PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kursus HAM untuk Pengacara X, 2005<br />
Bahan bacaan<br />
Materi : Pengadilan HAM<br />
c. Hukum Acara Pengadilan HAM<br />
Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000<br />
menyatakan bahwa hukum acara yang<br />
digunakan adalah hukum acara yang<br />
berdasarkan hukum acara pidana kecuali<br />
ditentukan lain dalam undang-undang ini.<br />
Hal ini berarti hukum acara yang akan<br />
digunakan untuk proses pemeriksaan di<br />
pengadilan menggunakan hukum acara<br />
dengan mekanisme sesuai dengan Kitab<br />
Undang-undang Hukum Acara Pidana<br />
(KUHAP).<br />
UU No. 26 Tahun 2000 mengatur<br />
Kekhususan pengadilan HAM di luar<br />
ketentuan KUHAP untuk pelanggaran<br />
HAM yang berat. Kekhususan dalam<br />
penanganan pelanggaran HAM yang berat<br />
dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah :<br />
1. Diperlukan penyelidik dengan<br />
membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc,<br />
penuntut ad hoc, dan hakim ad hoc.<br />
2. Diperlukan penegasan bahwa<br />
penyelidik hanya dilakukan oleh komisi<br />
nasional hak asasi manusia sedangkan<br />
penyidik tidak berwenang menerima<br />
laporan atau pengaduan sebagaimana<br />
diatur dalam KUHAP.<br />
3. Diperlukan ketentuan mengenai<br />
tenggang waktu tertentu untuk<br />
melakukan penyidikan, penuntutan,<br />
dan pemeriksaan di pengadilan.<br />
4. Diperlukan ketentuan mengenai<br />
perlindungan korban dan saksi.<br />
5. Diperlukan ketentuan mengenai tidak<br />
ada kadaluarsa pelanggaran HAM yang<br />
berat.<br />
Kekhususan ini kemudian dijabarkan dalam<br />
pasa demi pasal dalam UU No. 26/2000<br />
yang merupakan pengecualian dari<br />
pengaturan dalam KUHAP yaitu :<br />
Penangkapan<br />
Kewenangan untuk melakukan<br />
penangkapan di tingkat penyidikan dalam<br />
pengadilan HAM ini adalah Jaksa Agung<br />
terhadap seseorang yang diduga keras<br />
melakukan pelanggaran HAM berat<br />
berdasarkan bukti permulaan yang cukup 17 .<br />
Prosedur untuk pelaksanaan penangkapan<br />
dilakukan oleh penyidik dengan<br />
memperlihatkan surat tugas dan<br />
menunjukkan surat perintah penangkapan<br />
yang mencantumkan identitas tersangka<br />
dengan menyebutkan alasan penangkapan,<br />
tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian<br />
singkat perkara pelanggaran HAM yang<br />
berat yang dipersangkakan. Keluarga harus<br />
mendapatkan tembusan untuk adanya<br />
penangkapan tersebut segera setelah<br />
penangkapan dilakukan.<br />
Pelaku pelanggaran HAM berat yang<br />
tertangkap tangan, penangkapannya<br />
dilakukan tanpa surat perintah tetapi<br />
dengan segera bahwa orang yang<br />
menangkap harus segera menyerahkannya<br />
kepada penyidik. Lama penangkapan<br />
paling lama 1 hari dan masa penangkapan<br />
ini dapat dikurangkan dari pidana yang<br />
dijatuhkan.<br />
Ketentuan khusus mengenai penangkapan<br />
ini jika dikomparasikan dengan KUHAP<br />
tidak jauh berbeda. Yang membedakan<br />
adalah yang melakukan/pelaksanaan tugas<br />
penangkapan adalah Jaksa Agung<br />
sedangkan dalam KUHAP yang melakukan<br />
17 Penjelasan tentang bukti permulaan<br />
yang cukup adalah bukti permulaan untuk<br />
menduga adanya tindak pidana bahwa<br />
seseorang yang karena perbuatannya atau<br />
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut<br />
diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM yang<br />
berat.<br />
Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat, (ELSAM) 13