Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
4 Opini<br />
EDISI <strong>290</strong>/TAHUN 06, 12 - 18 DESEMBER 2016<br />
TABLOID<br />
Kolom Amak Syariffudin<br />
Bukan Desain, tapi Dikalahkan Impor Gelapnya<br />
KALAU diumpamakan pakaian,<br />
untuk memakai atau melepasnya<br />
cuma dua cara: dilorot lewat bawah<br />
atau ditarik lewat atas, turun atau naik.<br />
Nampaknya begitu pula nasib usaha<br />
atau industri tekstil dan fashion yang<br />
produknya sudah mendunia. Menurut<br />
catatan Badan Pusat Statistik (BPS),<br />
ekspor produk pakaian yang bukan<br />
rajutan dalam bulan Januari hingga<br />
Oktober 2016 mencapai US$ 3,196<br />
miliar. Angka itu turun 2,88 persen<br />
dibandingkan dengan jangka waktu<br />
yang sama tahun 2015. Penurunan<br />
kinerja ekspor itu dipicu melemahnya<br />
pasar Amerika Serikat dan Eropa sebesar<br />
8-9 persen. “Permintaan masih rendah.<br />
Ada kekacauan di negara-negara<br />
Timur Tengah.” begitu menurut ketua<br />
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API),<br />
Ade Sudrajat. Alasannya, warga di<br />
negara-negara itu lebih menggunakan<br />
dananya untuk biaya mengungsi dari<br />
pada membeli pakaian.<br />
Masih bersukur, bahwa ekspor<br />
tekstil kita masih ditopang Amerika<br />
Serikat 36 persen, Eropa 13 persen dan<br />
sisanya oleh negara-negara Asia-Afrika.<br />
Selain melemahnya pasar, ternyata<br />
membanjirnya impor pakaian dari luar<br />
negeri yang menekan industri produk<br />
tekstil.<br />
Selain melemahnya pasar, produk<br />
tekstil dan fashion kita juga ditekan<br />
oleh membanjirnya impor pakaian<br />
Oleh :<br />
Adig Suwandi<br />
Pemerhati Sosial-Ekonomi<br />
Proteksi Pertanian<br />
HANYA sehari setelah para pemimpin forum Kerja Sama Ekonomi Asia<br />
Pasifik (APEC) bertekad mempertahankan proses yang sudah berjalan menuju<br />
keterbukaan pasar guna menggairahkan perdagangan dan investasi, menentang<br />
proteksionisme sekaligus tekad mewujudkan pasar bebas berkeadilan, Presiden<br />
Amerika Serikat terpilih Donald Trump mengumumkan rencana pembatalan<br />
keikutsertaan negaranya dalam perjanjian perdagangan bebas lintas Pasifik<br />
(Trans-Pacific Partnership/TPP). Sebelumnya Trump menegaskan tidak akan<br />
meneruskan perjanjian dagang TPP, meski pada 2015 kesepakatan tersebut<br />
ditandatangani 12 negara, termasuk AS. Lagi-lagi Trump menegaskan agenda<br />
pemerintahannya adalah mengutamakan kepentingan Amerika.<br />
Sejumlah pernyataan Trump selama masa kampanye terkait kebijakan ekonomi<br />
berfokus pada proteksionisme dan peninjauan kembali semua kesepakatan<br />
multilateral dengan negara-negara kuat dunia dianggap membuncahkan kepanikan<br />
kolosal. Banyak pihak mempersepsikan peryataan tadi bakal menimbulkan<br />
ketidakpastian dan menyeret dunia ke arah stagnasi berkepanjangan berimbas<br />
krisis. Trump diyakini bakal menambah berat ketidakpastian arah ekonomi<br />
dunia menghadapi efek negatif Brexit pada Juni 2016 lalu.<br />
Kebijakan proteksionis sebagai antitesis liberalisasi perdagangan pada mulanya<br />
dimotori negara-negara industri maju, termasuk Amerika Serika sendiri,<br />
guna memperluas akses pasar barang dan jasa ke seluruh penjuru jagad raya.<br />
Bermodalkan keyakinan bahwa produk dihasilkan berkualitas prima dan harga<br />
jauh lebih murah, doktrin pasar bebas diintroduksikan dalam konteks kemaslahatan<br />
umat manusia. Kesejahteraan bersama di planet bumi terbingkai dalam<br />
persaingan sempurna dengan asumsi hanya negara atau korporasi bermampuan<br />
menghasilkan produk berbiaya paling rendah keluar sebagai jawara.<br />
Eksodus asal imigran dari berbagai negara yang umumnya bersedia<br />
menerima upah lebih murah ke negara-negara industri maju tampaknya kurang<br />
diperhitungkan secara cermat. Tidak mengherankan bila di kemudian hari<br />
pekerja imigran tersebut menjadi kompetitor warga setempat. Kekhawatiran<br />
orang-orang tua Inggris yang kemudian memilih agar Inggris Raya keluar dari<br />
persekutuan Uni Eropa dan pekerja pabrik tidak berpendidikan universitas di<br />
beberapa negara bagian dalam memilih Trump menggambarkan secara jelas<br />
desakan arus balik gelombang proteksionisme.<br />
Posisi Pertanian<br />
Fakta empirik menunjukkan, daya saing sebuah produk sebagaimana<br />
tercermin dalam capaian produktivitas dan efisiensi tidak selamanya mampu<br />
menggedor pintu masuk negara-negara tujuan ekspor meski semakin sedikit<br />
negara membentengi diri dengan benteng proteksi kuat-kuat melalui hambatan<br />
masuk (barrier to entry) berupa tarif dan non-tarif. Konsekuensi logis pemaksaan<br />
doktrin liberalisasi tak dapat dihindari. Banyak industri di sejumlah negara<br />
pakaian (terutama impor ilegal), meskipun<br />
beruntung pemerintah sudah<br />
menerapkan kebijakan anti-dumping<br />
di sektor hulu. Meski demikian, Ade<br />
Sudrajat masih berharap. Katanya:<br />
“Pemerintah harus giat memberantas<br />
impor tekstil ilegal. Barang impor perlu<br />
diawasi. Kadang ada praktik curang<br />
yang memasukkan impor ilegal.”<br />
Sedangkan menurut catatan Badan<br />
Pusat Statistik (BPS), produksi tekstil<br />
dan pakaian kita senderung menurun.<br />
Pada semester pertama 2016, anjlok<br />
4,22 persen (hitungan month to month).<br />
Juli turun 1,25 persen, tapi ada kenaikan<br />
sedikit 0,18 persen pada Agustus. Tetapi<br />
September anjlok lagi 1,88 persen,<br />
naik tipis 1,52 persen hingga semester<br />
pertama tahun ini. Gejolak naik-turun<br />
ekpsor tekstil dan pakaian itu tidak<br />
hanya soal impor gelap bahan tekstil<br />
saja, namun menurut API, akibat demo<br />
buruh dan kenaikan upah yang katanya<br />
terlalu tinggi. Tekanan utama yang terjadi<br />
di ring pertama Jabodetabek dan<br />
Jatim. Banyak pabrik tekstil di ring I<br />
Jatim (<strong>Surabaya</strong>, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto,<br />
Pasuruan) minta penangguhan<br />
upah minimum kabupaten/kota ring<br />
kedua dan ketiga.<br />
Kondisi perindustrian tekstil dan<br />
fashion seperti itu menarik perhatian<br />
Presiden Jokowi. Dalam rapat terbatas<br />
(kabinet) bertopik Tata Niaga Tekstil<br />
dan Produk Tekstil (6/12) menginstruksikan<br />
penyelamatan industri tekstil<br />
dan produk tekstil (TPT). “Saya minta<br />
kementerian terkait untuk melakukan<br />
langkah terobosan dalam mengatasi<br />
permasalahan yang ada di industri TPT<br />
kita.” katanya. Dia kaitkan dengan<br />
kebijakan penurunan harga gas untuk<br />
keperluan industri TPT segera dilaksanakan,<br />
karena harga gas memiliki<br />
kontribusi signifikan di sisi hulu industri<br />
TPT.<br />
Menurut Presiden, di pasar global<br />
kita masih kalah dengan Vietnam terutama<br />
di pasar Amerika Serikat dan Eropa.<br />
Sementara Indonesia mengenakan<br />
tarif (ekspor) 5 - 20 persen, sedangkan<br />
di Vietnam nol persen. Karenanya dia<br />
minta ada terobosan dalam negosiasi<br />
perdagangan dengan negara-negara<br />
tujuan ekspor, termasuk keterlibatan<br />
kita dalam perdagangan di beberapa<br />
kawasan. Presiden minta jajaran Badan<br />
Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian-kementerian<br />
Perdagangan dan<br />
Perindustrian serta Ditjen Bea Cukai<br />
untuk memperkuat sinerginya demi<br />
mengatasi penyelundupan dan importasi<br />
ilegal TPT. Sebab, dia mencatat<br />
TPT Indonesia mengalami penurunan<br />
ekspor Januari-Oktober 2016 sebesar<br />
4,3 persen dibanding periode sama<br />
tahun 2015. “Dari 2,13 persen tahun<br />
2001 menjadi 1,56 persen di tahun<br />
2015, maka kita kalah dibanding Vietnam<br />
ddn Bangladesh yang masin-masing<br />
menguasai 3,62 persen dan 4,05<br />
persen pangsa pasar TPT dunia.” ujar<br />
Jokowi.<br />
Nampaknya seperti memakai atau<br />
melepas pakaian, yakni dinaikkan atau<br />
dipelorot, begitu pula angka ekspor<br />
TPT. Selain upaya memasarkannya<br />
secara global, juga aturan-aturan dari<br />
unsur pemerintah maupun aturan dan<br />
kondisi di lokasi industri bersangkutan,<br />
sangat menentukan keberadaan badan<br />
usaha maupun produk serta pemasarannya.<br />
Tentang tekanan tekstil/fashion impor<br />
gelap, apa yang diinstruksikan oleh<br />
Presiden itu yang menentukan. Badanbadan<br />
atau instansi tersebut benar-benar<br />
melaksanakan tugas sesuai instruksi<br />
kepala negara dan tidak tergoda oleh<br />
orang-orang yang berusaha memberi<br />
duit pungli, baik di gerbang-gerbang<br />
pelabuhan besar atau kecil, maupun di<br />
tengah laut. Masyarakat sendiri berperan<br />
besar untuk memajukan industri<br />
TPT dengan lebih banyak meminati<br />
produk TPT dari dalam negeri sendiri.<br />
Dengan begitu, kemunduran volume<br />
ekspornya menurun, namun terbantu<br />
oleh majunya pemasaran di dalam negeri.<br />
Perkara ketika mengenakan/melepas<br />
pakaian naik atau dipelorotkan,<br />
masih tetap begitu kita lakukan…<br />
berkembang rontok dan berhenti operasi. Pertanian berada pada garda terdepan<br />
tumbal liberalisasi perdagangan.<br />
Sayangnya desain liberalisasi dihembus-hembuskan untuk negara-negara<br />
berkembang yang tengah melakukan serangkaian penyesuaian struktural berbentuk<br />
kebijakan ekonomi terbuka dengan ekspektasi mampu berperan optimal<br />
di kancah perdagangan dunia tadi tidak berlaku mutlak bagi penganjurnya.<br />
Terbukti atas nama kepentingan nasional berupa keinginan berlebihan melindungi<br />
pelaku ekonomi dan industri domestik dari serbuan poduk impor, beberapa<br />
produk berdaya saing lemah diproteksi secara ketat. Untuk produk pertanian<br />
primer, proteksi berlebihan berkedok bio-security diterapkan. Akibatnya, sangat<br />
tidak mudah bagi produk negara-negara berkembang masuk meski unggul.<br />
Berbagai persyaratan ditentukan, mulai dari apakah budidaya dilakukan dengan<br />
tidak membabat hutan tropis dan tetap memperhatikan asas pembangunan<br />
berkelanjutan (sustainable development), apakah agro-inputs digunakan tidak<br />
mendegradasi kualitas lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia, pengolahan<br />
sesuai standar keamanan pangan, sampai kemasan harus menggunakan<br />
bahan-bahan dapat didaur ulang.<br />
Bagi Indonesia, ketidaksiapan pertanian menghadapi perubahan lingkungan<br />
strategik sejalan begitu intensiifnya desakan untuk meliberalisasikan ekonomi<br />
semakin sempurna setelah terinventarisasi sejumlah masalah kronis. Pertanian<br />
tersandera dilema struktural seperti minimnya luasan lahan dikuasai, kelambanan<br />
adopsi teknologi terkini, dan penguasaan perusahaan multinasional atas<br />
penyediaan benih unggul berproduktivitas tinggi bisa menjadi bahaya laten<br />
berdampak sistemik berupa kekalahan telak petani tradisional. Ketidakmapanan<br />
instrumen kelembagaan petani, pranata pengendali perilaku negara, dan<br />
ketidakberdayaan sosial menghadapi gempuran perubahan, bisa membuat petani<br />
kecewa. Sangat berbahaya bila kekecewaan tersebut dikonstruksikan ke dalam<br />
bentuk konversi lahan penghasil pangan ke arah komoditas lain dinilai paling<br />
profitable atau bahkan non-pertanian.<br />
Implikasi Kebijakan<br />
Bila jadi diterapkan, rencana kebijakan Trump untuk kembali merenovasi<br />
benteng proteksi ekonomi domestiknya tentu akan menguncang dunia dan<br />
menimbulkan prahara bagi negara mitra dagang utama Amerika Serikat sendiri.<br />
Secara selintas, kebijakan proteksionis terlihat arif untuk memberikan ruang<br />
gerak lebih luas kepada industri dan pelaku ekonomi domesik dari serbuan<br />
produk impor tidak jelas. Proteksi tersebut dipastikan bakal membuat arus<br />
masuk produk ekspor sejumlah negara ke sana tersendat dan bermuara harga<br />
lebih mahal sehingga produk lokal bisa menjadi opsi konsumen. Dahsyatnya<br />
kekuatan ekonomi Amerika Serikat dipastikan memantik proteksinonisme<br />
berimplikasi sangat luas.<br />
Bagi Indonesia, tidak ada cara lain kecuali memperkuat daya tahan dan daya<br />
saing produk ekspor, selain domain mengembangkan pasar non-konvensional<br />
di luar negara tujuan ketimbang terus meratapi dan menghujat kemenangan<br />
Trump. Sedangkan untuk produk dengan capaian produksi belum mencukupi<br />
seluruh kebutuhan sehingga sebagian harus diimpor, sangatlah diperlukan<br />
inovasi dan daya juang pantang menyerah dari para pelaku ekonominya agar<br />
sejumlah ketinggalan dapat dikejar guna mengakselerasi peningkatan produksi<br />
menuju swasembada. Negara terumua harus memastikan hadir untuk membantu<br />
pelaku ekonomi menghadapi berbagai kemungkinan pasca 20 Januari 2017<br />
nanti melalui berbagai kebijakan dan fasilitasi mengedukasi.<br />
Pemimpin umum<br />
Nyoman Sudapet<br />
Pemimpin Redaksi/<br />
Penanggung Jawab<br />
Bambang Wiliarto<br />
Redaktur Pelaksana/Korlip<br />
Samudera Ghozuwan<br />
Redaktur<br />
Antonius Andhika<br />
Wartawan Senior<br />
HM Taufiq<br />
Anggota Redaksi<br />
Antonius Andhika, Lely Yuana,<br />
Romadhona, Samudera,<br />
Yenny Noer R<br />
Gresik<br />
Samudera Ghozuwan<br />
Mojokerto<br />
Nyoto Eko Sudarmanto,<br />
Kartiwi,<br />
Machradji Machfud<br />
Malang & Batu<br />
Erno<br />
Lamongan<br />
Samudra<br />
Blitar<br />
Khoirul Abadi<br />
Tuban<br />
Imam Suroso<br />
Madiun<br />
Ajun Ally<br />
Ngawi & Magetan<br />
Eko Setiyowati<br />
Probolinggo<br />
Yusron Fuadi<br />
Fotografer<br />
Romadhona Yulian BW<br />
Marketing<br />
Noor NH<br />
Desain Grafis<br />
M. Hadi Widjaja<br />
Alamat Redaksi/Iklan/Sirkulasi<br />
- Raya Darmo Permai III A5-A8<br />
<strong>Surabaya</strong><br />
Telp. 031-7317457 Fax. 031-7315994<br />
- Permata Darmo Bintoro 22 -23 Jalan<br />
Ketampon <strong>Surabaya</strong><br />
Telp. 031 5668432, 5633456. Fax. 031<br />
5675240.<br />
Email<br />
editor_bisnis@yahoo.co.id<br />
Penerbit :<br />
PT <strong>Bisnis</strong> <strong>Surabaya</strong> Pos<br />
Rekening Bank Jatim<br />
075-1004-753<br />
a/n PT Tarukan Media Dharma<br />
Pencetak :<br />
PT Percetakan Bali Post<br />
Jl. Kebo Iwa 63A Denpasar Barat<br />
Perwakilan :<br />
Jalan Kepundung 67 A, Telp. 0361<br />
225764, 225765. Fax. 0361 227418<br />
Denpasar, Jalan Palmerah Barat 21 F,<br />
Telp. 021 5357602. Fax. 021 5357605<br />
Jakarta.<br />
Iklan Peluang Emas Tarif Iklan<br />
Mini/Baris : Rp 11.000 (30 Karakter)<br />
minimum 2 baris, maksimum 10 baris<br />
(bayar dimuka),<br />
Iklan Display Full Colour : Rp<br />
15.000/mmk<br />
Advertorial Colour : Rp 10.000/mmk<br />
Iklan Keluarga/Sosial : Rp 5.000/<br />
mmk<br />
Informasi dan Pemasangan Iklan<br />
Hubungi : 031 5668432/5633456,<br />
Fax. 031 5675240<br />
“ Jika pers merugikan,<br />
jangan main hakim sendiri,<br />
gunakan hak jawab atau<br />
adukan ke Dewan Pers”<br />
( Pesan ini disampaikan <strong>Bisnis</strong><br />
<strong>Surabaya</strong> dan Dewan Pers )<br />
Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl.<br />
Kebon Sirih 34, Jakarta 10110 Tel.<br />
(021) 3521488, 3504874, 3504874 -<br />
75, Fax (021) 3452030,<br />
E-mail : dewanpers@cbn.net.id<br />
Twitter : @dewanpers<br />
Website : www.dewanpers.or.id /<br />
www.presscouncil.or.id<br />
WARTAWAN BISNIS SURABAYA SELALU<br />
MEMBAWA TANDA PENGENAL , DAN<br />
TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/<br />
MEMINTA APAPUN DARI NARASUMBER