20.01.2017 Views

PARAS Maret 2016 ok

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

darikami<br />

Kebutuhan Pengakuan<br />

Bukan Alasan Resign<br />

Oleh: Pratomo Harimawan<br />

Bank BTN Cabang Karawaci<br />

Pensiun dini (resign) adalah bahasa<br />

lain dari pengunduran diri seseorang<br />

dari tempat bekerja sebelum masa kerja<br />

berakhir normal seperti pensiun. Meskipun<br />

pada dasarnya sama, istilah pensiun<br />

dini lebih sering digunakan untuk pensiun<br />

yang bersifat sukarela. Hal ini untuk<br />

membedakan dengan istilah Pemutusan<br />

Hubungan Kerja (PHK). PHK lebih banyak<br />

dipakai untuk kondisi terpaksa. Kondisi<br />

pensiun dini terjadi bisa karena penawaran<br />

secara terbuka dari perusahaan<br />

dengan tawaran pesangon yang menarik<br />

atau pegawai sendiri yang secara sukarela<br />

mengajukan pengunduran diri karena<br />

alasan tertentu.<br />

Sering kita lihat, karyawan memutuskan<br />

mengajukan pensiun dini hanya karena<br />

mempertimbangkan besarnya pesangon<br />

atau manfaat pensiun. Beberapa<br />

karyawan yang lain beralasan mengajukan<br />

pensiun dini karena karir yang ment<strong>ok</strong>,<br />

organisasi perusahaan yang tidak<br />

bisa menampung lagi atas pertumbuhan<br />

kompetensi pegawainya. Ada juga seseorang<br />

mengajukan pengunduran diri<br />

dari bekerja karena alasan yang remehtemeh,<br />

seperti bosan bekerja, anak tidak<br />

ada yang mengasuh sampai ditolak<br />

pacar sesama karyawan.<br />

Dari berbagai alasan seseorang<br />

mengajukan pensiun dini, ada satu<br />

alasan pengunduran diri yang sebenarnya<br />

kurang tepat yaitu alasan ketiadaan<br />

pengakuan diri atas eksistensi pegawai<br />

di perusahaan. Sering kita dengar seseorang<br />

mengajukan pengunduran diri<br />

karena merasa tidak ada perhatian perusahaan,<br />

atasan maupun lingkungan.<br />

Meskipun kita memahami bahwa perhatian<br />

atas kinerja seseorang karyawan sehingga<br />

kebutuhan akan pengakuan diri<br />

adalah penting, tapi perlu dipikirkan lagi<br />

bahwa di tempat baru justru semakin tidak<br />

ada pengakuan atas eksistensi diri.<br />

BUKAN ALASAN VERBAL<br />

Seorang teman penulis bercerita<br />

bahwa awalnya dia karyawan di sebuah<br />

BUMN besar. Dengan penuh pengabdian<br />

dia memberikan kemampuan terbaiknya<br />

buat perusahaan. Dengan alasan<br />

dia tidak masuk rekruitmen dari jalur karir<br />

atau sering disebut Management Trainee,<br />

dia merasa karirnya telah habis atau ment<strong>ok</strong>.<br />

Sebagian anak buahnya justru menjadi<br />

atasannya, sementara dia merasa kemampuannya<br />

jauh lebih unggul.<br />

Dalam kondisi seperti ini dia merasa<br />

perusahaan melupakan kemampuan<br />

dirinya. Bukan saja sekadar perbedaan<br />

gaji yang semakin jauh, eksistensi dirinya<br />

pun merasa semakin tidak diakui. Satu hal<br />

yang perlu diingat, selama bekerja dia telah<br />

bekerja di berbagai unit kerja, hampir<br />

seluruh pekerjaan dia bisa lakukan. Dari<br />

pengalaman kerja yang beragam inilah<br />

dia memiliki banyak teman di luar. Teman<br />

di luar inilah yang menurut dia justru banyak<br />

memberikan perhatian. Pengakuan<br />

dirinya justru diperoleh dari orang-orang<br />

di luar organisasi.<br />

Tapi benarkan teman-teman di luar ini<br />

memberikan pengakuan diri kepadanya?<br />

Tuluskah mereka? Apakah pernah berpikir<br />

bahwa pengakuan dan penghargaan<br />

dari mereka hanya sekadar basa-basi?<br />

Perlu dipahami bahwa banyak pengakuan<br />

dari luar bukan semata-mata pada<br />

32 Paras<br />

EDISI MARET <strong>2016</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!