Anak-anak bumiputera kebanyakan takut kepada Belanda. Apa sebabnya?Bukankah Belanda itu juga manusia seperti Bumiputera? Mari kita lihat dariZaman Kompeni. Pada waktu itu bangsa bumiputera diinjak-injak, diperas,dan diambil kekuatan serta uangnya. Anak-anak bumiputera (terlebih bangsaJawa) yang bisa membedakan orang sesuai dengan kelas sosialnya, atas danbawah, memandang orang Belanda sebagai kelas atas. Bangsa yang tinggi.Sebab m.i. selalu menang perang. Mulai saat itu, semua orang Belandadisangka patut dihormati. Tetapi si Belanda tidak ambil pusing. Belanda yangperangainya kurang halus itu membalas kebaikan kita dengan kekasaran.Anak Jawa yang sejak kecil ditakut-takuti dengan Belanda, hingga besar tetaptakut. Maka dari itu tidak baik jika orang tua yang menakut-nakuti anakanaknyayang menangis: “Hai, diam ada Belanda!”b. Bahasa Bumiputera dan Perihal Menghormati Bangsa LainAnak-anak bumiputera yang tak tahu bahasa Belanda, kebanyakan berbahasaMelayu dan bahasa Jawa “kromo inggil” kepada Belanda. Si Belanda yangtak mau mempelajari bahasa Melayu dan bahasa Jawa kromo inggil memakaibahasa Melayu dan bahasa Jawa rendah. Ini jelas salah besar sekali. Siapapunyang berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa rendah, harus dijawab denganbahasa itu juga. Jika m.i. belum memperkenalkan diri, si Jawa tidak usahmenyebut dengan sebutan “tuan” atau “ndoro”, bila Belanda menyebut“man”. Dalam bahasa Belanda pun demikian juga. Dalam bahasa ini hanyasedikit sekali bedanya antara tinggi (kromo inggil) dengan rendah (kasar/ngoko). Sebab itu, banyak Belanda yang tidak mau diajak berkata dalamBahasa Belanda. Baik! Tetapi m.i. jangan juga diajak berbicara denganbahasa Jawa Tinggi kalau ia tak mau. Mengenai masalah kehormatan pun takada bedanya. Heran saya, di Nederland, Belanda itu, sering berkata bahwakita itu Slaafsch (seperti budaknya). Meski di Hindia ia sering dijongkoki.Saya menulis ini tidak sekali-sekali bermaksud haatzaaien. Hanya sayahendak membuka mata bumiputera supaya jangan sampai keterusan. Lebihcepat antara Belanda dan bumiputera itu saling berbaur satu dengan yanglainnya dan mengerti. Hal itu akan lebih baik, baik untuk Hindia dan untukNederland sendiri. ***Setelah Sergeant Djepris membaca karangan itu lalu dia meninggalkanControleur Walter dengan wajah yang cemberut.V.RADEN HIDJO KETEMU DENGAN RADEN AJENG BIRUPada suatu sore di kota Solo, awan-gemawan bersinar terang sehinggamembuat masyarakat kota itu menjadi amat bahagia. Lebih-lebih pada malamSTUDENT HIJO 15
harinya di Sriwedari akan ada keramaian (di Solo, bila sudah tanggal 25puasa, di Sriwedari tentu ada keramaian yang diselenggarakan oleh KerajaanKasunanan). Sudah barang tentu, pada saat itu, di jalan-jalan banyak orangyang berpakaian bagus-bagus akan datang ke Sriwedari. Bom pertama siSriwedari sudah berbunyi. Tandanya bahwa di Sriwedari dari malam itu adakeramaian. Orang-orang di dalam kota yang mendengar suara bom itubersorak kegirangan. Sebab mereka akan bisa melihat keramaian diSriwedari.“Da, Roe!” kata Raden Hidjo kepada Raden Ajeng Biru. Sewaktu ia sampaidi rumah Raden Ajeng Biru ia langsung ngeloyor ke rumah belakang. RadenAjeng Biru sedang duduk di atas kursi, siap-siap hendak mandi. “Dimanapapa dan mama?”“Sedang pergi ke Laweyan (nama kampung di kota Solo),” jawab yangditanya dengan senang hati. “Duduklah, saya hendak mandi!”“Seh, ayo kita pergi ke Sriwedari,” kata Hidjo.“Pergi ke Sriwedari?” tanya Biru kaget seraya bangkit dari tempat duduknya.Sebab selamanya Hidjo tidak pernah mengajak dia melancong.“He!, Djo, tumben hari ini kamu kelihatan luar biasa. Biasanya kalau kamusaya ajak plesir, kamu kelihatan malas sekali. Tetapi hari ini tidak. Apasebabnya?” tanya Raden Ajeng Biru panyang.“Ach, tidak apa-apa!” jawab Hidjo. “Apakah kamu sudah tak suka denganbuku-bukumu?” tanya Raden Ajeng Biru nampak senang. “Ach, tidak,” jawabyang ditanya pendek. “Tunggu sebentar, saya mau mandi dulu,” kata Biru.“Baik!” kata Hidjo. Raden Hidjo, di rumah Raden Ajeng Biru ini, tidakseperti tamu. Karena kedua anak muda itu masih famili.Selama Hidjo menunggu Raden Ajeng Biru yang sedang mandi, ia tidak lupamengambil buku Raden Ajeng untuk dibaca sambil menunggu tunangannya.“Heerlijk!” [Bagus] ambil berjalan cepat dari kamar mandi hendak menuju kekamarnya.“O, ya!” jawab Hidjo yang baru membaca buku dan menatap Biru sebentar.“Djo, ik ben klaar!” [Saya sudah selesai] kata Raden Ajeng sehabisberdandan, keluar dari kamar dan menghampiri tunangannya.“Ya!” kata Hidjo pendek. Tetapi ia tetap membaca buku.“Marilah!” kata Raden Ajeng yang sudah berdiri di sampingnya dan kelihatantidak sabar menunggu.“Goed, [Baik] tunggu sebentar!” Hidjo tetap membaca buku itu.STUDENT HIJO 16
- Page 1 and 2: STUDENT HIJO
- Page 3 and 4: Menuruti cerita itu, Faust itu suda
- Page 5 and 6: “Sama saya natuurlijk,” kata Be
- Page 7 and 8: “Saya juga!” sahut gadis manis
- Page 9 and 10: “Goede Morgan!” kata Betje yang
- Page 11 and 12: “Rupanya Tuan amat benci kepada o
- Page 13 and 14: disebut orang dengan sebutan “Tro
- Page 18 and 19: “Kom nou!” [Ayo lekas!] kata Ra
- Page 21 and 22: Kata-kata itu tidak dibalas oleh Ra
- Page 23 and 24: Mereka semuanya menginap di Hotel J
- Page 25 and 26: Kedatangannya itu tidak membikin se
- Page 27 and 28: “Hai, ini dia!” kata nyonya itu
- Page 29 and 30: “Apakah Tuan bodoh?” tanya Anna
- Page 31 and 32: “Hidjo dari Solo?”“Ya!” kat
- Page 34 and 35: “Barangkali Tuan Hidjo kalau kemb
- Page 36 and 37: itu orang yang halus budinya, tentu
- Page 38 and 39: “Ach, masalah tempat tidur itu, p
- Page 40 and 41: Leerar H.B.S berjalan berjejer deng
- Page 42 and 43: “Ne, tidak! Saya lebih senang mak
- Page 44 and 45: Waktu itu telah pukul tujuh sore, t
- Page 46 and 47: kembali ke depan pintu kantor distr
- Page 48 and 49: “Kita waktu itu berangkat ke Nege
- Page 50 and 51: “Wungu!” kata Regent Jarak yang
- Page 52 and 53: Saat itu, tanduk dari Solo mulai me
- Page 54 and 55: Sesudah para tamu-tamu itu dijamu m
- Page 56 and 57: Sekarang lain perkara.Kemaren malam
- Page 58 and 59: Saat itu dengan senang hati, Wardoy
- Page 60 and 61: Sesudah kedua orangtua Betje menguc
- Page 62 and 63: Karena hal itu, pergaulan Controleu
- Page 64 and 65: molek itu, dia bisa paham betul, ap
- Page 66 and 67:
“Bagaimana pertimbanganmu?” tan
- Page 68 and 69:
Sesudah surat tersebut dimasukkan k
- Page 70 and 71:
Suratmu telah kuterima. Memang Mas
- Page 72 and 73:
Sehabis makan, kira-kira pukul 8 ma
- Page 74 and 75:
orang particulier, mereka itu semua
- Page 76 and 77:
lagi memikirkan Wungu. Maka dari it
- Page 78 and 79:
Pada saat itu Raden Nganten mulai b
- Page 80 and 81:
dan kaum kebanyakan) sama-sama sali
- Page 82 and 83:
R.M. Tumenggung lalu memberikan sur
- Page 84 and 85:
“Dengan senang hati!” kata Dire
- Page 86 and 87:
ahwa pohon yang bagus dan di belaka
- Page 88 and 89:
Pegawai kereta api berjalan mondar-