahap demi setahap (Fase<br />

2)<br />

- Dosen memberi bimbingan awal<br />

dengan meminta mahasiswa untuk<br />

mengulangi materi yang telah<br />

disampaikan dosen (Fase 3)<br />

-Dosen memberikan LTM dan meminta<br />

mahasiswa untuk menjawab LTM,<br />

-Dosen mengecek pemahaman<br />

mahasiswa dengan meminta beberapa<br />

perwakilan kelompok untuk<br />

membacakan jawaban dari LTM yang<br />

sudah dikerjakan (fase 4).<br />

-Dosen meminta mahasiswa atau<br />

kelompok lain untuk menanggapi<br />

jawaban yang di berikan oleh temannya.<br />

-Dosen memberikan kesempatan<br />

melakukan pelatihan lanjutan. (fase 5)<br />

c Penutup<br />

-Dosen bersama mahasiswa<br />

merangkum materi pelajaran.<br />

- Dosen memberi post test<br />

- Dosen melakukan tindak lanjut.<br />

c. Tahap Observasi<br />

Tahap observasi dilakukan bersamaan<br />

dengan pelaksanaan tindakan observasi<br />

,dilakukan oleh 1 orang observer untuk<br />

mengamati aktivitas mahasiswa .<br />

d . Tahap Refleksi<br />

Data yang diperoleh dari hasil kuis dan<br />

kegiatan observasi pada siklus I<br />

selanjutnya dianalisis, hasilnya dijadikan<br />

pedoman untuk tindakan pada siklus<br />

berikutnya.<br />

Data dianalisis secara diskriptif.<br />

Komponen yang dianalisis<br />

Daya serap=<br />

Jumlah jawaban yang benar x 100%<br />

Jumlah Soal<br />

Dengan menggunakan kriteria sebagai<br />

berikut : (Tabel I)<br />

Menurut anonim (1995) ketuntasan<br />

belajar dapat diketahui dengan<br />

menggunakan rumus<br />

Ki = SS x 100% SM<br />

Dimana :<br />

KI= Persentase ketuntasan belajar secara<br />

individu<br />

SS = Skor yang diperoleh mahasiswa<br />

2


Darmawati<br />

SM= Skor maksimal<br />

Menurut Sudijono (2004) aktivitas<br />

mahasiswa dapat dikethui dengan<br />

menggunakan rumus berikut ini :<br />

P = F x 100%<br />

N<br />

Dimana<br />

P= Angka persentase<br />

F= Frekuensi aktivitas<br />

N=banyaknyaindividu<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Daya Serap<br />

Dari tabel 2 di atas dapat dilihat nilai<br />

post test siklus I dengan rata-rata post<br />

test pada pertemuan I adalah 83,75<br />

(kategori baik sekali), pertemuan 2 yaitu<br />

85,50 (kategori baik sekali) dan<br />

pertemuan ke3 adalah 85,88 (baik sekali)<br />

sehingga terlihat adanya peningkatan<br />

daya serap siswa dari pertemuam I ke<br />

pertemuan berikutnya.<br />

Untuk tabel 3 daya serap siswa<br />

melalui nilai post test pada siklus II,<br />

lebih baik dari siklus I, hal ini dapat<br />

dilihat dari nilai rata-rata post test pada<br />

pertemuan I adalah 83,25 (kategori baik<br />

sekali), pertemuan ke 2 yaitu 85,16<br />

(kategori baik sekali) dan pertemuan ke<br />

3 adalah 87,12 (kategori baik sekali) .<br />

Untuk nilai kuis siklus I dengan<br />

rata-rata 74,00 (kategori baik) dan untuk<br />

nilai kuis siklus II rata- rata 84,38<br />

(kategori baik sekali). Terjadi<br />

peningkatan hasil belajar dari siklus I ke<br />

siklus II<br />

Hal ini disebabkan karena dengan<br />

adanya model pengajaran langsung dapat<br />

membantu mengembangkan kemampuan<br />

berpikir siswa, membantu siswa terampil<br />

dalam belajar mandiri. Pengajaran<br />

langsung dapat membuat pengajaran<br />

lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga<br />

menghindari verbalisme, proses<br />

pengajaran lebih menarik, siswa<br />

dirangsang untuk aktif mengamati dan<br />

mencoba untuk melakukan sendiri.<br />

Dengan demikian konsep-konsep yang<br />

dipelajari akan teringat lama, karena<br />

mahasiswa tidak hanya mendengar dan<br />

mengamati tetapi mencoba atau<br />

melakukan sendiri setahap demi setahap<br />

seperti yang sudah di modelkan dosen<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Model pengajaran langsun<br />

Model pengajaran langsung secara<br />

sistematis menuntun dan membantu<br />

siswa bekerja melalui langkah-langkah<br />

pembelajaran, selanjutnya siswa akan<br />

aktif bekerja sendiri dengan adanya<br />

latihan terbimbing. Dengan fase-fase<br />

pada model pengajaran langsung<br />

diharapkan dapat memotivasi siswa<br />

sehingga materi bisa dikuasai dengan<br />

baik, dan dapat meningkatkan hasil<br />

belajar.( Kardi, 2000)<br />

Faktor lain yang mempengaruhi<br />

meningkatnya daya serap mahasiswa<br />

pada siklus II adalah pengalaman dosen<br />

melihat kelemahan pada siklus I<br />

sehingga hal tersebut tidak terjadi pada<br />

siklus II, sebagaimana yang<br />

dikemukakan oleh Sagala dalam Rosnian<br />

(2003) hasil yang diperoleh dari hasil<br />

program pembelajaran memberikan<br />

petunjuk kepada dosen tentang bagianbagian<br />

mana dari pembelajaran tersebut<br />

yang berhasil dilaksanakan dan mana<br />

pula yang tidak berhasil dalam upaya<br />

mencapai tujuan yangtelahditetapkan.<br />

Ketuntasan Belajar<br />

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat<br />

dilihat bahwa ketuntasan belajar<br />

mahasiswa pada siklus ke I secara<br />

individual 30 orang (75 ,00%) yang<br />

tuntas dan 10 orang yang tidak tuntas<br />

(25,00%),jadi secara klasikal tidak<br />

tuntas. Sedangkan pada siklus ke II<br />

secara individual 40 orang (100,00%)<br />

tuntas dan 0 orang (0,00 %) tidak<br />

tuntas,jadi secara klasikal kelas tersebut<br />

tuntas.<br />

Ketidaktuntasan belajar<br />

mahasiswa pada Siklus I disebabkan<br />

karena mahasiswa masih banyak<br />

memperoleh nilai kuis dibawah 70. Hal<br />

ini disebabkan pada kegiatan<br />

pembelajaran mahasiswa tersebut<br />

kurang aktif dalam belajar, kurang<br />

memperhatikan penjelasan dosen pada<br />

saat mendemonstrasikan pengetahuan<br />

sehingga tugas atau soal yang dikerjakan<br />

tidak dapat dijawab.<br />

Ketuntasan belajar siswa ini tidak<br />

terlepas dari keaktifan guru dalam<br />

memberikan motivasi pada mahasiswa<br />

selama proses pengajaran dan juga<br />

keaktifan dalam diri siswa itu sendiri<br />

3


Darmawati<br />

sehingga proses pengajaran berjalan<br />

dengan baik (Slameto,2003)<br />

Disamping itu setiap mahasiswa<br />

memiliki tingkat kecerdasan yang<br />

berbeda-beda. Berdasarkan teori<br />

belajar menurut Piaget dalam Anonim<br />

(2004) diasumsikan bahwa seluruh<br />

peserta didik tumbuh dan melewati<br />

urutan perkernbangan yang sama,<br />

namun berlangsung pada kecepatan<br />

yang berbeda serta perkembangan<br />

kognitif seseorang bergantung pada<br />

seberapa besar anak aktif<br />

memanipulasi dan aktif berinteraksi<br />

dengan lingkungannya.<br />

Dengan demikian tidak semua<br />

mahasiswa dapat menguasai materi<br />

sepenuhnya. Hal ini disebabkan karena<br />

setiap individu memiliki kognitif atau<br />

tingkat IQ dan kemampuan akademis<br />

yang berbeda pula.<strong>Pada</strong> siklus II kelas<br />

sudah tuntas artinya semua mahasiswa<br />

sudah memperoleh nilai 70 keatas.<br />

Mahasiswa sudah terbiasa dengan<br />

pengajaran langsung, mahasiswa<br />

sudah aktif dalam proses pembelajaran<br />

dan aktif dalam mengikuti pelatihan<br />

yang diberikan dosen dan bersungguhsungguh<br />

mengikuti pembelajaran ,<br />

sehingga tugas atau soal dapat dikerjakan<br />

dengan sempurna. Menurut Muhammad,<br />

N (2000) menyatakan bahwa model<br />

langsung ini lebih berhasil dan<br />

memperoleh tingkat keterlibatan yang<br />

tinggi dari pada mereka yang<br />

menggunakan metode- metode informal<br />

dan berpusat pada siswa.<br />

Aktivitas Belajar<br />

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat<br />

bahwa pada Siklus I, pertemuan I ratarata<br />

aktivitas mahasiswa adalah 52,50%<br />

(kurang), pertemuan II adalah 54,00%<br />

(kurang), pertemuan III adalah 57,50%<br />

(cukup). Rata-rata aktifitas mahasiswa<br />

pada siklus I adalah 54,66% (kurang).<br />

Sedangkan pada Siklus II, rata-rata<br />

aktivitas mahasiswa pada pertemuan I<br />

adalah 65,50% (baik), pertemuan II<br />

adalah 58,00% (cukup) dan pertemuan<br />

III adalah 62,50% (cukup). Rata-rata<br />

aktifitas mahasiswa pada siklus II adalah<br />

62,00% (cukup).<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Model pengajaran langsun<br />

Rata-rata aktivitas mahasiswa yang<br />

mengerjakan LTM yaitu 100% (baik<br />

sekali), untuk semua pertemuan baik<br />

pada Siklus I maupun pada Siklus II, hal<br />

ini disebabkan karena pertanyaanpertanyaan<br />

dalam LTM sesuai dengan<br />

materi yang sedang dipelajari.<br />

Aktivitas mahasiswa bekerja sama<br />

dalam kelompok pada setip pertemuan,<br />

baik pada Siklus I dan Siklus II adalah<br />

100% (baik sekali). Hal ini disebabkan<br />

mahasiswa memiliki rasa ketergantungan<br />

pada teman dalam kelompoknya, saling<br />

berbagi jawaban dalam menuntaskan tugas<br />

yang di-LTM. .Pelaksanaan pembelajaran<br />

langsung dapat berbentuk ceramah ,<br />

demonstrasi, pelatihan, praktek dan kerja<br />

kelompok.(Kardi,2000)<br />

Aktivitas mahasiswa dalam presentasi,<br />

memperlihatkan bahwa terjadi<br />

peningkatan dari siklus I yaitu 41,62<br />

(kurang) ke siklus II 78,17(baik sekali).<br />

Aktivitas menanggapi hasil presentasi<br />

terjadi peningkatan yaitu pada Siklus I<br />

yaitu 15,00 (kurang). Sedangkan pada<br />

Siklus II diperoleh 16,67% (kurang). Hal<br />

ini disebabkan karena tidak<br />

memungkinkan lagi mahasiswa untuk<br />

menanggapi lebih banyak lagi karena<br />

keterbatasan waktu yang sudah ditetapkan.<br />

Walaupun rata-rata aktivitas mahasiswa<br />

dalam menanggapi hasil presentasi<br />

tergolong kurang, tapi mahasiswa jauh<br />

lebih aktif menanggapi dalam proses<br />

pembelajaran dengan pengajaran langsung<br />

dibandingkan dengan menggunakan<br />

metode diskusi informasi (metode<br />

konvensional).<br />

Sedangkan aktivitas mahasiswa dalam<br />

bertanya pada dosen masih tergolong<br />

kurang terlihat pada Siklus I yaitu 16,67%<br />

dan Siklus II adalah 14,17% (kurang). Hal<br />

ini disebabkan karena mahasiswa sudah<br />

mengerti tentang materi pelajaran, terbukti<br />

dari nilai postest ataupun nilai kuisnya<br />

yang sudah baik, sehingga mahasiswa<br />

tidak banyak lagi yang akan<br />

ditanyakannya.<br />

Secara keseluruhan aktivitas<br />

mahasiswa pada siklus 1 adalah 54,66%<br />

(kurang) dan siklus II adalah 62,00%<br />

(cukup). Walaupun aktifitas mahasiswa<br />

kurang tapi mahasiswa sudah lebih aktif<br />

dari pembelajaran sebelumnya .Pengajaran<br />

langsung dapat membuat pengajaran lebih<br />

4


Darmawati<br />

jelas dan lebih konkrit, sehingga<br />

menghindari verbalisme, proses<br />

pengajaran lebih menarik, siswa<br />

dirangsang untuk aktif mengamati dan<br />

mencoba untuk melakukan sendiri<br />

(Zainuri,2007).<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Model pengajaran langsun<br />

Antar Universitas PPAI, Dikti<br />

Departemen Pendidikan<br />

Nasional , Jakarta<br />

Zainuri, (2007). Pengajaran Langsung.<br />

http//www.geogle.com/search/<br />

Pengajaran Langsung/2007htm.<br />

KESIMPULAN<br />

Berdasarkan hasil penelitian yang<br />

telah dilakukan dengan menggunakan<br />

model pengajaran langsung, maka dapat<br />

diambil kesimpulan sebagai berikut :<br />

1. Rata-rata daya serap mahasiswa dari<br />

nilai kuis mengalami peningkatan<br />

pada siklus I yaitu 74,00 (cukup) dan<br />

Siklus II yaitu 84,38 (baik sekali)<br />

2. Rata-rata ketuntasan belajar siswa dari<br />

nilai kuis mengalami peningkatan<br />

pada siklus I yaitu 75,00 % (tidak<br />

tuntas) dan siklus II yaitu 100,00 %<br />

(tuntas).<br />

3. Rata-rata aktifitas belajar siswa<br />

mengalami peningkatan pada siklus I<br />

yaitu 54,66% (kurang) dan pada siklus<br />

II yaitu 62,00%( cukup).<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonim,(1995). Petunjuk Pelaksanaan<br />

Proses Belajar Mengajar,<br />

Departemen pendidikan dan<br />

Kebudayaan, Jakarta.<br />

Kardi,S dan Muhammad, N, (2000),<br />

Pengajaran Langsung, Surabaya<br />

Pusat<br />

Pengembangan<br />

Matematika dan Sains Sekolah<br />

Dasar Program Pasca Sarjana,<br />

Universitas Negeri Surabaya.<br />

Mohammad Nur.( 2000 ). Pembelajaran<br />

langsung. Pusat Sains dan<br />

matematika Sekolah Universitas<br />

Negeri Surabaya .<br />

Sudijono, (2004). Pengantar Statistik<br />

Pendidikan, Raja Grafindo<br />

Persada, Jakarta.<br />

Sudjana, (2000). Penilaian Hasil Proses<br />

Belajar Mengajar, P.T. Remaja<br />

Rosdakarya, Bandung.<br />

Suyanto, (1997). Penelitian Tindakan<br />

Kelas, Dikti, Yogyakarta.<br />

Syahza, A, (2006).Panduan Penjaminan<br />

Mutu Perkuliahan FKIP UNRI,<br />

Cendikia Insani, Pekanbaru.<br />

Winataputra, U.S .(2001), Model-Model<br />

Pembelajaran Inovatif, Pusat<br />

5


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM BASED-<br />

LEARNING) PADA PERKEMBANGAN HEWAN UNTUK PENINGKATAN PENGUASAAN<br />

KONSEP DAN BERFIKIR KRITIS MAHASISWA PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNRI<br />

Arnentis 1) , dan Evi Suryawati 2)<br />

1,2)<br />

Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau Pekanbaru<br />

e mail : ar_tis11@yahoo.co.id<br />

ABSTRAK.Telah dilakukan penelitian perbaikan pembelajaran dalam melalui Penelitian Tindakan<br />

Kelas. Penelitian dengan penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah.. Penelitian ini bertujuan<br />

untuk meningkatkan penguasaan konsep yang dilihat dari hasil belajar, dan berfikir kritis mahasiswa yang<br />

dilihat dari kemampuan pemecahan masalah pada matakuliah perkembangan hewan program studi<br />

pendidikan biologi FKIP UNRI pada semeter genap tahun akademis 2008/2009 berjumlah 58 orang,<br />

terdiri dari 49 orang wanita dan 9 orang pria. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan<br />

kemampuan berfikir kritis dari penilaian lembar tugas 74.48% (baik) pada siklus I dan 77.08% (baik)<br />

pada siklusII. Nilai berfikir kritis tertinggi pada aspek mengumpulkan data dan terendah aspek menilai<br />

pemecahan masalah. Rata-rata kemampuan berfikir kritis dari penilaian aktivitas pelaksanaan diskusi<br />

rata-rata 78.80 % (baik) pada siklus I dan rata-rata 82.29 (baik sekali) pada siklus II. Nilai aktivitas<br />

tertinggi pada aspek kerjasamaa dan terendah aspek memberi argumentasi. Ketuntasan belajar mahasiswa<br />

mengalami peningkatan dari 75 % pada siklus I dan 96.46 % pada siklus II. Dari hasil penelitian dapat<br />

disimpulkan penerapan pembelajaran berdasarkan masalah pada mata kuliah perkembangan hewan dapat<br />

meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan penguasaan konsep.<br />

Kata Kunci: Pembelajaran berdasarkan masalah, berfikir kritis, penguasaan konsep<br />

IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED-LEARNING IN ANIMAL DEVELOPMENT<br />

SUBJECT TO IMPROVE CONCEPTUAL MASTERING AND CRITICAL THINKING OF THE<br />

STUDENTS IN BIOLOGY EDUCATION FKIP UNRI<br />

ABSTRACT. It has been held an improvement learning research through Class Action Research. The<br />

research had been done by implemented Problem Based Learning model. The aim of this study was to<br />

improve conceptual mastering and critical thinking of students which could be indicated by learning<br />

result, of the students which be shown by problem solving ability in Animal Development subject at<br />

Departement of Biology Education FKIP UNRI on even semester 2008/2009. Students as the object<br />

could be described as 58 students consist of 49 females and 9 males. Result of this research showed<br />

average of critical thought ability taken from students’ work sheet. The average by cycle I was 74.48%<br />

(good) and by cycle II was 77.08% (good). The highest score of critical thought was in collecting data<br />

aspect and the lowest one was in evaluate of problem solving. The average of critical thinking ability<br />

from evaluation of discuss activity by cycle I was 78.80% (good) and 82.29% (very good) by cycle II.<br />

The highest score of learning activities was in cooperating each others and the lowest one was in giving<br />

argumentation. Students’ learning mastering got improvement from 75% by cycle I to 96.46% by cycle II.<br />

From the result of this research can be concluded that implementation of problem based learning in<br />

Animal Development subject was able to improve critical thought ability and conceptual mastering of the<br />

students.<br />

Key words: Problem Based-Learning, Conceptual Mastering , Critical Thinking<br />

35


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

PENDAHULUAN<br />

FKIP UNRI merupakan salah satu LPTK yang<br />

menghasilkan tenaga kependidikan berusaha untuk<br />

memperbaiki mutu pembelajaran sehingga<br />

dihasilkan tenaga guru yang berkualitas dan<br />

mampu bersaing menghadapi perkembangan ilmu<br />

pengetahuan dan teknologi. Upaya yang dilakukan<br />

antara lain dengan penyempurnaan kurikulum dan<br />

perbaikan proses pembelajaran. Program studi<br />

pendidikan biologi telah melakukan berbagai<br />

kegiatan untuk peningkatan kualitas pembelajaran,<br />

diantaranya seminar dan lokakarya penyusunan<br />

perangkat pembelajaran, penulisan buku ajar, dan<br />

penelitian perbaikan pembelajaran. Perbaikan<br />

pembelajaran pada setiap mata kuliah tidak<br />

terlepas dari pemilihan strategi pembelajaran,<br />

metode, media dan model pembelajaran yang tepat<br />

yang akan digunakan dalam proses belajar<br />

mengajar.<br />

Perkembangan Hewan merupakan mata kuliah<br />

keahlian berkarya pada Program Studi Pendidikan<br />

Biologi FKIP UNRI dengan jumlah 3 SKS (2 SKS<br />

tatap muka dan 1 SKS Praktikum). <strong>Pada</strong> mata<br />

kuliah Perkembangan Hewan dipelajari tentang<br />

prinsip perkembangan, gametogenesis, fertilisasi,<br />

embriogenesis, kelainan perkembangan,<br />

metamorfosis dan regenerasi.<br />

Pengalaman dosen pengasuh selama 20 tahun<br />

(sejak tahun 1989) pelaksanaan proses<br />

pembelajaran perkembangan hewan masih<br />

menemukan berbagai kendala, antara lain hasil<br />

belajar masiswa sebagian besar masih berada pada<br />

nilai minimal (60), kemampuan mahasiswa untuk<br />

menyelesaikan tugas berupa permasalahan autentik<br />

masih rendah, serta dalam tugas kelompok disiplin<br />

dan tanggung jawab juga masih rendah. Hasil<br />

belajar mahasiswa pada tahun akademis 2005/2006<br />

dengan batas kelulusan minimal 60% dan peserta<br />

43 orang diperoleh nilai A (12,20 %), B (25 %), C<br />

(50 %), D (8,92 %) dan E (3,54 %). Berdasarkan<br />

hasil tersebut tim dosen mata kuliah perkembangan<br />

hewan pada tahun akademis 2006/2007 dengan<br />

peserta 42 orang, melakukan perbaikan proses<br />

pembelajaran pada topik yang memiliki<br />

penguasaan konsep paling rendah pada tahun<br />

sebelumnya yaitu organogenesis dengan<br />

memberikan hand out dan penyajian materi dengan<br />

gambar yang lebih bervariasi sesuai topik yang<br />

diajarkan. Gambar-gambar yang disajikan<br />

dikumpulkan dari berbagai sumber (scanning dari<br />

buku teks dan down load). Upaya ini ternyata<br />

cukup berhasil, terlihat dari perolehan hasil belajar<br />

pada tahun 2007/2008 sebagai berikut: nilai A<br />

(26.9 %), B (40.0 %), C (30,9 %), D ( 2.,20 %)<br />

dan nilai E (0 %). Dari hasil tersebut terlihat<br />

terdapat peningkatan mahasiswa yang mendapat A<br />

dan B serta tidak ada yang mendapat nilai E.<br />

Agar penguasaan mahasiswa lebih baik<br />

khususnya pada perkembangan hewan, diperlukan<br />

upaya terus menerus oleh dosen dalam<br />

memperbaiki proses belajar mengajar dan suasana<br />

pembelajaran yang menyebabkan mahasiswa<br />

termotivasi, aktif dan kreatif. <strong>Pada</strong> semester genap<br />

tahun ajaran 2008/2009 ini berdasarkan hasil<br />

refleksi tahun sebelumnya dan kesepakatan tim<br />

dosen mata kuliah, perbaikan yang dipilih adalah<br />

menerapkan model Pembelajaran Berdasarkan<br />

Masalah (Problem Based Learning) .<br />

Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan<br />

salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan<br />

pada konstruktivisme yang sangat mementingkan<br />

mahasiswa dan berorientasi pada proses belajar<br />

mahasiswa (student-centered learning).<br />

Pembelajaran Berdasarkan Masalah berfokus pada<br />

penyajian suatu permasalahan kepada siswa,<br />

kemudian siswa diminta mencari pemecahannya<br />

melalui serangkaian kegiatan investigasi<br />

berdasarkan teori, konsep, dan prinsip yang<br />

dipelajarinya (Pannen,dkk 2001). Menurut<br />

Ibrahim. (2003) ciri utama Pembelajaran<br />

berdasarkan masalah meliputi: mengorientasikan<br />

mahasiswa kepada masalah autentik, multidisiplin,<br />

menuntut kerja sama dalam penyelidikan, dan<br />

menghasilkan hasil karya.<br />

Inti dari pembelajaran berdasarkan masalah<br />

adalah pemecahan masalah (problem solving )yang<br />

menyebabkan mahasiswa memiliki pengalaman<br />

belajar yang menantang, menyenangkan, dan<br />

melatih berfikir kritis (Lasley, et.al, 2002).<br />

Kemampuan pemecahan masalah merupakan<br />

kemampuan dasar yang perlu dikembangkan dalam<br />

diri mahasiswa (Susilo, 2003). Kemampuan ini<br />

dapat dikembangkan melalui latihan karena dapat<br />

melatih mahasiswa ke arah keterampilan berfikir<br />

tinggi, mereka dapat menilai dengan bukti dan<br />

menemukan alternatif penyelesaian masalah<br />

(Browne & Keeley, 1990). Menurut Ruggiero<br />

(1988) berfikir merupakan suatu kegiatan mental<br />

yang membantu merumuskan dan memecahkan<br />

masalah, membuat keputusan, atau berfikir adalah<br />

pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.<br />

Johnson (2002) menyatakan berfikir kritis<br />

merupakan suatu proses yang terarah dan jelas<br />

yang digunakan dalam kegiatan mental seperti<br />

pemecahann masalah, mengambil keputusan,<br />

menganalisis, dan melakukan investigasi ilmiah.<br />

36


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

Berfikir kreatif dan kritis memungkinkan<br />

mahasiswa untuk mempelajari masalah secara<br />

sistematis, mampu menghadapi tantangan,<br />

mengajukan pertanyaan inovatif, dan merancang<br />

penyelesaian masalah yang ditemukan dalam<br />

kehidupan sehari-hari<br />

Pemilihan model pembelajaran berdasarkan<br />

masalah ini dirasa cocok karena sesuai dengan<br />

karakteristik materi pembelajaran dan mahasiswa.<br />

Dengan penerapan model pembelajaran<br />

berdasarkan masalah yang berbasis kompetensi ini<br />

kualitas pembelajaran dan peningkatan hasil<br />

belajar mahasiswa dapat dicapai. Penelitian ini<br />

bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep<br />

yang dilihat dari hasil belajar, dan berfikir kritis<br />

mahasiswa yang dilihat dari kemampuan<br />

pemecahan masalah pada matakuliah<br />

perkembangan hewan program studi pendidikan<br />

biologi FKIP UNRI.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian perbaikan pembelajaran ini<br />

merupakan Perbaikan dan Peningkatan Kualitas<br />

Pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas<br />

dilaksanakan bersama antara tim dosen mata<br />

kuliah perkembangan hewan pada program studi<br />

pendidikan biologi FKIP UNRI dengan jumlah<br />

mahasiswa yang mengikuti perkuliahan semeter<br />

genap tahun akademis 2008/2009 berjumlah 58<br />

orang, terdiri dari 49 orang wanita dan 9 orang<br />

pria.<br />

Parameter dan instrumen pada penelitian<br />

ini terdiri dari:<br />

1. Kemahiran berfikir kritis dalam<br />

pemecahan masalah dengan lembar<br />

penilaian Lembar Tugas dan aktivitas<br />

selama perkuliahan menggunakan lembar<br />

observasi.<br />

2. Penguasaan konsep mahasiswa yang<br />

terdiri dari daya serap pada setiap<br />

kompetensi dasar menggunakan tes<br />

tertulis bentuk soal essay, dan soal<br />

objektif pada Ujian Akhir Semester<br />

(UAS).<br />

Prosedur penelitian terdiri dari 4 tahapan<br />

utama Penelitian Tindakan Kelas (Kemmis &<br />

Taggart, 1992) yaitu Perencanaan, Tindakan,<br />

Observasi, <strong>Analisis</strong> dan Refleksi :<br />

Tahap Perencanaan<br />

1. Menetapkan kelas penelitian yaitu mahasiswa<br />

reguler yang mengambil mata kuliah<br />

perkembangan hewan pada semester genap<br />

tahun 2008/2009 Program Studi Pendidikan<br />

Biologi FKIP UNRI.<br />

2. Menetapkan jadwal dan jumlah siklus yaitu dua<br />

siklus. Menetapkan materi dan media dalam<br />

proses pembelajaran yaitu : siklus 1<br />

organogenesis, dan kelainan perkembangan,<br />

siklus 2 regenerasi dan metamorfosis dengan<br />

penerapan model pembelajaran berdasarkan<br />

masalah.<br />

3. Merekonstruksi SAP sesuai dengan model<br />

pembelajaran yang digunakan.<br />

4. Menyiapkan pedoman lembar tugas mahasiswa,<br />

dan lembar observasi Keterampilan berfikir<br />

pemecahan masalah pada lembar tugas dinilai<br />

dengan 6 aspek iaitu<br />

1) Mengidentifikasi masalah<br />

2) Mengumpulkan data<br />

3) Menganalisis data<br />

4) Memilih alternatif pemecahan masalah<br />

5) Menemukan prinsip yang tepat<br />

6) Menilai pemecahan masalah<br />

Keterampilan berfikir mahasiswa dalam<br />

pemecahan masalah pada diskusi<br />

kelas dinilai dengan 4 aspek yaitu:<br />

1) Kerjasama<br />

2) Disiplin<br />

3) Presentasi/mengajukan pertanyaan<br />

4) Memberi argumentasi<br />

5. Menyiapkan test berupa essay test untuk<br />

mengukur daya serap pada setiap pertemuan<br />

dan objektif test untuk mengukur ketuntasan<br />

belajar pada ujian akhir semester.<br />

6. Membagi mahasiswa kedalam kelompok yang<br />

berjumlah 4-6 orang.<br />

Tahap Pelaksanaan Tindakan<br />

Tahap pelaksanaan tindakan dalam proses<br />

pembelajaran meliputi :<br />

Pelaksanaan proses belajar mengajar melalui<br />

model pembelajaran berdasarkan<br />

masalah.<br />

I. Pendahuluan<br />

Memberikan prasyarat sebelum proses<br />

pembelajaran dimulai<br />

Mengorientasikan<br />

(F1)<br />

mahasiswa pada masalah<br />

Menyampaikan tujuan pembelajaran<br />

37


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

II. Kegiatan inti<br />

Mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar<br />

(F2)<br />

Memfasilitasi kegiatan penyelesaian tugas<br />

dengan scaffolding (F3)<br />

Membimbing dan memfasilitasi mahasiswa<br />

menyajikan hasil pemecahan masalah (F4)<br />

III. Penutup<br />

Mengevaluasi proses pemecahan masalah,<br />

pemberian post test (F5)<br />

Tindak lanjut<br />

Tahap Observasi<br />

Observasi dilaksanakan bersamaan dengan<br />

pelaksanaan tindakan untuk mengamati aktivitas<br />

mahasiswa dalam pembelajaran.<br />

Tahap <strong>Analisis</strong> dan Refleksi<br />

Perolehan data pada setiap pertemuan pada<br />

siklus I dianalisis bersama oleh semua anggota tim<br />

peneliti, hasilnya dijadikan acuan untuk melakukan<br />

perbaikan tindakan pada siklus II.<br />

<strong>Analisis</strong> data secara deskriptif untuk<br />

kemampuan berfikir kritis dan penguasaan<br />

konsep.Kemampuan berfikir kritis dinilai dengan<br />

dua aspek yaitu kemampuan menyelelesaikan<br />

tugas dari penilaian Lembar Tugas dan aktivitas<br />

selama diskusi. Penguasaan konsep dinilai dari<br />

daya serap dan ketuntasan belajar.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Penelitian perbaikan pembelajaran ini<br />

dilaksanakan pada mata kuliah perkembangan<br />

hewan program studi pendidikan biologi FKIP<br />

Universitas Riau Pekanbaru. <strong>Pada</strong> semester genap<br />

2008/2009 mata kuliah Perkembangan Hewan<br />

diikuti 58 orang peserta. Pelaksanaan penelitian<br />

disesuaikan dengan jadual perkuliahan yang<br />

ditetapkan fakultas untuk semester Genap<br />

2008/2009 yaitu pada hari Selasa jam 8.00 – 9.40<br />

dan Rabu jam 8.00 – 11.00 di Laboratorium<br />

Pendidikan Biologi dengan kapasitas ruangan<br />

maksimal 40 orang. Kondisi ruangan kurang<br />

memadai.<br />

Kondisi ruang perkuliahan serta sarana dan<br />

prasarana yang kurang memadai ini menimbulkan<br />

beberapa hambatan dan menjadi keterbatasan<br />

dalam pelaksanaan penelitian ini, antara lain:<br />

1 Kapasitas ruangan maksimal 40, dalam<br />

penelitian ini jumlah mahasiswa peserta<br />

matakuliah sebanyak 58 orang. Kondisi<br />

ruangan yang tidak memadai ini menyebabkan<br />

suasana perkuliahan kurang kondusif.<br />

2 Media pembelajaran berupa LCD yang tidak<br />

dapat digunakan setiap pertemuan yang<br />

disebabkan karena (1) overlap penggunaannya<br />

dengan kelas lain (digunakan untuk seminar<br />

proposal dan hasil penelitian), (2) Terputusnya<br />

aliran listrik karena pemadaman bergilir oleh<br />

PLN. Untuk mengatasi hal ini peneliti telah<br />

menyiapkan hand out untuk setiap pertemuan<br />

yang telah diprint ditambah dengan<br />

penambahan informasi pada setiap pertemuan<br />

yang berupa wacana dan gambar-gambar yang<br />

didownload oleh mahasiswa dan dosen.<br />

Dalam melaksanakan pemecahan masalah,<br />

mahasiswa secara mandiri aktif untuk<br />

menyelesaikan tugas dan kemudian secara<br />

kelompok untuk menyelesaikan pemecahan<br />

masalah yang akan dipresentasikan pada proses<br />

pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di kelas<br />

mahasiswa secara berkelompok mempresentasikan<br />

dan memberi argumen dari hasil kerja kelompok.<br />

Sementara kelompok yang lain aktif mengajukan<br />

pertanyaan dan memberi tanggapan. Selama<br />

pelaksanaan diskusi, mahasiswa difasilitasi oleh<br />

dosen dan asisten yang ditunjuk oleh dosen.<br />

Selama pelaksanaan proses pembelajaran di kelas,<br />

secara umum mahasiswa terlihat aktif dan serius<br />

melaksanakan diskusi. Berikut hasil penelitian<br />

yang di dapatkan.<br />

38


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

Tabel 1. Persentase Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa melalui Penilaian Lembar Tugas<br />

pada Siklus I Melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah<br />

Nilai Lembar Tugas Pertemuan<br />

No Aspek Penilaian<br />

I II III IV Rerata %<br />

% % % %<br />

1. Mengidentifikasi masalah 71.43 75.00 75.00 78.57 75.00 Baik<br />

Kategori<br />

2. Mengumpulkan data 85.71 82.14 87.50 89.29 86.16 Baik<br />

Sekali<br />

3. Menganalisis data 67.86 66.07 69.64 69.64 68.30 Cukup<br />

4. Memilih alternatif 71.43 71.43 73.21 75.00 72.77 Baik<br />

pemecahan masalah<br />

5. Menemukan prinsip yang 75.00 76.78 78.57 83.92 78.57 Baik<br />

tepat<br />

6. Menilai pemecahan masalah 62.50 66.07 62.50 71.43 65.63 Cukup<br />

Rerata 72.32 72.92 74.40 78.27 74.48 Baik<br />

Kategori Baik Baik Baik Baik Baik<br />

Tabel 2.<br />

Persentase Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa melalui Penilaian Lembar Tugas<br />

pada Siklus II Melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah<br />

N<br />

o.<br />

Aspek Penilaian<br />

Nilai Lembar Tugas<br />

I II III<br />

% % %<br />

Rerata %<br />

Kategori<br />

1. Mengidentifikasi masalah 76.79 78.57 80.36 78.57 Baik<br />

2. Mengumpulkan data 85.71 92.86 87.50 88.69 Baik Sekali<br />

3. Menganalisis data 69.64 75.00 75.00 73.21 Baik<br />

4. Memilih alternatif pemecahan 73.21 75.00 76.79 75.00 Baik<br />

masalah<br />

5. Menemukan prinsip yang tepat 76.78 78.57 83.92 79.75 Baik<br />

6. Menilai pemecahan masalah 62.50 66.07 73.21 67.26 Cukup<br />

Rerata 74.11 77.68 79.46 77.08 Baik<br />

Kategori Baik Baik Baik Baik<br />

Tabel 3. Persentase Aktifitas Mahasiswa dalam Proses Belajar Mengajar pada Siklus I Melalui<br />

Pembelajaran Berdasarkan Masalah<br />

No<br />

Aktifitas Mahasiswa Yang<br />

Diamati<br />

Aktifitas mahasiswa Yang Diamati Tiap Pertemuan<br />

I II III IV<br />

% % % %<br />

Rerata<br />

(%)<br />

Kategori<br />

1. Kerjasama 89.29 96.42 94.64 100 95.09 Baik<br />

Sekali<br />

2. Disiplin 91.07 96.43 94.64 96.43 94.64 Baik<br />

Sekali<br />

3. Presentasi/mengajukan 67.85 69.64 67.85 73.21 69.64 Cukup<br />

pertanyaan<br />

4. Memberi argumentasi 50 53.67 57.14 62.5 55.82 Kurang<br />

Rerata 53.57 54.01 56.25 60.71 78.80 Baik<br />

Kategori Kurang Kurang Kurang Cukup Baik<br />

39


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

Tabel 4. Persentase Aktifitas Mahasiswa dalam Proses Belajar Mengajar pada Siklus II Melalui<br />

Pembelajaran Berdasarkan Masalah<br />

Aktifitas pada pertemuan ke<br />

Rerata<br />

No. Aktifitas Mahasiswa<br />

I II III<br />

Kategori<br />

%<br />

% % %<br />

1. Kerjasama 94.64 96.42 100 97.02 Baik Sekali<br />

2. Disiplin 96.43 94.64 96.43 95.83 Baik sekali<br />

3. Presentasi/mengajukan 69.64 71.42 73.21 71.42 Baik<br />

pertanyaan<br />

4. Memberi argumentasi 62.50 66.07 66.07 64.88 Cukup<br />

Rerata 80.80 82.13 83.93 82.29<br />

Kategori Baik Sekali Baik Sekali Baik sekali Baik<br />

Sekali<br />

Secara keseluruhan kemampuan berfikir kritis<br />

mahasiswa dari penilaian LTM pada dalam mata<br />

kuliah perkembangan hewan tergolong baik.<br />

Kemampuan berfikir yang tertinggi pada aspek<br />

mengumpulkan data, dan terendah pada aspek<br />

menilai pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan<br />

mahasiswa telah mampu dalam mengumpulkan<br />

data, dalam hal ini mengumpulkan informasi<br />

berkaitan dengan tugas yang diberikan dari<br />

berbagai sumber. Sebagian besar mahasiswa<br />

mengumpulkan informasi melalui internet dan<br />

mendownload artikel dan gambar-gambar entang<br />

organogenesis dan tentang kelainan perkembangan<br />

pada manusia.<br />

Setelah mereka mampu mengumpulkan data<br />

dan informasi, sebagian besar masih mengalami<br />

kesulitan untuk menganalisis dan mengevaluasi<br />

informasi yang diperoleh. Hal ini terlihat dari tugas<br />

yang dikerjakan, dalam memaparkan penyelesaian<br />

kasus dan menjawab permasalahan, argumen yang<br />

dituliskan masih sekedar menyalin kembali dan<br />

meringkas dari informasi yang didapat. Juga ada<br />

ditemukan yang keliru dalam menginterpretasikan<br />

tugas yang diberikan dan menyalin dari teman<br />

yang kebetulan mendapat topik yang sama.<br />

Berdasarkan hal ini dapat direfleksikan bahwa<br />

kemungkinan mahasiswa belum seluruhnya<br />

mampu menyerap informasi yang mereka peroleh.<br />

Untuk itu peran dosen dalam membimbing dan<br />

memberikan tugas-tugas yang bervariasi dan<br />

menantang sangat diperlukan. Aktivitas<br />

pemecahan masalah yang baik menurut Bransford<br />

et al. (1999) mengenalkan mereka pada konsepkonsep<br />

kunci yang disyaratkan dalam kurikulum.<br />

Martin et al. (2002) menyatakan peserta didik<br />

dapat meningkatkan kemampuan berfikir dengan<br />

pemahaman ilmiah untuk menyelesaikan berbagai<br />

permasalahan, dan secara berkelanjutan dapat<br />

boleh menyerap dan mengolah informasi yang<br />

diperoleh.<br />

Dari hasil observasi saat perkuliahan<br />

menunjukkan aktivitas dalam berdiskusi baik<br />

sekali untuk aspek bekerjasama dan disiplin. Hal<br />

ini terlihat hampir semua kelompok dapat<br />

menyelesaikan tugas berupa makalah sesuai<br />

dengan tema yang diberikan. Aspek disiplin juga<br />

memperlihatkan hasil yang baik, mereka dapat<br />

mengumpulkan dan mempresentasikan tugas tepat<br />

waktu. Menurut Slavin (1991) untuk melaksanakan<br />

pemecahan masalah, peserta didik dilatih bekerja<br />

sebagai saintis. Untuk itu peserta didik harus<br />

memiliki sikap saintik diantaranya teliti, cermat,<br />

jujur , disiplin, bertanggungjawab, dan mampu<br />

bekerja sama. Kerjasama sangat diperlukan pada<br />

kegiatan berkelompok.<br />

Penguasaan konsep mahasiswa dari penilaian<br />

kuis dan ujian akhir semester berada pada kategori<br />

baik dengan mahasiswa yang mencapai ketuntasan<br />

sebanyak 94.83%. Hasil ini menunjukkan rata-rata<br />

mahasiswa memiliki penguasaan konsep yang<br />

cukup baik dan telah mampu mengerjakan soalsoal<br />

yang mengukur aspek kognitif yang lebih<br />

tinggi. Soal pada kuis diberikan dalam bentuk<br />

essay yang lebih memungkinkan untuk mengukur<br />

aspek kognitif yang lebih tinggi seperti analisis,<br />

sintesis dan evaluasi. Sedangkan soal pada ujian<br />

akhir semester dibuat dengan bentuk yang dapat<br />

mengukur seluruh aspek kognitif dalam bentuk<br />

soal objekktif dan terstruktur. Distribusi soal ujian<br />

akhir semester dibuat mencakup seluruh aspek<br />

kognitif seimbang antara soal aspek kognitif<br />

rendah (ingatan dan pemahaman), konitif sedang<br />

(aplikasi) dan aspek kognitif tinggi (analisis,<br />

sintesis, dan evaluasi).<br />

40


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

Tabel 5. Daya Serap dan Penguasaan Konsep<br />

mahasiswa melalui Pembelajaran Berdasarkan<br />

Masalah.<br />

Siklus<br />

UAS<br />

1 2<br />

No. Interval Kategori<br />

Jumlah Jumlah Jumlah<br />

(%) (%) (%)<br />

1. 80-100 Sangat 5 (8.93) 51(89,47) 22(37,93)<br />

Baik<br />

2. 70-79 Baik 21(37,50) 2(3,51) 25(43,10)<br />

3. 60-69 Cukup 16(28,57) 2(3,51) 8(13,79)<br />

4. 50-59 Kurang 9(16,07) 2(3,51) 3(5,17)<br />

5. ≤ 49 Sangat 5(8,93) - -<br />

Kurang<br />

Jumlah 56 57 58<br />

Tabel 6. Distribusi Nilai Akhir Mata Kuliah<br />

Perkembangan Hewan Semester Genap<br />

Tahun 2008/2009<br />

No Rentang Nilai Kriteria Jumlah<br />

(%)<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

100<br />

>75-<br />

65-75<br />

55-69<br />

45-59<br />

≤ 45<br />

A (Lulus)<br />

B (Lulus)<br />

C (Lulus)<br />

D (Lulus)<br />

E (Tidak Lulus)<br />

3 (5,17)<br />

30 (51,73)<br />

24 (41,38)<br />

1 (1,72)<br />

-<br />

Total 58 (100)<br />

Pembelajaran berdasarkan masalah selain dapat<br />

meningkatkan kemampuan berfikir kritis, juga<br />

dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar.<br />

Hasil penelitian ini sesuai Kronberg dan Griffin<br />

(2000) yang menyatakan pembelajaran<br />

berdasarkan masalah dapat meningkatkan<br />

kemampuan menjawab pertanyaan terbuka, dan<br />

pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan<br />

berfikir kritis berupa peningkatan dari pemahaman,<br />

ke aplikasi, analisis, dan sintesis. Selanjutnya<br />

Liliasari (2001) menyatakan bahwa model<br />

pembelajaran yang mampu meningkatkan<br />

keterampilan berfikir konseptual dikategorikan atas<br />

dua kelompok yaitu teoritis dan praktis. <strong>Pada</strong><br />

penlitian ini kegiatan pembelajaran dilaksanakan<br />

dengan menggunakan berbagai metode terutama<br />

penugasan, diskusi dengan memnfaatkan berbagai<br />

sumber pembelajaran dengan menggunakan model<br />

pembelajaran berdasarkan masalah.<br />

KESIMPULAN<br />

Penerapan Pembelajaran berdasarkan masalah<br />

pada mata kuliah perkembangan hewan dapat<br />

meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan<br />

penguasaan konsep. Perbaikan kualitas<br />

pembelajaran dengan Penelitian Tindakan Kelas<br />

melalui penerapan model pembelajaran<br />

berdasarkan masalah, telah memberi kontribusi<br />

pada peningkatan keterampilan berfikir dan<br />

penguasaan konsep pada mahasiswa. Bagi dosen<br />

penerapan berbagai strategi pembelajaran dapat<br />

dijadikan sarana untuk pengembangan kompetensi<br />

profesional. Disarankan kepada tenaga pengajar<br />

untuk selalu mencobakan strategi pembelajaran<br />

inovatif yang berorientasi Student Centered<br />

Learning untuk memfasilitasi mahasiswa memiliki<br />

keterampilan berfikir kritis dan kreatif. dengan<br />

memanfaatkan berbagai-bagai media dan sumber<br />

belajar .<br />

UCAPAN TERIMA KASIH<br />

Terima kasih disampaikan kepada<br />

Universitas Riau melalui Lembaga Penelitian atas<br />

bantuan dana pada penelitian perbaikan<br />

pembelajaran di LPTK .<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Bransford, J. D., Brown, A.L., & Cocking ,R.R.<br />

(1999). How People Learn: Brain, Mind,<br />

Experience, and School. Washington DC :<br />

National Academy Press, p10<br />

Browne, M. N. & Keeley, S. M. (1990). Asking the<br />

Right Question: A Guide to critical<br />

thinking. Third ed. New Jersey : Prentice<br />

Hall.<br />

Ibrahim, M.(2003). Pengajaran Berdasarkan<br />

Masalah. Jakarta:Direktorat Pendidikan<br />

Lanjutan Pertama Dirjen Dikdasmen<br />

Departemen Pendidikan Nasional.<br />

Johnson, E. B. ()2002. Contextual Teaching and<br />

Learning:What it is and why it’s here to<br />

stay. California: Corwin Press,Inc.<br />

Kamisah Osman & Subhan Mohd Meerah. (2004).<br />

Critical thinking: A critical analysis and how<br />

it could be embedded within the Malaysian<br />

secondary science curriculum. The Korean<br />

Journal of Thinking & Problem Solving, 14<br />

(4), 57-72.<br />

Kemmis,S., Mc.Taggart,R., (1992). The Action<br />

Research Planner. Victoria: Deaken<br />

University.<br />

Korberg,J.K. & Griffin, M.S.,(2000). Analysis<br />

Problem- A Means to Developing Student<br />

Critical- Thinking Skills: Pushing the<br />

Boundaries of Higher-Oder Thinking.<br />

Journal College Science Teacher. 24 (5):<br />

348-352<br />

Lasley, T.J., Matcynski,T.J.,and Rowley,J.B.<br />

(2002). Instructional Models: Strategies for<br />

41


Arnentis & Evi Suryawati<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Peningkatan berfikir kritis mahasiswa<br />

Teaching in diverse society. Singapore,<br />

Wadsworth Thomson Learning.<br />

Lambros, Ann, (2004) Problem-Based`Learning in<br />

Middle and High school classrooms: A<br />

teacher’s Guide to Implementation.<br />

California: Corwin Press.<br />

Liliasari. (2001). Model Pembelajaran IPA untuk<br />

meningkatkan keterampilan berfikir tinggi<br />

calon guru sebagai kecenderungan baru pada<br />

era globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA,<br />

2(1). 54-56.<br />

Martin, R., Sexton, C., & Gerlovich, J. (2002).<br />

Teaching Science for All Children:<br />

Methods for constructing understanding.<br />

Boston: Allyn and Bacon.<br />

Pannen,P., Dina, M., dan Mestika,S. (2001)<br />

Kostruktivisme dalam Pembelajaran .<br />

Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan<br />

Tinggi Depdiknas.<br />

Ruggiero,V. (1988). Teaching Thinking Across the<br />

Curriculum. New York : Harper & Row.<br />

Slavin, R. E. (1991). Educational Psychology:<br />

Theory into Practice. Englewoods Cliff,<br />

New Jersey: Prentice Hall.<br />

Susilo, H. (2003). Kapita Selekta Pembelajaran<br />

Biologi. Jakarta: Pusat Penerbitan<br />

Universitas Terbuka.<br />

42


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

PENINGKATAN HASIL BELAJAR WRITING MELALUI TEKNIK CHAIN CARD GAME PADA<br />

MAHASISWA BAHASA INGGRIS FKIP UNRI<br />

Jismulatif<br />

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni<br />

Fakultas Keguruan Ilmu dan Pendidikan –Universitas Riau<br />

Kampus Bina Widya Simpang Baru-Pekanbaru<br />

e-mail.faizjis@yahoo.co.id<br />

ABSTRAK. Rendahnya kemampuan siswa pada mata kuliah writing jurusan pendidikan bahasa dan seni<br />

mengispirasikan penulis mengadakan penelitian ini. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk<br />

melihat keefektifan Chain Card Game dalam meningkatkan kemampuan siswa membuat kalimat<br />

sederhana. Sebagai sample penelitian ini adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah writing<br />

berjumlah 27 orang. Hasil observasi pada siklus I berkisar (42,95%) dan skor hasil test siswa berkisar<br />

(62,30). Hasil ini belum memenuhi kriteria yang ditetapkan untuk ketuntasan siswa yaitu 70. Sehingga<br />

diadakan tindakan ke dua (II) dengan melanjutkan pengajaran dengan menggunakan permainan kartu<br />

berantai. Disamping itu mahasiswa juga diberi kesempatan latihan membuat kalimat di dalam dan di luar<br />

kelas. Setelah diadalan tindakan pada siklus ke II berdasarkan observasi dan tes yang dilakukan ternyata<br />

kemampuan siswa meningkat menjadi (77, 22%) dan skor hasil test menjadi 72. Hasil penelitian ini<br />

memperlihatkan bahwa hasil yang telah dicapai siswa melebihi kriteria yang ditentukan. Dengan<br />

demikian permainan kartu berantai (Chain Card Game) telah dapat meningkatkan prestsi siswa dalam<br />

membuat kalimat yang terdapat pada mata kuliah writing.<br />

Kata kunci : kemampuan rendah, permain kartu berantai, menulis<br />

INCREASING THE STUDENT’S ABILITY IN WRITING SUBJECT THROUGH CHAIN CARD<br />

GAME AT ENGLISH DEPARTMENT FKIP UNRI<br />

ABSTRACT. The student’s low ability in writing subject inspired writers to conduct this research. The<br />

aim of this classroom action research is to see the effectiveness of Chain Card Game to increase student’s<br />

ability in making simple sentences. The sample respondents were 27 students engaged in writing subject.<br />

Before the treatment was conducted, the sample was given pre-test and after the treatment, post-test was<br />

also held. The result of observation (42, 95%) and mean score of test of cycle I (62, 30) cannot full fill the<br />

minimum criteria applied, 70. The action is continued at cycle II by continuing to apply Chain Card Game<br />

activities at cycle I and give more motivation and support to be more active in doing Chain Card Game<br />

activities. Beside that, special guidance for those who need is also provided outside class. In fact, there is<br />

a high increase of observation and test result at cycle II compare to the increase in cycle I. The student’s<br />

ability in doing Chain Card Game activities becomes 77, 22 % and the mean score of the test is 72, 00.<br />

The result this research shows that the criteria applied has been achieved and this means that Chain Card<br />

Games strategy is very active to increase student’s ability in comprehending content subject Writing.<br />

Key words : Low ability, Chain Card Games, Writing<br />

PENDAHULUAN<br />

Secara umum dalam belajar bahasa Inggris<br />

mahasiswa harus menguasai empat keterampilan<br />

berbahasa, yaitu: keterampilan mendengar<br />

(listening), berbicara (speaking), membaca<br />

(reading) dan menulis (writing). Dari ke empat<br />

keterampilan tersebut menulis (writing) masih<br />

dianggap siswa sebagai hal yang sulit untuk<br />

dilakukan. Oleh sebab itu penelitian ini hanya<br />

difokuskan pada masalah yang timbul dalam mata<br />

kuliah writing, khususnya dalam membuat kalimat<br />

bahasa Inggris. Yang dimaksud kemampuan<br />

membuat kalimat bahasa Inggris adalah<br />

kemampuan siswa dalam menuangkan ide atau<br />

gagasan dalam bentuk kalimat. Dalam membuat<br />

kalimat perlu memperhatikan dua hal, yaitu<br />

subtansi dari hasil tulisan itu (ide yang<br />

diekspresikan) dan aturan struktur bahasa yang<br />

benar (gramatical form and syntactic pattern).<br />

Membuat kalimat termasuk ke dalam kegiatan<br />

keterampilan menulis, karena itu membuat kalimat<br />

44


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

juga berarti mengungkapkan ide pada orang lain<br />

melalui simbol-simbol bahasa (Harris, 1988).<br />

Mata kuliah writing merupakan mata kuliah<br />

wajib yang mulai diberikan pada mahasiswa<br />

bahasa Inggris semester pertama. Secara umum<br />

tujuan mata kuliah writing ini adalah untuk<br />

memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar<br />

membuat kalimat sederhana.<br />

Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut<br />

adalah mengoptimalkan tugas dosen dalam<br />

kegiatan belajar mengajar. Lingkungan yang<br />

kondusif, perencanaan pembelajaran yang tepat<br />

dan strategi pembelajaran yang menarik<br />

merupakan hal yang sangat mendukung terhadap<br />

keberhasilan proses belajar mengajar. Strategi<br />

pembelajaran sangat berperan penting dalam<br />

proses pembelajaran yang nantiknya akan<br />

menentukan hasil belajar siswa.<br />

Umumnya mata kuliah writing yang<br />

disampaikan di prodi bahasa Inggris, dari sisi<br />

teknik pengajaranya kurang inovatif dan bervariasi,<br />

sehingga daya serap mahasiswa rendah.<br />

Penyampaian materi kuliah lebih bersifat monoton,<br />

mahasiswa kurang diberi motivasi dan<br />

kepercayaan diri. Dalam metode penyampain<br />

materi, dosen sering bersifat pasif, sehingga hal ini<br />

berdampak pada rendahnya kemampuan siswa<br />

untuk menulis dalam bahasa Inggris.<br />

Hal ini terlihat dari nilai yang diperoleh<br />

mahasiswa pada semester genap 2008, diantara 28<br />

orang mahasiswa yang mengikuti mata kuliah<br />

writing, hanya 2 orang ( 7,1 %) yang memperoleh<br />

nilai A, 10 orang (35,7 %) yang memperoleh nilai<br />

B, dan 16 orang (57,1%) yang memperoleh nilai C.<br />

Banyak strategi pembelajaran writing yang<br />

telah ditawarkan dalam upaya memperbaiki<br />

kemampuan siswa menulis dalam bahasa Inggris.<br />

Menggunakan Game merupakan salah satu strategi<br />

yang belakangan dipandang sangat bermanfaat dan<br />

berdaya guna dalam pembelajaran writing karena<br />

Game dapat membangkitkan semangat dan<br />

memotivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris.<br />

Rendahnya kemampuan siswa dalam membuat<br />

kalimat dalam bahasa inggris ini tentunya<br />

dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: 1) Cara<br />

mengajar yang monoton, yang disebabkan<br />

kurangnya alat bantu pada hakekatnya akan<br />

menimbulkan kejenuhan pada peserta didik. Tentu<br />

saja hal ini akan menimbulkan suasana yang<br />

kurang kondusif dalam proses pembelajaran. 2)<br />

Kurangnya variasi dalam mengajar serta<br />

kurangnya latihan-latihan yang diberikan yang<br />

meyebabkan rendahnya penyerapan oleh<br />

mahasiswa terhadap materi yang disajikan, dan<br />

kurangnya latihan penyelesaian soal baik mandiri<br />

maupun kelompok.<br />

Untuk mengatasi masalah kurangnya<br />

kemampuan siswa dalam membuat kalimat<br />

sederhana dalam mata kuliah writing, penulis<br />

menggunakan strategi Chain Card Game atau<br />

Permainan Kartu Berantai. Dalam penerapan<br />

teknik Chain Card Game terlebih dahulu<br />

mahasiswa dibekali dengan materi pelajaran<br />

writing kemudian masing-masing siswa dibagi<br />

dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri<br />

4-5 mahasiswa. Kemudian dilakukan latihan<br />

membuat kalimat dengan menggunakan kartu<br />

Chain Card Game. Kalimat yang dibuat siswa<br />

diharapkan sesuai dengan pola dan struktur yang<br />

benar. Di harapkan dengan menggunakan kartu ini<br />

mahasiswa termotivasi membuat kalimat – kalimat<br />

dalam bahasa Inggris sehingga kemampuan siswa<br />

dalam mata kuliah writing lebih meningkat dan<br />

menyenangkan.<br />

METODE PENELITIAN<br />

1. Teknik Penelitian<br />

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan<br />

kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Siklus<br />

pertama dilakukan dalam 5 kali pertemuan, dengan<br />

pokok bahasan writing basic sentences didalam<br />

bentuk simple present tense, past tense, present<br />

continous dan future tense. Potongan kata-kata<br />

pada kartu terdiri dari topik bahasan Sport, family,<br />

animal, daily activities, education dan health.<br />

Siklus kedua dilakukan dalam 5 kali pertemuan,<br />

dengan topik bahasan clothes, food, film, tourism,<br />

movie, music, art, job, dan flora and founa.<br />

Sehingga seluruh pertemuan berjumlah 10 kali<br />

tatap muka.<br />

Penelitian ini dikembangkan dengan prosedur<br />

spiral penelitian tindakan kelas yang meliputi<br />

phase-phase : perencanaaan, melakukan tindakan,<br />

pengamatan, dan refleksi. Secara lebih rinci<br />

penelitian tindakan ini dapat dijabarkan sebagai<br />

berikut :<br />

(a) Perencanaan<br />

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaaan<br />

ini adalah sebagai berikut : menyiapkan skenario<br />

pembelajaran sesuai dengan prosedur pelaksanaan<br />

penelitian, menyiapkan rencana pembelajaran,<br />

materi pembelajaran, menyiapkan instrument<br />

untuk pretest dan post-test, dan menyiapkan<br />

lembaran observasi dan dan kartu Chain Card<br />

Game.<br />

(b) Pelaksanaaan Tindakan<br />

44


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

Rencana yang telah disusun dicobakan sesuai<br />

dengan langkah yang telah dibuat yaitu proses<br />

peningkatan prestasi dan gairah belajar mahasiswa<br />

dalam mata kuliah writing. Kegiatan yang<br />

dilaksanakan dalam tahap ini adalah melakukan<br />

pre-test, melaksanakan skenario pembelajaran<br />

dengan menggunakan strategi Chain Card Game,<br />

yang telah direncanakan, dan diakhir tindakan<br />

diberikan post-test.<br />

(c) Observasi.<br />

<strong>Pada</strong> tahap ini dilaksanakan observasi terhadap<br />

pelaksanaaan tindakan untuk mengamati<br />

pelaksanaan pembelajaran dengan strategi Chain<br />

Card Game. Observasi ini dilakukan untuk melihat<br />

pelaksanaan apakah semua rencana yang telah<br />

dibuat dengan baik tidak ada penyimpangan –<br />

penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang<br />

kurang maksimal dalam peningkatan prestasi dan<br />

gairah belajar mahasiswa pada mata kuliah writing.<br />

(d) Refleksi<br />

<strong>Pada</strong> tahap refleksi dilakukan pembahasan hasil<br />

kegiatan dari tindakan siklus I, dan II. Kemudian<br />

dianalisis untuk mengetahui tentang kondisi<br />

pembelajaran dengan menggunakan teknik Chain<br />

Card Game, dan juga refleksinya terhadap<br />

mahasiswa. Hasil analisa tersebut dibandingkan<br />

dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu<br />

≥ 70 %. Ini berarti, penelitian tindakan kelas ini<br />

dianggap sudah berhasil apabila paling kurang<br />

70% dari mahasiswa sudah mencapai nilai ≥ 70<br />

(nilai B). Kalau hasil analisa belum mencapai<br />

kriteria keberhasilan yang ditetapkan, maka<br />

selanjutnya akan dianalisa strategi penggunaan<br />

Chain Card Game dalam pembelajaran writing.<br />

Analisa pada tahap ini akan dipergunakan untuk<br />

melaksanakan siklus selanjutnya.<br />

2. Lokasi Penelitian<br />

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di<br />

prodi bahasa Inggris FKIP Universitas Riau pada<br />

kelas mata kuliah writing semester ganjil tahun<br />

ajaran 2008/ 2009 oleh dua orang dosen bahasa<br />

Inggris.<br />

3. Populasi dan Sample<br />

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa prodi<br />

bahasa Inggris yang mengambil mata kuliah<br />

writing, yang jumlahnya 27 orang. Semua populasi<br />

digunakan sebagai sampel.<br />

3. Variabel yang diselidiki<br />

Variabel yang diselidiki untuk menjawab<br />

permasalahan penelitian ini adalah<br />

a. Kemampuan mahasiswa menggunakan Chain<br />

Card Game (CCG) dalam membuat<br />

kalimat .<br />

b. Kemampuan siswa menggunakan Chain Card<br />

Game dalam membuat kalimat<br />

sederhana dengan pola S + V + O<br />

c. Kemampuan siswa membuat kalimat dengan<br />

Chain Card Game dengan pola S + V +<br />

O dengan strukturnya yang benar.<br />

3. Teknik Pengumpulan Data<br />

Data dalam penelitian ini dikumpulkan<br />

menggunakan lembar pengamatan dan tes hasil<br />

belajar writing. Pengamatan dilakukan terhadap<br />

aktivitas yang dilakukan dosen dan mahasiswa<br />

selama proses pembelajaran. Teknik pengumpulan<br />

data menggunakan intsrument sebagai berikut :<br />

a. Lembaran Observasi, untuk mengumpulkan data<br />

tentang situasi pembelajaran siswa.<br />

b. Lembaran test, untuk mengumpulkan data<br />

tentang kemampuan mahasiswa dalam membuat<br />

kalimat sederhana tentang materi yang disajikan.<br />

4. Kriteria Keberhasilan<br />

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini dilihat<br />

dari hasil observasi, jika telah mencapai rata-rata<br />

kualitas cukup atau mampu lebih besar dari 70%,<br />

dan hasil test yang juga mencapai kompetensi<br />

minimal 70 %. Kompetensi minimal yang<br />

dimaksud adalah nilai rata-rata yang diperoleh<br />

mahasiswa dimana kalau nilai rata-rata mereka<br />

sudah mencapai 70 maka nilai tersebut dianggap<br />

sudah memenuhi kriteria keberhasilan.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

1. Hasil Pre-test<br />

Pre-test dilaksanakan pada pertemuan<br />

pertama. Pretes ini dilaksanakan untuk<br />

mengetahui kemampuan mahasiswa sebelum<br />

strategi chain card game diterapkan. Dari hasil<br />

pre-test diperoleh skor rata-rata mahasiswa<br />

adalah 58,53. Ini berarti tingkat penguasaan<br />

mahasiswa pada pre test mencapai 58,53 %.<br />

2. Hasil Penelitian Siklus 1<br />

Hasil Observasi dan Evaluasi siklus 1.<br />

Dari hasil observasi yang dilakukan pada<br />

siklus 1 selama proses perkuliahan pada<br />

pertemuan 2, 3, 4, dan 5, diperoleh rata-rata<br />

kemampuan mahasiswa mengikuti aktifitas<br />

Chain Card Game adalah sebesar 42,95 %.<br />

Dari post – test pada siklus I didapat rata rata<br />

skor mahasiswa adalah 62,30%. Ini berarti<br />

45


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

rata-rata tingkat penguasaan mahasiswa pada<br />

siklus I baru mencapai 62, 30 %.<br />

3. Hasil analisis dan Refleksi Siklus 1<br />

Dari hasil observasi ( kemampuan membuat<br />

kalimat sederhana, menyusun kalimat sesuai<br />

dengan pola S + V + O dengan struktur yang<br />

benar) dapat dianalisa bahwa siswa masih<br />

kurang mengikuti aktifitas aktifitas strategi<br />

Chain Card Game. <strong>Pada</strong> siklus satu rata-rata<br />

mahasiswa mampu membuat kalimat dengan<br />

CCG berkisar 15,20%, sedangkan mahasiswa<br />

yang mampu membuat kalimat dengan pola S<br />

+ V + O berkisar 12,25 %, dan mahasiswa<br />

yang mampu membuat kalimat sesuai dengan<br />

pola S + V + O dengan struktur yang benar<br />

berkisar 15,50%..<br />

Dari hasil analisa di atas, dapat dikemukakan<br />

bahwa hasil penelitian pada siklus 1 yaitu<br />

Penerapan strategi Chain Card Game untuk<br />

meningkatkan kemampuan mahasiswa<br />

membuat kalimat sederhana belum<br />

memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari:<br />

1. Kemampuan mahasiswa dalam mengikuti<br />

kegiatan-kegiatan perkuliahan dengan<br />

menerapkan strategi Chain Card Game<br />

belum memuaskan, baru mencapai ratarata<br />

42,95 %.<br />

2. Nilai rata-rata post- test pada siklus 1<br />

adalah 62,30%. Ini berarti rata-rata tingkat<br />

penguasaan mahasiswa baru mencapai 62,<br />

30%,<br />

Dari hasil analisa tersebut, pertanyaan yang<br />

direfleksi adalah: Mengapa dengan menggunakan<br />

strategi Chain Card Game dalam pengajaran<br />

writing hasil belajar mahasiswa belum mencapai<br />

nilai 70 .<br />

Hasil refleksi berupa tindakan yang akan di<br />

implementasikan pada siklus II adalah sebagai<br />

berikut :<br />

1. Tetap mempertahankan cara kerja tindakan<br />

pada siklus I.<br />

2. Memberi bimbingan kepada mahasiswa yang<br />

terlihat kurang percaya diri terhadap kalimat<br />

yang dibuatnya.<br />

3. Memotivasi mahasiswa untuk lebih rajin dalam<br />

mengikuti permainan CCG atau berlatih<br />

menggunakan CCG dalam membuat kalimat.<br />

4. Membuka kesempatan bagi mahasiswa yang<br />

mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan<br />

pembelajaran Chain Card Game.<br />

4. Hasil Penelitian Siklus II<br />

Hasil Observasi dan Evaluasi Siklus II<br />

<strong>Pada</strong> siklus II, observasi dilaksanakan selama<br />

pertemuan 6, 7, 8 dan 9 Variabel yang diobservasi<br />

pada siklus II sama dengan variable yang<br />

diobservasi pada siklus I. Dari hasil observasi<br />

diperoleh rata-rata kemampuan mahasiswa<br />

mengikuti kegiatan dalam penerapan strategi<br />

Chain Card Game adalah 77,22%. <strong>Dan</strong> hasil Post<br />

Test pada siklus 2, diperoleh rata-rata kemampuan<br />

mahasiswa sebesar 72,00<br />

Hasil analisis siklus II<br />

Dengan mengaplikasikan hasil refleksi siklus 1,<br />

hasil observasi pada siklus 2 menunjukan bahwa<br />

siswa telah mampu mengikuti kegiatan-kegiatan<br />

perkuliahan dengan strategi Chain Card Game.<br />

<strong>Pada</strong> siklus 1, mahasiswa yang mampu mengikuti<br />

perkuliahan dengan penerapan strategi Chain Card<br />

Game hanya 42,95% adapun pada siklus II<br />

meningkat menjadi 77,22%.<br />

Dari hasil observasi siklus II, ditemukan bahwa<br />

mahasiswa yang mampu membuat kalimat<br />

menggunakan CCG berjumlah 20%, sedangkan<br />

mahasiswa yang mampu membuat kalimat dengan<br />

pola S + V + O berjumlah 22,22 %, dan<br />

mahasiswa yang mampu membuat kalimat sesuai<br />

dengan pola S + V + O dengan struktur yang<br />

benar mencapai 35,00%..<br />

Hasil Post-test siklus 2 menunjukan bahwa rerata<br />

skor mahasiswa adalah 72,00 (rerata skor<br />

mahasiswa pada siklus 1 adalah 62,30). Jika<br />

dihubungkan dengan kriteria keberhasilan, jelaslah<br />

bahwa hasil observasi dan hasil Post-test pada<br />

siklus 2 sudah memenuhi kriteria tersebut. Dengan<br />

demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan<br />

startegi Chain Card Game dapat meningkatkan<br />

kemampuan mahasiswa dalam membuat kalimat<br />

sederhana dalam bahasa Inggris.<br />

5. Pembahasan<br />

Hasil Penelitian tindakan kelas dengan<br />

menerapkan teknik Chain Card Game dalam<br />

pembelajaran writing yang terdiri 2 siklus ternyata<br />

dapat menjawab tujuan penelitian yang dikemukan<br />

sebelumnya. Dengan kata lain, kemampuan<br />

mahasiswa membuat kalimat sederhana telah<br />

miningkat secara signifikan setelah strategi Chain<br />

Card Game diterapkan dalam perkuliahan. Hal ini<br />

dapat dibuktikan dengan hasil observasi dan hasil<br />

post-test pada siklus 2. Untuk lebih jelasnya<br />

berikut disajikan hasil observasi pada siklus 1 dan<br />

2 dan hasil post test siklus 1 & 2.<br />

46


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

Tabel 4.1 Rekaman data hasil observasi siklus 1<br />

dan 2<br />

No Variabel yang diamati<br />

1 Kemampuan siswa<br />

membuat kalimat<br />

dengan menggunakan<br />

Chain Card Game<br />

2 Kemampuan siswa<br />

membuat kalimat<br />

dengan Chain Card<br />

Game sesuai dgn pola S<br />

+ V + O<br />

3. Kemampuan siswa<br />

membuat kalimat<br />

dengan Chain Card<br />

Game sesuai dengan<br />

pola S+V+O dengan<br />

struktur yang benar<br />

Siklus<br />

I<br />

Siklus<br />

II<br />

15.20% 20%<br />

12,25% 22,22%<br />

15.50% 35,00%<br />

Dari tabel diatas dapat dilihat peningkatan skor<br />

mahasiswa dari siklus 1 dan siklus 2, yang rata-rata<br />

sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Ini<br />

menunjukan bahwa strategi Chain Card Game<br />

sangat tepat digunakan untuk meningkatkan<br />

kemampuan siswa dalam membuat kalimat<br />

sederhana dalam bahasa Inggris.<br />

Tabel 4. 2. Rata-rata Skor pre- Tes, Post- Test 1<br />

(siklus 1), Post-test 2 (Siklus 2)<br />

Pre-test Post –test 1 Post –test 2<br />

∑ 1547 ∑ 1682 ∑ 1944<br />

Rata-rata :<br />

57,30<br />

Jumlah siswa<br />

27<br />

Rata-rata 62,30 Rata-rata :<br />

72,00<br />

Jumlah siswa 27<br />

Jumlah siswa<br />

27<br />

Hasil Observasi (%)<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Kesimpulan<br />

1. Penerapan strategi Chain Card Game dalam<br />

mata kuliah writing tidak hanya meningkatkan<br />

skor pembelajaran tetapi juga dapat<br />

meningkatkan semangat belajar siswa. Hal ini<br />

terlihat dari hasil test akhir siswa, kalau siswa<br />

semangat belajar dan menyenangkan akan<br />

berakibat baik terhadap prestasi belajar mereka.<br />

2. Penerapan Chain Card Game pada siklus I<br />

belum sepenuhnya dapat meningkatkan<br />

kemampuan mahasiswa sesuai dengan kriteria<br />

yang ditetapkan. Kemampuan mahasiswa<br />

mengikuti kegiatan perkuliahan sesuai dengan<br />

variable yang diobservasi baru mencapai 42,95<br />

% dan rata-rata hasil post –test adalah 62,30<br />

yang berarti penguaasaan mahasiswa baru 62,30<br />

%<br />

3. Penerapan Srategi Chain Card Game pada<br />

siklus 2 sudah dapat meningkatkan kemampuan<br />

siswa sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.<br />

Kemampuan mahasiswa mengikuti kegiatan<br />

sesuai dengan variable yang diobservasi sudah<br />

mencapai 77,22%, dan rata – rata hasil post test<br />

pada siklus 2 adalah 72,00. hasil penelitian ini<br />

sudah melebihi kriteria yang ditetapkan yaitu<br />

70 %. Dengan demikian, tujuan penelitian<br />

tindakan ini sudah tercapai dimana penerapan<br />

strategi Chain Card Game dapat meningkatkan<br />

kemampuan siswa dalam membuat kalimat<br />

sederhana dalam bahasa Inggris.<br />

Saran<br />

Dengan hasil penemuan ini dimana penerapan<br />

strategi Chain Card Game dapat meningkatkan<br />

kemampuan siswa dalam mata kuliah Writing,<br />

terutama dalam membuat kalimat, kemudian<br />

kegairahan siswa dalam belajar juga sangat<br />

meningkat. Dari hasil temuan tersebut dapat<br />

disarankan bahwa strategi Chain Card Game atau<br />

permainan kartu berantai dapat diaplikasikan<br />

dalam pengajaran Writing.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Arikunto, Suharsimi, suharjono & Supardi. (2006).<br />

Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Sinar<br />

Grafika Offset.<br />

Bello, T. (1997). Writing topics for adult ESL<br />

students. Paper presented at the 31th<br />

Annual Teachers of English to Speakers of<br />

Other Languages Convention,<br />

Orlanco, FL.<br />

Carrier, M. 1982. Game and activities for the<br />

language learner. London: Harrap.<br />

Deporter, B., Reardon, M. & Singer-Nourie, S.<br />

2001. Quantum teaching.<br />

Bandung: Kaiffa.<br />

Ersoz, A. (2000, June). Six games for EFL/ESL<br />

classroom. The Internet TESL Journal,<br />

6(6), retrieved February 11, 2005 from<br />

http://iteslj.org/Lessons/Ersoz-Games.html<br />

47


Jismulatif<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Teknik chain card game<br />

Harfield, J. 1984. Elementary Communication<br />

Games Thomas Nelson and Son Ltd.<br />

Harris, D.R 1988. Testing English as a second.<br />

New york: McGraw-Hill Book Company.<br />

Hatch, Evelyn and Anne Lazaraton. 1991. The<br />

Research Manual. Design and<br />

Statistics for Applied Linguistics. Boston,<br />

Massachussette: Heine & Heine<br />

Publishers<br />

Krashen, S.D. (1985). The input hypothesis: Issues<br />

and implications. New York: Longman.<br />

Lee, S. K. (1995) Creative games for the language<br />

class. Forum, 33(1), 35. Retrieved<br />

February 11, 2006 from<br />

http://exchanges.state.gov/forum/vols/vol3<br />

3/no1/P35.htm<br />

Peyton, J.L. (1993). Dialogue journals: Interactive<br />

writing to develop language and<br />

literacy. ERIC Digest. Washington,<br />

DC:National Clearinghouse for ESL Literacy<br />

Education (EDRA No.ED 354 789).<br />

Smith, C., and T.W. Bean. (1980) The guided<br />

writing procedure: Integrating content<br />

reading and writing improvement. Reading<br />

World 19: 290-298.<br />

Tangpermpoon,Thanatkun. 2008. Integrated<br />

Approaches to Improve Students Writing<br />

Skills for English Major Students. ABAC<br />

Journal Vol.28, No 2 (May-August<br />

2008, p.1<br />

Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching.<br />

Practice and Theory. Cambridge:<br />

Cambridge University Press.<br />

Wright, A., Betteridge, D., & Buckby, M. (2005).<br />

Games for language learning (3 rd ed.). New York:<br />

Cambridge University Press.<br />

48


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

MODEL PEMBINAAN DAN PEMBELAJARAN ANAK USIA SEKOLAH 7-15 TAHUN PADA<br />

MASYARAKAT MINORITAS DALAM MENUNTASKAN PROGRAM WAJIB BELAJAR<br />

PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN<br />

DI PROPINSI RIAU<br />

Achmad Hidir dan Jahrizal Harun<br />

Pusat Penelitian Kependudukan/Program Sosiologi FISIP/FE Universitas Riau<br />

Jalan HR. Subrantas KM 12,5 Simpang Panam Pekanbaru Indonesia 28293<br />

e-mail: hidir09@yahoo.com<br />

ABSTRAK.Masyarakat yang belum tersentuh oleh layanan pendidikan dalam rentangan usia sekolah (7 –<br />

15 tahun) jumlahnya cukup banyak. Masyarakat ini umumnya banyak bermukim di daerah-daerah<br />

pedesaan yang jauh dari layanan pendidikan yang memadai. Untuk kasus ini; terutama adalah mereka dari<br />

kelompok-kelompok minoritas yang lazimnya disebut sebagai komunitas adat terpencil atau oleh<br />

sebagian lain dengan menyebutnya sebagai masyarakat adat. Kajian ini mencoba menemukan bagaimana<br />

alternatif model pembinaan dan pembelajaran Anak Usia Sekolah pada masyarakat minoritas, khususnya<br />

suku Talang Mamak, Suku Akit dan Suku Laut.<br />

Kata Kunci: Pendidikan Dasar, Suku Asli<br />

TRAINING AND EDUCATION MODEL ON 7-15 TH CHILDREN FROM MINORITY ETNIC<br />

FOR OBLIGATION OF 9 YEAR’S EDUCATION IN RIAU PROVINCE<br />

ABSTRACT. There are Some youth in a society ( 7-15 year age) that they have not connected to<br />

education yet. This society mostly are located in rural area and far from education facilites. For this<br />

case:The society is the original tribe as minority and others which called a remote cultural societies The<br />

purpose of study is to find out an alternative model on training and educating those youth school<br />

minority societies, especesially Talang Mamak tribe, Akit Tribe, and Sea Tribe<br />

Key words: Basic education, Original Tribe<br />

PENDAHULUAN<br />

Pemerintah Indonesia telah terpicu untuk<br />

mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan.<br />

Itulah sebabnya target dari program Kabinet<br />

Indonesia Bersatu, salah satunya adalah<br />

pemberantasan jumlah penduduk buta aksara.<br />

Program ini diarahkan untuk; kesetaraan,<br />

keaksaraan, pendidikan anak usia dini dan<br />

kecakapan hidup yang memerlukan keseriusan<br />

semua pihak, baik aparat pada tingkat pusat<br />

maupun daerah. Program kesetaraan pendidikan ini<br />

menyangkut; akses anak-anak usia sekolah untuk<br />

mendapatkan pelayanan pendidikan. Sasaran<br />

program ini antara lain; anak jalanan, anak<br />

nelayan, anak petani miskin juga termasuk dalam<br />

hal ini adalah anak-anak dari suku – suku terpencil<br />

(Komunitas Adat Terpencil). Untuk kasus Riau,<br />

sebagaimana terjadi di daerah lain. Rendahnya<br />

mutu pendidikan Riau, terletak pada masalah<br />

rendahnya kualitas guru dan kekurangan sarana<br />

dan prasarana pendidikan yang memadai (Riau<br />

Pos, 11 Juli 2005). Selain masalah sebagaimana<br />

disebutkan tadi, juga rendahnya sumber daya<br />

manusia untuk sebagian masyarakat Riau tidak<br />

terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan<br />

masyarakatnya, terutama pada usia sekolah.<br />

Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh<br />

banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia<br />

sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang<br />

yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan<br />

yang melilit kehidupan keluarganya, atau oleh<br />

sebab lain yang disebabkan oleh angka putus<br />

sekolah yang juga jumlahnya cukup tinggi.<br />

Selain faktor sosial ekonomi sebagaimana<br />

dijelaskan di atas, faktor sosiobudaya dan juga<br />

faktor layanan pendidikan disinyalir turut<br />

memperparah rendahnya pemerataan pendidikan di<br />

daerah Riau, sehingga banyak dari mereka tidak<br />

berkesempatan mengeyam pendidikan yang baik<br />

dan layak sebagai akibat belenggu sosiobudaya<br />

mereka serta minimnya layanan pendidikan yang<br />

diberikan.<br />

50


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

Di daerah Riau, diindikasikan bahwa<br />

masyarakat yang belum tersentuh oleh layanan<br />

pendidikan dalam rentangan usia sekolah (7 – 15<br />

tahun) jumlahnya cukup banyak. Masyarakat ini<br />

umumnya banyak bermukim di daerah-daerah<br />

pedesaan yang jauh dari layanan pendidikan yang<br />

memadai. Untuk kasus ini; terutama adalah mereka<br />

dari kelompok-kelompok minoritas 1 yang lazimnya<br />

disebut sebagai komunitas adat terpencil atau oleh<br />

sebagian lain dengan menyebutnya sebagai<br />

masyarakat adat.<br />

Maka persoalannya sekarang adalah; model<br />

pendidikan dan pembelajaran yang bagaimanakah<br />

yang paling tepat untuk dilakukan pada mereka<br />

yang sesuai dengan karakteristik mereka . Esensi<br />

dari jawaban pertanyaan itulah, maka sisi penting<br />

penelitian ini jadi penting untuk dilakukan. Yaitu<br />

untuk mencari model pendidikan dan model<br />

pembelajaran pada anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

pada masyarakat adat sebagai bagian untuk<br />

menunjang program wajib belajar 9 tahun.<br />

Luaran dari hasil penelitian, diharapkan akan<br />

berguna untuk menunjang:<br />

1. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam<br />

penyelenggaraan pendidikan dan menuntaskan<br />

program wajib belajar pendidikan dasar 9<br />

tahun.<br />

2. Meningkatnya kualitas dan kuantitas peserta<br />

didik dari masyarakat adat dalam dunia<br />

pendidikan.<br />

3. Terbentuknya model dan pola pembelajaran<br />

yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik<br />

masyarakat yang hendak dibina.<br />

4. Menuntaskan masalah kemiskinan dan<br />

kebodohan terhadap masyarakat yang<br />

diindikasikan masih banyak terdapat pada<br />

masyarakat marjinal di daerah Riau.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Tipe penelitian akan digunakan pendekatan<br />

perpaduan antara kuantitatif dan kualitatif (mixing<br />

method of analysis). Pendekatan kuantitatif bersifat<br />

statistik deskriptif sedangkan pendekatan kualitatif<br />

memfokuskan pada analisis pemahaman<br />

(verstehen), untuk memahami masyarakat adat di<br />

daerah Riau dalam kaitannya dengan lingkup<br />

masalah – masalah kependidikan di daerahnya.<br />

Upaya yang dilakukan adalah berusaha memahami<br />

esensi perilaku mereka dalam partisipasi, keluhan,<br />

kesulitan dan aksesnya terhadap dunia pendidikan,<br />

dengan demikian data yang dihasilkan berupa<br />

data deskriptif yang berasal dari subyek yang<br />

diteliti (perspektif emic), dengan tujuan untuk<br />

menemukan dan memetakan sistem perilaku<br />

berdasarkan ukuran dan persepsi mereka sendiri,<br />

yang kemudian akan dilakukan interpretasi oleh<br />

peneliti (perspektif etic) untuk dituangkan dalam<br />

hasil laporan penelitian.<br />

Lokasi penelitian diarahkan pada daerah-daerah<br />

komunitas adat terpencil di daerah Riau, yaitu<br />

Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan<br />

Bengkalis. Dari 3 lokasi itu lokasi penelitian<br />

ditentukan secara purposive pada daerah-daerah<br />

sentra permukiman mereka (suku Talang Mamak,<br />

suku Sakai dan suku Laut) pada setiap<br />

Kabupatennya. Subyek penelitian adalah<br />

masyarakat adat terdiri dari suku Talang Mamak,<br />

Sakai dan suku Laut (cultural bearing unit) yang<br />

berstatus sebagai komunitas adat terpencil. Pusat<br />

perhatian (unit of analysis) dalam penelitian ini<br />

bukan pada individu mereka, tetapi pada apa yang<br />

mereka pahami dan persepsikan dalam hal<br />

pendidikan usia sekolah anak-anaknya. Pemilihan<br />

subyek digunakan teknik accidental, yaitu<br />

mewawancarai mereka secara insidentil<br />

berdasarkan ukuran dan kriteria subyek yang<br />

diamati (dalam hal ini adalah komunitas adat<br />

terpencil di 3 lokasi penelitian). Prinsip<br />

penggunaan accindental sampling sangat cocok<br />

digunakan dalam populasi yang kecil dan bersifat<br />

spesifik.<br />

Selain itu, karena sebaran populasi tersebar<br />

secara tidak merata dan mengelompok pada sentrasentra<br />

permukiman tertentu, maka subyek<br />

penelitian (sampel) dari orang tua diambil secara<br />

proporsional sebesar 15 %. Sedangkan untuk<br />

Tokoh masyarakat (Toma) dan guru diambil<br />

besaran sampelnya diambil berdasarkan subyektif<br />

tim peneliti dengan tetap mempertimbangkan azas<br />

kepatutan dan keterwakilannya secara purposive.<br />

Dari jumlah itu kemudian dilacak secara insidental<br />

di lapangan sesuai kondisi dan karakteristik lokasi<br />

dan amatan subyek penelitian.<br />

<strong>Analisis</strong> data akan digunakan pendekatan<br />

mixing method. <strong>Penggunaan</strong> analisis ini mengikuti<br />

saran dari Julia Brennan (1999) yang mengatakan<br />

untuk memudahkan hasil analisis kajian, sebaiknya<br />

memadukan antara pendekatan kuantitatif dengan<br />

kualitatif agar saling melengkapi.<br />

1 Masyarakat Minoritas dimaksudkan disini adalah kelompok<br />

masyarakat adat atau komunitas adat terpencil yang banyak<br />

bermukim di desa-desa di wilayah Propinsi Riau.<br />

51


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Deskripsi Hasil Penelitian<br />

secara umum masyarakat Riau dalam usia 13-<br />

15 tahun masih banyak yang belum tertampung di<br />

SMP. Secara umum masalah utama dalam bidang<br />

pendidikan pada masyarakat terpencil di Riau<br />

berdasarkan kajian dapat disebutkan :<br />

1. Anak-anak tersebut tinggal didaerah (terutama<br />

daerah terpencil) yang layanan pendidikannya<br />

tidak dapat menjangkau semua anak atau sama<br />

sekali tidak ada layanan pendidikan. Dengan<br />

kata lain sekolah yang tersedia belum dapat<br />

menampung semua anak.<br />

2. Kemiskinan dan akses terhadap dunia<br />

pendidikan yang cenderung rendah.<br />

3. Budaya masyarakat yang menganggap bahwa<br />

pendidikan tidak begitu perlu.<br />

Rendahnya animo masyarakat terhadap<br />

pendidikan dasar di Riau dapat disebutkan<br />

karena kombinasi dari masalah ekonomi,<br />

minimnya fasilitas sosial yang ada dan budaya<br />

mereka yang kurang kondusif terhadap<br />

pendidikan.<br />

1. Masalah ekonomi adalah masalah klasik dari<br />

masalah bangsa kita. Kemiskinan telah<br />

menyebabkan mata rantai yang menggelinding<br />

dan terus semakin membesar karena persoalan<br />

ini tidak pernah tuntas diselesaikan dengan<br />

baik. Maka pada gilirannya telah menyebabkan<br />

multidimensi dalam berbagai lini kehidupan<br />

masyarakat. Sebagaimana dijelaskan bahwa<br />

masyarakat komunitas adat terpencil mereka<br />

sangat tergantung pada kemurahan alam dalam<br />

bermata pencaharian. Mereka umumnya<br />

sebagai petani/peladang dan nelayan yang<br />

penuh ketidak pastian pendapatan, maka ratarata<br />

pendapatan mereka jadi minimal. Kalaupun<br />

mereka berhasil dalam panenan tetapi<br />

pemasaran hasil panen nyaris tidak ada,<br />

sehingga berhasil/tidak nya suatu panenan<br />

adalah sama saja bagi mereka. Kondisi ini<br />

ditemui di desa Titi Akar (Rupat Utara) dan<br />

Talang Mamak Indragiri Hulu.<br />

2. Untuk kasus desa Sungai Laut; anak sekolah<br />

masih dipungut untuk uang bangku atau uang<br />

sabun, sehingga inipun menyebabkan animo<br />

masyarakat jadi kecil untuk bersekolah.<br />

Menurut pihak sekolah pungutan ini dilakukan<br />

karena memang bangku tidak ada dan memang<br />

kurang.<br />

3. Bagi mereka yang berkeinginan untuk tetap<br />

bersekolah; karena kemiskinannnya itu<br />

menyebabkan mereka meminjam pada sesama<br />

suku mereka untuk kebutuhan sekolah; pada hal<br />

mereka adalah sesama kaum miskin. Sehingga<br />

sirkulasi kemiskinan terjadi diantara mereka,<br />

sementara roda penggerak untuk keluar dari<br />

kemiskinan nyaris tidak ada, stimulus ekonomi<br />

berupa kredit kecil nyaris tidak menyentuh oleh<br />

mereka.<br />

4. Fasilitas sosial, khusus di bidang pendidikan di<br />

desa-desa penelitian sangat minim. Baik secara<br />

kuantitas maupun kualitas. Banyak lokal dibagi<br />

2 karena minimnya ruang belajar. Jarak antar<br />

dan lokasi sekolah sebagian besar dianggap<br />

jauh oleh penduduk. Bahkan menurut salah<br />

seorang kepala sekolah di Talang Gedabu, jarak<br />

itu bisa mencapai 7-12 Km yang tidak mungkin<br />

ditempuh oleh anak usia 8-10 tahun dengan<br />

berjalan kaki.<br />

5. Untuk kasus Rupat Utara, banyak pulau-pulau<br />

kecil disekitar pulau Rupat yang tidak tersedia<br />

SD. Selain tidak ada SD di daerah Rupat Utara<br />

juga banyak kekurangan guru, sehingga banyak<br />

guru merangkap baik di SD maupun di SLTP.<br />

Konsekuensinya konsentrasi guru menjadi<br />

terbagi dan tidak concern dalam mengajar.<br />

6. Minimnya fasilitas sosial ini; maka banyak<br />

anak – anak sekolah di kawasan Rupat Utara<br />

harus menyebrang dengan sampan ke desa Titi<br />

Akar dengan mendayung sendiri. Karena di<br />

sekitar pulau-pulau itu memang tidak tersedia<br />

SD sama sekali. Sehingga pilihan satu-satunya<br />

harus menyebrang ke Titi Akar. Hal ini telah<br />

menyulitkan bagi orang tua dan anak-anak usia<br />

di bawah 10 tahun untuk menyebrang dengan<br />

sampan sendiri.<br />

7. Angka kemiskinan berkorelasi dengan<br />

kemampuan melanjutkan studi. Karena<br />

kemiskinannya, banyak dari mereka putus<br />

sekolah di kelas 3 dan 4 SD. Mereka hanya<br />

memiliki target bisa baca-tulis saja sudah<br />

cukup. Anak putus sekolah kelas 3-4 SD ini<br />

sekitar 9 – 11 tahun untuk usia anak desa.<br />

Dengan rentang usia ini banyak dari mereka<br />

melibatkan dan dilibatkan untuk tenaga<br />

produksi keluarga dengan bekerja sebagai<br />

peladang maupun mencari kerang di pinggir<br />

pantai.<br />

8. Angka putus sekolah juga disebabkan fasilitas<br />

sosial untuk jenjang pendidikan setingkat SLTP<br />

dan SLTA tidak cukup tersedia di daerah<br />

penelitian. SMP dan SMA banyak tersedia di<br />

kecamatan, ini cukup menyulitkan bagi<br />

masyarakat Talang mamak, Akit dan suku Laut,<br />

52


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

karena harus menyekolahkan anak-anak mereka<br />

ke luar desa.<br />

9. Minimnya fasilitas sosial selain sarana<br />

pendidikan, juga transportasi dan penerangan.<br />

Jalan-jalan di desa penelitian hampir seluruhnya<br />

harus ditempuh dengan jalan kaki dan dengan<br />

kondisi yang jelek. Apalagi untuk menuju<br />

Rupat Utara dan Sungai Laut harus<br />

menggunakan jasa speedboat. Untuk sarana<br />

penerangan hanya hidup waktu malam hari saja<br />

dan dilakukan secara bergilir 2 hari sekali.<br />

10. Faktor budaya menurut tim peneliti sebenarnya<br />

tidak begitu menjadi kendala utama; sepanjang<br />

ada stimulus yang positif dalam dunia<br />

pendidikan. Memang dalam budaya mereka;<br />

anak adalah faktor produksi serta ada<br />

sinyalemen bahwa; sekolah dan tidak sekolah<br />

adalah sama saja karena mereka akan menjadi<br />

peladang/nelayan juga akhirnya. Tetapi pameo<br />

ini dapat diubah; karena sebenarnya mereka itu<br />

tidaklah bodoh dan merekapun sudah mengerti<br />

akan arti pentingnya pendidikan. Tetapi karena<br />

tidak adanya stimulus ekonomi dan fasilitas<br />

sosial yang ada ditambah minimnya reference<br />

group ( kelompok teladan) dari orang-orang<br />

yang berhasil dikalangan mereka sendiri<br />

menjadikan mereka apatis terhadap dunia<br />

pendidikan secara umum.<br />

11. Stigmatisasi dari kalangan umum yang<br />

menyebutkan mereka adalah kalangan<br />

terbelakang; miskin; barbar dan lain sebagainya<br />

memberikan efek psikologis bagi rasa percaya<br />

diri mereka. Ini menyebabkan mereka minder<br />

untuk bergaul, bersosialisasi dengan dunia lain<br />

yang seolah-olah “ bukan “ miliknya. Maka<br />

sekat ini harus dihilangkan dengan jalan<br />

membuka akses dalam bidang pendidikan dan<br />

komunikasi (transportasi) serta kesempatan<br />

untuk mereka berkiprah pada sektor-sektor lain<br />

yang berpeluang untuk mereka masuki; yang<br />

pada gilirannya secara tidak langsung<br />

memberikan wadah untuk tampilnya referencereference<br />

group baru dari kalangan mereka.<br />

Upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat<br />

untuk mendukung penuntasan Wajar Dikdas 9<br />

tahun, seperti Gerakan Nasional Orang Tua<br />

Asuh (GNOTA) yang selama ini telah<br />

dirasakan manfaatnya, terutama oleh para<br />

peserta didik. Kendatipun demikian, ternyata<br />

tidak semudah itu untuk melibatkan masyarakat<br />

untuk bersekolah. Dari fakta dan temuan<br />

memberikan beberapa informasi penting, antara<br />

lain ;<br />

1. Untuk kasus suku Akit (Rupat Utara):<br />

Perbandingan anak usia sekolah dengan mereka<br />

yang tidak sekolah masih tergolong tinggi<br />

dengan rasio sebesar 1: 2,19. Artinya masih ada<br />

anak yang tidak sekolah sebesar 2,19 orang<br />

diantara 1 anak yang sudah sekolah. Tetapi bila<br />

seluruh anak usia sekolah tersebut bersekolah,<br />

maka akan ada kelebihan siswa yang tidak<br />

tertampung untuk sekolah di desa Titi Akar,<br />

terutama untuk SLTP yang jumlahnya hanya 1<br />

(di Tanjung Medang).<br />

Rasio untuk kebutuhan dan kecukupan guru<br />

dengan anak usia sekolah cukup besar dimana<br />

diperoleh hasil 1: 31, 35 (dengan catatan<br />

seluruh anak usia sekolah tersebut bersekolah).<br />

Tetapi dari hasil yang ada perbandingan guru<br />

dengan anak sekolah hanya sebesar 1: 14,25. Ini<br />

artinya bahwa rasio guru dengan siswa cukup<br />

kecil yang menandakan anak yang bersekolah<br />

masih minim. Dengan rata-rata siswa<br />

persekolah (SD) hanya sebesar 55,25 siswa<br />

untuk seluruh kelas dari kelas 1 sampai kelas 6.<br />

Rasio Guru dengan sekolah masih sangat<br />

minim dengan perbandingan 1: 3,87. Ini<br />

menandakan bahwa setiap sekolah hanya<br />

tersedia sebanyak 3,87 (4) orang guru saja<br />

(dalam hal ini termasuk guru honor). Bila<br />

dihitung guru PNSnya saja maka dipastikan<br />

akan jauh lebih besar lagi angka rasionya.<br />

2. Untuk Kasus Talang Mamak (Inhu).<br />

Kondisi di Indragiri Hulu lebih buruk daripada<br />

di Rupat Utara. Di mana rasio anak usia sekolah<br />

dengan anak yang bersekolah jumlahnya cukup<br />

besar yaitu: 1: 5,17. Ini artinya masih ada<br />

sekitar 5 orang anak yang tidak sekolah diantara<br />

1 anak yang bersekolah.<br />

Rasio kecukupan guru dengan anak usia<br />

sekolah sebesar 1:61, sedangkan dengan anak<br />

sekolah sebesar 1: 11,95. Ini juga menandakan<br />

bahwa banyak anak usia sekolah yang tidak<br />

sekolah. Indikasi ini dilihat dari perbandingan<br />

guru - anak usia sekolah dibandingkan dengan<br />

rasio guru – anak sekolah. Karena rasio gurusiswa<br />

sebenarnya kecil, di mana guru rata-rata<br />

hanya memiliki siswa sebesar 11, 95 (12) orang<br />

saja per kelas. Sementara itu rata-rata siswa per<br />

SD hanya sebesar 10,2 siswa. Tetapi<br />

sebaliknya; bila seluruh anak usia sekolah<br />

tersebut bersekolah, maka akan terjadi<br />

kekurangan guru yang sangat besar di daerah<br />

Talang Mamak sebesar 1: 61 siswa.<br />

53


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

Rasio kecukupan guru per sekolah sebesar<br />

1:4,2. Jumlah ini mengindikasikan bahwa setiap<br />

sekolah masih terjadi kekurangan guru, di mana<br />

setiap sekolah hanya tersedia guru sebanyak 4<br />

orang (termasuk guru honor).<br />

Untuk SLTP di daerah Rakit Kulim belum<br />

tersedia, karena kecamatan ini merupakan<br />

pengembangan dari Kecamatan Kelayang.<br />

Maka bila anak-anak Talang Mamak akan<br />

melanjutkan ke SLTP harus keluar<br />

desa/kecamatan.<br />

3. Kasus Suku Laut (Inhil).<br />

Perbandingan anak usia sekolah dengan mereka<br />

yang tidak sekolah masih di daerah suku Laut<br />

juga masih tergolong tinggi dengan rasio<br />

sebesar 1: 3,31 lebih tinggi dibandingkan<br />

dengan di suku Akit (Rupat Utara) tetapi lebih<br />

rendah dibandingkan dengan suku Talang<br />

Mamak di Indragiri Hulu. Ini juga artinya<br />

masih ada anak yang tidak sekolah sebesar 3,31<br />

orang diantara 1 anak yang sudah sekolah di<br />

kalangan mereka. Untuk kasus sekolah SLTP di<br />

desa kajian tidak tersedia.<br />

Kemudian untuk rasio kebutuhan dan<br />

kecukupan guru dengan anak usia sekolah di desa<br />

Sungai L:aut cukup besar dimana diperoleh hasil 1:<br />

34 (inipun tetap dengan catatan bila seluruh anak<br />

usia sekolah tersebut bersekolah). Tetapi dari hasil<br />

yang ada perbandingan guru dengan anak sekolah<br />

di desa Sungai Laut hanya sebesar 1: 10,28. Inipun<br />

artinya bahwa rasio guru dengan siswa cukup kecil<br />

yang menandakan bahwa anak yang bersekolah<br />

masih minim, di mana rata-rata guru hanya<br />

mengajar 10 orang saja. Dengan rata-rata siswa<br />

persekolah (SD) hanya sebesar 36 siswa untuk<br />

seluruh kelas dari kelas 1 sampai kelas 6.<br />

Untuk rasio Guru dengan sekolah masih sangat<br />

minim dengan perbandingan 1: 3,5 hampir mirip<br />

dengan kasus di Titi Akar. Inipun menandakan<br />

bahwa setiap sekolah hanya tersedia sebanyak 3,4<br />

(4) orang guru saja (dalam hal ini termasuk guru<br />

honor). Bila dihitung guru PNSnya saja maka<br />

dipastikan akan jauh lebih besar lagi angka<br />

rasionya.<br />

Dari temuan itu menjelaskan bahwa kondisi<br />

belajar- mengajar di desa-desa kajian masih sangat<br />

minim sekali. <strong>Pada</strong> hal menurut idealnya rasio guru<br />

: siswa di Indonesia minimal 1: 25 atau 1 : 30<br />

orang, dan setiap guru harus memiliki keahlian<br />

menurut bidang studinya masing-masing, sehingga<br />

tidak ada lagi guru merangkap berbagai bidang<br />

studi (Sudirman, 2001).<br />

Dari informasi di atas, guru masih merupakan<br />

barang langka untuk beberapa daerah di Riau. <strong>Pada</strong><br />

hal seharusnya guru benar-benar menjadi "agen<br />

perubahan" dan menjadi sosok profesional yang<br />

senantiasa bersikap responsif dan kritis terhadap<br />

berbagai perkembangan dan dinamika peradaban<br />

yang terus berlangsung di sekitarnya. Tetapi di sisi<br />

lain; guru di daerah tersebut masih langka,<br />

kalaupun ada masih sebatas guru honor.<br />

Kehidupan guru memang masih serba minim,<br />

menurut mereka (para guru) mengatakan; guru di<br />

daerah berbeda dengan guru diperkotaan; mereka<br />

hanya berbekalkan pengabdian semata dan<br />

senantiasa dihadapkan pada situasi pilihan yang<br />

serba sulit. Mereka bekerja dengan fasilitas<br />

seadanya sehingga mereka menjadi skeptis<br />

terhadap dunia profesi yang ditekuninya. Bukti ini<br />

dapat dilihat dari:<br />

1. Guru honor di Rupat Utara menerima gaji 3<br />

bulan sekali dengan honor yang minimal dan itu<br />

harus diambil di Tanjung Medang.<br />

2. Honor seringkali mengalami keterlambatan,<br />

akibatnya mereka mengajar malas-malasan<br />

yang pada gilirannya mereka banyak putar<br />

haluan dan menyebrang menjadi TKI ke<br />

Malaysia.<br />

3. Minimnya tenaga guru, telah menyebabkan<br />

terjadinya pengalih fungsian siswa. Di mana<br />

siswa yang dianggap pandai sering disuruh<br />

membantu guru untuk memberikan bekal<br />

pengajaran di kelas.<br />

Dari fenomena ini tampak begitu buramnya<br />

pendidikan di Indonesia. <strong>Pada</strong> hal seharusnya<br />

dunia pendidikan harus berfungsi bagaikan<br />

"magnet" yang mampu mengundang daya pikat<br />

anak-anak bangsa untuk berinteraksi, berdialog,<br />

dan bercurah pikir dalam suasana lingkungan<br />

pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.<br />

Dengan cara demikian, tidak akan terjadi proses<br />

deschooling society di mana sekolah mulai dijauhi<br />

oleh masyarakat akibat ketidakberdayaan<br />

pengelola sekolah dalam menciptakan institusi<br />

pembelajaran yang "murah-meriah" di tengah<br />

merebaknya gaya hidup hedonistik, konsumtif,<br />

materialistik, dan kapitalistik.<br />

Tetapi nyatanya tidaklah demikian, masyarakat<br />

yang rata-rata berpendidikan rendah tidak perduli<br />

dengan dunia pendidikan, animo masyarakat untuk<br />

menyekolahkan anak-anak mereka rendah. Daya<br />

beli dan rasa ingin merubah nasib di kalangan<br />

masyarakat juga cenderung rendah. Daya tarik<br />

sekolah sebagai magnet perubahan tidak ada di<br />

mata masyarakat. Guru dengan profesinya tidak<br />

54


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

menjadi daya tarik bagi mereka. Guru juga tidak<br />

lebih dengan mereka yang sama-sama bergelut<br />

dengan kemiskinan.<br />

Model Alternatif Pendidikan Dasar.<br />

Minimnya infrastruktur pendidikan di daerah<br />

Riau (baik di Indragiri Hulu, Bengkalis dan<br />

Indragiri Hili) telah menyebabkan munculnya<br />

beberapa masalah. Namun masalah-masalah<br />

dimaksud sebaiknya dipecahkan sesuai dengan<br />

kondisi dan kemampuan yang ada pada setiap<br />

daerah. Karena setiap daerah memiliki<br />

karakteristik yang berbeda.<br />

Tetapi secara umum; adanya pola permukiman<br />

yang memencar dan berkelompok-kelompok yang<br />

dilakukan oleh suku-suku komunitas adat terpencil<br />

telah menyebabkan kebutuhan akan sekolah<br />

menyebar berdasarkan kelompok-kelompok kecil<br />

yang ada, baik di Talang Mamak, Akit maupun<br />

suku Laut.<br />

Tetapi berdasarkan temuan dan kajian<br />

lapangan, sebenarnya bentuk-bentuk sekolah dan<br />

model pendidikan konvensional masih mungkin<br />

untuk dilakukan pada mereka. Karena sebetulnya<br />

mereka kini adalah sama dengan masyarakat lain.<br />

Tetapi karena faktor ekonomi, suriteladan, dan<br />

fasilitas sosial pendidikan yang minim<br />

menyebabkan mereka seolah-olah “kurang perduli<br />

“ terhadap pendidikan. Selain itu pola nomaden<br />

yang disinyalir sebagian pihak masih terjadi<br />

terhadap mereka, ternyata kini tidaklah pula<br />

seluruhnya benar. Kaum Talang Mamak, Akit dan<br />

Suku Laut lambat laun kini mulai menetap.<br />

Dengan model permukiman menetap ini, maka<br />

untuk penuntasan program wajib belajar,<br />

sebenarnya lebih mudah untuk dilakukan.<br />

Alternatif yang dapat dilakukan untuk penuntasan<br />

program wajar dikdas 9 tahun, antara lain:<br />

1. Di daerah Talang Mamak (Indragiri Hulu)<br />

dapat dilakukan dan dikembangkan model<br />

sekolah lokal jauh (SLJ). Penekanan sekolah<br />

lokal jauh berbeda dengan sistem pendidikan<br />

jarak jauh. Sistem pendidikan jarak jauh<br />

adalah peserta didiknya terpisah dari pendidik<br />

dan pembelajarannya; menggunakan berbagai<br />

sumber belajar melalui teknologi komunikasi,<br />

informasi, dan media lain. Sedangkan sekolah<br />

lokal jauh adalah tetap menggunakan sistem<br />

pendidikan konvensional tetapi<br />

penyelenggaraan pendidikan berdasarkan<br />

kekhasan lokasi daerah yang bersangkutan.<br />

2. Beberapa catatan yang perlu diperhatikan<br />

dalam pelaksanaan lokal jauh adalah:<br />

Sarana dan Prasarana pendidikan harus cukup<br />

tersedia dan dapat menampung seluruh anak usia<br />

sekolah.Rasio kecukupan guru dan siswa harus<br />

seimbang. Pendirian SLJ harus benar-benar<br />

representatif dengan kondisi lapangan dan<br />

aksesibilitas penduduk.Adanya komitmen<br />

pemerintah dan stakeholder pendidikan untuk turut<br />

mensukseskan kegiatan di maksud.<br />

Untuk terlaksananya model ini harus ada Sekolah<br />

Induk sebagai payung dan pembina sekolah lokal<br />

jauh. Kenyataan beberapa SD yang sudah ada kini<br />

sudah dijadikan sebagai SD induk yang berfungsi<br />

membina SLJ-SLJ yang ada. Skema dan<br />

sistematika model sekolah lokal jauh yang dapat<br />

diterapkan adalah sebagai berikut:<br />

Model ini dirasakan cocok untuk menjangkau<br />

anak usia sekolah yang jauh jaraknya dengan<br />

tempat sekolah induk. Pemilihan sekolah lokal<br />

jauh merupakan bentuk dari SD filial yang<br />

merupakan kelompok belajar (POKJAR), pada<br />

lokasi (sentra-sentra permukiman penduduk yang<br />

representatif) terjangkau dan layak yang dapat<br />

menampung siswa usia sekolah.<br />

Pola ini sebenarnya sudah dilaksanakan di<br />

Indragiri Hulu dengan bantuan tenaga pengajar (<br />

Guru Huni ), pada beberapa bangunan darurat yang<br />

dibangun secara swadaya. Maka ini kiranya perlu<br />

dikembangkan lebih lanjut pada daerah-daerah lain<br />

yang serupa.<br />

Pelaksanaan Sekolah lokal jauh ini koordinasi<br />

Pemerintah Provinsi Riau dengan Pemerintah<br />

Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Diperoleh data<br />

bahwa gaji guru huni sebesar Rp. 750,000,-<br />

dipotong PPh 15 % serta diberi kelengkapan<br />

pakaian ( pakaian sekolah dan sepatu olahraga<br />

serta buku dan alat tulis). Kendatipun demikian, di<br />

daerah Indragiri Hulu lembaga pendidikan yang<br />

ada seperti SD induk dan SLJ belum dapat<br />

menjangkau dan memberikan pendidikan dasar<br />

kepada anak usia sekolah seluruhnya. Jarak yang<br />

jauh dan sulit ditempuh mengakibatkan pendidikan<br />

55


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

jadi tidak efektif, juga masih banyak jalan yang<br />

belum disirtu sesuai dengan rencana Pemda. Maka<br />

ke depan perlu dipikirkan untuk kelengkapan<br />

sarana dimaksud dengan membangun lebih banyak<br />

kelas-kelas jauh. Beberapa bentuk keunggulan<br />

sekolah lokal jauh antara lain adalah:<br />

1. Dapat menampung siswa yang tidak terjangkau<br />

akses pendidikan<br />

2. Program tatap muka yang diadakan di beberapa<br />

tempat oleh guru (baik guru kunjung maupun<br />

guru huni) tidak kalah efektif dengan bentuk<br />

sekolah biasa, asal dilakukan secara benar dan<br />

tepat.<br />

3. Waktu belajar bisa fleksibel disesuaikan dengan<br />

kebutuhan siswa dan guru pengajar; tetapi tetap<br />

dengan pedoman waktu yang jelas dan terukur.<br />

Selain itu pendidikan ini juga harus diarahkan pada<br />

upaya peningkatan mutu pendidikan. Dengan<br />

model pembelajaran "joyful learning" atau yang<br />

lebih dikenal dengan model pembelajaran PAKEM<br />

(Pembelajaran Aktif, Efektif dan Menyenangkan).<br />

Sehingga akan menimbulkan motivasi siswa untuk<br />

terus bersekolah dan akan terjadinya estafet sesama<br />

mereka dari anak sekolah ke anak usia sekolah lain<br />

yang belum sekolah.<br />

1. Di daerah suku Akit (Rupat Utara-Bengkalis)<br />

dan suku Laut (Tanah Merah- Indragiri Hilir).<br />

Pola permukiman mereka cenderung<br />

mengelompok pada sentra-sentra permukiman<br />

tertentu. <strong>Pada</strong> daerah ini jumlah SD dan SLTP<br />

memang sangat kurang sebagaimana telah<br />

dijelaskan pada sub bab terdahulu.<br />

2. Tetapi karena jumlah siswa yang sedikit,<br />

pembangunan unit sekolah baru (baik untuk SD<br />

maupun SMP) terkadang tidak efisien.<br />

Sementara dilain pihak daerah-daerah ini<br />

merupakan daerah Angka Partisipasi Kasar<br />

(APK) nya rendah dalam bidang pendidikan.<br />

Maka cara yang paling mudah untuk dilakukan<br />

adalah sama dengan membentuk SLJ (seperti di<br />

daerah Indragiri Hulu untuk kasus sekolah<br />

dasarnya).<br />

3. Tetapi untuk kasus SLTP (baik di Inhu, Inhil<br />

dan Bengkalis), cara yang dapat digunakan<br />

untuk mendekatkan SMP dengan tempat<br />

konsentrasi anak-anak yang belum<br />

mendapatkan layanan pendidikan SLTP ( tanpa<br />

harus membuat unit sekolah baru). Adalah<br />

dengan mengembangkan Pendidikan Dasar<br />

Terpadu atau SD-SMP satu atap.<br />

Pengembangan pendidikan dasar terpadu adalah<br />

dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya<br />

yang ada di SD yang telah ada untuk digunakan<br />

secara bersama.<br />

4. Pendirian SD-SMP secara terpadu ini dikelola<br />

dalam satu manajemen dan kelembagaan;<br />

gunanya untuk memperluas pemerataan layanan<br />

pendidikan dasar pada daerah terpencil,<br />

terisolir, dan terpencar-pencar guna menunjang<br />

penuntasan wajib belajar sembilan tahun.<br />

Karena di daerah-daerah ini banyak lulusan SD<br />

yang tidak melanjutkan SMP. Karena itu, SD-<br />

SMP Satu atap layak digunakan, konsep awal<br />

pembentukannya berangkat dari semangat<br />

untuk menunjang penuntasan program wajib<br />

belajar sembilan tahun, dengan menerapkan<br />

sistem kelas dari I hingga IX. Kelas I-VI adalah<br />

setara SD, sedangkan siswa kelas I-III SMP<br />

pada umumnya.<br />

5. Penerapan SD-SMP terpadu, tetap harus<br />

ditunjang dengan pasokan sarana dan prasarana<br />

pendidikan, terutama guru dan fasilitas bahan<br />

ajar lainnya. Karena tidak ada gunanya bila<br />

gedung dibuat atau disatupadukan tetapi guru<br />

dan bahan ajarnya tidak ada.<br />

Dalam menerapkan sekolah-sekolah lokal jauh dan<br />

SD-SMP terpadu ini pendekatan pendidikan yang<br />

dilakukan harus tetap memperhatikan broad based<br />

education. Terdapat 4 alasan mengapa sistem<br />

broad based education diperlukan yaitu:<br />

1. Alasan ekonomis. Karena ketidakmampuan<br />

orang tua atau faktor kemiskinan, maka tidak<br />

semua tamatan SD dan SLTP dapat<br />

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih<br />

tinggi (misalnya ke SMA/SMK).<br />

2. Alasan kemampuan intelektual. Secara nasional<br />

cukup banyak (sekitar 40 persen) anak yang<br />

dengan susah payah menyelesaikan SD dan<br />

tidak mempunyai kemampuan intelektual untuk<br />

mengikuti pelajaran di SLTP/SLTA;<br />

3. Alasan tidak berminat; Untuk mengakomodasi<br />

kebutuhan pendidikan bagi lulusan SD dan<br />

SLTP yang tidak dapat melanjutkan pendidikan<br />

ke jenjang yang lebih tinggi, sistem broad<br />

based education dalam bentuk pendidikan<br />

keterampilan sudah merupakan suatu<br />

kebutuhan, agar mereka memiliki life skill yang<br />

relevan dengan peluang kesempatan kerja yang<br />

tersedia di daerah mereka.<br />

4. Pendidikan harus tetap mengedepankan<br />

pendidikan kontekstual yang sesuai dengan<br />

kebutuhan masyarakatnya yang disesuaikan<br />

dengan kondisi geografis dan budaya mereka.<br />

56


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

Hal ini didasari karena adanya beberapa<br />

permasalahan pokok sebagai berikut: (1) pada usia<br />

muda mereka sudah menjadi tenaga kerja keluarga<br />

atau bekerja pada orang lain; (2) waktu musim<br />

tanam atau panen, mereka bekerja melebihi jam<br />

kerja normal dan sekolah mereka tinggalkan; (3)<br />

untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga<br />

mereka wajib kerja mencari upah; (5) mereka tidak<br />

ingin berbaur dengan teman sebaya yang melek<br />

huruf, meskipun usia mereka sama; (7) merasa<br />

takut terhadap situasi belajar mengajar yang<br />

sifatnya formal.<br />

Pendidikan berdasarkan sistem broad based<br />

education ialah konsep pendidikan yang mengacu<br />

pada life skill. Tujuan utamanya adalah untuk<br />

mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat<br />

yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke<br />

jenjang yang lebih tinggi. Beberapa alasan<br />

mendasar yang perlu mendapat perhatian antara<br />

lain: a) tidak semua lulusan SD dan SLTP<br />

memiliki potensi intelektual untuk belajar pada<br />

jenjang pendidikan yang lebih tinggi; terutama<br />

bagi mereka suku terpencil; b) SLTP yang ada<br />

masih bersifat umum, dan lulusannya dipersiapkan<br />

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang<br />

lebih tinggi, akibatnya lulusan SD yang tidak<br />

memiliki potensi intelektual untuk belajar di SLTP<br />

umum menjadi putus sekolah karena tidak tersedia<br />

SLTP keterampilan; c) ketidak-mampuan orang tua<br />

karena masalah kemiskinan merupakan faktor<br />

dominan yang mempengaruhi lulusan SD dan<br />

SLTP tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang<br />

yang lebih tinggi.<br />

Untuk memecahkan masalah ini, perlu<br />

pendidikan keterampilan yang sesuai dengan<br />

peluang kesempatan kerja yang dibutuhkan<br />

masyarakat dengan mempertimbangkan bakat dan<br />

minat , serta kemungkinan mereka dapat bekerja<br />

mandiri atau bekerja pada orang lain. Pendekatan<br />

ini sifatnya manusiawi, artinya bahwa terdapat<br />

pengakuan bahwa mereka memiliki potensi untuk<br />

dapat berkembang. Karena itu, gagasan untuk<br />

mendirikan SLTP yang menekankan pada<br />

keterampilan sudah merupakan kebutuhan yang<br />

dirasakan bagi anak-anak SD yang tidak mampu<br />

melanjutkan pendidikan di SLTP umum.<br />

Selain itu untuk meningkatkan perluasan dan<br />

pemerataan, pendidikan di kalangan komunitas<br />

adat terpencil ini; strategi pembangunan yang<br />

harus ditempuh adalah dengan melaksanakan:<br />

1. Pemberian subsidi bagi sekolah lokal jauh<br />

untuk lebih berdaya<br />

2. Melakukan penggabungan (regrouping) sekolah<br />

SD dan SLTP terutama di daerah-daerah<br />

perdesaan yang sulit dengan azas representatif<br />

berdasarkan sentra-sentra permukiman<br />

masyarakat.<br />

REKOMENDASI.<br />

1. Untuk menata manajemen pendidikan,<br />

utamanya perbaikan kualitas dan gaji guru di<br />

era otonomi daerah terutama untuk kasus-kasus<br />

di pedesaan Komunitas Adat Terpencil, adalah<br />

sebagai berikut:<br />

Perlu dilakukan need assessment terhadap<br />

kebutuhan guru dan operasional sekolah yang<br />

terkait. Disarankan kepada Pemda dan Diknas<br />

setempat untuk lebih fokus meningkatkan<br />

anggaran bagi perbaikan kualitas guru, terutama<br />

untuk gaji/pendapatan guru, studi lanjut, dan<br />

kegiatan pelatihan, dan yang paling penting<br />

adalah penambahan jumlah guru.<br />

Perlunya penerapan SBB (school based<br />

budgeting) yang didasarkan pada kebutuhan ril<br />

sekolah, sehingga tidak terjadi kekurangan dan<br />

kelangkaan bahan ajar dan bahan pendukung<br />

lainnya. Dinas Diknas kabupaten/kota perlu<br />

memberikan wewenang dan pembinaan kepada<br />

sekolah dan Komite sekolah untuk bersama<br />

mengatur rumah tangga sekolah secara<br />

transparan dan akuntabiltas.<br />

Penerapan five C’S (Commitment,<br />

Collaboration, Concern, Consideration, and<br />

Change) yang realistis, sinergis dan<br />

berkesinambungan pada Pemda, Dinas Diknas,<br />

sekolah, dan LPTK yang ada untuk bersama<br />

maju membangun daerahnya masing-masing.<br />

2. Untuk memberdayakan pendidikan sebagai<br />

pranata sosial yang kuat dan berwibawa perlu<br />

dialokasikan anggaran secara memadai baik<br />

oleh pemerintah pusat (APBN) maupun daerah<br />

(APBD), Berdasarkan SPN 2003, pasal 49 (1)<br />

sektor pendidikan mendapatkan anggaran<br />

minimal 20% dari APBD. Agar masyarakat<br />

bersedia berpartisipasi dengan sukarela,<br />

program itu dapat didukung dengan melakukan<br />

pengurangan dan penghapusan pajak untuk<br />

pendidikan bagi pihak-pihak yang<br />

menyumbang program pendidikan secara<br />

finansial. Di samping itu, pemerintah dapat<br />

memungut pajak kekayaan yang dikhususkan<br />

untuk pendidikan.<br />

3. Pendekatan model pendidikan konvensional<br />

dirasakan masih cocok untuk dikembangkan<br />

disetiap lokasi kajian. Karena sebenarnya<br />

keinginan dan kemauan belajar dan merubah<br />

57


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

hidup pada generasi-generasi penerus di<br />

kalangan mereka sudah tumbuh dan sadar akan<br />

pentingnya arti pendidikan. Tetapi karena<br />

minimnya fasilitas sosial yang tersedia, serta<br />

sebarannya tidak merata dan adanya belenggu<br />

kemiskinan di kalangan mereka sendiri, maka<br />

akses mereka untuk bersekolah jadi tersumbat.<br />

Maka ke depan perlu perbaikan, penambahan<br />

dan pemerataan sarana-prasarana pendidikan<br />

yang ada dengan mempertimbangkan<br />

aksesibiltas sosial, ekonomi dan budaya pada<br />

mereka.<br />

4. Untuk itu di setiap lokasi kajian (Bengkalis,<br />

Inhu dan Inhil) perlu memperbaiki dan<br />

meningkatkan kualifikasi, kamampuan dan<br />

kesejahteraan guru, serta kepala sekolah<br />

sebagai faktor yang mempengaruhi secara<br />

langsung terhadap mutu pendidikan;<br />

melengkapi sarana dan prasarana pendidikan;<br />

mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya<br />

pendidikan agar lebih efisien.<br />

5. Untuk efektifnya proses wajib belajar usia 9<br />

tahun pada; sekolah Induk, harus<br />

memperhatikan;<br />

Untuk di daerah Talang Mamak, perlu<br />

memprioritaskan pengangkatan PNS, bagi Guru<br />

honor yang telah mengabdi pada lokasi (pada<br />

sekolah-sekolah marjinal) tersebut yang<br />

memenuhi persyaratan sedangkan guru honor<br />

yang latar belakang non pendidikan di beri<br />

kesempatan untuk mengikuti pendidikan Akta<br />

IV.<br />

Penambahan sarana Gedung, mebeler, dan<br />

mengingat kondisi alam yang sulit, para Guru<br />

dilengkapi dengan sepeda motor. Memberikan<br />

insentif bagi guru melalui dana APBD<br />

Kabupaten, serta menambah Sekolah Lokal<br />

Jauh. Memprioritas pengangkatan PNS/Guru<br />

bagi tanaga honorer yang memenuhi<br />

persyaratan. Membangun bangunan / lokal<br />

Pokjar minimal di masing-masing desa pada<br />

lokasi mayoritas penduduknya.<br />

Perlu difasilitasi berdirinya Sekolah Lanjutan<br />

Pertama yang komperhensif pada posisi yang<br />

strategis;<br />

6. Untuk di Rupat Utara (desa Titi Akar) perlu<br />

dibangun sarana pendidikan prasekolah dan<br />

Taman Kanak-Kanak untuk menstimulus<br />

masyarakat memasuki sekolah dasar serta<br />

diiringi dengan pembentukan SLJ pada pulaupulau<br />

kecil sekitarnya. Sementara untuk jenjang<br />

pendidikan lanjutan, perlu dibangun SD-SMP<br />

terpadu yang dapat menampung anak usia<br />

sekolah. <strong>Dan</strong> dalam jangka panjang kebutuhan<br />

SMK (bisnis dan manajemen) perlu<br />

dikembangkan di daerah ini, karena potensi<br />

masyarakatnya yang menginginkan SMK.<br />

7. Untuk menstimulus pembangunan ekonomi di<br />

daerah Rupat Utara (Titi Akar) pembangunan<br />

pola kemitraan melalui PIR (dan sejenisnya)<br />

sangat berpotensi untuk dikembangkan sesuai<br />

dengan keinginan masyarakatnya. <strong>Dan</strong> untuk<br />

masyarakat suku Laut perlu penekanan pada<br />

program K2I pada sektor kelautan/perikanan.<br />

8. Selain masalah diungkapkan di atas, juga di Titi<br />

Akar perlu juga penambahan sarana dan<br />

prasarana gedung yang representatif di setiap<br />

sentra lokasi permukiman penduduk, karena<br />

selama ini lokasi sekolah hanya tersedia di<br />

desa-desa utama yang menyulitkan para anak<br />

didik untuk bersekolah, karena mereka sulit<br />

untuk menyebrang laut/selat antar pulau apalagi<br />

untuk ukuran seorang anak kecil yang masih<br />

terbatas kemampuan fisiknya.<br />

9. Untuk kasus suku Laut, mereka sebenarnya<br />

sudah berkeinginan untuk sekolah, tetapi sarana<br />

dan prasarana pendukung kurang memadai,<br />

baik dari sisi internal (individu) mereka sendiri<br />

yaitu karena faktor budaya dan kemiskinannya<br />

juga karena fasilitas sosial yang tersedia<br />

memang kurang. Maka hal ini perlu<br />

pembenahan lebih lanjut untuk peningkatan<br />

kualitas dan kuantitas pembelajaran pada<br />

mereka.<br />

10. Secara umum stigma sebagai suku terbelakang<br />

dan miskin pada mereka, perlu diubah karena<br />

sebenarnya mereka adalah orang-orang yang<br />

memiliki budaya dan juga berkeinginan maju.<br />

Seperti misalnya ; untuk suku Laut guna<br />

memicu prestasi di kalangan mereka maka<br />

perlu adanya tokoh-tokoh kunci yang benarbenar<br />

representatif dan layak dari kalangan<br />

mereka sendiri untuk dilibatkan dalam berbagai<br />

kegiatan pembangunan sebagai stimulus dan<br />

reference (contoh teladan) bagi mereka; bahwa<br />

dari kalangan merekapun ternyata mampu dan<br />

dihargai. Karena selama ini menurut mereka<br />

keterlibatan dari tokoh-tokoh mereka sangat<br />

kurang.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonim, Program Direktorat Pendidikan Lanjutan<br />

Pertama Dalam Rangka Pembinaan SMP Negeri<br />

dan Swasta di Seluruh Indonesia, Ditjen PLP,<br />

Diknas Jakarta, 2005<br />

58


A. Hidir &J. Harun Jurnal Pendidikan<br />

Model pembinaan dan pembelajaran<br />

anak usia sekolah 7 – 15 tahun<br />

Anonim, Program Pengembangan Kurikulum<br />

Berbasis Kompetensi, Ditjen PLP, Diknas Jakarta,<br />

2005<br />

Ahmad, Muchtar, 2003. Desentralisasi Pendidikan<br />

Dalam Otonomi Daerah, Dalam Jurmal Ilmu<br />

Politik Program Pascasarjana Universitas Riau,<br />

Vol I No.I, Riau.<br />

Bafadal, Ibrahim, 2003. Manajemen Peningkatan<br />

Mutu Sekolah Dasar : Dari Sentralisasi Menuju<br />

Desentralisasi, Bumi Aksara, Jakarta.<br />

Furchan, Arief, Pengantar Metode Penelitian<br />

Kualitatif, Usaha Nasional Surabaya, 1992<br />

Huda, N, 1999. Desentralisasi Pendidikan :<br />

Pelaksanaan dan Permasalahannya , dalam Jurnal<br />

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 017,<br />

Depdikbud, Jakarta.<br />

Mastuhu, 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem<br />

Pendidikan Nasional Dalam Abad 21, Safiria<br />

Insani Press, Yogyakarta.<br />

Sudirman, Indonesia Masih Kekurangan Guru,<br />

Kompas 12 Juni 2001<br />

Soerwatoyo, 2003, Persepsi Masyarakat Terhadap<br />

Desentralisasi Pendidikan, Pustaka Sinar Haparan,<br />

Jakarta<br />

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang<br />

Sistem Pendidikan Nasional.<br />

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang<br />

Sistem Pendidikan Nasional.<br />

Hadderman, Margaret. 1999. “School Based<br />

Budgeting” [On line]. Tersedia:<br />

http://www.ed.gov/databases/ERIC_Digest/Ed434<br />

401.html. (17 September 2002)<br />

Kompas. 27 Agustus 2002. “SK Kenaikan<br />

Pangkat Guru”<br />

Kompas, 11 September 2002. “Guru Honorer<br />

Minta Diprioritaskan”.<br />

Kompas, 11 September 2002. “Soal Kualifikasi<br />

Guru SD-SLTP Minimal S1, Usulan Pemerintah<br />

Dinilai Tak Produktif”.<br />

Soedjito, Aspek Sosial Budaya Dalam<br />

Pembangunan Pedesaan, Tiara Wacana<br />

Yogyakarta, 1987.<br />

Solihin, Dadang dan Putut Marhayudi, Panduan<br />

Lengkap Otonomi Daerah, ISMEE Jakarta, 2002.<br />

Tayibnapis, Farida Yusuf, Evaluasi Program,<br />

Rineka Cipta Jakarta, 2000<br />

Tilaar, H.A.R. 1998. Manajemen Pendidikan<br />

Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Kata<br />

Pengantar Makagiansar, M. Bandung: Remaja<br />

Rosdakarya<br />

59


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

AKTIVASI MULTIPEL INTELIGENSI MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN<br />

KONTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STRUKTUR ALJABAR<br />

MAHASISWA DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PMIPA FKIP<br />

UNIVERSITAS RIAU<br />

Syofni<br />

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau<br />

Jalan HR. Subrantas KM 12,5 Simpang Panam Pekanbaru Indonesia 28293<br />

e-mail:<br />

ABSTRAK. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil<br />

belajar mahasiswa pada mata kuliah Struktur Aljabar dengan memperbaiki proses pembelajaran.<br />

Perbaikan yang dilakukan adalah dengan aktivasi multipel intelegensi (kercedasan ganda) dengan<br />

pendekatan konstruktivis. Ada lima iltelegensi yang diaktifkan yaitu 1. kecerdasan linguistic, 2.<br />

kecerdasan logis-matematis,3. kecerdasan spasial, 4.kecerdasan interpersonal dan 5. kecerdasan<br />

intrapersonal. Ada dua data yang diperlukan yaitu data hasil belajar dan data tentang proses<br />

pembelajaran. Data hasil belajar dikumpulkan dengan tes uraian disetiap akhir siklus dan data tentang<br />

proses pembelajaran dilakukan oleh mahasiswa dengan merefleksi dengan memberikan kesan,pesan,<br />

saran perbaikan untuk pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat<br />

disimpulkan bahwa, tindakan pada siklus 2 menghasilkan skor hasil belajar lebih baik dari pada siklus 1.<br />

Berikut adalah yang dapat disimpulkan dari refleksi pembelajaran oleh mahasiswa. Hal-hal positif yang<br />

dirasakan mahasiswa ; dapat meningkatkan kemandirian, keaktifan, kesiapan, interaksi, melatih<br />

keberanian tampil dan mengemukakan pendapat. 3. Saran perbaikan pembelajaran yang diungkapkan<br />

mahasiswa adalah, membuat dan menggunakan bahan ajar yang berbahasa Indonesia, membuat Lembar<br />

Kerja Mahasiswa (LKM) sebagai panduan, meningkatkan bimbingan dari dosen, mahasiswa memperbaiki<br />

diri dengan berpikir positif terhadap mahasiswa lain yang menangggapi atau mengajukan pertanyaan.<br />

Kata Kunci: aktivasi, multipel inteligensi, konstruktivis, hasil belajr<br />

INTELLIGENCE MULTIPLE ACTIVITY THROUGH CONSTRUCTIVE LEARNING<br />

APPROACH TO IMPROVE THE RESULT OF ALGEBRA STRUCTURE LEARNING<br />

STUDENTS IN STUDY PROGRAM MATHEMATIC PMIPA FKIP RIAU UNIVERSITY<br />

ABSTRACT. Multiple intelligence theory is a cognitive theory which is explained that a man has seven<br />

basic intelligence : 1. Intelligence linguistic, 2. Intelligence logical mathematic, 3. intelligence special, 4.<br />

intelligence body-kinetis, 5. intelligence music, 6. intelligence interpersonal, and 7. intelligence<br />

interpersonal. The some function with different way to the different people. Constructions knowledge by<br />

doing self is one of the students should do, because the component should be knowledge intelligence<br />

activity. And it promise about more understanding knowledge than just wait explanation from lecture or<br />

instructor. In fact students of university passive study in class teaching, they don’t give question and<br />

don’t give respond or the answer question to appear in learning, the knowledge to takes notes dominant.<br />

To improve the lack learning situation like above, the research about class activity was be done with<br />

aljabar structure intelligence multiple activity through constructive. The are two siklus study that we<br />

do in research, which is siklus 1 and siklus 2, this second siklus the close by applied constructive. The<br />

different is do mean that for siklus 2 to form can for siklus 1 the based evaluation by lecture and<br />

university of students.The data could be collected into 2 ways, they are the test technique in essays and<br />

questionnaire to collect the students response through the lesson to answer the problem that had<br />

formulated the data was analyzed in descriptive by serving in table, diagram. The based information<br />

could be conclusion that, the done for siklus 2 the good for result skor study siklus 1, the conclusion could<br />

be learning evaluation by many students. The students things positive can increase to stand, active, ready,<br />

interaction, practice to perform and express our opinion with menunjang for PPL. 3. The learning<br />

opinion express students is, the make do teaching material by speak Indonesia, the make LKM, as the<br />

guide increase by lecture, students to solve thinking positive to another students propose asking<br />

quotations, the students increase copulation and activity the adjust, the time well.<br />

Key word : Inteligency multiple, activitation,constructive.<br />

60


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

PENDAHULUAN<br />

Menurut Herman Hudoyo, belajar matematika<br />

akan lebih berhasil bila sipelajar menemukan<br />

sendiri pola ,hubungan dan struktur ini, sehingga<br />

materi yang dipelajari bertahan lebih lama dalam<br />

ingatan (Hudoyo 1985;34). Hasil penelitian<br />

Soedijarto menunjukan bahwa satu-satunya<br />

variabel sekolah yang secara signifikan<br />

menentukan keberhasilan belajar mahasiswa<br />

adalah tingkat partisipasi mahasiswa. Dalam<br />

kegiatan belajar mengajar, para mahasiswa perlu<br />

dilibatkan secara aktif (Soedijarto,1981;318).<br />

Pendapat diatas sejalan dengan teori belajar<br />

kontruktivis, yang mengatakan bahwa, salah satu<br />

prinsip yang paling penting dari psikologi<br />

pendidikan adalah dosen tidak dapat hanya sematamata<br />

memberikan pengetahuan kepada mahasiswa.<br />

Mahasiswa harus membangun pengetahuan<br />

didalam benaknya sendiri. Dosen dapat mambantu<br />

proses ini, dengan cara – cara mengajar yang<br />

membuat informasi menjadi sangat bermakna dan<br />

sangat relevan bagi mahasiswa, dengan<br />

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk<br />

menemukan atau manerapkan sendiri ide – ide, dan<br />

dengan mengajak mahasiswa agar menyadari dan<br />

secara sadar menggunaka strategi – strategi mereka<br />

sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi<br />

mahasiswa tangga yang dapat membantu<br />

mahasiswa mencapai tingkat pemahaman yang<br />

lebih tinggi, namun harus diupayakan agar<br />

mahasiswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.<br />

Setiap manuasia normal dapat mengembangkan<br />

tujuh kecerdasan yang dimilikinya sampai tingkat<br />

penguasaan tertentu (Amstrong; 2002). Setiap<br />

kecerdasan akan muncul pada titik tertentu dimasa<br />

kanak-kanak yang berpotensi unutuk berkembang.<br />

Pembelajaran dengan mengaktifkan kecerdasankecerdasan<br />

multiple intelegensi merupakan salah<br />

satu cara yang dipandang dapat membantu guru<br />

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.<br />

Multiple inteligensi akan menerapkan variasivariasi<br />

belajar yang dapat mengaktifkan<br />

mahasiswa dalam pembelajaran dan dapat<br />

meningkatkan daya ingat mahasiswa. Kecerdasan -<br />

kecerdasan yang akan diaktifkan adalah<br />

kecerdasan linguistik, kecerdas logis-matematis,<br />

kecerdasan spasial/visual dan kecerdasan<br />

intrapersonal. Menurut Armstrong (2002) dengan<br />

mengaktifkan kecerdasan - kecerdasan yang<br />

dimiliki mahasiswa dalam proses pembelajaran<br />

sama halnya dengan memfasilitasi pengembangan<br />

berfikir mahasiswa. Secara tidak langsung<br />

pembelajaran dengan mengaktifkan multiple<br />

inteligensi sejalan dengan tujuan pendidikan<br />

matematika secara nasional.<br />

Kecerdasan linguistic akan melatih cara berfikir<br />

dan bernalar, kecerdasan logism – matematis akan<br />

melatih kemampuan pemecahan masalah,<br />

kecerdasan spasial akan melatih mengembangkan<br />

aktivitas kreaktif yangmelibatkan imajinasi serta<br />

kecerdasan intrapersonal akan melatih mahasiswa<br />

untuk berkomunikasi dan menyampaikan<br />

pendapat.<br />

Mata kuliah Struktur Aljabar adalah mata<br />

kuliah wajib di Program Studi Pendidikan<br />

Matematika FKIP UNRI. Mata kuliah ini<br />

merupakan mata kuliah lanjutan, yang<br />

penekanannya bukan pada perhitunganperhitungan,<br />

tetapi pada kemampuan berfikir logis<br />

dan bernalar secara sistematis dalam<br />

menyelesaikan masalah, sehingga pembelajaran<br />

matakuliah ini membutuhkan kecerdasan dan<br />

mampu meningkatkan kecerdasan.<br />

Kenyataan yang dialami selama penulis<br />

mengajar mata kuliah Struktur Aljabar (lebih<br />

kurang empat belas tahun, dari tahun 1995 sampai<br />

sekarang) adalah mahasiswa sangat pasif dalam<br />

kegiatan pembelajaran. Sebagian besar mahasiswa<br />

jarang sekali bahkan tak pernah mengajukan<br />

pertanyaan, dan kegiatan yang dominan adalah<br />

mencatat. Hasil yang diperoleh jauh dari harapan.<br />

Kenyataan ini tentu tidak sesuai dengan bagaimana<br />

seharusnya belajar matematika itu. Apalagi untuk<br />

mata kuliah Struktur Aljabar yang tujuannya<br />

adalah penataan nalar dan pemecahan masalah.<br />

Beberapa usaha telah dilakukan agar mahasiswa<br />

terlibat aktif dalam usaha pemerolehan ilmu,<br />

seperti mewajibkan mahasiswa membuat<br />

pertanyaan di rumah, mengelompokkan dalam<br />

kelompok heterogen secara akademis untuk<br />

mengerjakan tugas dan memberikan skor tambahan<br />

untuk mahasiswa – mahasiswa yang dengan<br />

sukarela atau ditunjuk mau mengemukakan<br />

pendapatnya. Namun hasilnya belum dapat<br />

menggembirakan hati.<br />

Penelitian yang penulis laksanakan pada tahun<br />

2000 menyimpulkan bahwa,”Hasil belajar dan<br />

motivasi mahasiswa yang dilibatkan dengan kadar<br />

tinggi dalam pemecahan masalah lebih baik secara<br />

signifikan dari hasil belajar mahasiswa yang<br />

dilibatkan dengan kadar rendah dalam pemecahan<br />

masalah”.(Syofni; 2000).<br />

Berdasarkan refleksi yang penulis lakukan<br />

terhadap pembelajaran yang dilaksanakan,<br />

penyebab kurang aktifnya mahasiswa dalam proses<br />

pembelajaran disamping berasal dari mahasiswa<br />

61


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

sendiri, yang tak kalah penyebabnya adalah dari<br />

penulis sendiri. Mengingat keterbatasan waktu dan<br />

materi perkuliahan yang banyak, penulis kurang<br />

sabar membimbing dan melatih mahasiswa secara<br />

scaffolding untuk dapat mengkonstruksi dan<br />

menggunakan kecerdasan yang dimiliki dalam<br />

belajar.<br />

Aleks mengemukakan dalam makalahnya<br />

bahwa jika seorang guru, dosen atau seorang<br />

praktisi pendidikan lainya merasakan ada suatu<br />

yang tidak beres dalam pembelajaran yang<br />

dilaksanakannya, maka dia seyoyanya berusaha<br />

memperjelas masalah apa yang dihadapinya,<br />

kemudian merencanakan tindakan yang<br />

dianggapnya paling baik untuk memecahkan<br />

masalah tersebut (Aleks 2002).<br />

Berdasarkan uraian diatas, jelas terdapat<br />

kesenjangan antara kenyataan dengan<br />

harapan.serta kekeliruan pembelajaran yang<br />

dilakukan Oleh sebab itu perlu direncanakan suatu<br />

tindakan aktif yang akan menciptakan suatu<br />

kondisi dalam rangka meningkatkan keaktifan<br />

mahasiswa dalam pembelajaran yang dapat<br />

mengaktivasi lebih banyak iltelegensi<br />

(kecerdasan).<br />

Beberapa pengertian yang tercakup pada kata<br />

belajar ialah : Belajar adalah usaha aktif dari<br />

seseorang yang dilakukan secara sadar<br />

untukmengubah perilakunya sendiri. Belajar<br />

adalah suatu perubahan perbuatan atau perilaku<br />

(pengetahuan, keterampilan, sikap mental) sebagai<br />

akibat dari mengalami.Belajar adalah proses<br />

perbaikan pengetahuan dan keterampilan dengan<br />

cara mengalami sendiri.Belajar adalah mengubah<br />

perbuatan, pengetahuan dan ketreampilan, yang<br />

hasilnya dapat benar atau salah.Belajar adalah<br />

suatu proses untuk mendapatkan kemampuan agar<br />

dapat menggantikan perilaku yang buruk menjadi<br />

baik.(Margono Slamet, 1999; 127)<br />

Berdasarkan beberapa defenisi belajar seperti<br />

dikutip diatas, dapat disimpulkan bahwa balajar<br />

adalah suatu kegiatan aktif yang dilakukan secara<br />

sadar untuk mendapatkan kemampuan baru<br />

melalui pengalaman berkenalan dan berinterasksi<br />

dengan obyek atau materi yang dipelajari. Dengan<br />

pengertian semacam itu dosen dalam usaha<br />

membelajarkan mahasiswa perlu memikirkan<br />

bagaimana dapat memberi pengalaman kepada<br />

mahasiswa agar mereka secara efektif melakukan<br />

kegiatan mengenal dan berinteraksi dengan materi<br />

pelajaran untuk mandapatkan kemampuan baru.<br />

Hasil penelitian Syofni menunjukkan bahwa,<br />

hasil belajar mahasiswa yang dilibatkan dengan<br />

kadar tinggi dalam pemecahan masalah lebih baik<br />

secara signifikan dari hasil belajar mahasiswa yang<br />

dilibatkan dengan kadar rendah dalam pemecahan<br />

masalah dan motivasi belajar mahasiswa yang<br />

dilibatkan dengan kadar tinggi dalam pemecahan<br />

masalah meningkat secara sangat signifikan dari<br />

motivasi belajar sebelum pembelajaran (Syofni,<br />

2000 :)<br />

Tugas utama dosen terhadap mahasiswa adalah<br />

melaksanakan pembelajarannya, artinya dosen<br />

harus berusaha membelajarkan mahasiswa,<br />

membuat mahasiwa mengalami proses belajar.<br />

Sangat banyak cara untuk membuat mahasiswa<br />

belajar, tetapi tidak ada cara terbaik untuk semua<br />

situasi yang dihadapi. Oleh sebab itu sudah<br />

selayaknyalah seorang dosen senantiasa berpikir<br />

dan berusaha mencari cara yang lebih baik untuk<br />

dilaksanakan.<br />

Menurut pandangan konstruktivisme bahwa<br />

belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan<br />

dari abstraksi pengalaman baik alami maupun<br />

manusiawi. Proses konstruksi ini dilakukan secara<br />

pribadi dan sosial, proses ini adalah proses yang<br />

aktif ( Suparno dalam Elin, 2003;15). Selanjutnya<br />

Soparno menyatakan bahwa, mengajar bukanlah<br />

mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah<br />

tahu (guru) kepada yang belum tahu (mahasiswa),<br />

melainkan membantu seseorang agar dapat<br />

mengkonstruksi sendiri pengetahuannya lewat<br />

kegiatannya terhadap fenomena dan objek yang<br />

ingin diketahuinya.<br />

Pendekatan kontruktivis dalam pembelajaran<br />

menekankan pada pengajaran top-down daripada<br />

bottom-up. Dalam pembelajaran top-down<br />

mahasiswa mulai dari suatu tugas yang kompleks,<br />

lengkap dan autentik, artinya bahwa tugas-tugas itu<br />

bukan merupakan bagian atau penyederhanaan dari<br />

tugas-tugas yang akhirnya dapat dilakukan<br />

mahasiswa, melainkan tugas itu merupakan tugas<br />

yang sebenarnya.(Mohamad Nur, 2000 : 7).<br />

Dalam pelaksanaannya pendekatan kostruktivis<br />

menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas,<br />

berdasarkan teori bahwa mahasiswa lebih mudah<br />

menenmukan dan memahami konsep-konsep yang<br />

sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah<br />

tersebut dengan temannya. Mahasiswa secara rutin<br />

bekerja dalam kelompok ( 4 orang dalam satu<br />

kelompok) untuk saling membenatu memecahkan<br />

masalah-masalah yang kompleks.<br />

Dalam buku Frames of Mind (Howard<br />

Gardner, 1983) yang dikutip oleh Linda Campbell<br />

dan Dee Dickinson (2002), merupakan teori<br />

multiple inteligensi yang memperkuat perspektif<br />

62


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

tentang kognitif manusia. Teori multiple inteligensi<br />

adalah teori fungsi kognitif yang menyatakan<br />

bahwa manusia memiliki tujuh kecerdasan dasar<br />

yaitu 1. kecerdasan linguistic, 2. kecerdasan logis -<br />

matematis,3. kecerdasan spasial, 4. kecerdasan<br />

kinetis - jasmani,5. kecerdasan musik,6.<br />

kecerdasan interpersonal dan 7. kecerdasan<br />

intrapersonal. Yang berfungsi bersamaan dengan<br />

cara yang berbeda-beda pada setiap orang.<br />

Gardner mendefinisikan bahwa kecerdasan<br />

adalah suatu kemampuan dengan proses<br />

kelengkapannya yang sanggup menangani<br />

kandungan masalah yang spesifik di dunia ini.<br />

Lebih lanjut Gardner menjelaskan bahwa teori<br />

multiple inteligensi adalah model kognitif yang<br />

berupaya menjelaskan bagaimana seseorang<br />

menggunakan kecerdasan-kecerdasan mereka<br />

untuk memecahkan masalah dan menghasilkan<br />

suatu hasil. Teori multiple inteligensi percaya<br />

bahwa setiap kecerdasan mempunyai proses<br />

kognitif yang terpisah dalam bidang memori,<br />

perhatian, persepsi, dan pemecahan masalah.<br />

Penerapan teori multiple inteligensi telah<br />

banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Seperti<br />

Campbell dan Campbell (2002) dalam buku,<br />

Multiple Intellegences and student achieviement :<br />

success stories from six schools menunjukan<br />

peningkatan hasil belajar mahasiswa.Demikian<br />

juga penelitian yang dilakukan oleh Sosog, W<br />

(1999) yang menerapkan pendekatan multiple<br />

inteligensi didua sekolah SMU di Singaraja, juga<br />

menunjukan hasil belajar matematika siswa<br />

meningkat dari yang sebelumnya.<br />

Aplikasi teori multiple dalam pembelajaran<br />

dikelas lebih berorientasi pada pengembangan<br />

ranah kecerdasan dasar yang dimiliki mahasiswa.<br />

Manurut Chapmann (1994) dikutip oleh Sosog, W<br />

(1999) menguraikan secara garis besar makna<br />

komponen-komponen kecerdasan dasar ini serta<br />

aplikasinya dalam bidang pendidikan antara lain :<br />

1. Kecerdasan linguistik yang digunakan untuk<br />

menjelaskan hal-hal yang berkaiatan dengan<br />

bahasa. Maksudnya adalah kemampuan menulis<br />

dan berbicara secara fasih.<br />

2. Kecerdasan logis-matematis dipergunakan<br />

untuk meningkatkan kemampuan berfikir<br />

induktif dan deduktif.<br />

3. Kecerdasan visual / spasial yang dipergunakan<br />

untuk mengamati dunia penglihatan baik nyata<br />

maupun abstrak. Maksudnya adalah<br />

kemampuan memvisualisasikan bentuk akhir<br />

dari sesuatu atau membayangkan sesuatu dalam<br />

pikiran.<br />

4. Kecerdasan kinetis-jasmani yang dipergunakan<br />

dalam membangun keharmonisan gerak fisik<br />

dan fikiran. Maksudnya adalah kemapuan<br />

mengontrol gerak tubuh dan kemahiran<br />

mengelola objek.<br />

5. Kecerdasan musik yang dipergunakan untuk<br />

mengenal unsur-unsur musik.<br />

6. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan<br />

untuk memahami dan bekerjasama dengan<br />

orang lain.<br />

7. Kecerdasan intrapersonal dipergunakan untuk<br />

membantu membentuk kebijaksanaan dalam<br />

mengambil keputusan dengan kata lain<br />

kecerdasan ini mengunakan pemahamannya<br />

sendiri untuk membimbing hidupnya.<br />

<strong>Pada</strong> mata kuliah Struktur Aljabar, tidak<br />

memungkinkan semua kecerdasan yang dimaksud<br />

diatas diaktifkan atau dilatih, karena kecerdasan<br />

kinetic jasmasi dan musik tidak memungkinkan,<br />

maka ada lima kecerdasan yang akan dilatihkan<br />

atau diaktifkan dalam pembelajaran ini.<br />

Setiap pribadi adalah unik, orang dapat<br />

mencapai tingkat penguasaan yang tinggi dalam<br />

enam atau tujuh kecerdasan sekaligus.<br />

Sebaliknya ada sebagian orang tampaknya hanya<br />

mengembangkan salah satu kecerdasan atau<br />

beberapa kecerdasan saja sampai ketingkat tinggi<br />

(Armstrong, 2002).<br />

Dalam penelitian ini direncanakan suatu<br />

tindakan yang yang mengaktifkan lima kecerdasan<br />

dengan mengaplikasikan pendekatan konstruktivis<br />

yang mengkombinasikan pengajaran top-down,<br />

scaffolding dan pembelajaran<br />

kooperatif.Tindakan di atas diasumsi tepat untuk<br />

dilaksanakan karena mahasiswa yang mengikuti<br />

mata kuliah Struktur Aljabar adalah mahasiswa<br />

senior atau mahasiswa yang telah lulus mata kuliah<br />

pra-syarat.<br />

Tindakan terbagi menjadi dua siklus yaitu<br />

siklus 1,dan siklus 2. Siklus 1 adalah pembelajaran<br />

yang dilaksanakan pada setengah semester pertama<br />

dan Siklus 2 adalah setengah semester kedua dan<br />

setiap siklus diakhiri dengan tes(ujian), yaitu ujian<br />

tengah semester dan ujian semester. Berikut ini<br />

adalah rencana aktifitas pembelajaran untuk setiap<br />

siklus.<br />

1. Siklus 1<br />

1. Sebelum pembelajaran mahasiswa secara<br />

berkelompok ditugasi mempelajari dan<br />

mengerjakan latihan sesuai dengan materi yang<br />

akan dipelajari ( Teori pembelajaran top-down<br />

dan kooperatif)<br />

63


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

2. Diawal perkuliahan, mahasiswa yang<br />

dikategorikan mampu secara acak diminta<br />

untuk mempresentasikan materi serta latihan<br />

yang dikerjakan dan dipertanggung jawabkan<br />

secara kelompok. Dosen memberikan bantuan<br />

seperlunya, sambil memberi motivasi dan<br />

mengobservasi keaktifan mahasiswa. (Teori<br />

scaffolding)<br />

3. Mahasiswa kelompok lain diwajibkan<br />

mengajukan pertanyaan, sanggahan atau saran.<br />

(Pembelajaran Kooperatif).<br />

4. Mahasiswa yang mengajukan pertanyaan atau<br />

memeberi saran diberi skor keaktifan.<br />

5. Dosen dan mahasiswa melakukan refleksi<br />

terhadap pembelajaran pada siklus 1 dan<br />

berdasarkan hasil refleksi bersama ini<br />

direncanakan pembelajaran pada siklus 2 kirakira<br />

sebagai berikut.<br />

2. Siklus 2<br />

1. Mahasiswa ditugasi mempelajari dan<br />

mengerjakan latihan sehubungan dengan<br />

materi yang dipelajari .<br />

2. Penyajian materi yang tidak terlalu sulit<br />

dilakukan oleh mahasiswa yang menyanggupi<br />

dengan bantuan dosen.<br />

3. Mahasiswa kelompok lain diwajibkan<br />

mengajukan pertanyaan, sanggahan atau<br />

saran, dan diberi skor.<br />

4. Materi dan soal yang dikategorikan sulit,<br />

dipresentasikan oleh mahasiswa yang mampu<br />

dalam kelompok yang ditugasi, pada<br />

pelaksanaannya dosen membimbing tahap<br />

demi tahap jika diperlukan<br />

Prosedur Penelitian<br />

Penelitian Tindakan Kelas merupakan proses<br />

pengkajian melalui sistem bersiklus (daur) dari<br />

kegiatan pembelajaran. <strong>Pada</strong> pelaksanaannya<br />

penelitian tindakan kelas diawali dengan kesadaran<br />

akan adanya permasalahan yang dirasakan<br />

mengganggu, yang dianggap menghalangi<br />

pencapaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya<br />

dicarikan alternatif pemecahan masalah yang<br />

dinilai terbaik. Kemudian melaksanakan tindakan<br />

perbaikan. Tindakan perbaikan ini dinilai dan<br />

direfleksikan dengan mengacu pada kriteriakriteria<br />

perbaikan. Setelah dilakukan refleksi<br />

terhadap proses dan hasil tindakan, biasanya<br />

muncul permasalan baru serta pemikiran baru.<br />

Sehingga pada gilirannya perlu perencanaan ulang,<br />

tindakan ulang, pemgamatan ulang dan refleksi<br />

ulang. Demikian seterusnya sampai suatu<br />

permasalahan dinggap teratasi. Berikut ini<br />

disajikan prosedur pelaksanaan penelitian tindakan<br />

kelas. Rancangan tindakan yang direncanakan<br />

dilakukan untuk tiap siklus dapat disajikan pada<br />

diagram berikut ini.<br />

Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas<br />

METODE PENELITIAN<br />

Wardani dalam bukunya menyatakan bahwa<br />

penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang<br />

dilakukan oleh guru/dosen didalam kelasnya<br />

sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan<br />

memperbaiki kinerjanya sebagai guru/dosen,<br />

sehingga hasil belajar mahasiswa/mahasiswa<br />

menjadi meningkat (Wardani, 2003). ). Sesuai<br />

dengan pendapat di atas maka penelitian ini dapat<br />

dikategorikan penelitian tindakan kelas, karena<br />

peneliti yang dosen mata kuliah Struktur Aljabar,<br />

merasa perlu untuk memperbaiki proses<br />

pembelajaran mata kuliah yang diasuh, agar<br />

mahasiswa dapat menyerap materi kuliah secara<br />

maksimal yang ditandai dengan hasil belajar yang<br />

lebih baik.<br />

Keterangan :<br />

Refleksi awal → Rencana Tindakan 1 →<br />

Pelaksanaan Tindakan 1 →<br />

Observasi 1 → Refleksi 1 →<br />

Rencana Tindakan 2 →<br />

Pelaksanaan Tindakan 2 →<br />

Observasi 2 → Refleksi 2<br />

Penelitian ini membutuhkan dua macam data,<br />

yaitu data kualitatif yang berkenaan dengan<br />

pelaksanaan pembelajaran, dan data kuantitatif<br />

yaitu data hasil belajar mahasiswa. Oleh sebab itu<br />

64


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

ada dua macam instrument pengumpul data<br />

sebagai berikut<br />

1.Tes, tes digunakan untuk mengetahui daya serap<br />

mahasiswa terhadap materi ajar yang disajikan<br />

pada pembelajaran. Ada dua tes yang dipakai pada<br />

penelitian ini yaitu Tes 1 dan Tes 2 yang<br />

dilaksanakan pada akhir siklus 1 dan siklus 2.<br />

Bentuk tes yang digunakan adalah uraian,<br />

sebab tes uraian ini dapat mengukur kemmpuan<br />

kognitif tingkat tinggi mahasiswa, dapat<br />

meningkatkan kemampuan berbahasa tulis, dapat<br />

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah,<br />

dapat melihat secara langsung proses berfikir<br />

mahasiswa serta dapat melatih kemampuan berfikir<br />

teratur, yaitu berfikir logis, analitis dan sistematis.<br />

Hal ini sesuai dengan mata kuliah Struktur Aljabar<br />

yang merupakan mata kuliah lanjut yang<br />

penekanan pada kemampuan berfikir logis, kritis<br />

dan bernalar secara sistematis dalam<br />

menyelesaikan masalah.<br />

Lembaran Refleksi Pembelajaran (Lembar<br />

Observasi) digunakan untuk menjaring pendapat<br />

dan respon mahasiswa tentang pelaksanaan<br />

pembelajaran yang akan digunakan untuk<br />

merefleksi tindakan. Pendapat dan respon ditulis<br />

secara individu pada Lembaran Refleksi<br />

Pembelajaran. Untuk mengisi lembaran refleksi<br />

pembelajaran ini mahasiswa diberikan panduan<br />

secara lisan, yaitu dengan meminta bantuan<br />

mahasiswa untuk menuliskan a). tingkat kesetujuan<br />

nya tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan<br />

disertai alasan yang jelas, b). kelemahankelemahan<br />

yang ada pada pembelajaran, serta c).<br />

saran perbaikan yang operasional atau yang dapat<br />

dilaksanakan untuk memperbaiki proses<br />

pembelajaran selanjutnya.<br />

Rasional penggunaan lembaran refleksi<br />

pembelajaran seperti ini adalah, 1). mahasiswa<br />

adalah manusia dewasa yang mempunyai rasa<br />

tanggung jawab terhadap pembelajarannya, 2)<br />

mahasiswa yang merasakan pembelajaran yang<br />

dilaksanakan, 3). Mahasiswa akan merasa dihargai,<br />

jika pendapatnya digunakan dalam proses<br />

perbaikan pembelajaran. Iskandar (2003)<br />

menyatakan bahwa “Dalam Sistem Jaminan Mutu,<br />

mahasiswa dilibatkan dalam pemantauan<br />

berkelanjutan terhadap kegiatan akademik.<br />

Mahasiswa akan ikut duduk sebagai anggota dalam<br />

berbagai komisi atau kelompok koordinasi”.<br />

Data yang sudah diperoleh melalui lembar<br />

refleksi pembelajaran maupun hasil tes belajar (tes<br />

1 dan tes 2), dianalisis secara analisis deskriptif.<br />

Menurut Sugiyono (2007) statistik deskriptif<br />

adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis<br />

data dengan cara mendeskripsikan atau<br />

menggambarkan data yang telah terkumpul<br />

sebagaimana mestinya. <strong>Analisis</strong> Deskriptif pada<br />

penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan<br />

pembelajaran berdasarkan refleksi mahasiswa.<br />

Data hasil belajar akan memperlihatkan<br />

perkembangan atau peningkatan hasil belajar.<br />

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN<br />

Untuk melihat keberhasilan tindakan, hasil<br />

belajar dari dua kali tes, disajikan pada tabel<br />

distribusi frekwensi berikut.<br />

Tabel 1. Skor Tes Hasil Belajar dari Tes 1<br />

(X 1 ) dan Tes 2 (X 2 )<br />

No. X 1 X 2 X 2 - No. X 1 X 2 X 2 -<br />

X 1<br />

X 1<br />

1 65 81 + 23 46 66 +<br />

2 59 70 + 24 57 62 +<br />

3 60 78 + 25 36 58 +<br />

4 45 44 - 26 68 73 +<br />

5 58 63 + 27 62 52 -<br />

6 85 68 - 28 74 89 +<br />

7 74 85 + 29 82 75 -<br />

8 32 50 + 30 70 74 +<br />

9 80 83 + 31 55 69 +<br />

10 75 75 0 32 63 63 0<br />

11 39 54 + 33 68 65 -<br />

12 50 58 + 34 79 70 -<br />

13 90 78 - 35 58 57 -<br />

14 78 63 - 36 63 89 +<br />

15 83 90 + 37 59 58 -<br />

16 64 70 + 38 81 62 -<br />

17 45 55 + 39 78 98 +<br />

18 55 60 + 40 73 93 +<br />

19 60 94 + 41 61 70 +<br />

20 66 62 - 42 90 100 +<br />

21 71 98 + 43 60 73 +<br />

22 54 89 + - - - -<br />

Berdasar kan sebaran skor yang diperoleh<br />

mahasiswa seperti tabel 2 diatas, terdapat 28 orang<br />

mahasiswa yang mengalami kenaikan skor dan 13<br />

orang mahasiswa mengalami penurunan skor dan 2<br />

orang dengan skor tetap<br />

65


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

Tabel 2. Statistik Dasar Skor Tes 1( X 1 ) dan<br />

Skor Tes 2 (X 2 )<br />

No. Statistik X 1 X 2<br />

1. Skor Tertinggi 90 100<br />

2. Skor Terendah 32 44<br />

3. Rata-rata 64,44 71,67<br />

Tabel 3 diatas memperlihatkan bahwa skor<br />

terendah, skor tetinggi dan rata-rata skor Tes 2<br />

lebih tinggi dibandingkan dengan skor terendah,<br />

skor tetinggi dan rata-rata skor pada Tes 1. Hal ini<br />

juga merupakan indikasi perbaikan hasil belajar<br />

mahasiswa dari siklus 1 ke siklus 2.<br />

Jika data pada tabel 2 disajikan dalam bentuk<br />

distribusi frekwensi, maka akan diperoleh tabel 4<br />

berikut.<br />

Tabel 3. Distribusi Frekwensi Skor Tes 1 dan<br />

Skor Tes 2<br />

No. Interval F 1 F 1 F 2 F 2 lebih<br />

Skor<br />

lebih<br />

dari<br />

dari<br />

1. 29 --- 40 3 43 0 43<br />

2. 41 --- 52 4 40 3 43<br />

3. 53 --- 64 16 36 13 40<br />

4. 65 --- 76 10 20 14 27<br />

5. 77 --- 88 8 10 5 13<br />

6. 89 --- 100 2 2 8 8<br />

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa telah<br />

terjadi peningkatan hasil belajar dari skor tes 1 ke<br />

skor tes 2. Hal ini dapat dilihat bahwa pada interval<br />

skor rendah ( 29 – 52) terjadi penurunan frekwensi<br />

dari yaitu dari 7 orang menjadi 3 orang. Kalau<br />

diperhatikan pada interval skor tinggi (77 – 100)<br />

terjadi peningkatan frekwensi dari 10 menjadi 13<br />

orang. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa terjadi<br />

penurunan jumlah siswa yang berskor rendah<br />

disertai dengan peningkatan jamlah siswa yang<br />

berskor tinggi.<br />

Refleksi pembelajaran oleh mahasiswa<br />

dilakukan diakhir siklus 1. Hasil refleksi<br />

mahasiswa terhadap pembelajaran dapat<br />

dipaparkan sebagai berikut. Dari 43 orang<br />

mahasiswa hanya 38 orang yang mengumpulkan<br />

lembaran refleksi. Tiga puluh lima (35) orang<br />

diantaranya menyatakan setuju, sangat setuju dan<br />

bagus sekali pembelajaran yang dilakasanakan,<br />

hanya tiga orang yang menyatakan kurang setuju.<br />

Hampir semua mahasiswa mengatakan bahwa<br />

pembelajaran pada siklus kedua lebih baik dari<br />

pembelajaran pada siklus pertama.<br />

Alasan yang diberikan oleh mahasiswa<br />

menunjukkan bahwa mereka menyadari sekali<br />

akan keterlibatan dan konstruktivis dalam<br />

pembelajaran sangat penting dilakukan karena<br />

dapat meningkatkan lebih banyak kecerdasan<br />

(Multipel Intelegensi). Alasan yang diberikan<br />

antara lain;1) Meningkatkan kesiapan belajar dan<br />

tanggung jawab (Intelegensi Logis Matematic) 2).<br />

Pembelajaran yang dilakukan dapat melatih<br />

mahasiswa untuk lebih mandiri.(Intelegensi<br />

Intrapersonal) 3). Belajar dengan serius dan<br />

sungguh-sungguh, rajin dan aktif (Intelegensi<br />

Intrapersonal)4). Meningkatkan interaksi<br />

mahasiswa-mahasiswa dan mahasiswa dosen<br />

(Intelegensi Interpersonal, Intelegensi Linguistik)<br />

5). Melatih untuk berani tampil, yang akan sangat<br />

bermanfaat untuk PPL(Intelegensi Linguistik) 6).<br />

Mengurangi ketergantungan dengan dosen.<br />

(Intelegensi Intrapersonal)7). Meningkatkan<br />

pemahaman.( Intelegensi Logis Matematic)<br />

Adapun kendala-kendala yang mereka<br />

temui pada saat mengerjakan tugas konstruktivis<br />

secara berkelompok dan mencoba menyampaikan<br />

hasil diskusi didepan kelas adalah;a). Merasa<br />

kurang percaya diri( ragu-ragu)dan kurang mampu<br />

menguasai materi, b). Bahan ajar yang berbahasa<br />

Inggris juga menjadi kendala, c). Adanya rasa<br />

malas untuk berdiskusi sebelum pembelajaran<br />

dikarenakan kurang biasa dan merasa terbebani, d).<br />

Sebagian anggota kelompok kurang bertanggung<br />

jawab, e)..Memakan waktu lebih lama,<br />

f). Adanya kesan bahwa pertanyaan dari teman lain<br />

dirasakan mempersulit danmenjatuhkan yang<br />

sedang presentasi.<br />

Berdasarkan kendala-kendala yang<br />

dirasakan mahasiswa, maka mahasiswa juga<br />

menyarankan beberapa hal sebagai berikut 1).<br />

Membuat dan menggunakan bahan ajar yang<br />

berbahasa Indonesia, 2) Membuat Lembar Kerja<br />

Mahasiswa (LKM) sebagai panduan, 3).<br />

Meningkatkan bimbingan dari dosen, 4).<br />

Mahasiswa memperbaiki diri dengan berpikir<br />

positif terhadap mahasiswa lain yang<br />

menangggapi atau mengajukan pertanyaan, 5).<br />

Mahasiswa meningkatkan kerja sama dan<br />

keaktifan,6). Mahasiswa membagi waktu dengan<br />

baik<br />

Berdasarkan saran perbaikan dari mahasiswa<br />

diatas, tiga saran pertama ditujukan untuk dosen<br />

dan tiga berikutnya untuk dilaksanakan oleh<br />

mahasiswa sendiri.<br />

66


Syofni<br />

Jurnal Pendidikan<br />

Aktivasi multipel intelegensi melalui pendekatan<br />

pembelajaran kontrutikvis<br />

SIMPULAN<br />

Berdasarkan informasi diatas dapat<br />

disimpulkan bahwa, tindakan pada siklus 2<br />

menghasilkan skor hasil belajar lebih baik dari<br />

pada skor hasil belajar tindakan pada siklus 1.<br />

Berikut adalah hal-hal yang dapat<br />

disimpulkan dari refleksi pembelajaran oleh<br />

mahasiswa.1. Hal-hal positif yang dirasakan<br />

mahasiswa selama tindakan; dapat meningkatkan<br />

kemandirian, keaktifan, kesiapan, interaksi<br />

mahasiswa mahasiswa dan mahasiswa dosen,<br />

melatih keberanian tampil dan mengemukakan<br />

pendapat serta sangat menungjang untuk PPL. 2.<br />

Adapun kendala yang dirasakan mahasiswa selama<br />

proses tindakan diantaranya; merasa kurang<br />

percaya diri( ragu-ragu) dan kurang mampu<br />

menguasai materi, bahan ajar yang berbahasa<br />

Inggris, malas untuk berdiskusi sebelum<br />

pembelajaran dikarenakan kurang biasa, sebagian<br />

anggota kelompok kurang bertanggung jawab,<br />

butuh waktu lebih lama, adanya kesan bahwa<br />

pertanyaan dari teman lain dirasakan mempersulit<br />

dan menjatuhkan teman yang sedang presentasi,<br />

maupun yang akan bertanya atau merespon. 3.<br />

Saran perbaikan pembelajaran yang diungkapkan<br />

mahasiswa adalah, membuat dan menggunakan<br />

bahan ajar yang berbahasa Indonesia, membuat<br />

Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) sebagai panduan,<br />

meningkatkan bimbingan dari dosen, mahasiswa<br />

memperbaiki diri dengan berpikir positif terhadap<br />

mahasiswa lain yang menanggapi atau mengajukan<br />

pertanyaan, mahasiswa meningkatkan kerja sama<br />

dan keaktifan, mahasiswa membagi waktu dengan<br />

baik<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Amstrong, T, Ter jemahan Yudhi Martono 2002.<br />

Multiple Intellegences In The<br />

Classroom: Sekolah Para Juara,<br />

Menerapkan Multiple Intelegensi Dalam<br />

Dunia Pendidikan, Kaifa, Bandung<br />

Campbell, L,Campbell, B dan Dickinson, D. 2002,<br />

Terjemahan Tim Inisiasi: Teaching and<br />

LearningThrough Multiple intellegences:<br />

Melesatkan Kecerdasan, Inisiasi Press,<br />

Depok<br />

Depdikbud, (1975). Filsafat Ilmu, Departemen<br />

Pendidikan dan Kebudayaan Universitas<br />

Terbuka, Jakarta.<br />

Hudoyo, Herman (1985). Pengaruh Cara<br />

Penyampaian dan Jenis Kelamin<br />

Terhadap Hasil Belajar. (Makalah).<br />

Kozulin, A. (1995). Mediated Learning Experience<br />

and Psychologist tools; Vygotsky”s and<br />

Feuerstein”s perspectives in astudy of<br />

student learning, Educational<br />

Psychologist.<br />

Maryunis, Aleks (2002). Action Research untuk<br />

Peningkatan Mutu Pendidikan (Makalah<br />

tidak diterbitkan).<br />

Nur Mohamad dkk.(2000). Pengajaran berpusat<br />

Kepada Mahasiswa dan Pendekatan<br />

Konstruktivis dalam Pengajaran, Pusat<br />

Studi Matematika dan IPA Sekolah<br />

Universitas Negeri Surabaya.<br />

Polya (1973), How to solve it.<br />

Slamet, Margono (1999), Pembelajaran Bermutu di<br />

Perguruan Tinggi, Direktorat Jenderal<br />

Pendidikan Tinggi, Departemen<br />

Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.<br />

Sogog, W, 1999, Peningkatan Proses Pembelajaran<br />

Matematika SMU dengan Pendekatan<br />

Multiple Intelegensi. Majalah Ilmiah<br />

Aneka Widya STKIP Singaraja<br />

Soedijarto (1971) Faktor-Faktor yang<br />

Mempengaruhi Kualitas Hasil Belajar<br />

Pelajar Kelas Terakhir SD, Bandung.<br />

Sudjana (1988), Desain dan <strong>Analisis</strong> Eksperimen,<br />

Tarsito, Bandung.<br />

Syofni (2000), Pengaruh Keterlibatan Mahasiswa<br />

dalam Pemecahan Masalah Terhadap<br />

Hasil Belajar Struktur Aljabar<br />

Mahasiswa Program Studi Pendidikan<br />

Matematika FKIP UNRI. (Laporan<br />

Penelitian).<br />

Wardani I.G.A.K (2003), Penelitian Tindakan<br />

Kelas, Pusat Penerbitan Universitas<br />

Terbuka.<br />

67


PANDUAN UNTUK PENULIS<br />

Tujuan dan Ruang Lingkup<br />

Jurnal Pendidikan adalah suatu jurnal monodisipliner berskala nasional yang<br />

mencakup berbagai pokok persoalan dalam kajian ilmu pendidikan. Secara khusus jurnal<br />

pendidikan menaruh perhatian pada pokok-pokok persoalan tentang perkembangan ilmu<br />

pendidikan dan keguruan serta pembangunan bidang pendidikan dan keguruan. Tujuan dari<br />

jurnal pendidikan ini adalah menyebarluaskan pemikiran-pemikiran konseptual maupun hasilhasil<br />

penelitian yang telah dicapai dalam bidang Pendidikan.<br />

Penyerahan Naskah<br />

Penulisan menyerahkan 3 (tiga) ekslemplar naskah disertai dengan file elektronik<br />

dalam disket atau compact dist kepada: Redaksi Jurnal Pendidikan, Lembaga Penelitian<br />

Universitas Riau Kampus Binawidya Simpang Panam Pekanbaru Telp. (0761)567093 Fax<br />

(0761) 63279 Email: ur_jurnal_pendidikan@yahoo.com atau faizjis@yahoo.co.id. disertai<br />

dengan surat pernyataan bahwa naskah belum pernah diterbitkan dan tidak sedang dalam<br />

proses penerbitan pada jurnal lain. Setelah melewati proses review yang dilakukan oleh 2<br />

penelaah, penulis diharuskan menyerahkan 1 (satu) eksemplar naskah yang telah direvisi oleh<br />

penulis (naskah akhir), disertai file elektronik dalam disket atau campact disc.<br />

Format Naskah<br />

Artikel yang dimuat dalam jurnal ini dapat berupa kajian konseptual dan atau hasilhasil<br />

penelitian pada disiplin ilmu pendidikan. Secara umum, sistematika artikel terdiri atas<br />

pendahuluan /introduksi yang menguraikan latar belakang dan permasalahan yang dikaji<br />

yang ditunjang oleh referensi yang relevan, metode, hasil, dan pembahasan, dan<br />

simpulan/rekomendasi. <strong>Pada</strong> kajian yang bersifat konseptual, bagian metodologi dapat<br />

ditiadakan bila dianggap tidak perlu.<br />

Naskah ditulis pada kertas berukuran A4 , dengan panjang tulisan maksimal 20<br />

halaman berspasi ganda, termasuk daftar pustaka, tabel, dan lampiran. Setiap halaman<br />

memiliki batas kiri-kanan dan atas-bawah 3 cm. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa<br />

Indonesia yang baik dan benar. Naskah juga dapat ditulis dalam bahasa Inggris.<br />

Naskah dimulai dengan halaman pertama yang memuat:<br />

- Judul singkat ( running head). Penulis diminta untuk membuat judul singkat.<br />

- Judul lengkap (dalam bahasa Indonesia dan Inggris)<br />

- Nama penulis, afiliasi dan alamat korespondensi (mis.E-mail)<br />

Abstrak<br />

- Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 250 kata. Absrak mencakup<br />

permasalahan , metode , dan temuan serta kesimpulan<br />

- Abstrak dalam bahasa Iinggris, tidak lebih dari 200 kata.<br />

Kata Kunci<br />

- Tuliskan maksimal 5 kata-kata kunci (key words)<br />

Gambar dan Tabel<br />

- Untuk kepentingan penyuntingan, gambar dan tabel disertakan secara terpisah dari<br />

badan karangan (tidak dimasukan ke dalam teks). Dalam hal ini, penulis<br />

menunjukkan di mana gambar dan atau tabel harus diletakkan pada badan karangan.<br />

- Gambar yang akan ditampilkan dalam jurnal adalah gambar hitam-putih. Bila<br />

menginginkan, penulis dapat menyertakan gamabar berwarna, namun penulis akan<br />

dikenai biaya percetakan gambar berwarna tersebut.<br />

- Gambar dalam bentuk file elektronik, diharapkan ditulis di dalam MS Power Point<br />

atau dengan format.JPG<br />

- Gambar dan tabel diberi nomor sebagai berikut : Gambar 1, Gambar 2 dan<br />

seterusnya. Tabel 1, Tabel 2, dan seterusnya.<br />

- Gambar dan Tabel yang substansinya sama, ditampilkan salah satu.<br />

- Tabel berbentuk pivot table.<br />

Penulisan sub judul (heading) pada setiap bagian<br />

2


- Subjudul tingkat pertama semuanya dicetak tebal ditulis dengan huruf kapital,<br />

misalnya: PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MELALUI METODE<br />

SIMULASI.<br />

- Subjudul tingkat kedua, semuanya dicetak tebal dan ditulis dengan huruf kecil,<br />

kecuali huruf pertama dari setiap kata, misalnya: Faktor-faktor yang<br />

Mempengaruhi Hasil Belajar<br />

- Subjudul tingkat ketiga, semuanya ditulis dengan huruf miring dan huruf kecil<br />

kecuali huruf pertama dari setiap kata, misalnya: Faktor Tingkat Kecerdasan Siswa<br />

Ucapan Terimakasih<br />

- Penulis dapat menuliskan ucapan terimakasih kepada individu, lembaga pemberi dana<br />

penelitian dan sebagainya. Ucapan terimakasih ditulis sebelum Daftar Pustaka.<br />

Daftar Pustaka<br />

Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip<br />

atau yang dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan<br />

dilakukan sebagai berikut:<br />

- Apabila terdiri dari satu orang penulis, ditulis sebagai berikut: McNeely (2010) atau<br />

(McNeely, 2010).<br />

- Apabial terdiri dari 2 orang penulis, ditulis sebagai berikut: McNeely & McCurdy<br />

(2010) atau ( McNeely & McCurdy, 2010).<br />

- Apabila terdiri dari tiga orang penulis atau lebih, ditulis sebagai berikut: McNeely et<br />

all. (2010) atau (McNeely et all, 2010). Kata/ istilah et al., hanya digunakan untuk<br />

referensi berbahasa asing. Untuk referensi berbahasa Indonesia digunakan istilah<br />

dkk., misalnya Suparman, dkk. (2010).<br />

Penusisan daftar pustaka dilakukan sebagai berikut:<br />

Sumber Buku:<br />

- Strahler, A.N. (1957). Physical geography. New York: Wiley.<br />

- Farrington, J., Turton, C., & James, A.J. (Eds.). (1999). Participatory wareshed<br />

development: Challenges for the twenty–first century. New Delhi: Oxford University<br />

Press.<br />

- Shaxson, T. F. (2000). People’s invovement in watershed management: Lessons from<br />

working among resource-poor farmers. In R.Lal (Ed.), Intergated watershed<br />

management in the global ecosystem (pp.345 – 363). Boca Raton, FL :CRC Press.<br />

- Van Noordwijk, M., van Roode, M., McCallie, E.L., & Lusiana, B.(1998). Erosion<br />

and sedimentation as multiscale, fractal processes: Implications for models,<br />

eksperiments and the real world. In F.W.T. Penning de Vries, F. Agus , & J. Kerr<br />

(Eds.), Soil erosion at multiple scales (pp. 223–253). New York: CAB International.<br />

Sumber Jurnal:<br />

- Tomich, T.P., Fagi, A. M., de Foresta, H. Michon, G., Michon, G., Murdiyarso, D.,<br />

Stolle, F., & Van Nooordwijk, M. (1988). Indonesia’s fires:smoke as a problem,<br />

smoke as a symptom. Agroforestry Today, 10(1), 4-7.<br />

Sumber Prosiding Seminar:<br />

- Fay, C., de Foresta, H, & Sirait, M. (1998). Progress towards recognizing the rights<br />

and management potensials of local communities in Indonesian state-defined forest<br />

area. Peper presented at the workshop of participatory natural resource management<br />

in developing countries, Mansfield College, Oxford, April 6-7.<br />

Sumber Internet<br />

- Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. (1998). Property rights,<br />

collective action and technologies for natural resource management: A conceptual<br />

framework. CAPRi Working Paper No. 1. Washington DC, USA: International Food<br />

Policy Research Institute. http://www. Capri.cgiar.org/pdf/capriwp01.pdf.<br />

Sumber Disertasi/Thesis:<br />

- Zandbergen, P. (1998). Urban watershed assesment: Linking watershed healt<br />

indicator to mangement. Ph.D. Thesis. Resource Management and Environmetal<br />

Studies, University of British Columbia, Vancaouver.<br />

2


Satuan, singkatan, nomenklatur, dan lambing:<br />

- Satuan dan singkatan menggunakan sistem SI ( System International)<br />

- Nomenklatur nama ilmiah tumbuhan dan hewan ditulis lengkap dengan nama authornya.<br />

Nama ilmiah sesuai dengan aturan nomenklatur harus digunakan nama<br />

penulisnya yang pertama kali, selanjutnya dapat disingkat sesuai dengan aturan yang<br />

berlaku dan atau menggunakan nama daerah.<br />

- <strong>Penggunaan</strong> lambang ditulis sebagai berikut: contoh, lambang alpha ditulis dengan <br />

bukan dengan huruf a.<br />

2


KONTRUBUSI PENULIS ARTIKEL<br />

Perlu kami informasikan, bahwa setiap artikel yang dimuat pada Jurnal Pendidikan terhitung<br />

sejak penerbitan Vol.1, No.1, April 2010 dikenakan biaya sebesar<br />

Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) bagi penulis artikel.<br />

Penulis atau Penulis Utama artikel (untuk setiap judul) akan mendapatkan jurnal sebanyak<br />

3(tiga) buah<br />

Kampus Binawidya Simpang Panam Pekanbaru<br />

Telp. (0761)567093<br />

Fax (0761) 63279<br />

Email: ur_jurnal_pendidikan@yahoo.com<br />

ATAS PERHATIAN DAN KERJA SAMANYA,<br />

KAMI UCAPKAN TERIMAKASIH<br />

2

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!