laporan utamaKita seolah sudah merasapuas ketika instrumen hak asasimanusia menjadi instrumenhukum (undang-undang). Mungkinhal ini juga yang melatarbelakangimengapa PresidenSBY tampak sudah puas denganagenda hak asasi sehinggatampak menarik dukungan politikdari agenda hak asasi manusia,yaitu karena hukum hak asasimanusia sudah terbentuk.Padahal sesungguhnya hukumhak asasi manusia itu masihbelum bisa bekerja to protectcertain interests of actual peoplein their actual lives. Di sisi lain,instrumen hukum hak asasimanusia Indonesia dan instrumenhukum pada umumnyamasih terjebak pada keteganganantara universal versus partikular.Kemunculan perda-perdaserta peraturan perundangan lainyang tidak berperspektif hakasasi manusia merupakanproduk dari ketegangan ini.Dengan demikian, hak asasimanusia praktis tidak bisabekerja. Sejauh ini, hukum hakasasi manusia cenderung hanyadipakai untuk mengajukanpermohonan judicial review keMahkamah Konstitusi. Selebihnya,hukum hak asasi manusiahanya menjadi pasal-pasal yangmati. Hukum hak asasi manusiabelum bisa bekerja dalam kasusDavid dan Kemat, Kasus PencurianSemangka, Kasus PencurianKakao, Kasus Pencurian ArusListrik, dan Kasus Prita. Bahkan,hukum hak asasi manusia jugatidak bekerja dalam Kasus Bibitdan Chandra.Kenyataannya, hukum kitasecara keseluruhan memangsedang lumpuh. Kelumpuhanhukum ini jelas tergambar dalamKasus Bibit dan Chandra sertakasus Bank Century. Rule of lawtidak bisa ditegakan. Hukum kita,meski sudah mengalami reformasiselama satu dekade lebih,b e l u m m a m p u m e n g u b a hwataknya dari era yang pernahada sebelumnya. Lembagaperadilan, sebagai muara hukum,memang telah mampu menyingkirkanpengaruh kekuasaan politikdan kekuasaan otoritarianismenya.Bahkan lembaga peradilantelah mencapai tingkatindependensi yang luar biasa.Namun, hukum dan lembagaperadilan kita masih belummampu menyingkirkan kekuasaanmodal. Rendahnya integritasdan akuntabilitas aparatpenegak hukum menjadi faktorutama tidak tegaknya rule of law.Dalam konteks inilah sesungguhnyadiperlukan dukunganpolitik, yaitu: ketika hukumlumpuh.Sayangnya, selama ini,dalam mengadvokasi kasuskasushak asasi manusia, kitacenderung hanya terkonsentrasipada advokasi-advokasi untukmeraih dukungan politik, baik daripemerintah maupun dari publik.Dalam hal ini, siaran pers menjadisesuatu yang cukup pentingdalam setiap advokasi. Di sisi lain,kita cenderung lemah mengadvokasitidak tegaknya rule of law.Padahal, rule of law begitupenting bagi demokrasi, bagipemberantasan korupsi, <strong>penegakan</strong>hak asasi manusia, kasusburuh, kasus lingkungan dankasus-kasus publiknya. Kitaterlalu percaya dengan pengadilanmeskipun kita mengetahuibahwa lembaga peradilan belumbersih dari praktik suap danpraktik-praktik korupsi lainnya.Sekian banyak kasus-kasus yangtelah diadvokasi, namun tingkatkegagalannya lebih banyakketimbang keberhasilannya ketikakasus-kasus tersebut masuk keranah penyelesaian hukum.Di tengah ketidakberdayaanhukum, penyelesaian secarapolitik pun juga tidak bisa kitaharapkan ketika politik dagangsapi masih menjadi watak parapolitikus kita. Dalam situasi ini,hak asasi manusia sekadarmenjadi jargon dan posisi tawaruntuk mendapatkan rente.Penyelesaian kasus-kasus masalalu, yang mensyaratkan adanyalegitimasi politik DPR, terganjaloleh watak politik dagang sapi.Kasus hak asasi manusia dankasus korupsi seolah menjadikartu as untuk menjegal lawanlawanpolitik. Fakta-fakta inisesungguhnya menunjukkanbahwa hak asasi manusiamengalami kegagalannya untukdijadikan sebagai prinsip dasardalam bernegara.M e n e n g o k A g e n d a y a n gTerlupakanSeperti diuraikan di atas, selainminimnya dukungan politik,persoalan <strong>penegakan</strong> hak asasimanusia juga karena hukum kitabelum mampu menjamin tegaknyarule of law. Penyelesaian melaluimekanisme hukum cenderungmenghasilan legal nihilism.Artinya, hukum kita masih belumefektif untuk memerangi evil force,apalagi untuk mempromosikankeadilan (justice). Sedangkanpenyelesaian melalui jalur politikbelum bisa diharapkan ketikakultur politik kita masih cenderungmemproduksi anarkisme politikdan politik dagang sapi. Artinya,evil force masih mendominasipolitik kontemporer kita.Dalam kondisi ini sulit untukmenegakan hak asasi manusia,apalagi melaksanakan poinpenting hak asasi manusia toprotect certain interests of actualpeople in their actual lives. Olehkarena itu, sebagai langkah awalmungkin kita harus menengok lagiagenda yang kurang begitu kitaperhatikan, yaitu tegaknya rule oflaw. Tentu saja, apabila kita masihmempercayai bahwa law is theprimary and ultimate 'legitimate'means for solving social problemsand disputes”. Dengan demikian,b a g a i m a n a m e n i n g k a t k a nintegritas dan akuntabilitas aparathukum menjadi cukup penting.Terutama mengembalikan fungsiperadilan sebagai lembaga yangm e m p r o m o s i k a n k e a d i l a n .Namun, perlu dicatat juga bahwapendekatan hukum masih belumcukup bagi hak asasi manusia,perlu pendekatan disiplin ilmuilmusosial lainnya to make humanrights is real.ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA06 EDISI NOVEMBER-DESEMBER TAHUN 2009
ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIAlaporan utamaKemiskinan danKegagalan Sistem Peradilan1di Balik Penyiksaan di IndonesiaOleh Dina P.H. Savaluna(Bekerja di <strong>Elsam</strong>)“Kemiskinan adalah bentukterburuk dari kekerasan”-(Mahatma Gandhi)aru saja kita rayakandua hari besar di dalamperadaban umat manusiasecara berturut-turut Bselama Desember 2009, yaituHari Internasional MenentangKorupsi di 9 Desember dan HariInternasional untuk Hak AsasiManusia di tanggal 10 Desember.Dewasa ini, tidak ada keraguanbahwa kedua isu tersebut salingterkait. Misalnya untuk hak untukbebas dari penyiksaan, hak inijelas terkait erat dengan korupsidi sistem peradilan sertakemiskinan.Meskipun PemerintahIndonesia telah meratifikasiKonvensi menentang Penyiksaandan Perlakuan atau Hukuman lainyang kejam, tidak manusiawi danmerendahkan martabat manusia(UNCAT atau Konvensi) di tahun21998 , praktik penyiksaan masihterjadi secara meluas diIndonesia. Berdasarkan sebuahpenelitian yang dilakukan olehLembaga Bantuan HukumJakarta, lebih dari 83% tahanan3pernah mengalami penyiksaan .Tulisan ini akan menunjukanketerkaitan antara praktikNenek minah adalah salah satu contoh potret kemiskinan yang harus berhadapan dengan hukum.dok.www.okezone.compenyiksaan, korupsi di sistemperadilan, dan kemiskinan diIndonesia.Penyiksaan, Kemiskinan, danSuap-Menyuap4Kemiskinan dapat membuatseseorang menjadi sasarankekerasan termasuk penyiksaan.Dan ini terjadi di kehidupan sehariharidi Indonesia ketika orangmiskin berhadapan denganhukum. Orang-orang miskinmemiliki resiko tinggi terhadappenyiksaan, karena meluasnyakorupsi di sistem peradilan pidanakita. Di Indonesia, dan beberapanegara lainnya di mana korupsi diperadilan meluas, menjadi orangmiskin bukan hanya harusberjuang untuk mendapatkanpendidikan dan layanan kesehatanumum yang layak, atau mencaripekerjaan dengan upah yangmemadai di sektor formal. Menjadiorang miskin juga berartimenghadapi resiko terus menerusterhadap penyerangan dankekerasan baik di dalam rumah5maupun di jalanan, apalagi ditempat-tempat penahanan.Kemiskinan tidak hanyadigambarkan sebagai tidakadanya pemasukan yang memadai,namun juga kerentanan seseorangatau suatu kelompok yangkehilangan kemampuannya untukmemenuhi hak dasar mereka,serta memiliki keterbatasan aksesterhadap kontrol atas layanandasar dan diabaikan dari prosespembuatan kebijakan yangmemperngaruhi hidup mereka.Kemiskinan membuat orang-EDISI NOVEMBER-DESEMBER 200907