Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
darikami<br />
Kebutuhan Pengakuan<br />
Bukan Alasan Resign<br />
Oleh: Pratomo Harimawan<br />
Bank BTN Cabang Karawaci<br />
Pensiun dini (resign) adalah bahasa<br />
lain dari pengunduran diri seseorang<br />
dari tempat bekerja sebelum masa kerja<br />
berakhir normal seperti pensiun. Meskipun<br />
pada dasarnya sama, istilah pensiun<br />
dini lebih sering digunakan untuk pensiun<br />
yang bersifat sukarela. Hal ini untuk<br />
membedakan dengan istilah Pemutusan<br />
Hubungan Kerja (PHK). PHK lebih banyak<br />
dipakai untuk kondisi terpaksa. Kondisi<br />
pensiun dini terjadi bisa karena penawaran<br />
secara terbuka dari perusahaan<br />
dengan tawaran pesangon yang menarik<br />
atau pegawai sendiri yang secara sukarela<br />
mengajukan pengunduran diri karena<br />
alasan tertentu.<br />
Sering kita lihat, karyawan memutuskan<br />
mengajukan pensiun dini hanya karena<br />
mempertimbangkan besarnya pesangon<br />
atau manfaat pensiun. Beberapa<br />
karyawan yang lain beralasan mengajukan<br />
pensiun dini karena karir yang ment<strong>ok</strong>,<br />
organisasi perusahaan yang tidak<br />
bisa menampung lagi atas pertumbuhan<br />
kompetensi pegawainya. Ada juga seseorang<br />
mengajukan pengunduran diri<br />
dari bekerja karena alasan yang remehtemeh,<br />
seperti bosan bekerja, anak tidak<br />
ada yang mengasuh sampai ditolak<br />
pacar sesama karyawan.<br />
Dari berbagai alasan seseorang<br />
mengajukan pensiun dini, ada satu<br />
alasan pengunduran diri yang sebenarnya<br />
kurang tepat yaitu alasan ketiadaan<br />
pengakuan diri atas eksistensi pegawai<br />
di perusahaan. Sering kita dengar seseorang<br />
mengajukan pengunduran diri<br />
karena merasa tidak ada perhatian perusahaan,<br />
atasan maupun lingkungan.<br />
Meskipun kita memahami bahwa perhatian<br />
atas kinerja seseorang karyawan sehingga<br />
kebutuhan akan pengakuan diri<br />
adalah penting, tapi perlu dipikirkan lagi<br />
bahwa di tempat baru justru semakin tidak<br />
ada pengakuan atas eksistensi diri.<br />
BUKAN ALASAN VERBAL<br />
Seorang teman penulis bercerita<br />
bahwa awalnya dia karyawan di sebuah<br />
BUMN besar. Dengan penuh pengabdian<br />
dia memberikan kemampuan terbaiknya<br />
buat perusahaan. Dengan alasan<br />
dia tidak masuk rekruitmen dari jalur karir<br />
atau sering disebut Management Trainee,<br />
dia merasa karirnya telah habis atau ment<strong>ok</strong>.<br />
Sebagian anak buahnya justru menjadi<br />
atasannya, sementara dia merasa kemampuannya<br />
jauh lebih unggul.<br />
Dalam kondisi seperti ini dia merasa<br />
perusahaan melupakan kemampuan<br />
dirinya. Bukan saja sekadar perbedaan<br />
gaji yang semakin jauh, eksistensi dirinya<br />
pun merasa semakin tidak diakui. Satu hal<br />
yang perlu diingat, selama bekerja dia telah<br />
bekerja di berbagai unit kerja, hampir<br />
seluruh pekerjaan dia bisa lakukan. Dari<br />
pengalaman kerja yang beragam inilah<br />
dia memiliki banyak teman di luar. Teman<br />
di luar inilah yang menurut dia justru banyak<br />
memberikan perhatian. Pengakuan<br />
dirinya justru diperoleh dari orang-orang<br />
di luar organisasi.<br />
Tapi benarkan teman-teman di luar ini<br />
memberikan pengakuan diri kepadanya?<br />
Tuluskah mereka? Apakah pernah berpikir<br />
bahwa pengakuan dan penghargaan<br />
dari mereka hanya sekadar basa-basi?<br />
Perlu dipahami bahwa banyak pengakuan<br />
dari luar bukan semata-mata pada<br />
32 Paras<br />
EDISI MARET <strong>2016</strong>