BAB IVPENUTUPA. Kesimpulan<strong>Pemantauan</strong> <strong>terhadap</strong> <strong>Perda</strong>-perda Bermasalah, khususnya dari segi implementasi dandampaknya bagi masyarakat di tiga daerah tersebut menunjukkan dua hal; pertama, untukperda tentang baca tulis Alqur’an, Kota Padang merupakan daerah yang cukup intensif danagresif dalam memberlakukan <strong>Perda</strong> tersebut di lapangan. Dengan didukung oleh InstruksiWalikota, maka pelaksanaan perda tersebut semakin kuat. Selain itu, dukungan fasilitasjuga diberikan untuk mendukung terlaksananya <strong>Perda</strong> dan Instruksi walikota. Sedangkan diBulukumba, meskipun tidak seagresif di Kota Padang, tetapi cukup terlaksana dengan baik.Kedua, untuk Kabupaten Garut yang masih baru memiliki dan mengimplementasikan<strong>Perda</strong> tentang Anti Perbuatan Maksiat relatif belum intensif diberlakukan. Selain belummemiliki dukungan fasilitas yang memadai, situasi panas politik Garut selama enam bulanterakhir sangat memengaruhi pelaksanaan <strong>Perda</strong>. Kalaupun sempat terjadi Operasi Pekat(Penyakit Masyarakat), itu pun dilakukan pada waktu-waktu tertentu, khususnya padabulan Ramadhan karena ada keinginan untuk menjaga dan melindungi masyarakat muslimyang sedang menjalankan ibadah puasa.Beberapa respon yang muncul dari beberapa komponen masyarakat di masing-masingdaerah <strong>terhadap</strong> keberadaan dan implementasi <strong>Perda</strong>-perda yang dimaksud sangatlahberagam. Tetapi secara umum, sebagian masyarakat cenderung menerima secara positifkeberadaan perda tersebut, meskipun mereka tidak mengetahui (membaca ataumempelajari) ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam <strong>Perda</strong>-perda tersebut.Masyarakat hanya menerimanya dari opini mereka sendiri bahwa suatu peraturan yangberkaitan dengan pembelajaran ilmu agama atau “pemberantasan kemaksiatan” sudah pastiharus diterima dan didukung.Meskipun dari segi judul peraturannya bisa diterima, tetapi sebagian masyarakat tetapmempertanyakan proses pembentukan <strong>Perda</strong> yang dinilai tidak transparan, tidak dilakukanuji publik secara meluas, dan hasilnyapun tidak disosialisasikan secara merata, sehinggatidak jarang jika sebagian besar masyarakat tidak mengetahui adanya <strong>Perda</strong>-perda tersebut.Di tingkat pelaksanaannya sendiri, terdapat beberapa persoalan yang kerapmenimbulkan kontroversi, di antaranya:1. Pemahaman yang belum memadai dari aparat pengawal perda, seperti Sat Pol PP<strong>terhadap</strong> substansi <strong>Perda</strong> sehingga tidak jarang melakukan improvisasi dalammelaksanakan tugasnya. Improvisasi atau lebih tepatnya “penyimpangan” prosedurjuga kerap terjadi seperti pemanfaatan operasi untuk memeras korban atau negosiasipembayaran terkait dengan denda yang diberikan. Kurangnya pemahaman ini jugamenyebabkan pemberlakuakn <strong>Perda</strong> atau instruksi walikota menyasar bagi pesertadidik non-muslim.2. Tidak adanya ‘’juklak’’ dan ‘’juknis’’ yang cukup detail ketika melakukan operasi dilapangan atau dalam mengukur tingkat kemampuan baca Alqur’an bagi perda wajibbaca Alqur’an. Sehingga tidak jarang negosiasi akad nikah dan perdagangan sertifikattetap berlangsung.3. Pesantren ramadhan cenderung menjadi rutinitas dari tahu ke tahun dan kurangmemerhatikan dinamisasi materi atau kualifikasi peserta. Misalnya, siswa/i yang sudahpernah mengikuti pesantren dan merasa sangat mampu membaca Alqur’an denganbaik, tetapi ia masih diwajibkan untuk mengikuti pesantren ramadah pada tahun-tahunberikutnya. Materi, metode, dan teknik pembelajaran yang monoton jugamenyebabkan peserta merasa tidak mendapatkan apa-apa, kecuali hanya datangsekedar sebagai kewajiban dari sekolah saja.
4. Dari segi intensitasnya, pelaksanaan <strong>Perda</strong>-perda tersebut juga mengalami pasangsurut, terkait dengan waktu-waktu tertentu, seperti bulan ramadhan atau masakampanye menjelang suksesi kepala daerah.5. Masyarakat tidak pernah diberi informasi mengenai pemakaian anggaran publikberkaitan dengan pembuatan baliho bertuliskan nama-nama Allah swt atau balihoberisi seruan-seruan keagamaan.B. Saran-saranDari hasil pemantauan yang dilakukan <strong>terhadap</strong> beberapa <strong>Perda</strong> Bermasalah, terdapatbeberapa kemungkinan yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan dalam rangka membuatdan melaksanakan suatu kebijakan publik. Beberapa kemungkina ini mudah-mudahan bisamengurangi kontroversi mengenai adanya Peraturan Daerah yang ingin mengatur perilakukeagamaan atau moralitas masyarakat, di antaranya:1. Dalam proses pembentukannya, setiap proses tersebut perlu dilakukan melaluipenelitian persoalan dan kebutuhan mendasar dari masyarakat <strong>terhadap</strong> peraturanpublik yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat. <strong>Hasil</strong> penelitian itu perludiperbincangkan secara publik untuk menguji ketepatan metodologi dan jugasubstansinya.2. Membuka transaparansi dan partisipasi publik yang seluas-luasnya. Partisipasi dantransparansi bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti melakukan penyebarluasaninformasi substantif secara aktif oleh para aparatur pemerintah ke tengah-tengahmasyarakat di lingkungan yang paling terkecil; melalui media massa; atau membukaruang diskusi publik secara luas. Cara-cara ini memang membutuhkan waktu yangcukup lama, tetapi masih memungkinkan jika dilakukan secara serius.3. Secara teknis pembuatan, jika diperlukan membuka ruang konsultasi kepada beberapaahli di bidangnya. Sedangkan secara substantif juga harus dibuka perdebatan secarapublik dengan melibatkan beberapa komponen masyarakat yang memiliki kapasitas(baik yang pro maupun kontra) di isu tersebut. Pada tahap ini, perpspektif tentanghukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) perlu dijadikan rujukan agar ketentuanketentuanyang ada di dalamnya bisa diterima oleh semua pihak dan tidakmenimbulkan diskriminasi atau pelanggaran <strong>terhadap</strong> hak masyarakat.4. Pada tingkat sosialisasinya juga harus dilakukan secara luas dan merata, termasukmembuat standar yang cukup jelas dan terukur bagi sejauhmana tingkat penerimaanmasyarakat <strong>terhadap</strong> <strong>Perda</strong> yang telah disahkan. Pada tahap ini juga diberikankesempatan bagi masyarakat untuk mempelajarinya, sehingga implikasi bagipemberlakuannya tidak menyebabkan kontroversi berkepanjangan.5. Setiap pembuatan Peraturan Daerah juga harus mempertimbangkan kesiapanpemenuhan semua fasilitas yang mendukung terpenuhinya tujuan <strong>Perda</strong> tersebut.Misalnya mengenai pendanaan, penegak peraturan dengan pemahaman yang memadai,tempat rehabilitasi yang manusiawi, dan sebagainya.