2) Harian Singgalang. Media cetak ini merupakan koran lokal yang tidak berafiliasikemanapun. Media ini bisa memuat tulisan-tulisan yang mencoba memberikaninformasi yang lebih kritis <strong>terhadap</strong> kebijakan walikota Padang. Namun karenaumumnya masyarakat mendukung, akibatnya koran ini juga mengikuti selera pasar.3) Harian Haluan. Media cetak yang satu ini biasanya menjadi corong pemerintah, danhidupnyapun berasal dari pemerintah, sehingga hampir semua isinya memuat isu-isuyang sesuai dengan selera pemerintah lokal. Tetapi, kabar yang beredar mengatakanbahwa media ini sedang terancam bangkrut.4) Persoalan yang paling serius bagi media massa lokal di Padang adalah tidakmenerapkan prinsip-prinsip cover both side. Setiap ada kasus atau setiap kali pemdadengan para pendukungnya hendak membuat gagasan atau hendak melakukantindakan sweeping, media tidak meminta tanggapan dari kalangan kritis lainnya.Sedangkan di Bulukumba, respon <strong>terhadap</strong> <strong>Perda</strong> No 6/2003 juga beragam. Salah saturespon yang cukup menarik pernah ditelusuri oleh dosen-dosen Fakultas Dakwah InstitutAgama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makassar dengan Pemda Bulukumba melaluisebuah penelitian. <strong>Hasil</strong> penelitian yang kemudian dipublikasikan dengan judulMembumikan Alqur’an di Bulukumba: Analisis Respon Masyarakat <strong>terhadap</strong> <strong>Perda</strong> No 06 tahun2003 tentang pandai Baca Alqur’an bagi Siswa dan Calon Pengantin di Bulukumba itumenyebutkan bahwa 261 atau 52% responden menyatakan sangat setuju dengankeberadaan <strong>Perda</strong> tersebut, sebanyak 225 atau 45% responden yang menjawab setuju,sebanyak 10 atau 2% responden menjawab tidak setuju, dan hanya 2 atau 1% respondenyang menyatakan sangat tidak setuju. Termasuk dipaparkan bagaimana pengetahuanmasyarakat tentang <strong>Perda</strong>-perda ini, disebutkan 80% responden mengatakan telahmengetahui keberadaan <strong>Perda</strong> Pandai Baca Alqur’an dan sebanyak 20% yang belummengetahui keberadaan <strong>Perda</strong> ini. Sayangnya, penelitian ini tidak melibatkan anak sekolahsebagai responden yang nyata-nyata menjadi sasaran <strong>Perda</strong> tersebut. Demikian pula halnyadengan masyarakat adat juga tidak menjadi sasaran penelitian.kebanyakan yang menjadi responden penelitian itu adalah beberapa kelompok atauorganisasi Islam, seperti yang berasal dari KPPSI (Komite Persiapan Penegakan SyariatIslam), Wahdah Islamiyah, elit-elit NU dan Muhammadiyah. Namun untuk NU, saat ituyang getol mendukungnya hanyalah H. Tjamiruddin selaku ketua tanfidziah yang jugakebetulan adalah Kepala Depag di Bulukumba. Dari Muhammadiyah sendiri ada beberapaorang yang tidak setuju, salah satunya adalah ketua Perhimpunan Dai Bulukumba, yaituDrs Mardianto.Sedangkan di masyarakat adat seperti Tanah Toa Kajang, pendapat mereka justru tidaksama dengan yang digambarkan riset tadi. Simaklah apa yang diutarakan Amma Toa selakupemimpin adat dari komunitas Tanah Toa Kajang tentang PERDA tersebut, iamengatakan bahwa di dalam kawasan adat, apalagi mereka yang memahami betul Pasanga,maka Pasangalah yang berlaku. “Ia pentingnga aturan-aturan ia anjo anre na gangguki (Peraturanperaturandari luar jangan sampai mengganggu kedaulatan kami)”.Amma kemudian melanjutkan penjelasannya bahwa dalam kawasan adat tingkatantingkatanmengenai pegangan hidup kita. Yang pertama disini adalah Pasanga ri kajang,Baru kemudian kitta (Quran) dan terakhir Lontara. “Anre na kulle ni passa taua ampilariinikuaia pasang ka iaminjo pammaganganta gitte” (Kita tidak boleh dipaksakan untukmeninggalkan pasanga sebagai pedoman hidup kita, karena itulah pegangan kita).Organisasi keagamaan juga tidak semuanya menerima. ICMI merupakan salah satuorganisasi yang menolak <strong>Perda</strong>-perda ini. Ketuanya, Drs Alam, menyatakan bahwa <strong>Perda</strong>Baca tulis Alqur’an dan <strong>Perda</strong>-perda lainnya tidak mesti ada. Menurutnya, jika pemerintah
erkomitmen <strong>terhadap</strong> bidang keagamaan, seharusnya menfasilitasi saja danmemaksimalkan crash program keagamaan yang sudah dibuat. 13Dari kalangan anak sekolah juga memiliki respon yang berbeda. Yuliana, siswi SMA 2Bulukumba mengayatakan:” Ya....kita ikut belajar mengaji karena takut tidak bisa lanjutsekolah. Seharusnya tidak perlu dibuatkan Peraturan, tokh sekolah kita juga dari dulu sudahada pelajaran agama, kita juga sudah belajar mengaji. 14Sementara di Kabupaten Garut, respon yang muncul dengan adanya <strong>Perda</strong> No 2Tahun 2008 tentang Anti Perbuatan Maksiat secara sederhana bisa dibagi menjadibeberapa kelompok. Pertama, dari kalangan elit politik seperti dari kantor Depag, beberapaanggota DPRD, Dinas Sosial dan Rehabilitasi maupun agama seperti MUI,Muhammadiyah, NU menunjukkan adanya respon positif <strong>terhadap</strong> keberadaan perdatersebut, meskipun beberapa tokoh di antaranya belum mengetahui apalagi membaca<strong>Perda</strong> tersebut. Yang diharapkan dari para tokoh dan elit tersebut adalah bagaimana agarkeberadaan perda tersebut bisa disosialisasi secara luas, dimaksimalisasi dan dipenuhisegala fasilitas yang diperlukan.Kedua, sebagian kecil aktifis lokal yang kritis <strong>terhadap</strong> keberadaan perda tersebut. Kritikbiasanya ditujukan pada proses pembentukan yang tidak transparan dan beberapaketentuan di dalamnya yang masih rancu. Sayangnya, suara-suara dari sebagian kecil aktifislokal ini kerap dianggap sebagai angin lalu.Ketiga, hampir sebagian masyarakat yang ditemui selama pemantauan ini tidakmengetahui adanya perda tersebut. Bahkan beberapa waria yang kerap ‘diciduk’ oleh aparatjuga tidak tahu jika di Kabupaten Garut terdapat <strong>Perda</strong> anti Maksiat. Kalaupun adabeberapa orang yang menjadi sasaran sweeping penertiban peredaran minuman keras ataurazia waria misalnya, para kelompok sasaran ini tidak tahu jika semua itu karena terkaitdengan <strong>Perda</strong> Anti Perbuatan Maksiat. Selama ini pun, para kelompok sasaran ini lebihbersikap seperti layaknya main petak-umpet, kalaupun tokh tertangkap biasnaya hanyadiperingati di tempat, bagi para waria juga hanya diinapkan selama 1-2 hari, setelah itudilepas kembali.13 Wawancara Alam. F (Ketua ICMI Bulukumba), tanggal 17 November 200814 Wawancara Yuliana, tanggal 20 November 2008