PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA - Elsam
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kursus HAM untuk Pengacara X, 2005<br />
Bahan bacaan<br />
Materi : Pengadilan HAM<br />
setiap perbuatan yang merupakan bentuk<br />
kejahatan internasional akan dihukum<br />
walaupun belum ada hukum yang<br />
mengaturnya. Argumen lainnya yaitu<br />
bahwa nullum crimen sine lege sebenarnya<br />
bukan batasan kedaulatan tetapi merupakan<br />
prinsip keadilan (principle of justice)<br />
sehingga menjadi tidak adil ketika yang<br />
bersalah tidak dalap dihukum dan<br />
dibiarkan bebas (unpunished). 63<br />
c. Argumen penerapannya dalam kasus<br />
Timor-Timur<br />
Dalam peradilan HAM ad hoc kasus Timortimor,<br />
keberatan terhadap diberlakukannya<br />
asas retroaktif adalah karena bertentangan<br />
dengan UUD 1945 amandemen ke 2 (Pasal<br />
28 I), bertentangan dengan Universal<br />
Declaration of Human Rights, bertentangan<br />
dengan asas Legalitas dalam KUHP, dan<br />
bertentangan denga rasa keadilan dan<br />
kepastian hukum. 64<br />
63 Atas dasar International Customary<br />
Law, alasan dapat digunakan asas retroaktif<br />
adalah 1) atas dasar principle of justice yang<br />
artinya bahwa impunity terhadap pelaku<br />
pelanggaran HAM yang berat akan dirasakan<br />
lebih tidak adil dibandingkan dengan tidak<br />
menerapkan asas legalitas, yang juga ditujukan<br />
untuk menciptakan kepastian hukum dan<br />
keadilan, dan b) dalam hal ini tidak ada<br />
persoalan asas legalitas, sebab tidak ada<br />
perundang-undangan yang baru. Yang terjadi<br />
adalah penerapan hukum kebiasaan<br />
internasional dalam peradilan ad hoc dengan<br />
locus dan tempos delicti tertentu yang sudah<br />
dikenal dalam praktek hukum internasional<br />
(Nurenberg, Tokyo, Rwanda dan Yugoslavia)<br />
dalam hal ini berlaku asas nullum delictum nulla<br />
poena sine iure. Lihat Muladi, Mekanisme Domestik<br />
untuk Mengadili Pelanggaran HAM Berat melalui<br />
sistem Pengadilan atas Dasar UU No. 26 Tahun<br />
2000, Makalah dalam Diskusi Panel 4 Bulan<br />
Pengadilan HAM Kasus Tanjung Priok, Jakarta,<br />
20 Januari 2004<br />
64 Argumen-argumen ini merupakan<br />
argumen yang dikemukakan dalam eksepsi tim<br />
Argumen majelis hakim dalam menentukan<br />
berlakunya asas retroaktif adalah apabila<br />
ditinjau lebih jauh lagi UU No. 26 Tahun<br />
2000 dalam bentuk atau formatnya sejalan<br />
dengan penyimpangan atas asas non<br />
retroaktif berdasarkan pada preseden proses<br />
peradilan Nuremberg tahun 1946 yang<br />
mengawali pengecualian atas asas legalitas.<br />
Sementara substansi atau norma hukum<br />
yang diterapkan terutama yang berkaitan<br />
dengan kejahatan genosida dan kejahatan<br />
terhadap kemanusiaan.<br />
Bahwa proses peradilan Nuremberg<br />
tersebut yang menerapkan asas retroaktif<br />
telah dianggap sebagai norma kebiasaan<br />
Internasional dan telah memiliki ciri-ciri ius<br />
cogen yaitu norma tertinggi yang harus<br />
dipatuhi dan tidak boleh dikurangi<br />
sehingga semua negara anggota PBB<br />
termasuk Indonesia secara hukum terkait<br />
untuk melaksankannya tanpa harus<br />
meratifikasinya. Bahwa kemudian putusan<br />
peradilan Nuremberg tersebut dikuatkan<br />
melalui Resolusi PBB tanggal 11 Desember<br />
1946 sebagai suatu aplikasi prinsip-prinsip<br />
hukum internasional, seterusnya diikuti<br />
pula oleh Peradilan Tokyo 1948, Peradilan<br />
Bekas Yugoslavia/International Criminal<br />
Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) 1993,<br />
Peradilan Rwanda/International Criminal<br />
Tribunal for Rwanda (ICTR) 1995, RUU<br />
Peradilan ad hoc Khmer Merah 1999<br />
khususnya terhadap pelanggaran HAM<br />
yang berat (gross violation of human rights),<br />
sekalipun untuk kurun waktu tertentu saja.<br />
Bahwa Pemberlakuan asas retroaktif pada<br />
peradilan Nuremberg memberikan<br />
justifikasi terhadap pengecualian asas<br />
legalitas. Kemudian tentunya setelah diikuti<br />
dan diterapkan pada negara-negara<br />
sesudahnya asas retroaktif ini menjadi asas<br />
legalitas untuk pengadilan-pengadilan<br />
sesudahnya, karena menjadi dasar hukum<br />
penasehat hukum terdakwa dalam Pengadilan<br />
HAM ad hoc Timor-timur.<br />
Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat, (ELSAM) 37