[BULETIN PEREMPUAN]
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
11 <strong>BULETIN</strong> ORANGE MVP<br />
“Menurut saya, kuncinya adalah<br />
bagaimana pemegang kekuasaan<br />
sekarang ini dan para stakeholder<br />
khususnya para penggiat hak-hak<br />
perempuan yang tidak pernah berhenti<br />
untuk menyuarakan, sehingga<br />
Undang-Undang tidak hanya sebuah<br />
aturan tetapi sebuah perisai<br />
dan pelindung. Baik perlindungan<br />
potensi kekerasan fisik maupun<br />
hak-hak kesejahteraan. Buat apa<br />
dilindungi dari kekerasn tapi secara<br />
ekonomi tidak berdaya,” lontar<br />
Efriyanto.<br />
Diakhir obrolan dengan Pak Efriyanto yang juga merupakan dosen di Fakultas Hukum Untirta,<br />
saya tak lupa menanyakan harapan terhadap perusahaan pemerintah, serta para pekerja perempuan<br />
untuk kedepannya. Ia berharap, subtansi hukum sebaiknya lebih diperketat lagi terkait<br />
dengan hak-hak perempuan. Kemudian untuk lebih melakukan monitoring atau pengawasan.<br />
Pemerintah sebagai pemangku kepentingan tidak hanya melakukan pengawasan untuk sekedar<br />
formalitas dan memenuhi syarat saja tapi jauh lebih penting mengadakan evaluasi, sejauh mana<br />
peraturan Undang-Undang tersebut dijalankan juga adanya sanksi yang efektif.<br />
Diakhir perbincangan, ia memberi pesan untuk perempuannya itu sendiri. Dimana saat ini perempuan<br />
sedang dalam era kebebasan, pekerja perempuan harus menunjukan bahwa dirinya tidak<br />
dibatasi oleh jenis kelamin. Perempuan bisa jadi pekerja propesional, sehingga punya posisi tawar,<br />
jangan hanya memasrahkan dirinya pada regulasi perusahaan. Undang-Undang itu baik dan ada<br />
karena dibutuhkan bukan karena pemerintah menginginkan tapi untuk melindungi rakyat.<br />
Galuh