Tabel 3: Profil Permesinan TPT IndonesiaSumber: Kementerian PerindustrianBeberapa masalah fundamental menghalangi pertumbuhan industri. Mayoritas mesinmesinyang digunakan oleh industri Indonesia setidaknya telah berumum 20 tahun.Sejak 2007, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi industri. Pada 2009,Kementerian Perindustrian mencanangkan program revitalisasi industri tekstil dibawahSK Menteri Perindustrian No. 141/M-IND/PER/2009. Peraturan tersebut diamandemendengan diterbitkannya SK Menteri Perindustrian No. 15/M-IND/PER/2/2012 tentang“Program Restrukturisasi Mesin Tekstil dan Produk Tekstil serta Kulit dan Produk KulitPerusahaan Kecil dan Menengah”. Dalam peraturan baru ini persentase reimburseterhadap perusahan tekstil yang membeli mesin tekstil baru diturunkan menjadi 10%.Sebagai tambahan, jika mesin baru tersebut diproduksi di dalam negeri, makapemerintah akan memberikan subsidi hingga 25% dari biaya mesin. Selain itu reimburseyang diperbolehkan juga ditingkatkan, namun tidak boleh lebih dari Rp 3 miliar perperusahaan per tahun. Pada 2012, terdapat total 149 perusahaan tekstil terdaftar turutserta dalam program ini dan total Rp 147,52 miliar pembiayaan telah didistribusikan.Namun demikian, tingkat bunga yang tinggi mempersulit bisnis tekstil untukmendapatkan pinjaman bank komersial. Perbankan nasional pada umum masih raguterhadap kredibilitas perkembangan industri tekstil karena banyak perusahaan tekstilyang bermasalah dengan perbankan. Hambatan regulasi lain atas industri TPT nasionaladalah pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253 Tahun 2011 tentangpengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah,dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.Disamping itu fluktuasi harga kapas di 2011 masih memberikan dampak kepadaperusahaan pemintalan kapas skala kecil dan menengah. Beberapa perusahaanpemintalan Indonesia dengan kontrak yang tertunda telah menambah daftar perusahaanyang gulung tikar. API melaporkan bahwa saat ini terdapat 5 hingga 8 perusahaan yangtelah gulung tikar dan diperkirakan akan bertambah. API juga melaporkan bahwaperdagangan kapas biasanya dilakukan antara perusahaan pemintalan Indonesiadengan agen kapas yang ada diluar negeri. Tidak adanya kantor dan/atau perwakilanlokal membuat semakin sulit untuk mengatasi wan prestasi. Akan tetapi, beberapapabrik besar maupun perusahaan pemintalan yang masih mampu bertahan berada padaposisi yang lebih baik untuk ekspansi operasinya. Untuk menghindari masalah wanprestasi kontrak disebabkan fluktuasi harga dimasa mendatang, saat ini terdapatbeberapa pabrik besar yang membeli kapas lebih banyak untuk dijual kepada pabrikpabrikkecil. Namun demikian, dikhawatirkan bahwa dimasa mendatang pabrik-pabrikHalaman 20/46
esar ini akan bertindak sebagai agen dan akan menyebabkan harga kapas menjadilebih tinggi karena mata rantai yang lebih panjang. Beberapa agen kapas besar jugatelah mencoba untuk menghindari masalah fluktuasi harga yang tinggi denganmenyimpan persediaan di dalam kawasan.The United Nations International Labor Organization (ILO) memproyeksikanpertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dan Pasifik mencapai 5,2% di 2012, setelahsebelumnya mengalami pertumbuhan 4,6% di 2011. Pertumbuhan regional didukungoleh Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Pertumbuhan PDBIndonesia cukup kokoh dan stabil dalam beberapa tahun terakhir; diantara kuartalpertama 2011 dan kuartal kedua 2012, pertumbuhan PDB kuartalan y-o-y berkisarantara 6,3-6,5%. ILO menempatkan Indonesia pada urutan ketiga dalam pertumbuhanpada output per pekerja diantara beberapa negara Asia, mengikuti Cina dan Vietnam.Pada awal Oktober 2012, pemerintah telah menaikan UMP. UMP yang baru ini berlakuefektif per 7 Januari 2013. Kenaikan UMP ini menciptakan tantangan terhadap industritekstil Indonesia. API melaporkan bahwa kenaikan upah telah mempersulit industri tekstiluntuk menyerap 11.000 pekerja baru sebagaimana diharapkan sebelumnya. Kenaikanupah telah memaksa beberapa produsen tekstil merelokasi pabrik-pabrik mereka dariJakarta ke Jawa Barat, Jawa Tengah atau Jawa Timur, karena UMP di wilayah-wilayahtersebut masih lebih rendah. Beberapa produsen tekstil juga tidak berhasil menekanpemerintah untuk menunda perubahan upah minimum. Produsen tekstil lainnya yangtelah mencapai kesepakatan dengan serikat pekerjanya untuk menaikan upah secarabertahap tidak dapat menjalankannya karena akan melanggar peraturan.Untuk proses produksi, industri tekstil Indonesia pada umumnya membutuhkan pasokansekitar 70% kebutuhan energinya dari PLN. Sisanya dipenuhi dari pembangkit sendiri,dan peralatan industri bertenaga gas dan/atau batubara. Dibandingkan negara-negaraAsia lainnya, tarif listrik Indonesia relatif tinggi. Selain itu, pasokan listrik PLN juga tidakkonsisten, dimana dapat berdampak kepada perlambatan dan/atau penghentianproduksi. Lebih lanjut, kenaikan tarif listrik PLN yang hamper setiap tahun jugamenambah beban pada industri tekstil. Di 2012, pemerintah memutuskan untukmenunda kenaikan tarif listrik hingga 2013. Pada awal Januari 2013, PLNmengumumkan untuk menaikan tarif listrik dan peningkatan dapat dilakukan setiapkuartal.Industri tekstil Indonesia juga harus mengatasi masalah terkait distribusi tekstil danproduk tekstil. Biaya pelabuhan Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negaraAsia lainnya. Pemerintah juga mensyaratkan biaya pelabuhan ini dibayar dalam dollarAmerika Serikat daripada mata uang lokal. Kondisi jalan untuk transportasi darat menujudan dari pelabuhan di Indonesia pada umumnya buruk dan penuh sesak. Hal inimenciptakan inefisiensi dan biaya transportasi yang tinggi. Industri tekstil melaporkanbahwa tingginya upah minimum, tarif listrik, dan biaya pelabuhan akan meningkatkanharga tekstil dan produk tekstil sekitar 16% dan akan menurunkan tingkat kompetitifproduk tekstil Indonesia di pasar internasional.Satu hal yang masih cukup memberikan semangat adalah bahwa ekspor TPT Indonesiamasih dapat bertahan. Ekspor TPT Indonesia ke wilayah negara-negara Asiadiproyeksikan mencapai US$ 1,02 miliar pada 2013, meningkat 5% dibandingkan angkapada 2012 sekitar US$ 980 juta, atau berkontribusi 7% terhadap total ekspor tekstilnasional sebesar US$ 14 miliar. Sebenarnya, ekspor tekstil Indonesia ke Asia masihdapat digerakan jika tingkat kompetitif produk dapat ditingkatkan. Indonesia harusmencari pasar alternatif untuk mengkompensasi penurunan pasar di Eropa dan AmerikaSerikat karena krisis ekonomi yang masih dirasakan. Diluar itu, apabila terjadipenurunan ekspor TPT Indonesia dimasa mendatang, maka penurunan penurunanekspor tersebut dapat dikompensasi dari penjualan TPT pada pasar domestik, yangdiperkirakan akan meningkat 5% meskipun menghadapi persaingan sengit denganproduk impor.Halaman 21/46