06.08.2015 Views

BUKU UTAMA

BUKU UTAMA

BUKU UTAMA

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

REPUBLIK INDONESIARENCANA INDUKREHABILITASI DAN REKONSTRUKSIWILAYAH ACEH DAN NIAS, SUMATERA UTARA<strong>BUKU</strong> <strong>UTAMA</strong>APRIL 2005


Kata PengantarGempa bumi dan tsunami yang melanda sebagian besar wilayah pesisirNanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias di Sumatera Utara padatanggal 26 Desember 2004 dan terjadinya gempa bumi di Kepulauan Nias padatanggal 28 Maret 2005 yang lalu, telah menimbulkan korban jiwa dankerusakan yang sangat dahsyat. Indonesia belum pernah menghadapi bencanayang sedemikian besar. Bangsa kita berduka dan menangis. Tetapi pada saatyang sama, bangsa kita juga menunjukkan rasa solidaritas yang sangat tinggiuntuk menolong dan meringankan beban masyarakat di Aceh dan Nias yangterkena bencana.Dalam tiga bulan pertama setelah bencana 26 Desember 2004, seluruh tenagatelah kita kerahkan untuk mengisi tahap tanggap darurat yang bertujuan untukmenyelamatkan mereka yang masih selamat agar mampu mempertahankanhidupnya sekalipun dengan kebutuhan hidup yang paling mendasar.Setelah melampaui tahap tanggap darurat dan kita harus melaksanakanrehabilitasi, yang kemudian harus dilanjutkan dengan rekonstruksi.Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan fungsi pelayanan publik yangmembutuhkan waktu sekitar satu atau dua tahun, dan diharapkan tuntas padaakhir Desember 2006. Rekonstruksi bertujuan untuk membangun kembalisistem kemasyarakatan, sistem ekonomi, jaringan infrastruktur, dan fungsipemerintahan, yang diperkirakan butuh waktu dua sampai lima tahun, dandiharapkan selesai pada akhir tahun 2009.Untuk melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut, dibutuhkanperencanaan yang holistik dan komprehensif yang tetap bercirikankeistimewaan Aceh maupun Nias, dalam bentuk Rencana Induk Rehabilitasidan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara.Dokumen ini dapat diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat, di tengahtahap tanggap darurat, karena disusun secara kolaboratif dan dikerjakanbersama-sama oleh para pihak terkait, baik di pusat maupun daerah, olehinstansi pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Sekali lagi, kita telahmenunjukkan rasa solidaritas dan kebersamaan dalam melakukan perencanaan,sekaligus upaya mencegah agar di kemudian hari terhindar dari kerusakanakibat bencana serupa.Rencana Induk ini terdiri dari Buku Utama dan Buku Rencana Rinci dari 11bidang terkait.Selanjutnya, dokumen ini akan digunakan sebagai landasan bagi PemerintahDaerah dan Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh danNias, Sumatera Utara dalam menyusun rencana aksi dan pelaksanaannya.Jakarta, April 2005


Daftar IsiKata PengantarDaftar IsiBab 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 1-11.2 Tujuan 1-21.3 Landasan Hukum 1-31.4 Kerangka Waktu 1-31.5 Sistematika Penulisan Buku Rencana Induk 1-3Bab 2DAMPAK BENCANA DAN UPAYA PENANGGULANGAN2.1 Gambaran Bencana dan Perkiraan Dampak Bencana 2-12.1.1 Aspek Sosial dan Kemasyarakat 2-32.1.2 Aspek Ekonomi 2-42.1.3 Aspek Infrastruktur 2-62.1.4 Aspek Pemerintahan 2-82.1.5 Aspek Lingkungan Hidup 2-92.2 Upaya Penanggulangan Dampak Bencana 2-92.2.1 Tanggap Darurat 2-112.2.2 Rehabilitasi dan Rekonstruksi 2-13Bab 3PRINSIP-PRINSIP DASAR DAN KEBIJAKAN UMUM3.1 Visi dan Misi 3-13.2 Prinsip-Prinsip Dasar Rehabilitasi dan Rekonstruksi 3-23.3 Kebijakan Umum 3-2Bab 4KEBIJAKAN DAN STRATEGI BIDANG4.1 Pembangunan Kembali Masyarakat 4-44.1.1 Agama 4-44.1.2 Sosial Budaya 4-44.1.3 Kesehatan 4-64.1.4 Pendidikan 4-74.1.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 4-84.1.6 Ketahanan Masyarakat 4-94.1.7 Hukum 4-104.1.8 Kelembagaan Agama dan Adat Dalam KegiatanSosial Masyarakat 4-114.2 Pembangunan Kembali Ekonomi 4-124.3 Pembangunan Kembali Infrastruktur 4-134.4 Pemulihan Pemerintahan Propinsi, Kabupaten/Kota 4-15ii


Bab 5PENATAAN RUANG5.1 Tujuan 5-15.2 Kebijakan dan Strategi 5-15.3 Kebijakan Struktur dan Pola Pemanfaatan RuangProvinsi NAD 5-95.4 Kebijakan Struktur dan Pola Pemanfaatan RuangKabupaten/Kota5.4.1 Sistem Kota 5-115.4.2 Struktur Ruang Kota 5-115.4.3 Kawasan Non Budidaya 5-125.4.4 Kawasan Budidaya 5-125.5 Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten/Kota 5-125.5.1 Kota Banda Aceh 5-135.5.2 Kabupaten Aceh Jaya 5-155.5.3 Kabupaten Aceh Barat 5-175.5.4 Kabupaten Nagan Raya 5-195.5.5 Kabupaten Simeulue 5-215.5.6 Kota Lhokseumawe 5-245.5.7 Kabupaten Bireuen 5-275.5.8 Kabupaten Pidie dan Kota Sigli 5-285.5.9 Kabupaten Nias 5-32Bab 6ISU LINTAS BIDANG6.1 Bantuan Pemulihan Aset Produktif Non Publik 6-16.2 Hak kepemilikan tanah 6-36.3 Anak dan Perempuan 6-56.4 Masalah Keamanan 6-6Bab 7PARTISIPASI MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA7.1 Partisipasi Masyarakat 7-17.1.1 Prinsip dan Definisi 7-27.1.2 Kebijakan 7-37.1.3 Mekanisme Pelaksanaan 7-47.1.4 Model Kelembagaan dan PartisipasiMasyarakat Aceh 7-77.2 Partisipasi Swasta 7-117.2.1 Prinsip dan Definisi 7-117.2.2 Kebijakan 7-127.2.3 Mekanisme Pelaksanaan 7-12Bab 8PENDANAAN8.1 Kebutuhan pendanaan 8-28.2 Sumber-sumber pendanaan 8-58.2.1 APBN 8-58.2.2 Non APBN 8-68.3 Mekanisme pengelolaan pendanaan 8-68.4 Pengadaan Barang dan Jasa 8-9iii


Bab 9PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANGBAIK DAN PENGAWASAN PELAKSANAAN9.1 Penerapan prinsip tata kelola yang baik 9-19.1.1 Penerapan Prinsip Akuntabilitas 9-19.1.2 Penerapan Prinsip Transparansi danPartisipasi 9-29.1.3 Penerapan Prinsi Penegakan Hukum 9-39.1.4 Pelaporan Pelaksanaan Rehabilitasi danRekonstruksi 9-39.2 Pengawasan Terhadap Pelaksanaan 9-49.2.1 Lembaga Pengawasan 9-49.2.2 Koordinasi Pengawasan 9-49.2.3 Partisipasi dan Kemitraan Dalam Pengawasan 9-59.3 Sanksi 9-59.4 Review Berkala 9-5Bab 10 KELEMBAGAAN10.1 Struktur Kelembagaan/Organisasi 10-110.1.1 Dewan Pengarah 10-110.1.2 Dewan Pengawas 10-210.1.3 Badan Pelaksana 10-210.2 Tata Kelola Yang Baik (Good Governance) 10-310.3 Hubungan Antar Lembaga 10-310.4 Pendanaan 10-410.5 Pertanggungjawaban dan Pelaporan 10-4Bab 11 PENUTUPiv


Bab 1Pendahuluan1.1 Latar BelakangPada tanggal 26 Desember 2004, suatu gempa bumi yang berskala sangat kuat (8,9 skalaRichter) telah terjadi di Samudera Hindia di lepas pantai barat laut Pulau Sumatera.Gempa yang kemudian menyebabkan gelombang tsunami ini telahmemporakporandakan sebagian besar wilayah Aceh dan Nias di wilayah Indonesia,sebagian wilayah Thailand, Sri Lanka, Maladewa (Maldives), Bangladesh, Burma,bahkan sampai ke pantai Somalia di Afrika Timur.Di Aceh dan Nias, bencana gempa dan gelombang tsunami ini telah merusakkansebagian besar wilayah pesisir Aceh, menelan banyak korban jiwa, menghancurkansebagian besar infrastruktur, permukiman, sarana sosial seperti bangunan-bangunanpendidikan, kesehatan, keamanan, sosial, dan ekonomi publik, dan bangunan-bangunanpemerintah. Bencana ini juga telah mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomimasyarakat, termasuk kondisi psikologis, dan tingkat kesejahteraannya.Berdasarkan informasi terakhir yang diperoleh dari Badan Koordinasi NasionalPenanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) pada tanggal 21Maret 2005 jumlah korban dari 20 kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam(NAD) 1 diperkirakan mencapai 126.602 meninggal dunia dan telah dimakamkan, sertahilang sebanyak 93.638 orang , sementara jumlah korban di Provinsi Sumatera Utaradiperkirakan 130 orang meninggal dan 24 orang hilang 2 . Dari sumber informasi yangsama,jumlah pengungsi yang tersebar sebanyak 514.150 jiwa di 21 kabupaten/kota se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Berdasarkan hasil perhitungan, nilai kerusakan dan kerugian di kedua wilayah tersebutsecara total diperkirakan mencapai Rp 41,4 triliun, di mana sebagian besar (78 persen)merupakan aset hak milik masyarakat (non-publik), sementara sisanya merupakan asetpemerintah.Berdasarkan kenyataan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama denganmasyarakat internasional yang bersimpati atas bencana dan dampak yangditimbulkannya telah secepatnya melakukan upaya-upaya tanggap darurat (emergencyrelieve efforts) yaitu terutama bertujuan untuk menolong korban-korban yang masihhidup, segera menguburkan jenazah-jenazah untuk mencegah dampak lanjutan, danmemberi pertolongan cepat untuk menyelamatkan kehidupan sosial-ekonomimasyarakat yang terkena bencana.Selanjutnya upaya tanggap darurat segera akan ditindaklanjuti dengan upaya-upayarehabilitasi seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh dan Nias, dan kemudian1 Data Departemen Dalam Negeri per tanggal 9 Maret 2005 pk 06.00 WIB.2 Data Bokornas PBP, 14 Maret 2005


seterusnya melaksanakan rekonstruksi dan pembangunan kembali wilayah ini agarkembali seperti sediakala, bahkan lebih maju dari sebelumnya.Seluruh upaya rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap Aceh dan Nias di dalam jangkamenengah mendatang harus didasarkan kepada suatu Rencana Induk Rehabilitasi danRekonstruksi yang didasarkan kepada berbagai filosofi, norma-norma, peraturanperundang-undangan dan aspirasi masyarakat yang terkena bencana, serta ada dalamkerangka komprehensif dan holistik. Namun demikian kebijakan dan strategipelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, tetap harus dilakukan dalam kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pelaksanaan Otonomi KhususProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor18 Tahun 2001. Otonomi Khusus dimaksud memberikan keleluasaan kepada daerahbaik dalam aspek pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan nilaidan budaya lokal yang berlandaskan pada penerapan syariah Islam. Sementara itu untukrehabilitasi dan rekonstruksi di Kabupaten Nias dilaksanakan dengan mendayagunakankapasitas Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias yang relatiftidak terganggu oleh adanya bencana tsunami, dengan membangun kembali prasaranadan sarana yang rusak.1.2 TujuanBuku Utama dari Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Nias inidijadikan sebagai pedoman untuk:1. Membangun kesepahaman dan komitmen antara pemerintah pusat denganpemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, masyarakat,perguruan tinggi/akademisi, LSM, lembaga donor serta masyarakat internasionaldalam membangun kembali Aceh dan Nias ke depan;2. Menyusun rencana tindak Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah Aceh dan Niaspascagempa dan tsunami yang langsung dapat dilaksanakan oleh berbagai pihakyang terlibat dalam bentuk action plan;3. Melakukan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi rencana dari berbagai sektor, duniausaha dan masyarakat (stakeholder) dalam menetapkan Rencana Aksi Rehabilitasidan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias berdasarkan kerangka waktu, lokasi,sumber pendanaan dan penanggung jawab pelaksanaannya;4. Melakukan sosialisasi, diseminasi dan penyebaran data serta informasi kepadamasyarakat lokal, nasional dan internasional tentang bencana alam, dampakbencana, penilaian kerusakan dan kerugian, penilaian kebutuhan, serta sistemperingatan dini (early warning system) terhadap ancaman bencana;5. Menggalang solidaritas, partisipasi, dan keterlibatan berbagai pihak masyarakat(civil society) dalam rencana dan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Acehdan Nias melalui dialog dan konsultasi publik;6. Mengembangkan sistem dan mekanisme mobilisasi pendanaan dari sumber APBN,APBD, masyarakat dan dunia internasional secara efisien, efektif, transparan,partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip goodgovernance.1 - 2


1.3 Landasan HukumSecara legal formal, landasan hukum yang melatarbelakangi penyusunan rencana indukrehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara ini adalah InstruksiPresiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kegiatan Tanggap Darurat dan Perencanaanserta Persiapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Bencana Alam Gempa Bumi danGelombang Tsunami di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan ProvinsiSumatera Utara, yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2005.Rencana induk ini disusun oleh Kementerian Perencanaan PembangunanNasional/Bappenas melalui kerjasama dengan berbagai pihak terkait, sepertikementerian/lembaga di tingkat pusat, serta dengan Pemerintah Daerah ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam dan kabupaten/kota se-Aceh dan Kabupaten Nias, ProvinsiSumatera Utara, serta melibatkan pula berbagai perguruan tinggi yang dikoordinasikanoleh Universitas Syiah Kuala, komunitas donor internasional, lembaga swadayamasyarakat (LSM), dan berbagai pihak lainnya yang terkait. Data dan informasi yangdikumpulkan mencakup berbagai aspek terkait, seperti fisik, ekonomi, sosial, budaya,agama, demografi, kelembagaan dan kewilayahan.Penyusunan rencana induk ini juga dilakukan melalui analisis yang holistik,komprehensif dan terpadu. Khususnya untuk daerah Aceh, penyusunannyamemperhatikan 4 (empat) nilai yang melandasi pembangunan kembali Aceh, yangterdiri dari nilai kemanusiaan (universalisme), nilai ke-Indonesia-an, nilai ke-Aceh-an,serta nilai ke-Islam-an. Rencana induk ini juga disusun dengan memperhatikanRencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009, serta RPJMDaerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan RPJM Daerah Kabupaten/Kota yangterkena bencana di wilayah Aceh dan Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara.Khususnya untuk Aceh, adanya beberapa peraturan perundangan yang terkait denganaspek pemerintahan dan pembangunan di Nanggroe Aceh Darussalam, khususnyaUndang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Kekhususan Aceh dan Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi NAD, serta dengan adanyaKeputusan Presiden yang melandasi pelaksanaan Darurat Sipil dan Tertib Sipil di Aceh,juga dijadikan pertimbangan khusus di dalam penyusunan rencana induk rehabilitasidan rekonstruksi wilayah Aceh.1.4 Kerangka WaktuRencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias Sumatera Utara inimencakup kurun waktu selama lima tahun yaitu 2004-2009, sejalan dengan kurunwaktu pelaksanaan RPJM. Setelah berakhirnya RPJM 2004-2009, dokumen rencanainduk rehabilitasi dan rekonstruksi ini akan dijadikan acuan bagi penyusunan rencanatindak lanjut pemulihan dan pembangunan kembali wilayah Aceh dan Nias dalam kurunwaktu yang lebih panjang, termasuk secagai acuan di dalam penyusunan RencanaPembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalamdan Kabupaten/Kota di wilayah Aceh dan Kabupaten Nias di Provinsi Sumatera Utara.1.5 Sistematika Penulisan Buku Rencana IndukRencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utarasecara keseluruhan terdiri dari dua belas buku, yang mencakup satu Buku Utama dansebelas Buku Rinci yang meliputi:1 - 3


1. Buku Utama : RENCANA INDUK REHABILITASI DANREKONSTRUKSI WILAYAH ACEH DAN NIAS,SUMATERA UTARA2. Buku Rencana BidangBuku I : RENCANA BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHANBuku II : RENCANA BIDANG SUMBERDAYA ALAM DANLINGKUNGAN HIDUPBuku III : RENCANA BIDANG INFRASTRUKTUR DAN PERUMAHANBuku IV : RENCANA BIDANG EKONOMI DAN KETENAGAKERJAANBuku V : RENCANA BIDANG KELEMBAGAAN DAERAHBuku VI : RENCANA BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATANBuku VII : RENCANA BIDANG AGAMA, SOSIAL DAN BUDAYABuku VIII : RENCANA BIDANG HUKUMBuku IX : RENCANA BIDANG KETERTIBAN, KEAMANAN, DANKETAHANAN MASYARAKATBuku X : PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIKDAN PENGAWASANBuku XI : PENDANAANBuku utama dari rencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara tersebut berisikan gambaran mengenai dampak bencana dan upayapenanggulangan yang telah dilakukan; serta beberapa prinsip dasar, kebijakan danstrategi umum pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Selanjutnya juga dijabarkansecara khusus kebijakan dan strategi penataan ruang, serta beberapa permasalahanlintas bidang (cross-cutting issues) yang terkait dengan bantuan pemulihan asetproduktif non-publik hak kepemilikan tanah, penanganan perempuan dan anak korbanbencana; serta masalah keamanan dalam pengelolaan rehabilitasi dan rekonstruksi.Rencana induk ini disusun melalui berbagai forum konsultasi publik yang melibatkanberbagai pemangku kepentingan (stakeholders). Pengelolaan rehabilitasi danrekonstruksi selanjutnya diperlukan pelibatan masyarakat dan dunia usaha untukmewujudkan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang aspiratif dan partisipatif.Selanjutnya secara khusus, buku utama rencana induk ini juga mengemukakankelembagaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.Buku utama rencana induk juga mencakup aspek pendanaan dan akuntabilitas danpengawasan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang merupakan pedomanumum dalam pembiayaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi danrekonstruksi secara keseluruhan.Buku rencana rinci masing-masing bidang memuat inventarisasi kerusakan dankerugian; upaya yang telah dan sedang dilakukan pada tahap tanggap darurat; sasaran,arah kebijakan dan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi; dan rencana rinci kegiatanrehabilitasi dan rekonstruksi masing-masing bidang yang dijabarkan ke dalam wilayahkabupaten/kota, antarwilayah kabupaten/kota, serta kegiatan rinci lainnya yang berlakuumum dan tidak terkait dengan pemanfaatan kawasan (aspasial).Untuk masing-masing peruntukan di atas, rencana rinci dari setiap bidang berisikan:nama program yang mengacu pada fungsi, subfungsi, dan program APBN; namakegiatan; sasaran (kuantitatif); kelompok sasaran; cakupan kegiatan; indikatorkeberhasilan; jadwal waktu pelaksanaan; keterkaitan dengan program/kegiatan lainnya;instansi pelaksana dan penanggung jawab; perkiraan biaya dan sumber pembiayaannya.1 - 4


Bab 2Dampak Bencana DanUpaya Penanggulangan2.1 Gambaran Bencana dan Perkiraan Dampak BencanaSkala bencana yang terjadi dapat dilihat dari besarnya jumlah korban manusia dankerusakan yang ditimbulkannya. Sebanyak 16 (enam belas) kabupaten/kota mengalamikerusakan. Dari seluruh kabupaten/kota yang terkena bencana tsunami, kabupaten/kotayang mengalami kerusakan terparah adalah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya danKabupaten Aceh Besar. Desa yang terkena tsunami sebanyak 654 desa (11,4 persen) dandiperkirakan persentase keluarga miskin terkena tsunami sebesar 15,16 persen (63.977KK) 1Sampai saat ini, jumlah korban yang terdata terus meningkat, demikian pula kerusakanyang berhasil diinventarisasi. Jumlah korban di 15 kabupaten di Provinsi NAD 2diperkirakan mencapai 126.602 meninggal dunia dan telah dimakamkan, serta hilang93.638 orang (dari jumlah ini diperkirakan sebagian meninggal/berada di pengungsian/diluar Aceh). Jumlah pengungsi sampai dengan tanggal 21 Maret 2005 adalah sebanyak514.150 jiwa di 21 kabupaten/kota 3 . Sementara jumlah korban di Provinsi Sumatera Utaradiperkirakan 130 orang meninggal dan 24 orang hilang 4 .Secara keseluruhan, tragedi bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utaratersebut diperkirakan memiliki dampak kerugian sekitar 2,7% dari PDB Nasional ataulebih dari 97% dari PDRB Provinsi Aceh.Tabel 2.1. Rangkuman Hasil Penilaian Kerusakan dan KerugianSektor Kerusakan Kerugian TotalSektor sosial, termasuk: perumahan,13,657 532 16,186pendidikan, kesehatan, agama dan budayaSektor infrastruktur, termasuk : transport,komunikasi, energy, air dan sanitasi,bendunganSektor Produksi, termasuk : agribisnis,perikanan, industri dan perdaganganLintas Sektor , termasuk : lingkungan,Pemerintahan, bank dan Keuangan5,915 2,239 8,1543,273 7,721 8,1542,346 3,718 6,064Total (Rp. Triliun ) 27.191 14,210 41,401Sumber : Damage and Loss Assessment, Bappenas dan World Bank, 18 Januari 20041 Data UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 20052 Data Bakornas PBP, 21 Maret 2005 jam 17.00 WIB3 Himpunan Laporan Satlak I, II, dan III4 Data Bakornas PBP, 21 Maret 2005 jam 17.00 WIB2 - 1


Gambar 2.1: Jumlah Pengungsi per 21 Maret 2005SABANGBANDAACEHACEHBESARLHOKSEUMAWEACEHJAYAPIDIEACEHBARATBIREUENACEHTENGAHACEHUTARAACEHTIMURLANGSANAGANRAYAACEHTAMIANGACEHBARATDAYAGAYOLUWESACEHSELATANACEHTENGGARAJumlah pengungsiper kabupaten0 - 5000SIMEULEU5001 - 15000ACEHSINGKIL15001 - 3000030001 - 6000060001 - 150000Sumber data: Bakornas PBP, 21 Maret 2005, pk 17.00 WIB2 - 2


Tabel 2.2. Jumlah Pengungsi per Kabupaten/KotaNo.Kab/KotaRumahPenduduk/TendaDaruratJumlah PengungsiBarak/HuntaraTotal1 Banda Aceh 48,360 1,561 49,9212 Aceh Besar 91,157 6,328 97,4853 Sabang 3,712 - 3,7124 Pidie 74,404 11,456 85,8605 Bireuen 46,768 3,035 49,8036 Aceh Utara 26,662 450 27,1127 Lhokseumawe 952 1,542 2,4948 Aceh Timur 13,182 527 13,7099 Langsa 6,156 - 6,15610 Aceh Tamiang 3,224 - 3,22411 Aceh Jaya 38,217 2,205 40,42212 Aceh Barat 70,804 1,885 72,68913 Nagan Raya 16,560 480 17,04014 Aceh Barat Daya 3,480 - 3,48015 Aceh Selatan 16,148 - 16,14816 Aceh Singkil - 105 10517 Simeulue 18,009 - 18,00918 Bener Meriah 648 - 64819 Aceh Tengah 5,288 - 5,28820 Gayo Lues 234 - 23421 Aceh Tenggara 611 - 611T O T A L 484,576 29,574 514,150Sumber: Laporan Satlak I Lhokseumawe tgl 18 Maret 2005, revisi jumlah pengungsi di hunian sementara2.1.1 Aspek Sosial dan KemasyarakatanSelain korban jiwa, bencana gempa dan tsunami tersebut juga menyebabkan kerusakan diberbagai sektor dan bidang kehidupan. Dalam aspek sosial dan kemasyarakatankerusakan terjadi antara lain pada bidang pendidikan, kesehatan dan keagamaan. Untukaspek pendidikan diperkirakan 1.168 sekolah terkena dampak yang meliputi rusakringan, rusak berat ataupun hancur, atau setara dengan 16,1% dari jumlah sekolah yangada sebelum bencana. Untuk setiap jenjang pendidikan, kerusakan yang teridentifikasiadalah 100 TK/RA, 735 SD/MI, 201 SMP/MTs, 109 SMU/SMK/MA, 18 PT/PTA dan 5 SLB.Keseluruhan kerusakan dan kerugian di bidang pendidikan diperkirakan bernilai Rp.1,0Triliun.Untuk aspek kesehatan 6 rumah sakit mengalami kerusakan yaitu: RS Dr. ZainoelAbidin, RS Jiwa Banda Aceh, RSUD Meuraksa, RSUD Calang dan RS Malahayati dan RSPermata Hati. Selain itu kerusakan juga antara lain terjadi pada poliklinik 6 unit,puskesmas 41 unit, polindes 390 unit, puskesmas pembantu 59 unit, politeknik kesehatan6 unit, kantor dinas kesehatan 3 unit, laboratorium kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan3 unit, gudang farmasi 3 unit, balai besar pengawasan obat dan makanan, dan puskesmaskeliling/ambulan. Keseluruhan kerusakan diperkirakan bernilai Rp.765,9 miliar,sementara kerugian bernilai Rp.87 miliar 5 .Dalam aspek keagamaan kerusakan terjadi pada berbagai tempat ibadah dan fasilitaskantor Departemen Agama yang mencakup Kanwil Departemen Agama Provinsi Nangroe5 Data Bank Dunia2 - 3


Aceh Darussalam, Asrama Haji embarkasi Banda Aceh, Kantor Departemen AgamaKabupaten/kota dan Kantor urusan Agama (KUA). Tempat ibadah di Aceh yangmengalami kerusakan terdiri dari 1.069 mesjid dan mushola, 8 gereja, 2 pura/ vihara 6 .Sedangkan di Kabupaten Nias tempat ibadah yang mengalami kerusakan adalah 8 gereja, 2mesjid, 2 rumah dinas pendeta, dan 2 rumah guru pendidikan agama kristen.Untuk aspek pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak diperkirakanjumlah perempuan di tempat-tempat pengungsian berkisar 37,1%; yang hamil 0,3% danibu yang menyusui 1%; banyak perempuan harus menjadi kepala keluarga atau menjadipencari nafkah utama; proporsi anak diantara populasi pengungsi sekitar 15-25%;perempuan dan anak di tempat pengungsian memerlukan kebutuhan yang spesifik;seluruh korban mengalami trauma fisik dan psikis karena banyak orang tua yangkehilangan anak dan anak yang kehilangan keluarganya; pengungsi telah tersebar kebeberapa daerah di luar Provinsi NAD, sehingga perempuan dan anak menjadi rentanterhadap traficking.2.1.2 Aspek EkonomiDalam aspek perekonomian, bencana menyebabkan kerusakan pada bidang perindustriandan perdagangan, koperasi, usaha kecil dan menengah, pertanian dan kehutanan,perikanan dan kelautan serta ketenagakerjaan.Perkiraan di bidang ekonomi menunjukkan jumlah Bank Umum terkena tsunami 17,61persen (25 unit) dan BPR sebanyak 8,89 persen (4 unit). Dari keseluruhan kredit yangdiberikan sektor perbankan sebesar Rp 3.9 triliun, sekitar Rp 2 triliun diperkirakanmenjadi kredit bermasalah (IDB, Januari 2005) 7 .Dalam bidang perindustrian, Industri Kecil dan Menengah (IKM) tingkat kerusakandiperkirakan mencapai rata-rata 65%, industri besar 60%. Terdapat juga kerusakaninfrastruktur Departemen Perindustrian. PT. Semen Andalas Indonesia mengalami rusakparah. BUMN lain yang juga mengalami kerusakan adalah PT. Pupuk Iskandar Muda danPT. ASEAN Aceh Fertilizer. Kerusakan aset industri manufaktur pada skala menengahdiperkirakan mencapai Rp.84 miliar. Selain itu, terdapat 92.000 industri kecil/rumahtangga di Aceh dan sekitar 12.500 industri kecil/rumah tangga di Nias yang mengalamikerusakan. Bila diasumsikan rata-rata nilai aset industri kecil/rumah tangga tersebutsebesar Rp.30 juta maka total nilai kerusakan diperkirakan industri kecil dan mencapaiRp.3,1 triliun 8 . Lebih spesifik lagi UMKM yang terkena tsunami sebanyak 20,88 persen(5.176 unit), hotel 30,41 persen (59 unit), restoran 17,20 persen (1.119 unit), pasar 1,29persen (195 unit), dan warung sebanyak 16,71 persen (7.529 unit) 9 .Fasilitas perdagangan di Aceh yang diperkirakan mengalami kerusakan meliputi 65kelompok pertokoan, 54 pasar permanen, 69 pasar non-permanen, 69 supermarket, 1pasar hewan, 19 pasar ikan, 25 bank umum dan 4 bank perkreditan rakyat. Kerusakan jugamenimpa 59 hotel dan tempat penginapan serta usaha kecil yang bergerak di bidangperkayuan, kulit, besi, keramik, pakaian dan pengolahan makanan 10 .Dalam bidang pertanian dan kehutanan, terdapat kerusakan sawah 23.330 ha, danlahan tegalan 22.785 ha. Di areal tersebut terdapat tanaman pangan dan hortikultura yangdiusahakan oleh petani setempat. Jaringan irigasi tersier dan kwarter yang mengalamikerusakan di 31 kecamatan (8 kabupaten) dengan areal irigasi 8.275 ha. Kerusakan6 Data Departemen Agama7 Dikutip dari buku UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 20058 Data Departemen Perindustrian dan Bank Dunia9 Berdasarkan data dari UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 200510 Data Mapframe ADB2 - 4


tanaman perkebunan rakyat seluas 43.500 ha yang terdiri dari kelapa 23.533 ha, karet5.395 ha, kopi 6.242 ha, mete 6.931 ha, kelapa sawit 1.600 ha, pinang 2.761 ha, kakao 2.768ha, nilam 710 ha, cengkeh 4.600 ha, pala 1.808 ha, dan jahe 218 ha. Di samping itu jugaberbagai peralatan seperti hand traktor, pompa air, traktor besar, alat pengolah nilam,karet, minyak kelapa, pengolah dendeng dan lainnya ikut rusak. Lahan pertaniankehilangan kesuburannya akibat lumpur, penggaraman, pasir, erosi, dan sebagainya, dimana diperkirakan 5000-7000 ha lahan hilang secara permanen. 11 . Rekapitulasi bidangpertanian dan kehutanan berdasarkan data Departemen Pertanian adalah sebagai berikut:Tabel 2.3 Rekapitulasi Kerusakan dalam Bidang Pertanian 12Kerusakan Lahan PertanianTernakKabupaten danHilangNOKota(ekor)Sawah(ha)Kebun(pohon)Ladang(ha)1 Sabang 4,147 32,0612 Banda Aceh 75 50 332,5053 Aceh Besar 5,611 7,048 9,465 500,0004 Pidie 1,859 11,304 3,072 238,3015 Bireuen 2,118 9,575 567 153,9616 Aceh Utara 1,224 612 74,4607 Kota27,292Lhokseumawe8 Aceh Timur 2,11914 Aceh Barat 1,432 14,950 1,114 251,96215 Nagan Raya 757 14,895 1,560 137,76516 Aceh Jaya 1,645 12,240 3,068 156,28017 Simeulue 3,410 14,937 7918 Aceh Selatan 9,63619 Aceh Barat Daya 3,080 3,729 4,75820 Aceh SingkilJumlah 23,330 102,461 24,345 1,904,587Dalam bidang perikanan dan kelautan, Khusus di sektor perikanan, terdapat 19 unit(0,37 persen) TPI (tempat pelelangan ikan) yang rusak 13 , dan dari 72 buah PangkalanPendaratan Ikan (PPI) yang tersebar di 8 kabupaten, 32 buah terkena dampak tsunami,yaitu 5 di kabupaten Aceh Besar, 6 di kabupaten Pidie, 10 di kabupaten Aceh Utara, dan 8di kabupaten Aceh Barat. Sedangkan di Nias Sumatera Utara, terdapat 1 PangkalanPendaratan Ikan (PPI) di Pasar Sirombu yang terkena dampak tsunami.Dari 16.070 unit armada perikanan tangkap di Aceh, jumlah armada penangkapan ikanyang berlokasi di daerah yang terkena dampak tsunami mencapai 9.563 unit, yang terdiridari 3.969 unit (41,5%) berupa perahu tanpa motor, 2.369 unit (24,8%) perahu motortempel, dan 3.225 unit (33,7%) berupa kapal motor dengan ukuran antara < 5 GT s/d 50GT.Sementara itu budi daya tambak di Provinsi NAD tersebar di 11 kabupaten/kota pantaiyang umumnya terkena dampak langsung dari bencana gempa bumi dan tsunami, denganluas total sebelum terkena bencana sebesar 36.614 Ha 14 .11 Data Departemen Pertanian dan Bank Dunia12 Tim Penanggulangan Bencana Nasional Departemen Pertanian,200513 Data dari UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 200514 Data Bank Dunia2 - 5


Dalam aspek ketenagakerjaan, dari jumlah angkatan kerja di Aceh sebanyak 2.254.155orang, diperkirakan 25% kehilangan pekerjaan akibat bencana alam, 30% di sektorpertanian kehilangan pekerjaan akibat kerusakan lahan dan sekitar 170 ribu orangkehilangan pekerjaan di sektor UKM. Selain itu, diperkirakan 60.000 pekerjaan hilangkarena kematian tenaga kerja, dan diasumsikan 130.000 nelayan kehilangan pekerjaan,setidaknya untuk sementara. Total pengangguran diperkirakan akan mencapai 30% didaerah yang terkena bencana 15 .2.1.3 Aspek InfrastrukturDampak bencana terhadap aspek infrastruktur mencakup kerusakan pada bidangperumahan, perhubungan, energi dan ketenagalistrikan, pos dan telekomunikasi, airminum dan sanitasi, sumber daya air, serta prasarana dan sarana lainnya.Dalam bidang perumahan total rumah, baik modern, semi modern dan tradisional,yang mengalami kerusakan diperkirakan berjumlah lebih dari 280 ribu rumah 16 , baik rusaktotal maupun rusak sebagian. Kerusakan cukup berat terjadi di sepanjang Pantai Barat danUtara meliputi wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie,Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Keseluruhan kerugian bernilai Rp.13 triliun yangmencakup nilai kerusakan perumahan tersebut, kerusakan infrastruktur dasar dankerusakan peralatan rumah tangga 17 . Akibat gempa bumi tanggal 28 Maret 2005 kerusakanjuga terjadi di Kabupaten Nias, Nias Selatan di Sumatera Utara dan Kabupaten AcehSingkil di NAD.Bidang perhubungan terdiri dari perhubungan darat, laut, dan udara. Untukperhubungan darat, kondisi jalan nasional dan provinsi sebelum bencana gempa dantsunami dapat diklasifikasikan 32,7 persen dalam keadaan baik, 35,8 persen mengalamikerusakan ringan, dan 31,5 persen mengalami rusak berat. Setelah bencana gempa dantsunami, kondisi tersebut memburuk menjadi hanya sekitar 28,4 persen dalam keadaanbaik, sedangkan sisanya sebesar 71,6 persen dalam keadaan rusak (35,7 persen rusakringan dan 35,9 persen rusak berat). Untuk jembatan, kerusakan diperkirakan mencapai 25persen dari total jembatan nasional (21.340 m) dan jembatan provinsi (14.015 m) 18 . LintasBarat (Banda Aceh-Lamno-Calang-Meulaboh-Tapak Tuan-Bakongan) kerusakan jalan baikringan maupun berat sekitar 280,36 km, berikut jembatan yang rusak sekitar 3.781 m;Lintas Timur (Banda Aceh-Sigli-Bireuen-Lhokseumawe-Langsa) kerusakan jalan sekitar243,86 km dan jembatan 1.703 m; pada lintas Lintas Tengah dan Penghubung LintasBarat-Timur terjadi kerusakan jalan sekitar 337,54 km dan jembatan sepanjang 150 m;serta kerusakan pada ruas jalan lain sekitar 763,35 km dan jembatan 340 m. Sementara diprovinsi Sumatera Utara khususnya Nias Jalur Lolowau-Sirombu dan Tuhemberua-Lahewa mengalami kerusakan badan jalan sepanjang sekitar 5 km, dan kerusakan lantaimaupun oprit pada beberapa jembatan.Di samping itu, pada tiga kota besar yaitu Banda Aceh, Meulaboh, Lhokseumawe sebagianbesar terminal bus mengalami kerusakan berat, sedangkan terminal bus di Sigli, Langsa,Bireuen, Gunung Sitoli, dan Perum Damri Banda Aceh mengalami kerusakan dalamtingkat yang bervariasi antara rusak ringan dan sedang. Kerusakan juga terjadi padajembatan timbang, Unit Pemeriksaan Kendaraan Bermotor (PKB), serta rambu dan markajalan.15 Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Bank Dunia16 Data Pokja Bidang Prasarana dan Sarana R3WANS17 Data Bank Dunia18 Data Dinas Prasarana Wilayah Provinsi NAD2 - 6


Pelabuhan laut dan ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan) memiliki kondisikerusakan yang bervariasi, di samping beberapa pelabuhan dalam kondisi laik operasi.Kerusakan terutama terjadi pada di pelabuhan sepanjang Pantai Barat dan Pantai Utara.Pelabuhan yang mengalami kerusakan berat antara lain Malahayati, Ulee Lheue, Calang,dan Melulaboh, sedangkan kerusakan ringan terjadi di Pelabuhan Sabang, Lhokseumawe,Susoh, Tapak Tuan, Singkil, Sinabang, Balohan, Labuhan Haji, Lamteng, Pulau Banyak,dan Singkil.Beberapa prasarana pelabuhan udara mengalami kerusakan ringan dan kerusakan berat,sedangkan beberapa dalam kondisi laik operasi. Bandara Cut Nyak Dien-Meulaboh dalamkondisi runway patah dan retak; Bandara Maimun Saleh-Kota Sabang memiliki kondisilandasan yang baik namun sistem komunikasi rusak; Bandara Sultan Iskandar Muda-Banda Aceh dalam kondisi landasan yang baik namun tower rusak; Bandara Cut Ali-TapakTuan dalam kondisi laik operasi; Bandara Lasikin-Sinabang mengalami penurunanlandasan pacu; Bandara Malikul Saleh-Lhok Seumawe dalam kondisi laik operasi; sertaBandara Rembele-Takengon dalam kondisi laik operasi.Bidang energi dan ketenagalistrikan dalam kondisi kerusakan serta penurunantingkat operasi yang bervariasi. Secara umum semua daerah kerja unit cabang kelistrikanmengalami kerusakan sistem yang meliputi Pembangkitan (PLTD), sistem Distribusi, danSarana penunjang lainnya. Daerah terberat yang mengalami kerusakan adalah daerah kerjaPLN Cabang Banda Aceh yang meliputi Kodya Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar,serta daerah kerja Cabang Meulaboh yang meliputi Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat danNagan Raya. Kerusakan pada jaringan distribusi meliputi: (i) Jaringan Tegangan m-sistemyang terisolasi terutama di wilayah NAD bagian tengah dan wilayah NAD bagian barat. JaMenengah (JTM) sepanjang 1.046 kms (11,76 persen); (ii) Jaringan Tegangan Rendah(JTR) sepanjang 2.394 kms (21,61 persen); (iii) Gardu Distribusi sebanyak 736 buah (16,24persen); (iv) Sambungan Rumah (SR) sebanyak 119.253 pelanggan (18 persen); dan (v)Gardu Hubung (GH) sebanyak 6 buah (7,44 persen). Kerusakan pembangkit meliputi 16unit mesin pembangkit diesel (PLTD) atau 7,44 persen; sedangkan kerusakan lainnyameliputi meter elektronik sebanyak 246 buah (41,48 persen) dan gedung kantor sebanyak6 buah.Dalam bidang energi, kerugian akibat bencana tsunami terjadi terutama pada KreungRaya dan Meulaboh. Selain itu, terdapat beberapa Depot yaitu di Lhokseuwawe, GunungSitoli dan Sabang mengalami kerusakan yang relatif kecil. Kantor Pertamina di Banda Acehmengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan jaringan pengisian bahan bakarterjadi di beberapa tempat terutama di Banda Aceh yaitu sebanyak 3 unit SPBU; 3 SPBN diLamputo, Sigli dan Meulaboh; 3 unit SPDN di beberapa KUD, kehilangan 17 mobil tangkikerosin, serta lebih kurang 12.500 tabung Elpiji @12 kg dan ratusan dos minyak pelumas.Dalam bidang pos dan telematika, terdapat 19 kantor pos yang mengalami kerusakanberat bahkan sebagian diantaranya rata dengan tanah. Fasilitas telekomunikasi selulermilik PT. Indosat, PT. Telkomsel, PT. Telkom, dan PT. PSN banyak yang mengalamikerusakan, terutama pada dudukan BTS di wilayah pantai barat serta jaringan fix-phonepada area bencana. Kerusakan fasilitas telepon pedesaan dengan teknologi PFS di ProvinsiNangroe Aceh Darussalam sebanyak 66 SST, di Nias-Sumut sebanyak 6 SST. Sedangkankerusakan fasilitas telekomunikasi yang menggunakan teknologi radio sebanyak 62 SST diProvinsi NAD dan 9 SST di Nias-Sumut.Dalam bidang air minum dan sanitasi, kerusakan mencakup jaringan penyediaan airminum, penanganan air limbah, persampahan, serta drainase, dengan tingkat kerusakanbervariasi dari 10% sampai dengan 90%. Kerusakan tersebut antara lain terjadi padabangunan intake, instalasi (unit Instalasi Pengolahan Air /IPA), jaringan pipa distribusi airminum, fasilitas Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), serta fasilitas Tempat2 - 7


Pembuangan Akhir (TPA). Di samping itu, jaringan drainase makro dan mikro hampirseluruhnya tidak berfungsi akibat tertutup oleh pasir, lumpur, dan puing-puing bangunan.Dalam bidang sumber daya air, kerusakan lahan beririgasi mencapai sekitar 33.142 hayang terdiri dari daerah irigasi di wilayah pantai 13.698 ha dan wilayah non-pantai 19.444ha; kerusakan prasarana sungai sepanjang 46,20 km, baik sungai besar, menengahmaupun kecil; serta bangunan pengamanan pantai sepanjang 35,06 km. Kerusakanprasarana dan sarana sumber daya air terutama terkonsentrasi pada daerah pantai Baratdan pantai Timur Laut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kerusakan berat terjadi padabangunan-bangunan pengendali banjir termasuk sistem pemecah gelombang. Daripenginderaan satelit, bangunan pengendali banjir yang baru dikerjakan di muara KruengAceh telah mengalami rusak berat sepanjang lebih dari 2 kilometer ke arah darat.2.1.4 Aspek PemerintahanDalam aspek pemerintahan, kerusakan/kerugian mencakup : (a) aparatur daerah danpusat, kepala daerah dan anggota DPRD ; (b) sarana prasarana pemerintahan mulaitingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Mukim dan Kelurahan/Desa; dan (c) batasadministrasi.(a) Aparatur daerah dan pusat, kepala daerah dan anggota DPRD, berdasarkan data darilapangan, jumlah aparat pemerintah daerah di seluruh di Provinsi NAD (Provinsi,Kabupaten/Kota) berjumlah 76.655 orang aparat. Dari jumlah tersebut aparat yangmeninggal dunia sebanyak 2.992 orang, sementara yang dilaporkan hilang sebanyak2.274 orang. Sedangkan kepala daerah yang meninggal adalah Walikota Banda Aceh,dan pejabat yang masih hilang adalah Bupati Aceh Barat Daya. Sementara AnggotaDPRD Provinsi yang meninggal 3 orang dan Anggota DPRD Kabupaten Aceh Barat 1orang. Aparatur pusat yang terdata antara lain: BPN meninggal 40 orang, KejaksaanAgung 105 orang, TNI meninggal 63 orang dan hilang sebanyak 302 orang, dan Polrimeninggal 170 orang dan hilang 952 orang.(b) Bangunan sarana dan prasarana gedung perkantoran di wilayah Nanggroe AcehDarussalam pasca bencana yang mengalami tingkat kerusakan relatif tinggi terdapat di4 kabupaten dan tingkat provinsi: (1) Pemerintah Provinsi NAD, (2) Kota Banda Aceh,(3) Kabupaten Aceh Barat, (4) Kabupaten Aceh Besar dan (5) Kabupaten Aceh Jaya.Pada tingkat kecamatan, yang tidak berfungsi 24 Kecamatan dari 241 kecamatan.Kabupaten/Kota yang jumlah kecamatannya lebih dari 50 % masih belum berfungsiadalah Kabupaten Aceh Jaya. Pada tingkat desa/kelurahan, yang tidak berfungsisebanyak 640 kelurahan/desa dari 5.947 desa/kelurahan yang ada. Berdasarkan dataterakhir, akibat gempa pada tanggal 28 Maret 2005, kerusakan bangunan juga terjadipada Kantor Bupati Kabupaten Simeuleu. Sedangkan kerusakan bangunan padaKabupaten Nias yaitu rusaknya 1 kantor bupati dan 4 kecamatan.(c) Administrasi Wilayah. Bencana yang terjadi telah menyebabkan adanya perubahanbatas administrasi wilayah. Perubahan luas wilayah yang cukup besar terjadi di BandaAceh, yaitu mencakup sampai 67 % dari luas awal. Sedangkan untuk wilayah desa,rata-rata mengalami perubahan akibat desa yang tenggelam sekitar 10% sampai 20%,dengan perubahan terbesar terdapat pada Desa Ule Lhee (dari 67 Ha menjadi 54 Ha)dan Desa Alue Naga (dari 242 Ha menjadi 194 Ha).Perkiraan kerugian di aspek pemerintahan adalah sebesar Rp. 338,835 Milyar akibatkerusakan gedung pemerintahan tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,kelurahan/desa, rusaknya peralatan dan dokumen serta hilang dan meninggalnya aparaturpemerintah daerah.2 - 8


2.1.5 Aspek Lingkungan HidupDalam aspek lingkungan hidup, kerusakan di antara lain mencakup kerusakanmangrove, terumbu karang, budidaya rumput laut, lahan persawahan, kehilangan ternak,pencemaran air, pencemaran udara, dan limbah padat. Kerusakan diperkirakan terjadipada 90% dari 525 ha mangrove, 30% dari 97.250 ha terumbu karang dan 20% dari 600 habudi daya rumput laut. Dari hasil pemantauan kualitas air menunjukkan air berwarnacoklat sampai kehitaman, keruh dan berbau. Parameter lain yang melebihi baku mutuadalah konsentrasi Amoniak, Total Coliform dan sebaran E. coli. Tingkat pencemaranudara di daerah bencana cukup tinggi khususnya untuk partikulat/debu yang berasal darilumpur yang mengering. Pencemaran limbah padat terjadi sebagai akibat dari limbahpuing-puing bangunan, limbah benda-benda dan bahan milik masyarakat, material laut,mayat manusia yang membusuk, bangkai hewan, dan lumpur tsunami. Di beberapa tempatkandungan logam berat Cd, Cu, dan Pb di dalam lumpur tsunami telah melampaui ambangbatas yang ditetapkan 19 .Dari 5.736 desa di 17 kabupaten/kota diperkirakan 654 terkena bencana, dan berkaitandengan tata guna tanah, keseluruhan tanah yang terkena dampak bencana diperkirakanmencapai 667.066 ha dari sekitar 4 juta ha tanah di 17 kabupaten/kota tersebut. Lahansawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan mencapai 20.101 ha 20 . Sedangkantanah non-pertanian yang juga terkena dampak bencana meliputi 113.929 ha perkebunan,91.517 ha tanah negara, 44.312 ha perumahan, dan 1.714 ha tanah bangunan industri.Terdapat daerah yang tenggelam di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Meuraya, Syiah Kuala,Kuta Raja dan Jaya Baru. Sementara jumlah aspek tanah yang terdaftar di daerah yangterkena bencana adalah 405.755 aspek dari perkiraan 1.498.200 jumlah aspek tanah yangada di Provinsi NAD 21 .Pantai Barat yang mengalami kerusakan dapat dibagi menjadi tiga wilayah dengankarakteristik sebagai berikut 22 :1. Pantai dengan daratan tipis dan tebing perbukitan. Jarak perbukitan dari pantaiberkisar 0-1,5 Km, sehingga perkampungan yang ada umumnya hilang, dan banyakpenduduk (korban sekitar 90%) tidak dapat menyelamatkan diri karena umumnyatebing bukit/gunung hamper 90 derajat, dan berbatu cadas (tidak bisa dipanjat).Hanya sedikit kawasan yang mempunyai akses ke daratan tinggi melandai. Kawasantersebut meliputi: Lho’nga, Leupung, Jeumpa, Lhong,2. Pantai dengan daratan dan terdapat beberapa bukit kecil di tengahnya. Kawasanmeliputi: Lamno, Lhok Krut, Calang, Panga.3. Pantai dengan daratan berawa-rawa. Kawasan tersebut meliputi: Suak Timah,Meulaboh, Pesisir pantai Kab. Abdya.2.2 Upaya Penanggulangan Dampak BencanaUpaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan tanggapdarurat dan pemulihan kondisi masyarakat dan wilayah Aceh dan Nias. Upayapenanggulangan dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis, menyeluruh,efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan bantuan kepadakelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan denganpendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat,rehabilitasi dan rekontruksi yang harus berjalan secara bersamaan dalam pelaksanaanpenanggulangan dampak bencana, yaitu:19 Data Kementerian Lingkungan Hidup20 Data Departemen Pertanian21 Data BPN22 Data dari UNSYIAH for Aceh Reconstruction, 7 Maret 20052 - 9


1. Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 – Maret 2005)Bertujuan menyelamatkan masyarakat yang masih hidup, mampu bertahan dansegera terpenuhinya kebutuhan dasar yang paling minimal. Sasaran utama daritahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan.Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempatpenampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yangcepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana yang masih hidup. Saatbencana baru saja terjadi, Tahap Tanggap Darurat ditetapkan selama 6 bulansetelah bencana, namun demikian, setelah ditetapkannya Inpres Nomor 1 Tahun2005, Tahap Tanggap Darurat ini kemudian diperpendek menjadi 3 bulan dan akanberakhir pada Tanggal 26 Maret 2005.2. Tahap Rehabilitasi (April 2005 – Desember 2006)Bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastrukturyang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, sepertirehabilitasi mesjid, rumah sakit, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dansarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahaprehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkatyang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaianberbagai permasalahan yang terkait dengan aspek hukum melalui penyelesaian hakatas tanah, dan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan traumakorban bencana.3. Tahap Rekonstruksi (Juli 2006 – Desember 2009)Bertujuan membangun kembali kawasan kota, desa dan aglomerasi kawasan denganmelibatkan semua masyarakat korban bencana, para pakar, perwakilan lembagaswadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana(infrastruktur) haruslah dimulai dari sejak selesainya penyesuaian rencana tataruang baik di tingkat provinsi dan terutama di tingkat kabupaten dan kota yangmengalami kerusakan, terutama di daerah pesisir. Sasaran utama dari tahaprekonstruksi ini adalah terbangunnya kembali kawasan dan masyarakat di wilayahyang terkena bencana baik langsung maupun tidak langsung.Sejak terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004,Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanggulangan sebagai berikut:1. Menyatakan bencana Aceh dan Sumatera Utara ini sebagai bencananasional.Presiden RI mengeluarkan Keputusan Presiden tanggal 27 Desember 2004 yangmenyatakan bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di wilayah Aceh danNias Sumatera Utara sebagai bencana nasional, dan selanjutnya juga mengeluarkanarahan berupa 12 direktif kepada seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu danGubernur Provinsi NAD dan Bupati Nias untuk melakukan tindakan yang segera dankomprehensif di dalam penanganan tanggap darurat bencana alam tersebut.Sebagai tindak lanjut dari arahan direktif tersebut, telah diterbitkan pula InstruksiPresiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kegiatan Tanggap Darurat dan Perencanaanserta Persiapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi danGelombang Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Sumatera Utara.2. Memobilisasi sumber daya nasional dan daerah untuk upaya-upayapenanganan daruratDalam rangka mengkoordinasikan pengendalian dan penanggulangan bencana dansegala upaya tanggap darurat, pada tahap awal Wakil Gubernur Nanggroe AcehDarussalam secara langsung mengkoordinasikan dan mengendalikan penanggulanganbencana sampai dibentuk Satuan Koordinasi Pelaksana Khusus Aceh dengan2 - 10


dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 1 Tahun 2004 tanggal 30 Desember olehKetua Bakornas PBP yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden dan Menko Kesraselaku Ketua Pelaksana Harian dan Wakil Gubernur NAD sebagai Pelaksana di tingkatProvinsi, yang ber-Posko di Pendopo Gubernur NAD. Tim ini juga beranggotakan parapejabat kementerian/lembaga terkait.Mengingat dampak bencana yang sangat luas, selanjutnya Pemerintah Pusat gunamemperkuat Satkorlak PBP di Provinsi NAD, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 3Tahun 2005 tanggal 18 Januari 2005 yang menempatkan Menko Kesra sebagai ketuaSatkorlak Khusus, Wakasad sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Gubernur NAD sebagaiWakil Ketua II yang khusus mengkoordinasikan pemulihan fungsi pemerintahan.Secara operasional, kegiatan tanggap darurat diarahkan pada kegiatan:a) evakuasi dan pemakaman jenazah korbanb) penanganan pengungsic) pemberian bantuan daruratd) pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersihe) pembersihan kotaf) penyiapan hunian sementaraDukungan internasional sangat membantu percepatan upaya-upaya tanggap darurat,yang antara lain melalui tim penyelamatan (rescue team), tim medis, dan dukungansarana transportasi berupa kapal laut dan helikopter.3. Mengembalikan fungsi pemerintah daerahKoordinasi pelaksanaan kegiatan tanggap darurat dilakukan melalui mekanismekomando (Posko) yang terdiri dari:a) Posko Nasional Bakornas PBP di Kantor Wakil Presiden;b) Posko Utama Satkorlak Khusus di banda Aceh, Posko Pendukung Logistik diMedan, Batam dan Sabang;c) Posko Satlak Khusus (Satlaksus) di tiga wilayah, yaitu: Satlaksus I di Lhokseumawe,Satlaksus II di Banda Aceh, dan Satlaksus III di Meulaboh.Mengingat banyaknya aparatur Pemerintah Daerah yang terkena dan menjadi korbanbencana, maka untuk menjaga kelangsungan pelayanan Pemerintahan Daerah,Departemen Dalam negeri telah menurunkan Tim pendamping ke 20 kabupaten/kotadan provinsi sejumlah 356 orang, yang terdiri dari pejabat eselon I hingga IV, sertadosen dan praja STPDN. Tim pendamping ini secara langsung berada di bawahkoordinasi Wakil Gubernur NAD sebagai penanggung jawab pemulihan fungsipemerintahan daerah.2.2.1 Tanggap DaruratPada tahap tanggap darurat, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan bencana danPenanganan Pengungsi (Bakornas PBP) yang diketuai oleh Wakil Presiden telahmengkoordinasikan upaya-upaya kedaruratan ini yang mencakup :(a) Secepatnya menolong korban yang masih hidup;(b) Secepatnya mengubur jenazah-jenazah korban;(c) Secepatnya memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikanpelayanan yang memadai untuk para korban.2 - 11


Perhatian masyarakat internasional juga begitu besar, hal ini ditunjukkan dengan besarnyakesediaan (commitment) para donor multilateral dan bilateral, disamping itu juga darimasyarakat di berbagai negara untuk membantu. Khususnya untuk upaya tanggap daruratsaja, tercatat sekitar lebih 700 juta dollar Amerika telah disampaikan oleh berbagai donorkepada pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan.Pada 6 Januari 2005, atas inisiatif PM Singapura Lee Hsien Long, diadakan pertemuaninternasional di Jakarta yaitu Asean Leader’s Meeting On Aftermath of Tsunami Disaster,yang dibuka oleh Presiden RI, dihadiri oleh Sekjen PBB Kofi Annan, Menlu AS, PMAustralia John Howard, PM Malaysia H. M. Abdullah Badawi, Presiden Laos, Thailand, SriLanka, India, negara-negara lainnya yang terkena bencana serta perwakilan baik darilembaga donor multilateral (WB, ADB, UN, dll) maupun dari lembaga donor bilateral (AS,Jepang, Belanda, dll)Dalam rangka untuk menjalankan upaya tanggap-darurat, rehabilitasi dan rekonstruksiAceh dan Sumut secara sistematis dan menyeluruh, pemerintah melakukan koordinasipenanganan sebagai berikut:(a) Koordinasi pelaksanaan upaya pertolongan dan penyelamatan serta perbaikan padatahap tanggap darurat (emergency response), dilaksanakan oleh Bakornas PBP denganmembentuk Posko Nasional Bencana Aceh, Posko Daerah di Banda Aceh, danSatkorlak-satkorlak.(b) Koordinasi perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam Aceh danSumut, dilaksanakan oleh Kantor Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Bappenas dengan memobilisasi berbagai potensi dan tim di berbagaidepartemen/LPND, universitas dan juga masyarakat.(c) Koordinasi pelaksanaan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dijalankan olehMenteri Koordinator Perekonomian beserta instansi-instansi terkait.2 - 12


Gambar 2.3. Tahapan Penanggulangan Dampak Bencana Alam Gempa Bumidan Gelombang Tsunami dan Rencana Rehabilitasi danRekonstruksi di Provinsi NAD dan Sumatera UtaraDARURATJangka mendesak : 0 – bulan ke 3PEMULIHAN / RECOVERYJangka pendek : bulan ke 4 – tahun ke-2Jangka menengah : s.d. tahun ke-5TANGGAP DARURAT- RELIEFSasaran :Penyelamatan danpertolongankemanusiaanREHABILITASISasaran:Memperbaiki pelayananpublik pada tahap ygmemadaiREKONSTRUKSISasaran :Membangun kembalimasyarakat dankawasan• PenyelamatanTanggap Darurat• Pemakaman jenazah• Penyediaan makanandan obat-obatan• Perbaikan prasaranadan sarana dasar• Prasarana dansarana Umum• Sarana Ekonomi• Perbankan danKeuangan• Rawatan Traumatis• Pemulihan Hak AtasTanah• Penegakkan Hukum• Perumahansementara• Ekonomi (sektorproduksi,perdagangan,perbankan)• Sistem Transportasi• SistemTelekomunikasi• Tatanan sosial danbudaya• Kapasitas institusi• Permukiman2.2.2 Rehabilitasi dan RekonstruksiTahap rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tahap lanjutan dari tahapan tanggapdarurat yang bertujuan untuk memperbaiki kembali pelayanan publik pada tahap yangmemadai dan membangun kembali masyarakat Aceh dan Nias serta wilayahnya dalamtatanan kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang sesuai dengan aspirasi dantuntutan masyarakat.Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ini didahului dengan penyusunan rencana indukrehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara. Untuk tujuantersebut Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2005 tentangKegiatan Tanggap Darurat, Perencanaan dan Persiapan Rehabilitasi dan RekonstruksiPasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Gelombang Tsunami di Wilayah Provinsi NanggroeAceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara.Melalui Inpres tersebut, diinstruksikan kepada Menteri Negara PerencanaanPembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untukmenyusun rencana induk rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-SumateraUtara, yang dijabarkan dalam arahan kebijakan, strategi, kegiatan pokok dan kerangkawaktu pelaksanaannya.Untuk melaksanakan amanat dalam Inpres tersebut, Menteri Negara PerencanaanPembangunan Nasional/Kepala Bappenas telah melakukan berbagai koordinasi secaralintas sektoral di tingkat Pusat dan konsultasi secara intensif dengan Pemerintah DaerahProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara serta berbagai pemangkukepentingan (stakeholders) yang terkait, seperti kalangan perguruan tinggi, lembagaswadaya masyarakat, serta komunitas lembaga/negara donor, dan menerbitkan Surat2 - 13


Keputusan No. 007/MPPN/02/2005 tentang Pembentukan Tim Koordinasi RencanaRehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat Aceh dan Sumatera Utara (R3MAS).Dalam upaya untuk menyusun rancangan rencana induk R3MAS yang terpadu, sinergis,dan aspiratif, telah diambil kesepakatan antara Bappenas, Pemda Provinsi NAD danUniversitas Syiah Kuala yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepakatan, yang ditujukanuntuk mendapatkan masukan dari masyarakat lokal untuk penyempurnaan rancanganrencana induk yang telah disusun konsep awalnya oleh Bappenas.Selain itu, dalam rangka menjaring aspirasi yang dinamis dan berkembang di masyarakat,telah dilakukan pula berbagai forum seminar, lokakarya, dan konsultasi, yangdimaksudkan untuk mensosialisasikan rancangan awal blueprint yang telah disusun, sertasekaligus menjaring aspirasi dan harapan serta kebutuhan riil dari seluruh komponenmasyarakat, khususnya dari kelompok masyarakat yang terkena dampak bencana.Penyelenggaraan konsultasi publik tersebut dilakukan baik di tingkat Pusat maupun ditingkat daerah.Guna melakukan sosialisasi terhadap seluruh proses dan kemajuan kegiatan yangdilakukan oleh Tim R3MAS baik di Bappenas maupun di daerah, telah dibangun websitewww.acehreconstruction.bappenas.go.id dan versi internasionalnya di www.e-aceh.orgyang telah mendapatkan apresiasi dari banyak pihak terkait, dengan informasi yang teruster-update sesuai dengan kemajuan proses penyusunan rencana induk yang telah disusunoleh Tim R3MAS.Dalam rangka memantapkan rancangan rencana induk yang disusun, khususnya yangterkait dengan aspek pendanaan, telah pula dilakukan berbagai rapat koordinasi bersamakomunitas donor, yang dimaksudkan untuk memperoleh masukan yang sifatnya substantifdan sekaligus guna menjaring komitmen lanjutan dari masing-masing pihak donor didalam membantu Pemerintah di dalam perencanaan dan pelaksanaan lebih lanjut kegiatanR3MAS. Upaya untuk menjaring komitmen dari komunitas donor telah dilakukan melaluitracking information terhadap ‘pledge’ dan komitment yang mereka telah sampaikan padasaat sidang Consultative Group on Indonesia (CGI) pada bulan Januari 2005 yang lalu,sehingga bisa dipantau konsistensi dari komitmen yang telah disampaikan, guna menjadisalah satu sumber pendanaan bagi pelaksanaan kegiatan R3MAS selanjutnya. Sampaidengan saat ini telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antaraPemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia, ADB dan Bank Dunia.Dalam aspek kelembagaan untuk pelaksanaan R3MAS, Tim R3MAS Bappenas bersamaDepartemen Dalam Negeri di bawah koordinasi Bapak Wakil Presiden juga telahmenyiapkan berbagai rancangan untuk pembentukan Badan Pelaksana (Bapel)Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara (R2WANS)Rencana induk yang disusun oleh Pemerintah ini akan dituangkan ke dalam produkhukum, akan dijadikan pedoman umum dan acuan operasional bagi Badan PelaksanaR2WANS serta bagi Pemerintah Daerah NAD dan Pemerintah Kabupaten Nias di dalampengelolaan dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Niasdalam kurun waktu tiga hingga lima tahun ke depan, sesuai dengan yang kebutuhan.2 - 14


Bab 3Prinsip-Prinsip Dasardan Kebijakan UmumPokok-pokok uraian pada bab ini adalah tentang visi dan misi, prinsip-prinsip dasar sertastrategi umum yang akan ditempuh dalam pelaksanaan rencana induk rehabilitasi danrekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, Sumatera Utara. Uraian tersebutdirumuskan berdasarkan kebijakan dan strategi yang tercantum di dalam buku-bukurencana rinci, dengan tujuan untuk menggaris-bawahi pokok-pokok kebijakan yang perludipertimbangkan dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.3.1. Visi dan MisiVisi dan misi rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang telah disepakati adalah :Visi pembangunan kembali Aceh Masa Depan adalah terwujudnya masyarakat Aceh yangmaju, adil, aman, damai, sejahtera berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam serta memilikiharkat dan martabat Aceh dalam wawasan NKRI dan universal.Untuk mencapai visi tersebut misi yang akan dilakukan adalah:1. Melaksanakan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.2. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang unggul dalam penguasaan ilmupengetahuan dan teknologi (Iptek) serta iman dan taqwa (imtaq).3. Mengembangkan dan mengelola sumberdaya alam secara arif dan sesuai dengan dayadukungnya.4. Membangun tatanan ekonomi daerah yang unggul dan kompetitif serta adilberlandaskan ekonomi kerakyatan.5. Membangun sistem infrastruktur yang handal dan efisien.6. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat Aceh yangmenunjang pembangunan yang berkelanjutan.7. Meningkatkan kemampuan birokrasi pemerintahan daerah yang profesional, berwibawadan amanah.8. Memperkuat pemahaman masyarakat tentang berwawasan berbangsa dan bernegaradalam wadah NKRI serta masyarakat dunia9. Memperkuat pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sesuai Undang Undang no. 18tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Visi dan misi rehabilitasi dan rekonstruksi Nias yang telah disepakati adalah:Visi pembangunan kembali Nias Masa Depan adalah terwujudnya masyarakat Nias yangmaju, adil, aman, damai, sejahtera berlandaskan nilai-nilai budaya dalam kerangka NKRI.


Untuk mencapai visi tersebut misi yang akan dilakukan adalah:1. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang unggul dalam penguasaan ilmupengetahuan dan teknologi (Iptek).2. Mengembangkan dan mengelola sumberdaya alam secara arif dan sesuai dengan dayadukungnya.3. Membangun tatanan ekonomi daerah yang unggul dan kompetitif serta adilberlandaskan ekonomi kerakyatan.4. Membangun sistem infrastruktur yang handal dan efisien.5. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat Nias yangmenunjang pembangunan yang berkelanjutan.6. Meningkatkan kemampuan birokrasi pemerintahan daerah yang profesional, berwibawadan amanah.3.2. Prinsip-Prinsip Dasar Rehabilitasi dan RekonstruksiUntuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Acehdan Nias, Sumatera Utara dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Berorientasi pada masyarakat dan partisipatif2. Pembangunan berkelanjutan, yang mengutamakan keseimbangan aspek kelayakanekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramahlingkungan (environmentally sound).3. Holistik, pembangunan kembali Aceh dan Nias harus mempertimbangkan seluruhaspek kehidupan dan berdasarkan pada strategi yang komprehensif .4. Terpadu, koordinasi dan strategi yang efektif untuk menjamin konsistensi dankeefektifan antara program sektoral dan regional di tingkat nasional maupun daerah.5. Efisien, transparan, dan akuntabel6. Adanya monitoring dan evaluasi yang efektif.7. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentangkekhususan Aceh.8. Prioritas akan diberikan untuk melindungi dan membantu anggota masyarakat korbanbencana yang paling rentan, khususnya anak-anak dan janda, penyandang cacat, merekayang telah kehilangan rumah dan harta-benda, masyarakat miskin, dan mereka yangtelah kehilangan pencari nafkah utama dalam keluarga.9. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, Sumatera Utara diprioritaskanpada daerah-daerah yang terkena bencana.3.3 Kebijakan Umum1. Pembangunan kembali masyarakat dengan cara memulihkan aspek-aspekkehidupan keagamaan, sosial budaya dan ketahanan masyarakat yang meliputibidang pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, hukum dan kelembagaan agamaserta adat.2. Pembangunan kembali ekonomi dengan cara penciptaan lapangan kerja,pemberian bantuan keuangan dan kredit untuk pengembangan usaha kecil danmenengah, membangun kembali sektor-sektor produktif (perikanan, pertanian,3 - 2


industri, perdagangan, dan jasa) disertai pembangunan kembali sarana ekonomi(pasar, tempat pelelangan ikan, gudang).3. Pembangunan Kembali Infrastruktur dan Perumahan denganmendahulukan pemulihan fungsi prasarana dasar seperti jalan, pelabuhan udara danlaut, prasarana dan sarana telekomunikasi, pemulihan pengadaan listrik, air bersihdan perumahan.4. Pembangunan Kembali Pemerintahan dengan cara memfungsikan kembalisistem dan pelayanan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota, merancangkembali (redesign) kota-kota dan pusat kegiatan baru.Penjabaran kebijakan umum tersebut ke dalam kegiatan dalam tahap tanggap darurat,rehabilitasi, dan rekonstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan arahan penataan ruangdi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara yang berazaskan pembangunan berkelanjutan.Gambar 3.1KERANGKA PERENCANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSIWILAYAH NAD DAN NIAS, SUMATERA UTARAVISI: MEMBANGUN ACEH DAN NIAS MASA DEPANKebijakan BidangKebijakan RegionalEmergensi, Rehabilitasi,RekonstruksiMasyarakatEkonomiInfrastrukturPemerintahanINTEGRASI SPASIALPEMBANGUNANBERKELANJUTANTATA RUANGPERTANAHANLINGKUNGANHIDUPKRITERIADESAINSTANDARPROSEDURZONINGRENCANA KERJALokasi Kegiatan Pelaksana Waktu PendanaanPELAKSANAANMONITORING, EVALUASI DANAKUNTABILITASASPIRASI, HARAPAN DAN PARTISIPASI MASYARAKATIntegrasi kebijakan sektoral dan regional dijabarkan dalam rencana kerja berdasarkanlokasi, kegiatan yang dilakukan, pelaksana kegiatan, waktu pelaksanaan, dan sumber dana.Setiap tahap mulai dari tahap penetapan kebijakan, strategi, pengembangan wilayah,penetapan rencana kerja, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi melibatkan aspirasi,harapan dan partisipasi masyarakat.3 - 3


Bab 4Kebijakan danStrategi BidangDalam kebijakan dan strategi yang akan dituangkan dalam rencana rehabilitasi danrekonstruksi di Aceh dan Nias, hal pertama yang harus dilakukan adalah pengamatanterhadap permasalahan yang ada, baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga nantiakan memberikan gambaran yang utuh terhadap masalah yang ada.Permasalahan yang ditimbulkan oleh bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Nias,Sumatera Utara pertama-tama dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok: masalah yangtimbul pada manusia sebagai individu; manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksidengan lingkungan sekitarnya; dan masalah yang timbul sebagai pendukung kehidupanmanusia.Dengan mengkategorikan permasalahan tersebut ke dalam tiga masalah besar tersebut,maka proses “pemulihan” dari permasalahan-permasalahan tersebut bisa dikategorikan baikdari segi prioritasnya mana yang perlu ditangani, maupun dari segi bidang-bidang yangtepat untuk menanganinya.Secara umum permasalahan utama paska gempa dan tsunami di Aceh dan Nias, SumateraUtara adalah jumlah korban yang sangat banyak dan kerusakan fisik yang masif. Jumlahkorban baik yang telah meninggal dan hilang maupun yang masih hidup memberikanpermasalahan ikutan yang sangat kompleks dimana perlu penanganan yang terpadu.Demikian juga kerusakan skala masif dari sarana dan prasarana memperburuk keadaanratusan ribu korban tersebutBila terjadi suatu bencana, penyembuhan pertama yang dilakukan adalah terhadap ManusiaSebagai Individu yang merupakan pusat permasalahan prioritas yang perlu ditangani segera.Ada empat upaya penyembuhan yang secara serentak harus dilakukan terhadap setiapindividu manusia yang terkena bencana, yaitu:(1) Pemulihan spiritual (spiritual healing), yaitu penyembuhan terhadap spiritual, sikapridha terhadap bencana yang dihadapi. Intinya hanya dengan mengingat Allah hati akanmenjadi tenang.(2) Pemulihan emosional (emotional healing), yaitu penyembuhan terhadap emosiseseorang seperti dari kejadian traumatik yang dihadapi, termasuk kehilangan orangorangyang dicintai, dan kehilangan akan harta yang dimiliki. Dalam penyembuhanemosional, pemberian semangat hidup dan bangkit kembali menjadi sangat penting.(3) Penyembuhan fisik (physical healing), yaitu penyembuhan terhadap fisik manusia.(4) Penyembuhan terhadap kemampuan otak manusia (intelligential healing)Dapat disimpulkan bahwa terhadap korban yang masih hidup berbagai masalah akan timbulseperti masalah kerentanan terhadap kepercayaan terutama untuk anak-anak;ketidakstabilan emosional masyarakat rentan (anak-anak, perempuan, orang tua dan cacat);


keadaan fisik korban yang perlu penanganan segera, dan juga keadaan pendidikan yangterlalu lama fakum, serta pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang dan perumahanperlu penanganan prioritas.Secara kolektif, Manusia Sebagai Makhluk Sosial, permasalahannya lebih kompleks karenabanyak keterkaitan bidang-bidang yang perlu penangangan terpadu untuk mengatasinya.Beberapa pertanyaan yang perlu jalan keluar dari permasalahan yang berkaitan denganpermasalahan kolektif manusia ini adalah:(1) hubungan antar manusia, bagaimana memulihkan hubungan adat, sosial dan budayaantar anggota masyarakat Aceh dan Nias;(2) bagaimana memulihkan pelayanan masyarakat di Aceh dan Nias seperti pelayanankesehatan, pendidikan, keagamaan, pemerintahan dll dimana kebanyakan tenagapelayanan tersebut menjadi korban baik meninggal/hilang maupun hidup tetapi masihmengalami trauma;(3) bagaimana mengembalikan kehidupan ekonomi di Aceh dan Nias, apakah denganmemberikan bantuan keuangan baik pada bantuan pada penggantian tanah, perumahan,maupun bantuan pemulihan sarana produktif masyarakat;(4) bagaimana memberikan kepastian hukum pada masyarakat misalnya terhadap hakkepemilikan tanah;(5) bagaimana memberikan rasa aman kepada masyarakat.Permasalahan individu dan kolektif manusia tersebut tidak akan terentaskan secaramenyeluruh kalau permasalahan faktor-faktor pendukung juga tidak dipecahkan.Permasalahan-permasalahan faktor pendukung tersebut menyangkut permasalahaninfrastruktur fisik dan permasalahan infrastruktur kelembagaan.Dengan pendekatan ini kita berusaha melihat kesatuan dan keterkaitan permasalahan yangdihadapi sehingga nanti bisa menentukan kebijakan dan strategi apa yang harus diputuskan.Jadi ada dasar yang harus dipedomani dalam pengambilan keputusan kebijakan danstrategi. Dengan pendekatan ini terlihat bahwa semua upaya rehabilitasi dan rekonstruksiterfokus kepada manusianya apakah pemulihan langsung terhadap manusia itu sendiri,pemulihan terhadap lingkungan sekitarnya baik interaksi dengan manusia lain maupuninteraksi lingkungan dengan faktor-faktor pendukung yang ada.4 - 2


KESATUAN PANDANG DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKATPrasarana PendukungManusia sebagai Makhluk SosialHUKUMSOSIALKETAHANANManusia sebagai Individu1. Pemulihan Spiritual2. Pemulihan Emosional3. Penyembuhan Fisik4. Pengembangan IntelektualEKONOMIKEAMANANKELEMBAGAANMASYARAKAT (ADAT)INFRASTRUKTURKELEMBAGAANINFRASTRUKTURFISIKBerdasarkan pada pendekatan di atas, kebijakan umum yang diambil akan terkait dengan:(1) Membangun kembali masyarakat Aceh dan Nias, Sumatera Utara baik kehidupanindividu maupun sosialnya;(2) Membangun kembali perekonomiannya sehingga dapat berusaha sebagaimanasebelumnya;(3) Membangun kembali infrastruktur kelembagaan dan infrastruktur fisik(4) Memulihkan kembali pemerintahan sebagai sarana pelayanan masyakarat.4 - 3


4.1 Membangun Kembali Masyarakat.Dalam membangun kembali masyarakat Aceh dan Nias, Sumatera Utara, hal-hal yangmenjadi bagiannya adalah pemulihan spiritual/keagamaan masyarakat dan kehidupan sosialbudaya (adat), pemulihan kesehatan masyarakat, pemulihan pendidikan, ketahananmasyarakat, hukum, dan ekonomi.4.1.1 AgamaPermasalahan pokok keagamaan antara lain:(1) Terganggunya ketentraman rohani akibat kehilangan keluarga, ikatan sosial danharta benda;(2) Hilangnya ribuan tokoh agama dan tenaga pelayanan keagamaan.(3) Hilangnya simbol-simbol keagamaan yang merekatkan individu di dalam satuunit sosial dan masyarakat, seperti mesjid, dan meunasah.(4) Rusaknya sarana dan prasarana pelayanan keagamaan seperti kantor KUA danbalai nikah, kantor dinas syariah.(5) Hilangnya kesempatan anak-anak untuk memperoleh pengasuhan orang tuadan pendidikan di sekolah/madrasah, meunasah, pondok pesantren, diniyah, dantempat pengajian;Kebijakan dan strategi agama:(1) Pemulihan ketentraman rohani dengan:a. Memberikan bimbingan dan konselingb. Memberikan pengasuhan anak yatim piatuc. Menggiatkan pengajian majelis taklim(2) Melengkapi tenaga pelayanan keagamaan dengan:a. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi Imam masjid, khatib, da’i, gurupengajianb. Merekrut tenaga pegawai mulai dari tingkat gampong sampai sampai propinsi(kantor wilayah)(3) Merehabilitasi simbol-simbol agama dengan:a. Merehabilitasi dan membangun sarana dan prasarana peribadatan seperti mesjid,meunasah.b. Merehabilitasi dan membangun sarana dan prasarana pelayanana keagamaan sepertiKandep Agama kabupaten/kota, kantor Dinas Syariah, kantor MPU.4.1.2 Sosial BudayaPermasalahan pokok sosial budaya yang ditimbulkan dengan adanya gempa dan tsunamibaik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan sosialbudaya antara lain:(1) Jumlah korban yang sangat banyak. Hilangnya ratusan ribu nyawa, ratusan ribulainnya terpaksa jadi pengungsi dan anak-anak menjadi yatim piatu, hancurnya rumahdan bangunan(2) Kerusakan fisik yang sangat masif pada fasilitas pelayanan sosial budaya sepertipanti sosial, balai pelestarian peninggalan purbakala, museum, klinik keluarga4 - 4


erencana serta prasarana kepemudaan dan olahraga, sehingga mengakibatkanterhambatnya kehidupan keagamaan dan sosial budaya.(3) Banyaknya korban yang tidak terlayani dalam memperoleh pangan, tempattinggal, terhentinya kegiatan kepemudaan dan keolahragaan, pelayanan keluargaberencana serta terganggunya kehidupan budaya.(4) Informasi kependudukan pasca bencana yang sangat tidak lengkap danmengalami perubahan sangat drastis sehingga tidak diketahui secara pastikeadaan jumlah, jenis kelamin, struktur umur serta kondisi sosial ekonomi masyarakat.(5) Ribuan pengungsi yang memerlukan kebutuhan pelayanan dasar sertakonseling bagi yang mengalami trauma.(6) Perempuan dan anak di lokasi pengungsian memerlukan kebutuhan spesifik, danmereka menjadi rentan terhadap tindakan pelecehan seksual danperdagangan manusia.Kebijakan dan strategi sosial budayaKebijakan untuk mengatasi permasalahan pokok sosial budaya tersebut adalah:(1) Peningkatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan:a. Melakukan pendataan kebututuhan khusus perempuan dan anak;b. Mengembangkan dan menfungsikan Pusat Pelayanan Terpadu PemberdayaanPerempuan (P2TP2), dan memfasilitasi women crisis center;c. Memfasilitasi children center dan reunifikasi keluarga, bantuan hukum, dandukungan untuk pengasuhan anak;d. Memberdayakan perempuan khususnya kepala keluarga perempuan dalam kegiatanekonomi(2) Peningkatan kualitas kehidupan adat, tradisi, dan kegiatan seni budayaserta pelestarian warisan budaya masyarakat dengan:a. Melakukan pendataan dan inventarisasi terhadap kerusakan warisan budayab. Memperkuat nilai-nilai budaya dan melestarikan warisan seni dan budayamasyarakatc. Membangun/merehabilitasi sarana dan prasarana budaya, serta memugar warisanbudaya yang rusak(3) Pemberian bantuan dan jaminan bagi masyarakat rentan dengan:a. Memberikan bantuan dan jaminan sosial bagi masyarakat korban bencanab. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi anak, lanjut usia, danpenyandang cacat korban bencanac. Membangun dan memfungsikan trauma center;d. Memberdayakan keluarga, fakir miskin, dan komunitas adat terpencil.(4) Pendataan lengkap penduduk dan pemberian jaminan pelayanan keluarga sejahteradan kesehatan reproduksi dengan:a. Melakukan pendataan lengkap penduduk guna menyediakan data komposisipenduduk yang lengkap4 - 5


. Merehabilitasi dan merekonstruksi akses dan sarana prasarana pelayanan keluargaberencana, kesehatan reproduksi dan pemberdayaan ketahanan keluargac. Menyediakan alat dan obat kontrasepsi yang dibutuhkan oleh pasangan usia subur.(5) Peningkatan peran pemuda dan budaya olahraga dengan:a. Menyediakan fasilitas kepemudaan dan keolahragaan dan memulihkan fungsikelembagaannya,b. Mobilisasi dan pemberdayaan potensi kepemudaan dan keolahragaan4.1.3 KesehatanBeberapa permasalahan pokok kesehatan setelah terjadi bencana antara lain:1. Jumlah korban yang sangat banyak. Banyaknya jumlah korban baik yangmeninggal, mengalami luka-luka baik ringan dan berat, maupun yang mengalamidepresi memerlukan pertolongan kesehatan dengan segera.2. Sistem kesehatan lumpuh disebabkan rusaknya sarana dan prasaran pelayanankesehatan serta banyaknya tenaga kesehatan yang hilang, meninggal, dan mengalamidepresi.3. Lokasi korban yang tersebar sehingga penanganan korban bencana tidak optimal.Banyak anggota masyarakat termasuk pengungsi yang tinggal di lokasi pengungsian sulitmemperoleh pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.4. Terbatasnya air bersih dan buruknya sanitasi lingkungan. Tempat-tempatpengungsian tidak memenuhi syarat kesehatan, misalnya kekurangan air bersih, tempatpembuangan sampah, dan sarana mandi, cuci dan kakus.5. Ketahanan pangan dan gizi menurun. Sebagai akibat ketersediaan dan distribusibahan makanan yang kurang merata dan banyaknya titik pengungsi menyebabkanmeningkatnya resiko kekurangan gizi, sakit dan kematian terutama pada kelompokrentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, dan usia lanjut.6. Kemungkinan timbulnya penyakit menular. Kondisi lingkungan yang burukdiikuti dengan kekurangan gizi dapat menyebabkan berjangkitnya berbagai penyakitmenular, misalnya campak, diare, malaria dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).Kebijakan dan strategi kesehatan.Berdasarkan permasalahan pokok kesehatan tersebut kebijakan prioritas yang harusditempuh dan strategi-strategi yang akan dijalankan dalam melaksanakan kebijakan adalah.(1) Penyelamatan korban bencana yang masih hidup, melalui strategi:a. Pelayanan kesehatan darurat.b. Pelayanan kesehatan bagi korban yang mengalami trauma.(2) Pemulihan sistem kesehatan, dengan strategi:a. Mobilisasi tenaga kesehatan dari daerah lain.b. Menempatkan tenaga kesehatan dengan sistem kontrakc. Merekrut tenaga kesehatan baru4 - 6


d. Melatih tenaga kesehatane. Merehabilitasi dan membangun prasarana dan sarana pelayanan kesehatan yangrusakf. Memulihkan fungsi fasilitas pelayanan kesehatan(3) Pencegahan terjadinya wabah penyakit, melalui strategi:a. Melakukan penilaian kebutuhan cepat (rapid health assessment)b. Melakukan imunisasi, vector control, disinfeksi, dan penyediaan air minumc. Memperkuat survailans epidemiologi(4) Pencegahan kekurangan gizi, melalui strategi:a. Memberikan bantuan makanan bagi bayi, balita dan ibu hamil.b. Memberikan paket pertolongan gizi seperti vitamin A, tablet besi, syrup besic. Memberikan penyuluhan gizid. Memperkuat survailans gizi.4.1.4 PendidikanBeberapa permasalahan pokok pendidikan akibat bencana adalah:(1) Banyaknya peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan yang meninggaldan hilang menyebabkan kegiatan belajar mengajar terhenti sementara dan sampaisekarang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara normal.(2) Banyaknya kerusakan sarana dan prasarana pendidikan pada semua jalur,jenis dan jenjang pendidikan menyebabkan terbatasnya fasilitas pendidik yang dapatdigunakan bagi peserta didik yang selamat.(3) Banyaknya anak-anak yang kehilangan orang tua dan keluarga serta tempattinggalnya menuntut perhatian semua pihak untuk dapat menjamin kelangsunganpendidikan mereka dengan tetap memperhatikan kasih sayang yang dibutuhkan sertaupaya untu menyediakan tempat tinggal bagi mereka.(4) Rusaknya materi bahan ajar dan peralatan pendidikan seperti buku pelajaran,buku perpustakaan, dan alat peraga pendidikan menyebabkan menurunnya kualitasproses belajar mengajar.(5) Banyaknya pendidik dan tenaga kependidikan yang kehilangan tempattinggal mengakibatkan mereka tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik.(6) Cukup banyak tenaga kependidikan di institusi pengelola pendidikan sepertiDinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Departemen Agama baik di tingkat provinsimaupun kabupaten/kota yang meninggal atau hilang menyebabkan fungsi-fungsipengelolaan pendidikan termasuk perencanaan kurang berjalan dengan baik(7) Banyaknya masyarakat yang kehilangan mata pencaharian akibat bencanayang terjadi menuntut perlunya penyediaan pelayanan pendidikanketerampilan baik melalui jalur formal dan non-formal agar mereka lebih siap untukbekerja kembali.4 - 7


Kebijakan dan Strategi(1) Menyelenggarakan pendidikan darurat bagi peserta didik yang terkena bencanadengan: (timing)a. Menyediakan fasilitasi pendidikan darurat termasuk tenda dan sekolah daruratb. Membersihkan fasilitas pendidikan untuk dapat difungsikan kembali.c. Merekrut pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bersifat semsentaratermasuk memberdayakan relawan,d. Menyediakan buku dan peralatan pendidikan lainnya.e. Melakukan bimbingan dan konseling yang diberikan bagi peserta didik, pendidik,dan tenaga kependidikan lainnya untuk membantu mereka menghilangkan traumayang dialami akibat bencana yang terjadi.(2) Memperluas pemerataan dan keterjangkauan pelayanan pendidikan bagisemua penduduk usia sekolah (education for all) terutama wajib belajar pendidikan 9tahun melalui (timing)a. Pengembangan program pendidikan dan pelatihan untuk anggota masyarakatb. Rehabilitasi dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan termasuk lembagadayahc. Bimbingan dan konseling bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikand. Penyediaan beasiswa bagi peserta didik dan bantuan biaya hidup bagi korban(3) Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan melaluia. Peningkatan mutu pendidikan dan meningkatkan relevansinya termasukpengembangan pendidikan bertaraf internasional;b. Pengembangan kurikulum yang relevan disesuaikan dengan kebutuhan lokal;c. Peningkatan jumlah, kualitas dan profesionalisme pendidikd. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum pendidik dan tenagakependidikan(4) Memperkuat manajemen pelayanan pendidikan melalui:a. Pengembangan sistem pendidikan termasuk pendidikan keluarga dan masyarakat;b. Peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha;c. Revitalisasi dinas pendidikan dan kantor wilayah agama provinsi dankabupaten/kota;d. Penyediaan anggaran pendidikan yang memadai dan berkelanjutan;e. Pelaksanaan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan sebagai hak asasi, investasi,dan aset kepada seluruh kelompok masyarakatf. Penataan dan peningkatan kinerja penyelenggaraan pendidikan termasuk penelitiandan pengembangan, serta sistem informasi pendidikan;4.1.5 Ilmu Pengetahuan Dan TeknologiTerjadinya gempa dan tsunami di Aceh telah menyadarkan bangsa ini bahwa kepulauanIndonesia terletak di kawasan yang rawan bencana. Dalam membangun kembali Aceh danNias, Sumatera Utara serta pembangunan Indonesia ke depan, peran iptek sangatdiperlukan terutama dalam memberikan landasan pembangunan yang berwawasan mitigasibencana. Dalam hal ini permasalahannya adalah belum berfungsinya sistem pencegahandini (early warning system) dalam mendeteksi bencana dan mengkomunikasikannyakepada masyarakat.4 - 8


Kebijakan dan Strategi(1) Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam pencegahan diniterhadap bencana, khususnya terhadap gempa dan tsunam dengan memperhatikankearifan budaya lokal(2) Membangun pusat peringatan dini (early warning system).(3) Memanfaatkan teknologi tepat guna dalam mendukung kehidupan sosial, ekonomi,budaya, kesehatan dan pendidikan masyarakat.4.1.6 Keamanan, Ketertiban, dan Ketahanan MasyarakatUpaya yang dilakukan untuk membangun kembali masyarakat Aceh dan Nias dilakukandengan menciptakan rasa aman masyarakat dan membangun ketahanan masyarakat.Beberapa permasalahan pokok setelah terjadinya bencana alam:(1) Kondisi masyarakat yang rentan. Kondisi masyarakat yang rentan secara sosial danpsikologis akibat bencana akan membahayakan dirinya dari tindakan-tindakanketidakadilan dan kesewenangan.(2) Terbatasnya peran lembaga kemasyarakatan. Konflik yang berkepanjangan danbencana alam telah memperlemah lembaga kemasyarakatan lokal untuk membangunkemandirian masyarakat termasuk untuk menyelesaikan persoalannya sendiri.(3) Ancaman dan ganggunan keamanan dan ketertiban masih relatif tinggi.Ancaman dan gangguan keamanan dan ketertiban dapat membahayakan integritas dankelangsungan hidup masyarakat.(4) Kerusakan parah sarana prasarana lembaga keamanan dan ketertiban,serta korban jiwa aparat TNI/POLRI. Kerusakan sarana dan prasarana lembagakeamanan serta korban yang meimpa aprat keamanan mengakibatkan tidak optimalnyafungsi lembaga keamanan dan ketertiban sehingga memberikan peluang bagimeningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban.Kebijakan dan StrategiBerdasarkan permasalahan pokok tersebut di atas, kebijakan prioritas yang harus ditempuhdan strategi yang akan dijalankan untuk melaksanakan kebijakan adalah:(1) Membangun masyarakat Aceh melalui penciptaan kematangan dankedewasaan sosial politik baik tata kehidupannya maupun kelembagaan danmekanismenya dalam kerangka demokrasi:a. Fasilitasi peran masyarakat sipil dalam membantu peningkatan kesadaran dankemampuan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan sosial kemasyarakatan;b. Melakukan restrukturisasi dan reorientasi lembaga masyarakat, lembaga ekonomi,dan pemerintahan, serta memantapkan sistem komunikasi massa dan informasi;c. Melakukan Pengelolaan Dampak Bencana berupa kegiatan kemanusiaan,peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat, refungsionalisasipemerintahan, termasuk lembaga keamanan, dukungan rehabilitasi dan dukunganrekonstruksi dengan pendekatan sosio-kultural;d. Membangun karakter dan kebangsaan (nation and character building) yang mandiridan berkualitas agar masyarakat memiliki kesadaran dan saling percaya dalammembangun kembali Aceh dan membela negara dan bangsa;e. Melaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan pemberdayaan masyarakat dalamsegala bidang pembangunan di Aceh;4 - 9


f. Memantapkan otonomi khusus Propinsi Nangroe Aceh sehingga masyarakat Acehmampu melakukan pembangunan yang berkelanjutan dan melanjutkan upaya-upayapemantapan rasa cinta tanah air; dang. Mengembangkan insentive framework yang menyeluruh untuk para dalam rangkamencapai perdamaian yang abadi dan tuntas.(2) Membangun masyarakat Aceh melalui penciptakan rasa aman dan tertib dimasyarakat bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat.a. Melaksanakan refungsionalisasi lembaga – lembaga keamanan dan ketertiban;b. Melaksanakan pengamanan terpadu terhadap daerah-daerah pengungsian,c. Memantapkan keamanan dengan pengamanan terpadu terhadap daerah-daerah yangkondisi keamanan dan ketertibannya relatif kondusif;d. Melaksanakan pengamanan proses pembangunan terutama rehabilitasi danrekonstruksi sarana dan prasarana serta aktivitas sosial ekonomi; dane. Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah-daerah yang rawan.4.1.7 HukumPermasalahan Pokok Hukum(1) Keperdataana. Orang dan keluarga: (i) tidak adanya data penduduk pasca gempa-tsunami yangakurat, yaitu data mengenai penduduk yang selamat, meninggal atau hilang serta; (ii)tidak adanya identitas diri yang berkaitan dengan hubungan perkawinan, perceraianserta pewarisan.b. Kebendaan dan perniagaan: (i) tidak jelasnya status harta-benda individu, misalnyadana di bank, asuransi jiwa, dan kepemilikan benda bergerak; (ii) hilangnyadokumen identitas badan hukum; (iii) belum jelasnya status pelaksanaan hak dankewajiban (hubungan perikatan) baik antara individu maupun badan hukum,termasuk cicilan rumah, mobil, motor, dll.(2) Pertanahana. Belum adanya ketentuan mengenai obyek (tanah): (i) tanah musnah dan; (ii) hasilscanning sebagai alat bukti yang sah;b. Belum adanya ketentuan mengenai subyek hukum berkaitan dengan tanah yaitu: (i)tanggung jawab terhadap kebenaran materiil dokumen pendukung kepemilikantanah; (ii) larangan transaksi atau pengalihan hak atas tanah untuk melindungipemilik tanah.c. Belum adanya ketentuan Baitul Maal sebagai badan hukum pemegang hak atastanah;d. Belum adanya ketentuan mengenai modifikasi mekanisme pengumuman dansumpah untuk percepatan penerbitan sertipikat pengganti;e. Belum adanya ketentuan mengenai penetapan tanah milik komunal (hak milik adat).f. Tidak jelasnya mekanisme penetapan penggunaan tanah untuk kamp pengungsianatau kegiatan penanggulangan bencana lainnya.(3) Administrasi Pemerintahana. Tidak jelasnya tanggung jawab kepada pihak ketiga: keuangan (pengadaan barangyang musnah), dokumen hukum di lingkungan pemerintahan, dll.b. Belum adanya ketentuan pajak pasca tsunami.4 - 10


(4) Peradilana. Belum selesainya proses perkara perdata dan pidana sebelum tsunami (yang sedangdiproses ketika bencana datang)b. kompleksitas prosedur hukum acara perdata dan pidanac. Belum berkembangnya lembaga adat sebagai alternatif penyelesaian sengketad. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengadilan/ Mahkamah Syar’iyahe. Masih terbatasnya bantuan hukum bagi masyarakatf. Belum adanya ketentuan mengenai narapidana yang hilang/meninggal akibattsunamiKebijakan dan strategi hukum(1) Kebijakan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah di keperdataan,pidana, status identitas, perikatan, dan pemerintahan adalah dengan mewujudkanjaminan kepastian, perlindungan, penegakan hukum dan HAM, melaluistrategi:a. Pemulihan dan pemberian hak-hak keperdataan serta penerbitan kembali alat buktihaknya.b. Pemulihan hak-hak yang berkaitan dengan hukum publik.c. Pemberian kembali dokumen identitas.d. Pemberian status hukum Baitul Maal sebagai subyek hukum, Provinsi NAD.e. Pemberdayaan lembaga adat sebagai instrumen penyelesaian sengketa di luarpengadilan.(2) Kebijakan yang akan dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan tugaspelayanan hukum melalui strategi:a. Mobilisasi tenaga hakim dan tenaga peradilan lainnya serta jaksa dari daerah lain.b. Merehabilitasi dan membangun kembali sarana dan prasarana pengadilan dankejaksaan serta sarana pendukung lainnya.(3) Kebijakan yang akan dilakukan adalah dengan menyusun payung hukum untukmendukung pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan memperhatikanpengarusutamaan kesetaraan jender melalui strategi: menyusun substansi PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi di bidang: Pertanahan dan tata ruang; Ekonomi dan Ketenagakerjaan; danHukum.4.1.8 Kelembagaan Agama Dan Adat Dalam Kegiatan Sosial MasyarakatPermasalahan pokok kelembagaan agama dan adat terutama di masyarakat Aceh antaralain:(1) Tidak berfungsinya kelembagaan adat dan masyarakat yang telah ada sejakdahulu dan diperkuat keberadaannya oleh UU No. 18/2001. Saat ini dengan terceraiberainya dan berkurangnya ketua-ketua dan anggota lembaga agama, adat, dan sosiallainnya tingkat mukim dan gampong (akibat bencana) menyebabkan tidak optimalnyalembaga adat yang ada.(2) Berkurangnya serta rusak dan musnahnya sarana lembaga agama, adat, dansosial tingkat mukim dan gampong (meunasah dan bale), menyebabkankegiatan sosial dan budaya tidak berjalan sebagaimana mestinya.4 - 11


(3) Tidak kondusifnya kondisi keamanan sehingga menjadi kendala bagiberkembangnya lembaga-lembaga tradisional tersebut.Kebijakan dan StrategiDalam upaya memfungsikan kembali hubungan kekerabatan antar masyarakat dan kegiatansosial lainnya melalui lembaga agama, adat, dan sosial lainnya tingkat mukim dan gampong,maka perlu ada kebijakan dan strategi pemberdayaan lembaga agama, adat dan sosial yangada di Aceh, terutama di wilayah yang terkena bencana. Keberadaan lembaga agama adatdan sosial lainnya sudah sejak lama dan berfungsi dengan baik sebagai media komunikasidan kegiatan sosial dan masyarakat. Kebijakan dan strategi pengembangan kelembagaanagama, adat dan sosial lainnya dalam rangka pemulihan kembali masyarakat ini harusdidasarkan kepada kondisi sosial masyarakat Aceh sebelum terkena bencana dan tetapdalam kerangka otonomi khusus sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001. Kebijakantersebut adalah(1) Meningkatkan peranserta lembaga agama, adat, dan sosial lainnya tingkatmukim dan gampong dalam penyusunan rencana dan kebijakan, dengan cara :a. Pelibatan perangkat mukim dan gampong dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasidan rekonstruksi,b. Peningkatan peran dewan penasihat mukim dan gampong, serta dewan ulamamukim dan gampong dalam pengawasan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sertac. Peningkatan kapasitas dan peran lembaga agama, adat, dan sosial lainnya dalammenghadapi ancaman bencana alam dan buatan, berpartisipasi dalam proseskebijakan publik melalui pelatihan-pelatihan teknis manajerial, pengembangansistem deteksi dini, serta pengembangan ruang dan mekanisme partisipasi.(2) Memfasilitasi sarana dan prasarana agama, adat, dan sosial lainnya tingkatmukim dan gampong, dengan cara :Penyediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi lembaga agama, adat, dan sosiallainnya tingkat mukim dan gampong seperti pembangunan meunasah dan bale sebagaitempat bermusyawarah.Fokus penguatan dan optimalisasi fungsi pada kedua lembaga tersebut disebabkan lembagamukim dan gampong memiliki unsur pemberdayaan masyarakat dan kemandirian rakyatyang lebih dominan. (Berdasarkan Undang-Undang No 18/2001).4.2 Membangun Kembali EkonomiBencana alam yang terjadi di Aceh dan Nias, Sumatera Utara menyebabkan lumpuhnyakegiatan ekonomi yang disebabkan:(1) Rusaknya hampir semua sarana kegiatan ekonomi masyarakat, antara laina. Rusaknya sarana pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan perikanandan pertanian seperti pelabuhan ikan, pusat-pusat penjualan perikanan danpertanian, serta saluran irigasi.b. Rusaknya sarana produksi masyarakat meliputi antara lain sekitar 10.000 perahunelayan yang terdiri dari 42% perahu tanpa motor dan 58% perahu dengan motor.(2) Tidak berfungsinya sistem keuangan termasuk perbankan yang disebabkan olehrusaknya berbagai sarana perbankan serta hilangnya kegiatan ekonomi yang didukungoleh perbankan4 - 12


(3) Tidak berjalannya kegiatan usaha yang menyebabkan meningkatkan tingkatpengangguran.Kebijakan dan Strategi1. Memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja yangberkaitan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi dan memberikan pelatihan bagi berbagaipekerjaan yang hilang. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi mengutamakanpartisipasi masyarakat Aceh untuk itu akan dilaksanakan pelatihan yang berkaitandengan rehabilitasi dan rekonstruksi.2. Memulihkan fasilitas pelayanan masyarakat untuk memenuhi standar pelayananminimal. Pemulihan ini dilaksanakan oleh Pemerintah melalui mobilisasi berbagaisumber daya yang tersedia seperti APBN dan bantuan. Pemulihan diutamakan kepadasarana pelayanan masyarakat yang berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomimasyarakat seperti perikanan dan pertanian seperti pemulihan pangkalan pendaratanikan, tempat pelelangan ikan, memulihkan sarana irigasi serta pusat-pusat penjualanlainnya.3. Memulihkan kegiatan perbankan melalui pemulihan berbagai sarana perbankanserta mengembalikan fungsi intermediasi. Pemulihan dilakukan pula melalui identifikasinasabah serta penetapan ahli warisnya. Sedangkan dari sisi aset perbankan pemulihandilakukan melalui restrukturisasi.4. Memberikan bantuan kepada masyarakat untuk memulihkan sarana produksinya.Bantuan kepada masyarakat ini akan diberikan melalui bantuan langsung melaluipendekatan berbasis masyarakat (community-based approach). Bantuan kepadamasyarakat dilakukan melalui pemberian hibah langsung yang besarnya maksimumsebesar Rp. 2 juta. Selain itu akan diberikan pula bantuan yang berkaitan dengan tanahyang tidak dapat digunakan sebagai tempat pemukiman serta bantuan perumahan.5. Memberikan dukungan kepada masyarakat unuk dapat memperoleh akseskepada sumber daya produktif melalui penyediaan sistem insentif kredit disertaipemberian bantuan teknis. Dukungan diberikan kepada kelompok masyarakat yangbesarnya berkisar antara Rp. 5–15 juta. Masyarakat penerima bantuan dapatmenggunakan dana tersebut sebagai pemulihan sarana bersama atau menggunakandukungan dana tersebut untuk melakukan kegiatan usaha sebagai dana pendamping(matching fund). Dukungan diberikan pula agar masyarakat penerima dukungan inidapat memperoleh dana pendamping melalui mekanisme perbankan biasa denganmenggunakan tingkat bunga pasar. Bantuan hanya diberikan melalui kemudahanperolehan kredit serta perpanjangan waktu tenggang.4.3 Membangun Kembali InfrastrukturPermasalahan PokokBencana gempa dan tsunami telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan perumahandalam skala masif. Hal tersebut telah menimbulkan dampak sebagai berikut:1. Hancurnya perumahan serta prasarana dan sarana pemukiman yangmengakibatkan ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, menurunnya kualitaskesehatan masyarakat, serta rusaknya sistim lingkungan yang berpotensi menimbulkanbencana lingkungan (enviroment disaster).4 - 13


2. Hancurnya sistem transportasi, komunikasi, dan logistik, sertainfrastruktur energi yang telah menimbulkan stagnasi ekonomi dan berpotensimenimbulkan depresi ekonomi.3. Meningginya rasa tidak aman masyarakat terhadap ancaman bencana.4. Terisolasinya beberapa wilayah.Kebijakan dan StrategiBerdasarkan permasalahan pokok bidang infrastruktur dan perumahan tersebut,kebijakan yang harus ditempuh dan strategi yang akan dijalankan dalam melaksanakankebijakan adalah sebagai berikut:1. Memprioritaskan penyediaan prasarana dan sarana untuk memenuhikebutuhan dasar serta prasarana untuk memperlancar logistik.a. Menetapkan prioritas utama pada pembangunan kembali perumahan, air minum,sanitasi, dan drainase.b. Memprioritaskan pelaksanaan rehabilitasi prasarana akses masuk (entry point),antara lain pelabuhan laut dan bandara udara strategis beserta jaringan jalanpendukungnya.2. Membantu dan menlaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi perumahanbeserta prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi para korban bencana.a. Membantu korban yang ingin kembali ke tempat tinggal semula dalam bentuk incashatau in-kind setara:• Rp. 28 juta untuk rumah dengan tingkat kerusakan berat atau hancur• Rp. 10 juta untuk rumah dengan tingkat kerusakan ringanb. Membantu penyediaan perumahan dan prasarana dan sarana dasar pendukungnyabagi korban bencana yang berkeinginan pindah ke tempat baru (resettlement).c. Menyelesaikan bantuan dan penyediaan perumahan bagi korban bencana dalamjangka waktu kurang dari 2,5 tahun.3. Membangun kembali sistem transportasi dan komunikasi yang memadai untukmendukung kelancaran hubungan antar wilayah di dalam propinsi dan antar propinsi,serta luar negeri.a. Membuka entry point dan jalur jalan utama (nasional), dilanjutkan denganpembukaan jalur transportasi yang terintegrasi untuk memperlancar distribusilogistik yang effisien dan pengembangan wilayahb. Merehabilitasi fasilitas telekomunikasi yang ada dan merekonstruksi fasilitaskomunikasi baru melalui teknologi nir-kabel untuk memberikan kemudahan aksestelekomunikasi baik secara lokal, SLJJ, maupun SLI4. Merehabilitasi fasilitas distribusi energi dan kelistrikan sebagai upayamendukung kembalinya aktivitas sosial dan perekonomian.a. mprioritaskan rehabilitasi jaringan distribusi kelistrikanb. Mengarahkan upaya rekonstruksi untuk mendukung diversifikasi sumber energilistrik5. Mendukung upaya menjaga ketersedian pangan.a. Memprioritaskan rehabilitasi jaringan irigasi pada wilayah dimana petanipenggarapnya telah siap dan diutamakan pada wilayah-wilayah pusat kegiatanekonomi dan pemukiman.b. Membantu upaya perbaikan jaringan tambak rakyat, khususnya pada jaringanprimer dan sekunder.4 - 14


6. Memulihkan rasa aman bagi penduduk terkena bencana melalui peningkatanpenyiapan fasilitas infrastruktur untuk mendukung upaya penyelamatan terhadapancaman bencana.a. Mengatasi masalah genangan melalui rehabilitasi dan pembangunan salurandrainase utama atau perbaikan alur alam.b. Merehabilitasi dan merekonstruksi drainase kawasan perkotaan (micro dan macrodrainage) untuk mengurangi potensi dampak negatif kerusakan lingkungan dankesehatan masyarakat.c. Membangun sistem peringatan dini dan fasilitas penyelamatan (escape facilities)melalui pembangunan bukit penyelamatan (escape hill) dan jalur penyelamatan(escape road) pada daerah pemukiman kawasan pantai rawan bencana tsunami.d. Mengendalikan banjir daerah pemukiman dan perkotaan melalui kegiatannormalisasi sungai, perbaikan/pembangunan tanggul, dan perbaikan fasilitaspengendali banjir.7. Menerapkan secara konsisten prinsip-prinsip investasi yang didasarkan padakelayakan ekonomi, teknis, lingkungan, sosial, budaya dan agama.a. Melakukan studi kelayakan ekonomi, teknis, lingkungan, sosial, budaya dan agamauntuk setiap kegiatan peningkatan dan pembangunan fasilitas baru sebagai dasarpengambilan keputusan untuk melakukan investasi.b. Memprioritaskan optimalisasi prasarana dan sarana yang telah dibangun, sebelummenetapkan pembangunan fasilitas baru.c. Menerapkan keterpaduan intermoda prasarana dan sarana dalam menetapkanprioritas pelaksanaan kegiatan.d. Keputusan jadwal pelaksanaan perlu selalu memperhatikan tingkat kepentingan(urgency) dan tingkat kesiapan (readiness).e. Menerapkan metoda pelaksanaan dan sistem logistik yang efisien.f. Melakukan konsultasi publik, yang antara lain ditujukan untuk menggali danmengakomodasikan nilai budaya lokal dan agama4.4 Memulihkan Pemerintahan Propinsi Dan Kabupaten/KotaPermasalahan PokokPermasalahan di dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah:(1) Terjadinya permasalahan individual dan traumatik para PNS akibatkehilangan anggota keluarga ataupun harta benda.(2) Kurangnya pegawai khususnya pada beberapa Provinsi/Kabupaten/ Kota.(Meninggalnya guru dan tenaga kesehatan menyebabkan proses belajar mengajar danpelayanan kesehatan dasar tidak dapat berjalan dengan baik di beberapa wilayah)(3) Meninggalnya Kepala Daerah dan Anggota Legislatif menyebabkan hilangnyakepemimpinan daerah serta beberapa kepala daerah yang habis masa baktinya.(4) Banyaknya sarana dan prasarana pemerintahan yang tidak berfungsi danrusak terutama untuk tingkat kecamatan dan kelurahan/desa/mukim menyebabkanturunnya pelayanan pemerintahan dan pelayanan umum kepada masyarakat.(5) Hilangnya wilayah dan beberapa desa akibat bencana tsunami menyebabkanberubahnya luas dan batas wilayah administrasi.(6) Tidak kondusifnya penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya gangguankeamanan.4 - 15


Kebijakan dan StrategiDalam melaksanakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi, tujuan pemulihan kembalipemerintah adalah:(1) Memperkuat pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik yang efektif,akuntabel dan transparan;(2) Mengembangkan dan mengefektifkan ruang publik yang dinamis dengan melibatkansemua stakeholder dalam proses perencanaan, formulasi kebijakan, pembuatankeputusan, monitoring dan evaluasi;(3) Membangun dan memulihkan kembali infrastruktur pemerintahan untuk mendukungproses pelayanan publik.Selanjutnya, dalam upaya mempercepat pencapaian mencapai tujuan yang telah ditetapkanmaka ditentukan kebijakan dan strategi untuk mencapai proses rehabilitasi dan rekonstruksikelembagaan pemerintahan daerah di Aceh dan Sumut. Dasar pemikiran perumusankebijakan ini adalah untuk mencapai fungsi dan peran kelembagaan yang optimal dalammenunjang pembangunan di daerah-daerah yang terkena dampak tsunami.Seluruh kebijakan dan strategi peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintahan perludilakukan sesuai dengan kebutuhan terkini pasca-tsunami. Kebijakan dan strategi dalampemerintahan daerah adalah sebagai berikut:(1) Memulihkan pemerintahan daerah dalam jangka pendek untuk pelayanan umumdarurat, melalui strategi:a. Menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan umum melalui bantuan sementaraaparat pusat kepada pemerintah daerah.b. Melakukan evaluasi ketersediaan jumlah aparat dibandingkan dengan pendudukeksisting.c. Melakukan prioritas rekruitmen, pelatihan, dan pendidikan secara khusus dan cepatuntuk mengisi kekosongan aparatur yang hilang/meninggal.d. Melakukan penanganan masalah administrasi kepegawaian (gaji, tunjangan,asuransi, dsb).e. Melakukan pembersihan, perbaikan dan pemanfaatan sarana dan prasaranapemerintahan yang masih dapat dipergunakan.f. Mendukung ketersediaan kantor–kantor darurat tingkat kecamatan/mukim/kelurahan/desa.g. Melakukan penyelamatan dokumen administrasi pemerintahan.h. Melakukan penggalangan bantuan kerjasama antar daerah dalam pemberianbantuan keuangan, bantuan medis, dan peralatan lainnya.i. Memulihkan batas-batas administrasi wilayah (kecamatan/kelurahan/desa)j. Melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, termasukyang mengatur tentang Otonomi Khusus Provinsi NAD, mahkamah NAD, sertakebijakan darurat sipil NAD.(2) Meningkatkan kapasitas pemerintahan di daerah dalam jangka menengah, melaluistrategi:a. Melakukan penataan dan penyediaan aparatur pemerintah daerah, legislatif,pimpinan daerah dan aparatur pusat.b. Meningkatkan kemampuan aparatur Pemda dan anggota legislatif dalam prosespenyusunan rencana daerah, dan pengelolaan keuangan daerah.4 - 16


c. Meningkatkan kemampuan aparatur Pemda dalam menghadapi ancaman bencanaalam dan buatan, melalui pelatihan-pelatihan teknis manajerial dan pengembangansistem deteksi dini.d. Memperbaiki sistem administrasi pemerintahan daerah yang responsif terhadapperubahan-perubahan yang tidak diduga (bencana alam dan bencana buatan).e. Memperbaiki dan menata struktur kelembagaan yang proporsional dan prosedurkerja sesuai dengan tugas pokok, fungsi, wewenang dan tanggung jawab, untukmemenuhi standar pelayanan minimum (SPM).f. Menciptakan dan meningkatkan koordinasi serta kerjasama antar tingkatpemerintahan.(3) Mempercepat penyediaan sarana dan prasarana lembaga pemerintahan permanen,melalui strategi:a. Merehabilitasi prasarana pemerintah daerah yang permanen berdasarkanmasterplan dan rencana teknis (DED).b. Menyediakan sarana kerja pemerintah daerah dan peralatan mitigasi bencana untukmendukung pelayanan publik.c. Memfasilitasi dan mendukung ketersediaan sarana dan prasarana trauma centre,sistem kehumasan Pemda, dan forum komunikasi.4 - 17


Bab 5Penataan Ruang5.1 TujuanTujuan penataan ruang wilayah Aceh dan Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunamiadalah: membangun kembali wilayah, kota, kawasan dan lingkungan permukiman yangrusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat segera melakukanaktivitasnya dalam kondisi yang lebih baik dan aman dari bencana.Implementasi pembangunan Aceh dan Nias pasca bencana akan tetap menerapkanprinsip pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan keseimbangan antara aspekdan pertimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan dengan pembangunan antar danintra generasi. Pelaksanaan berbagai aspek pembangunan bidang sumber daya alam danlingkungan hidup yang berkelanjutan ini juga mempertimbangkan aspek pendukunglainnya seperti penggunaan teknologi terkini, tepat guna, dan ramah lingkungan sertamempertimbangkan aspek-aspek kemungkinan bencana yang akan datang.5.2 Kebijakan dan Strategi1. Mewujudkan kondisi wilayah yang aman dari bencana danpenghidupan yang lebih baikKonsep dasar penataan ruang membangun kembali Aceh dan Nias adalah untukmewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih aman dari bencana. Untuk itu disetiap wilayah rawan bencana tsunami perlu memiliki: fasilitas perlindungan yang dapatberupa bentuk alami maupun bangunan, jalur penyelamatan menuju ke tempat lebihaman, dan tempat aman untuk penyelamatan, dapat berupa bangunan, bukit, dll.Strategi:a. Memberikan perlindungan seefektif mungkin bagi masyarakat dari kejadianbencana di kemudian hari.b. Mewujudkan lingkungan hidup yang lebih berkualitas bagi masyarakat.c. Membangun kembali prasarana dan sarana sosial ekonomi sehingga masyarakatterkena bencana dapat segera melakukan kegiatan secara normal.Kegiatan Pokok:a. Pembangunan berbagai fasilitas untuk perlindungan dan penyelamatan padaskala lingkungan hingga kota.b. Pembangunan sistem deteksi dini.c. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana sosial ekonomi.5 - 1


2. Memberikan pilihan kepada warga untuk bermukimWarga berhak menentukan kemana akan bertempat tinggal: kembali ke tempat asal ataupindah ke lokasi lain. Pemerintah Daerah perlu memberi informasi, peraturan, dansarana prasarana termasuk sarana perlindungan dan penyelamatan bagi warga yg ingintinggal di zona berpotensi tidak aman.Strategi:a. Memfasilitasi masyarakat untuk segera memulai kehidupan baru di kawasanyang lebih aman.b. Memberikan perlindungan dan sarana penyelamatan bagi masyarakat.c. Menyiapkan lokasi permukiman baru untuk menampung warga yang inginpindah.Kegiatan Pokok:a. Pemberian informasi kepada masyarakat mengenai potensi kerusakan dantingkat ketidaklayakan huni.b. Pembangunan fasilitas perlindungan dan penyelamatan pada skala lingkunganhingga kota.3. Melibatkan masyarakat dan menggunakan pranata sosial dalammenghadapi bencana dan kegiatan pembangunanDalam melaksanakan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup,peran serta masyarakat lokal merupakan unsur utama dalam proses penangananbencana dan maupun tahapan pembangunan.Strategi:a. Membangun sistem peringatan dini secara terintegrasib. Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam mengantisipasi bencanaKegiatan Pokok:a. Penyusunan standar, operasi dan prosedur (SOP) untuk respon darurat bencana.b. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan institusi pemerintah.c. Pemanfaatan nilai kearifan lokal sebagai bagian yang melengkapi sistemperingatan dini.d. Pemberdayaan peran masyarakat dalam mekanisme penanganan bencana.4. Menonjolkan karakteristik budaya dan agamaDalam membangun kembali kota-kota dan lingkungan-lingkungan permukiman diwilayah Aceh harus ditonjolkan nilai-nilai budaya Aceh dan agama Islam.Strategi:Membangun wujud fisik kota dan lingkungan yang sesuai nilai-nilai budaya danagama sekaligus menyiagakan warga menghadapi bencana.5 - 2


Kegiatan Pokok:a. Penataan lansekap kota dan pembangunan kota taman waspada bencana(penghijauan kawasan pesisir, pantai, ruang terbuka hijau kota, taman memorialtsunami, RTH kawasan mesjid, kawasan permukiman, pusat budaya Aceh).b. Pengadaan berbagai fasilitas kegiatan budaya dan agama di berbagai pusatkegiatan dan lingkungan permukiman.5. Pendekatan penataan ruang partisipatifProses penataan ruang sesuai dengan UU 24/1992 dilaksanakan secara partisipatif.Semakin detail rencana tata ruang, semakin intensif proses partisipatif yang dilakukan.Pemecahan masalah dimulai dari pengenalan akar masalah dan pengenalan terhadapkebutuhan dan keinginan masyarakat menurut masyarakat sendiri.Strategi:Mengajak seluruh komponen masyarakat untuk secara bersama-sama dan serentakmenata kembali tata ruang lingkungan permukiman di seluruh wilayah perdesaan danperkotaan yang rusak akibat bencana.Kegiatan Pokok:a. Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang secara partisipatif.b. Pemetaan batas-batas kepemilikan tanah secara partisipatif.c. Pelaksanaan konsolidasi tanah secara partisipatif.d. Pelaksanaan pembangunan berbagai fasilitas perindungan dan penyelamatansecara partisipatif.6. Mengantisipasi bencana dan memitigasi kawasan bencanaPenataan ruang kembali wilayah Aceh dan Nias berprinsip mitigasi kawasan bencana,dan mengantisipasi dampak bencana, serta menjadikan tata ruang kawasan yang lebihbaik dari keadaan sebelum bencana. Zonasi dalam rencana tata ruang wilayah berupazona-zona berdasarkan tingkat potensi kerusakan, seperti dengan zona dengan potensitingkat kerusakan tinggi, zona dengan potensi tingkat kerusakan sedang, zona deganpotensi tingkat kerusakan rendah, dan zona aman. Pada masing-masing zona perludibangun fasilitas perlindungan dan penyelamatan.Strategi:Memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai kebencanaan dan upaya-upayamenghindarinya.Kegiatan Pokok:a. Pembangunan prasarana dan sarana sistem peringatan dini.b. Pemberdayaan peran masyarakat dalam mekanisme penanganan bencana.c. Pengembangan pendidikan tentang kebencanaan.d. Pelatihan secara terus menerus upaya penyelamatan dari bencana.5 - 3


7. Proses Penataan ruang sebagai perpaduan proses pendekatan dariatas dan bawahPenataan ruang merupakan hasil bersama dimana dalam prosesnya memadukan/mengkombinasikan dua arah, baik proses dari bawah ke atas dan juga proses dari atas kebawah, serta sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain hukumpertanahan. Kontribusi dari atas ke bawah adalah tersedianya struktur konseptual kotadan wilayah. Sedangkan proses perencanaan dan pembangunan skala lingkungan danskala bagian kota dibuat bersama masyarakat. Dengan demikian pertimbangan makrodan mikro dapat diakomodasi secara proporsional dalam tata ruang wilayah paskabencana.Strategi:Mempertemukan kepentingan untuk pelayanan masyarakat pada skala kota/kabupatendengan kepentingan masyarakat pada skala lingkungan.Kegiatan Pokok:a. Pemerintah Daerah segera menyusun/merevisi Rencana Tata Ruang Wilayahmasing-masing.b. Pemerintah Daerah memfasilitasi masyarakat menyusun rencana tata ruangskala lingkungan dengan konsolidasi tanah yang partisipatif.c. Perumusan qanun/perda dan peraturan pelaksanaannya (termasuk buildingcode) secara terbuka.8. Mengembalikan peran pemerintah daerahPenyusunan rencana tata ruang merupakan kewenangan dan kewajiban PemerintahDaerah. Konsep rencana tata ruang dalam Master Plan ini disiapkan oleh PemerintahPusat karena Pemerintah Daerah (pada waktu itu) belum berfungsi penuh. SelanjutnyaPemerintah Daerah dapat menggunakan konsep rencana tata ruang ini dalammemfinalisasi proses penyusunan rencana dan meneruskan proses hukum dan legalitasdari rencana tata ruang yang definitif.Strategi:Memfasilitasi Pemda untuk segera merevisi qanun/perda rencana tata ruang.Kegiatan Pokok:a. Pemberian data dan informasi yang diperlukan kepada seluruh Pemda terkait.b. Pendampingan kepada Pemda dalam menyusun revisi qanun/perda rencana tataruang dan peraturan pelaksanaannya.9. Perlindungan terhadap hak perdata wargaHak perdata warga diakui dan dihormati dalam pembangunan kembali wilayah yangrusak akibat bencana. Penyusunan rencana tata ruang dalam tingkatan yang lebihrinci/operasional harus memperhatikan hak keperdataan masyarakat atas tanah. Olehkarena itu penetapan dan pelaksanaan tata ruang perlu didahului oleh pendataan fisikdan yuridis tanah. Masyarakat harus diberi jaminan bahwa hak-hak keperdataan atas5 - 4


tanah mereka akan terjamin/tidak terhapus sebagai akibat penetapan dan implementasitata ruang.Strategi:Mengidentifikasi hak-hak warga dan merekonstruksi batas-batas fisikKegiatan Pokok:a. Rekonstruksi batas bidang tanah.b. Inventarisasi hak-hak warga dan legalisasinya.10. Mempercepat proses administrasi pertanahanDalam menata kembali penggunaan tanah pasca bencana, Pemerintah akan melakukanprogram rekonstruksi batas fisik dan program konsolidasi tanah. Untuk mempercepatpelaksanaan program-program tersebut dan untuk memungkinkan pelibatanmasyarakat dalam pelaksanaannya, pemerintah akan membuat peraturan baru ataumelakukan perubahan terhadap peraturan yang ada guna menyesuaikan peraturanpertanahan yang berlaku nasional dengan kondisi di Aceh dan Nias terkait denganbencana gempa bumi dan tsunami.Strategi:Menyusun peraturan untuk mempercepat proses administrasi pertanahan khusus diwilayah pasca bencana.Kegiatan Pokok:a. Identifikasi permasalahan pertanahan dan peraturan yang ada.b. Perumusan peraturan baru.11. Pemberian kompensasi dan ganti rugi yang adil dan terjangkauPenetapan rencana tata ruang tidak menghilangkan hubungan hukum orang dengantanah. Oleh karena itu apabila terjadi kehilangan/hapusnya hak keperdataan seseorangterhadap tanah sebagai akibat penetapan rencana tata ruang, maka wajib dilakukanganti rugi kepada yang bersangkutan atau dengan cara lain atas kesepakatan bersama.Pemerintah akan memberikan kompensasi bagi warga yang hak miliknya dipergunakanuntuk kepentingan umum seperti fasilitas perlindungan dan penyelamatan. Besarnyakompensasi ditentukan sesuai ketentuan yang ada dan sesuai dengan kemampuanpembiayaan Pemerintah. Pelaksanaan kebijakan ini akan dilakukan secara terbuka.Pemerintah juga akan memberikan bantuan bagi warga yang tanahnya tidak dapatdigunakan karena tenggelam atau tidak layak huni karena tingkat keracunan yang tinggi.Strategi:Menetapkan kebijakan ganti rugi yang adil dan terjangkauKegiatan Pokok:a. Identifikasi subyek hukum calon penerima ganti rugi.b. Penyusunan mekanisme ganti rugi.c. Pemberian ganti rugi secara transparan.5 - 5


12. Melakukan revitalisasi kegiatan perekonomian masyarakat yangberbasis sumber daya alamDengan hancurnya berbagai kegiatan perekonomian masyarakat khususnya di bidangpertanian dan perikanan yang menjadi andalan masyarakat setempat, mengakibatkanmasyarakat memerlukan pengaktifan kembali dan bantuan untuk memulihkan keadaanperekonomian setempat. Untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakatmaupun pembangunan selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi, diperlukan pulastrategi khusus untuk memenuhi kebutuhan bahan atau material pembangunan yangberasal dari sumber daya alam.Strategi:a. Memulihkan dan meningkatkan kegiatan pertanian.b. Memulihkan kegiatan dan meningkatkan perikanan.c. Menyediakan material dasar pembangunan dari sumber daya alam yang tidakmengancam kelestarian lingkungan.Kegiatan pokok:a. Intensifikasi pertanian, peningkatan ketahanan pangan, pengembanganagrobisnis, peningkatan kesejahteraan petani.b. Pengembalian kegiatan perikanan tangkap dan rehabilitasi lahan tambakmasyarakat dan perikanan budidaya.c. Penyediaan kayu dan penyediaan bahan bangunan lainnya.13. Memulihkan kembali daya dukung lingkungan dan antisipasiancaman bencana alamBencana tsunami dan gempa bumi telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yangsangat besar dan berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat saat ini dan dimasa yang akan datang.Strategi:a. Mengamankan dan menginformasikan wilayah yang terkena pencemaran danbahaya kegempaan.b. Melakukan pembersihan wilayah bencana.c. Merehabilitasi tanah.d. Merehabilitasi terumbu karang.e. Membangun daerah penyangga (green belt) sesuai dengan karakter pantai.f. Mengamankan fungsi kawasan lindung eksisting.g. Melakukan kajian pengamanan dan pencegahan bahaya lingkungan pada tahaprekonstruksi.Kegiatan Pokok:a. Survei berkala parameter pencemar, penetapan status keamanan lingkungan darisuatu wilayah, dan sosialisasi kualitas lingkungan dan ancaman bahaya gempa.b. Pembuangan limbah padat tsunami, penataan kembali sistem persampahan kota,penataan ulang sistem drainase perkotaan, Membangun sistem pengolahanlimbah cair.c. Penelitian kualitas tanah dan uji coba tanaman yang sesuai dengan kondisitanah.5 - 6


d. Pendataan kembali terumbu karang dan penanaman kembali terumbu karang.e. Rehabilitasi mangrove dan rehabilitasi vegetasi perintis kawasan pantai.f. Pengamanan Taman Nasional Lueser dari pembangunan, pengamanan fungsikawasan lindung lainnya, baik yang berada di Aceh maupun propinsi lainnyayang berdekatan dengan Aceh.g. Pelaksanaan kegiatan AMDAL regional dan konsultasi dengan masyarakat.14. Memulihkan kembali sistem kelembagaan SDA dan LH di tingkatpemerintahPrasarana dan sarana kepemerintahan yang sebagian besar hancur karena tsunamimembutuhkan rehabilitasi dan pembangunan kembali agar roda pemerintahan dapatberjalan normal.Strategi:a. Melengkapi dan mengisi kembali formasi pegawai (tenaga ahli dan tenagapendukung).b. Memulihkan sarana dan prasarana kepemerintahan bidang sumber daya alamdan lingkungan daerah.Kegiatan Pokok:a. Pelaksanaan kajian kelembagaan yang responsif terhadap bencana danMelakukan rekruitmen pegawai baru.b. Pelaksanaan pembangunan dan rehabilitasi kantor dan laboratorium danMelengkapi sarana pendukung kegiatan operasional instansi.15. Mengembalikan dan merehabilitasi struktur dan pola tata ruangwilayah Provinsi NADStruktur dan pola tata ruang wilayah Provinsi NAD yang rusak dikembalikan menjadiseperti semula dengan memperkuat bagian-bagian tertentu sehingga lebih tahanmenghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. Sebagai bagian dari upayapenyelamatan dan pengembangan wilayah, pembukaan jalan baru lintas utara-selatandan barat-timur diupayakan tanpa mengorbankan kelestarian hutan lindung dan suakamargasatwa yang ada.Strategi:Kota-kota pesisir dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek lokal terutamaketerkaitannya dengan rawan gempa bumi dan tsunami serta dengan kawasankonservasi dan penyangga yang berfungsi lindung.Kegiatan Pokok:a. Rehabilitasi untuk menjaga keterkaitan antar kota-kota di pantai barat, pantaitimur, dan keterkaitan kedua wilayah, serta mendorong perkembangan danpemerataan wilayah.b. Fasilitas penyeberangan ke pulau-pulau kecil difungsikan kembali untukpengembangan ekonomi wilayah.c. Fungsionalisasi dan peningkatan bandar udara dan pelabuhan laut.d. Rehabilitasi sistem jaringan listrik terinterkoneksi.5 - 7


e. Perbaikan kawasan budidaya pertanian dan kelautan.f. Rehabilitasi jaringan sumberdaya air.g. Pembuatan fasilitas perlindungan pantai berupa vegetasi atau bangunan.h. Penentuan batas dan konservasi taman nasional dan kawasan lindung lain, sertasuaka gajah dan margasatwa langka lain.16. Membangun kembali kota-kota yang terkena bencana dilakukandengan merajut kembali tatanan kota lamaMembangun kembali kota-kota yang rusak karena gempa bumi dan tsunami dilakukandengan memberdayakan secara cepat penduduk yang terkena bencana, merajut kembalitatanan fisik, tatanan sosial dan sistim ekonomi yang lama, memperbaiki sarana danprasarana yang rusak, melindungi nyawa dan harta penduduk dari bencana yang akanterjadi, membuat taraf hidup masyarakat lebih baik dan mampu memberi arahanpembangunan yang terpadu, efektif dan efisien.Strategi:Melakukan pendataan dan pemetaan warga dan tanah yang dimiliki sebelum terjadibencana, pengumpulan harapan masyarakat, penataan ulang lingkungan permukimanoleh masyarakat sendiri, peningkatan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat.Kegiatan Pokok:a. Pelaksanaan survey bersama masyarakat, LSM dan pemerintah di kawasan yangterkena bencana.b. Pemetaan bersama masyakat pada kawasan pra dan pasca tsunamic. Pengumpulan dan identifikasi harapan masyarakat, stakeholder, tokohmasyarakat.d. Perencanaan tata ruang lingkungan permukiman oleh masyarakat, termasukfasilitas umum dan sosial dan disain bentuk bangunan tahan gempa dantsunami.e. Peningkatan kemampuan masyarakat di kawasan terkena bencana denganpelatihan mengenai identifikasi bencana, pelatihan evakuasi, pelatihan bertahanhidup sewaktu terjadi bencana.f. Pengawasan bersama oleh masyarakat pada tahap pelaksanaan.Strategi:Merajut kembali dan memperbaiki tatanan fisik, tatanan sosial dan sistim ekonomi yangrusak.Kegiatan Pokok:a. Revitalisasi sarana dan prasarana serta ruang kegiatan sosial-ekonomi pendudukdengan sesedikit mungkin melakukan perubahan pola penggunaan lahan.b. Rekonstruksi dan atau rehabilitasi kawasan yang rusak.c. Perbaikan/pendayagunaan kembali sarana dan prasarana yang masih ada.d. Perbaikan dan pembangunan kembali infrastruktur yang rusak.Strategi:Menyelamatkan nyawa dan melindungi harta penduduk kawasan eks bencana.5 - 8


Kegiatan pokok:a. Pembangunan sistem peringatan dini/early warning system.b. Pembangunan fasilitas perlindungan seperti sistem sabuk hijau.c. Pembangunan fasilitas penyelamatan berupa bukit pada kawasan permukimankepadatan sedang – rendah dan bangunan (mesjid, meunasah) pada kawasanpermukiman kepadatan tinggi.d. Pembangunan jalur-jalur penyelamatan.e. Rekonstruksi bangunan baru yang memenuhi design teknis tahan gempa, tahangelombang, mengurangi bongkahan (debris).Strategi:Membuat taraf hidup masyarakat lebih baik.Kegiatan Pokok:a. Penggunaan tenaga lokal dalam proses pembangunan kembali kawasan danrumah-rumah yang terkena bencana.b. Pelatihan ketrampilan-ketrampilan bagi masyarakat.c. Penciptaan peluang kerja baru.d. Sosialisasi dan pembudayaan sistem asuransi jiwa dan harta.Strategi:Memberi arahan pembangunan yang terpadu, efektif dan efisien.Kegiatan Pokok:a. Pembuatan konsep tata ruang pasca tsunami yang terpadu skala lingkungan,skala bagian kota dan skala kota/kabupaten serta skala provinsi.b. Pembuatan guidelines untuk merehabilitasi infrastruktur, fasilitas umum,fasilitas sosial dan permukiman dengan memanfaatkan material yangada/tersisa.5.3 Kebijakan Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Provinsi NADSecara prinsip kebijakan struktur dan pola pemanfaatan ruang provinsi diarahkan untukmengembalikan dan merehabilitasi struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayahProvinsi NAD. Untuk itu kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi NAD pasca gempadan tsunami yang berupa pola dan struktur pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut:1. Pusat Permukiman/Kota-kota di Pantai Barat tetap dipertahankan untuk menjagakeseimbangan pertumbuhan antar wilayah (Barat-Timur) dan wilayah Tengah sertadidukung pusat-pusat pertumbuhan skala lebih kecil adalah Sigli, Bireuen, Singkil,Tapak Tuan, Blangpidie, Calang di wilayah pesisir; dan Blangkejeren dan Jantho diwilayah pedalaman.2. Kota-kota Tepi Air dikembangkan dengan memperhatikan juga aspek-aspek lokalterutama keterkaitannya dengan rawan Gempa dan Tsunami dengan kawasankonservasi dan penyangga yang berfungsi lindung.3. Jaringan jalan direhabilitasi untuk menjaga keterkaitan antar kota-kota di PantaiBarat, Pantai Timur, atau keterkaitan kedua wilayah, serta mendorongperkembangan dan pemerataan wilayah: Meulaboh-Calang-Lamno-Banda AcehJantho-Sigli-Bireun hingga Lhokseumawe dan Rehabilitasi dan pembangunan jalanbaru (dalam kaitan pembangunan jalan rusuk/pengumpan) yang menghubungkan5 - 9


daerah terisolir Aceh Barat/Meulaboh dan Aceh Jaya antara lain: Lhok Kruet-Calang-Teunom-Woyla-Meulaboh dengan memanfaatkan jalan perkebunan Sawitdan peningkatan jalan desa; membuka kembali ruas jalan Jantho-Lamno;Beureunun-Geumpang-Tutut-Meulaboh, jalan Ladia Galaska Simpang Peut-Jeuram-Beutong Ateuh-Takengon, ruas jalan lintas Barat Meulaboh-Tapaktuan-Bakongan;Jantho-Lamno; Calang-Tangse-Beureunun; Teunom-Sarah Raya-Geumpang;Teunom-Sarah Raya-Woyla; dan Calang-Geumpang.4. Penyeberangan ke pulau-pulau kecil (a.l.: pulau Weh, Sabang, dan Simeuleu)difungsikan kembali untuk mobilisasi penduduk dan perkembangan ekonomiwilayah.3. Fungsionalisasi dan peningkatan Bandar Udara: Bandar Udara Sultan IskandarMuda, Cut Nyak Dien, Lasikin, Maimun Saleh, Malikussaleh, dan Teuku Cut Ali.Pelabuhan udara di pantai barat-selatan dapat didarati hercules untuk evakuasi dansupply logistik.4. Fungsionalisasi dan peningkatan pelabuhan laut: Sabang, Malahayati, Calang,Meulaboh, Kuala Langsa, Singkil, dan Lhokseumawe. Lokasi pelabuhanpenyeberangan pengganti Uleu-lhee ditentukan setelah melakukan studi kelayakanteknis terlebih dahulu.7. Rehabilitasi sistem jaringan listrik terinterkoneksi untuk Banda Aceh-Sigli-Bireun-Lhokseumawe dan Meulaboh-Calang-Takengon.8. Perbaikan kawasan budidaya industri di Lhoknga, Lhokseumawe, dan Malahayati;perdagangan, pertanian pangan dan perkebunan, dan pesisir kelautan.9. Rehabilitasi jaringan sumberdaya air (al: saluran irigasi, alur sungai, dan pantai)mendukung ketersediaan air baku dan air minum10. Rehabilitasi dan rekonstruksi untuk fungsionalisasi kawasan berfungsi Lindungkonservasi (bagian Tengah) antara lain kawasan ekosistem leuser, hutan lindung,dan lindung binaan (buffer zone dan hutan kota) di sepanjang pantai mellauipenyiapan area penyangga (buffer zona) pantai baik berupa vegetasi atau bangunan.11. Kawasan permukiman diupayakan tidak berada di kawasan lindung, seperti wilayahkehidupan gajah yang semakin langka populasinya, antara lain di Desa Pucok, AlueRaya, Blang Dalam & Lhok Kuala, Lamje, Kr. Batee Mirah, Kr. Alue Ceuroloup, Kr.Buerieng, Can. Kaking Ungoh Batee, perbatasan Tutut, Kawasan Uteun Cut, Panga,Panga-Teunom, dan Lageun.5 - 10


4###########/#################################################/############################/########################4Peta DasarTemaNama FilePeta Reppprot 1:250.000, Bakosurtanal5 LU2 LU 395 BTP. Breueh/P. WehSabangKOTA SABANGΥ##6 Υ6• BANDA ACEHKOTABANDA ACEHKAB.ACEH BESAR/KAB.ACEH JAYA/JanthoiKAB. PIDIES A M U D E R A H I N D I AKAB. SIMEULIE96 9798 BTKAB.ACEH BARATKAWASAN HUTANP. SimeulueHutan LindungHutan Konservasi (Hutan Suaka Alam,Hutan Pelestarian Alam, Taman Nasional)Kawasan Lindung di luar Kawasan HutanKawasan Budidaya untukPengembangan Hutan RakyatHutan Produksi TerbatasCalangSigliHutan Produksi TetapP. TapahKawasan Budidaya, masih dimungkinkanKawasan Berfungsi Lindung dalamRencana yang lebih DetailKAB. BIREUN# #KAB.ACEH TENGAHSuka Makmue/# #Υ KAB./ Meulaboh NAGANRAYA#∗Υ/#P. SiumatKAB. ACEH UTARAKAB.BENER MERIAHBlang PidieKAB. ACEHBARAT DAYA# #/KOTA LhokseumaweLHOKSEUMAWE/ Simpangtigaredelong/ Takengon# #/KAB.ACEH GAYO LUESKAB. ACEHSELATANKep. BanyakP. LasiaP. Babi P. BangkuruS E L A T M A L A K AKAB.ACEH TIMURP. UjungbatuP. Tuangku/KAB. ACEHTENGGARA/ LangsaKarang Baru/KAB. ACEHTAMIANGKe MedanKAB. ACEHSINGKIL95 BT 96 9798 BTΥSinabangBireuenΥ∗#6/ Υ#TapaktuanBlangkejeranΥ/##KOTA LANGSAΥPROVINSISUMATERA UTARAKutacaneSingkilKe KabanjaheKe Sidikalang5 LU2 LU 3Legenda :!/%6ΥΥ∗∗ ###Ibukota PropinsiIbukota KabupatenKota KecamatanGunungSungaiBatas Propinsi0Batas Kabupaten50 KmJalan TolJalan Arteri# Jalan KolektorKotaOrde I / PKNKota Orde II / PKWΥPETA 11RENCANA TATA RUANGPROVINSI NADJalan NasionalJalan ProvinsiPELABUHAN LAUT625BANDAR UDARABandar Udara SekunderBandar Udara TersierBandar Udara LokalPelabuhan Laut InternasionalPelabuhan Laut NasionalPelabuhan Laut LokalJalan lainRel KAKeterkaitan dengan Pulau-Pulau KecilKeterkaitan Antar Kota-kota di ProvinsiJalur Ladia Galaska Utama (Prioritas)Keterkaitan Antar Provinsi / PulauDEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM5.4 Kebijakan Struktur dan Pola Pemanfaatan RuangKabupaten/Kota.5.4.1 Sistem Kota1. Meminimalisasikan perubahan struktur, hirarki, kepadatan dan tata gunalahan eksisting2. Mengembangkan jalan eksisting dan menambah jalan baru sebagai jalurpenyelamatan3. Merehabilitasi/merekonstruksi kawasan kota yang terkena tsunami4. Meningkatkan aksesibilitas kota dari arah laut maupun udara dalam rangkaevakuasi, distribusi logistik maupun rehabilitasi kota/kawasan5.4.2 Struktur Ruang Kota1. Mempertahankan kerangka kota yang ada yang merangkai seluruh wilayahkota.2. Merehabilitasi kerangka kota yang ada.3. Membangun kota dan kawasan yang tahan menghadapi bencana.4. Memanfaatkan alur sungai sebagai kerangka kota.5. Meningkatkan fungsi dan peran ruang-ruang struktural utama.5 - 11


5.4.3 Kawasan Non Budidaya1. Kawasan Lindunga. Merehabilitasi dan mereboisasi kawasan lindung yang rusak akibatbencana tsunami.b. Mengkonservasi dan memproteksi kawasan hutan lindung, hutan kotadan hutan mangrove sebagai fungsi lindung dan pertanahan terhadapbencana tsunami.c. Mengembangkan dan menambah kawasan sabuk hijau sebagai fungsipertahanan terhadap bencan dan konservasi alamd. Memanfaatkan kawasan sabuk hijau dan escape hill untuk ruang terbukahijau.2. Kawasan Pantai dan PesisirMengembalikan fungsi dan pemanfaatan lahan kawasan pantai/pesisirseperti semula dengan menerapkan mitigasi bencana3. Kawasan SungaiMenata kawasan sungai dengan menerapkan mitigasi bencana5.4.4 Kawasan Budidaya1. Kawasan Permukimana. Membangun kembali permukiman kota yang rusak beserta fasilitasnya.b. Melengkapi permukiman yang ada dengan fasilitas mitigasi bencana.c. Mengembangkan bangunan penyelamatan/rumah vertikal pada kawasankawasanyang berkepadatan tinggi.d. Menciptakan kawasan permukiman baru.2. Kawasan BersejarahMengkonservasi dan merevitalisasi kawasan bersejarah yang masih ada.5.5 Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten/KotaArahan pemanfaatan ruang kabupaten/kota bertujuan untuk memberi beberapaalternatif konsep pemanfaatan ruang yang dapat dijadikan pedoman bagi pemerintahdaerah dalam menyusun atau merevisi rencana tata ruang wilayahnya, serta dalammenyusun rencana tata ruang wilayah yang lebih rinci, misalnya rencana detail tataruang kota dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Arahan pemanfaatan ruangkabupaten/kota disusun dengan mempertimbangkan 16 (enam belas) kebijakan penatanruang, yaitu: (1) mewujudkan penghidupan yang aman dan lebih baik; (2) memberipilihan kepada warga untuk bermukim; (3) melibatkan masyarakat dalampenanggulangan bencana; (4) menonjolkan karakteristik budaya dan agama; (5)pendekatan penataan ruang partisipatif; (6) memitigasi bencana; (7) tata ruangmemadukan pendekatan dari atas dan bawah; (8) mengembalikan peran pemerintahdaerah; (9) perlindungan hak perdata warga; (10) mempercepat proses administrasipertanahan; (11) pengaturan mengenai kompensasi; (12) revitalisasi kegiatan ekonomi;(13) memulihkan daya dukun lingkungan; (14) memulihkan sistem kelembagaan SDAdan LH; (15) rehabilitasi strultur dan pola tata ruang; dan (16) membangun kembalikota.5 - 12


5.5.1 Kota Banda Aceh1. Zonasi Fisik Banda Aceh.Arahan zonasi fisik Banda Aceh sebagian besar terdiri dari atas Kawasan Lindung(Conservation, Zona V), Kawasan Pengembangan Terbatas (Restricted DevelopmentArea, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted DevelopmentArea, zona IV).2. Arahan Pemanfaatan Ruang Banda AcehPola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya yangdisesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana, meliputi: i) zona pantai,ii) zona perikanan/tambak, iii) zona taman kota, iv) zona permukiman, permukimanterbatas dan permukiman perkotaan, v) landmark dan pusat pemerintahan kota BandaAceh, iv) zona permukiman baru bagi penduduk yang ingin pindah, vii) pusat bisnis danpemerintahan provinsi dan fasilitas perkotaan berskala kota dan regional, vii) zonapendidikan tinggi, dan ix) zona pertanian.5 - 13


5 - 14


5.5.2 Kabupaten Aceh JayaRencana pola pemanfaatan ruang Kabupaten Aceh Jaya meliputi rencana polapemanfaatan kawasan lindung dan rencana pola pemanfaatan kawasan budidayasebagai berikut:1. Kawasan lindung, meliputi:a. Hutan bakau dan sempadan sungaib. Hutan lindung.2. Kawasan budidaya, meliputi:a. Perikanan /tambak.b. Hutan produksic. Kawasan produksi, terdiri atas:- Kawasan pertanian lahan basah.- Kawasan pertanian lahan kering.- Kawasan pertanian tanaman tahunan- Kawasan perkebunan besar.- Kawasan perkebunan rakyat/tanaman rakyat.d. Kawasan permukiman dan pusat kota, terdiri atas:- Kawasan permukiman perkotaan.- Kawasan permukiman terbatas.- Zona CBD dan sub pusat wilayah kota.e. Kawasan pelabuhanPeruntukan zona pemanfaatan ruang Kabupaten Aceh Jaya, yang terdiri dari kawasanperkotaan dan perdesaan disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana,meliputi :1. Zona Pantai/Hutan Bakau (Z-1-1).2. Zona Perikanan/Tambak dan Permukiman Desa Terbatas (Z-1-2).3. Zona Hutan (Hutan Produksi)/Ruang Terbuka Hijau (Z-1-3).4. Zona Hutan Lindung (Z-1-4).5. Zona Rawa (Z-1-5).6. Zona Pertanian Lahan Basah dan Permukiman Desa Terbatas (Z-2-1).7. Zona Pertanian Lahan Kering dan Permukiman Desa Terbatas (Z-2-2).8. Zona Pertanian Tanaman Tahunan dan Permukiman Terbatas (Z-2-3).9. Zona Perkebunan Besar dan Permukiman Terbatas (Z-2-4).10. Zona Perkebunan Rakyat/Tanaman Rakyat dan Permukiman Desa Terbatas (Z-2-5).11. Zona Pusat Kota/CBD dan Sub-Pusat Kota (Z-3-1).12. Zona Pusat Permukiman Baru (Z-3-2).13. Zona Permukiman Terbatas (Z-3-3).5 - 15


5 - 16


5.5.3 Kabupaten Aceh BaratPola pemanfaatan ruang kawasan sepanjang pantai Kabupaten Aceh Barat dan kotaMeulaboh disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana, meliputi zonazonasebagai berikut:1) Zona N1 :Zona ditepi muka air pasang berjarak minimal 100 meter dari pasang laut tertinggidimanfaatkan untuk membangun fasilitas perlindungan (Buffer Zone) dengan hutantanaman manggrove, waru laut dan tanaman penyangga lainnya sesuai karakteristikpantai.2) Zona N2 :Zona yang dicapai oleh gelombang tsunami dengan ketinggian > 1 meter DPL, denganpemanfaatan ruang sebagai lahan budidaya perkebunan atau taman kota dengantanaman penyangga yang dapat difungsikan sebagai Buffer Zone dengan bangunanterbatas dan kepadatan wilayah terbangun rendah (TPI, permukiman nelayan, dll) yangdilengkapi dengan disaster mitigation plan.3) Zona B1 :Zona transisi (zona antara) yang dicapai gelombang Tsunami < 1 meter DPL denganzona aman, dengan pemanfaatan ruang untuk kegiatan jasa dan perdagangan sertapermukiman kepadatan rendah sampai sedang.4) Zona B2 :Zona yang aman dari terpaan gelombang tsunami dengan pemanfaatan ruang sebagaipusat kegiatan bisnis (CBD), pelayanan sosial dan permukiman perkotaan dengankepadatan tinggi, disesuaikan dengan kondisi daya dukung lahan setempat danpemanfaatan ruang yang ada.5 - 17


5 - 18


5.5.4 Kabupaten Nagan RayaSecara umum arahan pemanfaatan ruang yang dipilih untuk menjabarkan konseppenanganan penataan ruang pasca bencana di wilayah pesisir Kabupaten Nagan Rayaadalah sebagai berikut:• Pusat-pusat pelayanan sosial dan ekonomi perlu dikembangkan denganmemperhatikan wilayah rawan bencana, daya dukung lingkungan dan efisiensipengembangan.• Pembangunan kembali pelabuhan nelayan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI) di KualaTuha dan Kuala Tadu.• Penataan kembali kawasan permukiman dengan konstruksi bangunan tahan gempadan tsunami, serta dilengkapi sarana prasarana untuk kepentingan mitigasi bencana.• Mengembangkan kawasan penyangga atau kawasan hijau berupa hutan pantai disepanjang pesisir pantai dengan ditanami tanaman kelapa dan cemara (disesuaikandengan karakteristik tanahnya) dengan ketebalan 400 - 600 m, kerapatan 30 pohonper 100 m2, diameter pohon 15 cm, yang diperkirakan dapat meredam 50 % energigelombang tsunami.• Lapangan Udara Cut Nya Dien tetap seperti yang ada dengan membangun tanggulpengaman sepanjang lapangan udara, sehingga keamanan lapangan udara tetapterjaga dari bencana.• Penataan kembali pusat-pusat kegiatan/permukiman lama di sepanjang pesisir.• Diperlukan system peringatan dini (Early Warning System) dan DisasterManagement berbasis Rencana Tata Ruang.Selanjutnya, arahan pemanfaatan ruang tersebut diterjemahkan pada rencana zonasipemanfaatan ruang Kabupaten Nagan Raya dengan memeprtimbangkan wilayah rawanbencana. Zonasi pemanfaatan ruang Kabupaten Nagan Raya meliputi:1. Zona Pesisir (terdiri dari: Buffer Zone, Pertanian, dan Permukiman2. Zona Hutan Lindung3. Zona Hutan Produksi Tetap4. Zona Permukiman5. Zona Lahan Usaha, terdiri atas :5.a. Perkebunan Besar5.b. Perkebunan Rakyat5.c. Lahan Basah5.d. Tanaman Tahunan5 - 19


ZONASIKabupaten Nagan RayaKeterangan:Batas KabupatenJalanPKHLHPTTPBLBLKTRPKHutan LindungHutan Produksi TetapTanaman TahunanPerkebunan BesarLahan BasahLahan KeringTransmigrasiPermukiman KotaSumber Peta:RTRW Prov. NAD 1:500.0005 - 20


5.5.5 Kabupaten SimeulueArahan penataan ruang Kabupaten Simeulue sebagai berikut :1. Membangun kembalipusat-pusat permukiman yang terkena dampak tsunami, baikpermukiman kota maupun permukiman desa.2. Menata kembali kota/desa dengan peruntukan sebagai berikut zona penyangga;ruang terbuka hijau, pariwisata, pertanian, perkebunan, permukiman dengan tingkatkepadatan rendah atau fungsi kegiatan lain dengan tingkat aktifitas rendah.3. Menata kembali dan mengembangkan Kota Sinabang, dengan kegiatan utamasebagai kawasan pelabuhan, perdagangan dan jasa distribusi, dengan membangunfasilitas pendukungnya.4. Memberi perlindungan bagi permukiman desa, nelayan dan pertanian denganmengembangkan buffer zone dan zona penyelamatan yang mudah dijangkau.5. Diperlukan dukungan pembangunan dan penataan kembali infrastruktur; jaringanjalan, irigasi, air bersih, drainase dan lainnya bagi permukiman kota dan desa.6. Menata kembali wilayah sepanjang pantai dengan mengatur peruntukkan fungsi bagiekosistem mangrove, sempadan pantai, perkebunan, pertanian, perikanan/tambak,pemukiman desa terbatas, wisata bahari dan pantai, serta jalan lingkar pulau.7. Dipertahankannya fungsi-fungsi kawasan hutan sebagai hutan lindung, hutanproduksi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi yang dapat dikonversi.Selanjutnya, arahan pemanfaatan ruang tersebut diterjemahkan ke dalam arahan zonasipemanfaatan ruang, sebagai berikut :I. Zona I (0-3 meter dpl), wilayah antara garis pantai dengan jalan lingkarpulau1 Zona Mangrove ( Hutan Bakau ) Z. 1 - 12 Zona Sempadan Pantai (100 meter dari garis pantai) Z. 1 - 23 Zona Perkebunan Z. 1 - 34 Zona Perikanan ( Tambak ) Z. I - 45 Zona Pertanian Z. I - 56 Zona Permukiman Desa sangat terbatas (0-3 m dpl) Z. I - 67 Zona Pariwisata Bahari dan Pantai Z. I - 78 Jalan Lingkar Pulau Z. I - 8II . Zona II (3-6 meter dpl), wilayah pemanfaatan terbatas1 Zona Pertanian P. 2 - 12 Zona Perkebunan P. 2 - 23 Zona Perikanan dan Nelayan P. 2 - 35 - 21


4 Zona Permukiman Desa terbatas ( 3 s/d 6 m dpl) P. 2 - 45 Zona Pariwisata Bahari dan Pantai P. 2 - 5III. Zona III (>6 meter dpl), wilayah pemanfaatan aman dari tsunami1 Zona Pusat Permukiman Baru M. 3 - 12 Zona Kota lama yang dipertahankan M. 3 - 23 Zona Perdagangan M. 3 - 34 Zona Pelabuhan Udara M. 3 - 45 Zona Pertanian / Perkebunan M. 3 - 5IV. Zona IV, wilayah hutan1 Zona Hutan Produksi H. 4 - 12 Zona Hutan Produksi Terbatas H. 4 - 23 Zona Hutan Produksi Konversi H. 4 - 34 Zona Hutan Lindung H. 4 - 45 Zona Pertanian/Perkebunan Besar H. 4 - 55 - 22


5 - 23


5.5.6 Kota LhokseumawePada kawasan yang rusak akibat bencana tsunami, dilakukan evaluasi dan peninjauanulang arahan pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan tingkat kerusakan danprospek pengembangannya, yaitu:1) Bila tingkat yang ditimbulkan dengan ciri hilang/hancurnya permukiman nelayandan penduduk beserta kerusakan prasarana dan sarana permukiman yangmendukung kehidupan sosial ekonominya, maka arahan pemanfaatan ruang padakawasan ini harus bernuansa konservasi namun tetap memperhatikan peluangpengembangan potensi ekonomi yang sudah ada dengan mempertimbangkanaspek-aspek penanganan yang dapat melindungi ataupun meminimalkan dampakkerusakan kawasan bila bencana ini berulang di masa yang akan datang.2) Bila tingkat kerusakan yang ditimbulkan tidak parah, atau umumnya menjadiwilayah limpasan gelombang dengan ciri tidak menghilangkan ataumenghancurkan permukiman maupun kerusakan prasarana dan saranapermukiman yang mendukung kehidupan sosial ekonominya, maka arahanpemanfaatan ruang pada kawasan ini dapat disesuaikan dengan arahanpemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW yang telah disusun, namundengan menambah fungsi sebagai “daerah perlindungan (shelter)“ masyarakatterhadap bencana gempa dan tsunami bila berulang di masa yang akan datang.Pada kawasan dengan permukiman dan prasarana/sarana yang rusak berat, makapeninjauan ulang pemanfaatan ruangnya dilakukan pada hal-hal sebagai berikut:1) Perlu penetapan “buffer zone” yang berfungsi untuk meminimalisasi dampak“abrasi” dan melindungi permukiman penduduk dari genangan air laut padamusim pasang tertinggi. Lebar sempadan pantai yang difungsikan sebagai bufferzone bervariasi disesuaikan dengan tingkat abrasi dan tinggi genangan air lautpada pasang tertinggi.2) Pada muara sungai dan titik-titik dimana terdapat TPI (atau PPI) dan tempattangkapan perahu nelayan, penetapan buffer zone perlu mempertimbangkan“keamanan” dan menjamin “kelangsungan” aktivitas nelayan.3) Permukiman nelayan yang terletak di dalam buffer zone direhabilitasi dengandilengkapi berbagai sarana prasarana untuk kepentingan mitigasi bencana dandilengkap dengan berbagai infrastruktur kegiatan ekonomi nelayan, seperti TPI(atau PPI), tangkapan perahu, dan lainnya.4) Upaya pembangunan permukiman baru hanya dilakukan dalam upaya memenuhikeinginan masyarakat yang terkena bencana.5) Pembangunan prasarana dan sarana dalam buffer zone terbatas hanya untukmendukung fungsi perlindungan, seperti pembangunan tanggul pantai, bangunanpemecah gelombang/ombak, dan jalan inspeksi, serta “escape route”.6) Aktivitas budidaya yang dapat dikembangkan berupa tambak ikan, tambak garam,dan pertanian (persawahan maupun lahan kering).Sedangkan pada kawasan yang tidak mengalami kerusakan berat, namun menjadiwilayah limpasan gelombang tsunami, maka pemanfaatan ruangnya disesuaikan denganketetapan dalam RTRW, namun dengan penambahan fungsi-fungsi sebagai berikut:1) Pusat permukiman dan kegiatan sosial skala desa.2) Tempat perlindungan dari bahaya tsunami.5 - 24


3) Pusat kegiatan ekonomi kawasan perdesaan skala kecamatan secara terbatas untukmenunjang langsung kegiatan nelayan, pertambakan, pembuatan garam danpertanian.Pembagian zona pemanfaatan ruang meliputi:1. Zona konservasi pantai6. Zona permukiman perkotaan2. Zona prasarana nelayan7. Zona pusat ekonomi kecamatan3. Zona pertambakan8. Zona pusat ekonomi kota4. Zona pertanian9. Zona pusat pelayanan kota5. Zona permukiman perdesaan 10. Zona industri5 - 25


Kegiatan Sektor :1. Perbaikan tambak2. Pembangunan sempadan pantai3. Pembangunan permukiman baginelayan4. Pengembangan kaw.pesisir pantai5. Rehabiliasi bantuan pengrajinKegiatan Sektor :1. Penetapan kaw.penyangga2. Perbaikan jaringanjalan3. Rehabilitasi bangunan4. Perbaikan fasilitasKegiatan Sektor :1. Rehabilitasi bangunan-bangunan2. Perbaikan jaringan jalan utama3. Penyiapan kawasan penyangga4. Perbaikan fasilitas perkotaan5. Rehabilitasi terminal kota di Cunda6. Rehabilitasi pelabuhan diLhokseumawe7. Pembangunan kembali TPI diKegiatan Sektor :1. Perbaikan jalanlingkar utara2. Perbaikan fasilitasperkotaan3. Penyediaan kembalisarana-saranapendukung kegiatanKegiatan Sektor :1. Perbaikan jaringan jalan2. Rehabilitasi tambak3. Pembangunan sempadan pantai4. Pembangunan permukiman baginelayan5. Pengenbangan kawasan pesisirpantai6. Pembangunan Tanggul Laut7. Rehabilitasi sekolah dasar danmenengah8 Pembangunan pabrik es bagi kegKegiatan Sektor :1. Perbaikan jaringan jalan2. Pengendalian & penanganan DAS danabrasi pantai3. Normalisasi saluran pembuang4. Pembangunan pabrik es bagi keg. perikanan5. Pembangunan sempadan pantai6. Pembangunan permukiman bagi nelayan7. Pengembangan kawasan pesisir pantai8. Pembangunan tanggul laut9. Rehabilitasi sekolah dasar dan menengahC tRNiKegiatan Sektor :1. Pembangunan tanggul Sungai2. Perbaikan tambak3. Pembangunan sempadan pantai4. Pembangunan permukiman baginelayanKegiatan Sektor :1. Rehabilitasi pembangunan jalan2. Pembangunan tanggul3. Pengelolaan jaringan irigasi4. Rehabilitasi sekolahdasar&menengah5.Pembangunan sempadan pantai6.Pengembangan kaw. pesisir pantai7.Pembangunan pabrik esLh kB kitTKegiatan Sektor :1. Penyiapan Kaw. Penyangga2. Perbaikan jaringan jalan uatama3. Rehabilitasi terminalterpadu&kereta api3.Perbaikan fasilias perkotaanP BGdLEGENJaringan JalanShelterPermukiman BaruKampungBangunan-bangunanSawahRawaEmpang/TambakHutan Belantara, BelukarTegalanLh kPETA ZONA PENANGANAN PASCA GEMPA & TSUNAMIDI KOTA LHOKSEUMAWE DAN KABUPATEN ACEH UTARAZ1 = Kegiatan Perikanan, Wisata Pantai, PermukimanZ2 = Kegiatan Perikanan/Tambak, Permukiman, Tanaman Pangan Lahan BasahZ3 = Kegiatan Perikanan/Tambak, Wisata Pantai (Pantai Lapang), Permukiman,Tanaman Pangan Lahan BasahZ4 = Kegiatan Perikanan/Tambak, Wisata Pantai (Pantai Ulee Rubek), Permukiman,Tanaman Pangan Lahan BasahZ5 = Kegiatan CBD, Pelabuhan, Wisata Pantai, PermukimanZ6 = Perluasan CBD, PermukimanZ7 = Kawasan Industri, Permukiman, PelabuhanZ8 = Kawasan Industri, Perikanan, PermukimanZ9 = Pelabuhan Udara, Permukiman, Tanaman Pangan Lahan Basah5 - 26


5.5.7 Kabupaten BireunArahah Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bireun1. Zona PantaiZona ini tersebar di sepanjang pantai dari Timur ke Barat Kabupaten Bireuen, dengankegiatan utama adalah zona penyangga (buffer zone), zona budidaya perikanan tangkapdan perikanan budidaya dengan kegiatan pendukung berupa pelabuhan perikanan, sertapengembangan pelabuhan rakyat Kuala Radja, Pelabuhan Kawasan Industri BateeGeulumpu dan Pelabuhan Perikanan Peudada sebagai alternatif percepatan aksesibilitasperekonomian Kabupaten Bireuen.2. Zona Permukiman TerbatasZona permukiman terbatas direncanakan di sepanjang jalur jalan ke arah Zona Pantai,yang semula padat olehpermukiman, serta di berbagai tempat yang mengalamikerusakan, baik oleh gempa maupun tsunami. Zona ini dikembangkan untukpermukiman terbatas dan budidaya pertanian, serta memperhatikan konstruksibangunan (pemerintah dan masyarakat) yang tahan terhadap gempa dan tsunami.3. Zona Pengembangan KegiatanZona ini berada di bagian selatan jalur jalan nasional dengan kegiatan utama adalahpertanian lahan basah (sawah irigasi) dan pertanian lahan kering. Pada beberapawilayah di zona ini akan dikembangkan pusat-pusat permukiman baru (Gampong Putoh,Blang Rangkuluh, Leubu Mesjid), sebagai alternatif bagi perluasan pengembanganpermukiman di Zona Permukiman Terbatas, sekaligus dengan mengembangkan jalurjalan alternatif untuk mengurangi beban jalur jalan nasional.A3B3A1A2B1C1B2BIREUC3C2E1E2JuE3KeteranganA Zona PantaiB Zona PerikananC Zona Permukiman TerbatasD Kota BireuenE Zona Pengembangan Kegiatan5 - 27


5.5.8 Kabupaten Pidie dan Kota SigliArahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pidie1. Zona konservasi2. Zona pertambakan dan hutan3. Zona permukiman terbatas4. Zona pertanian lahan basah (sawah) dengan permukiman desa terbatas5. Zona perkebunan dan hutan6. Zona pertanian, perkebunan dan hutan7. Zona rawa8. Zona pusat pelayanan perkotaan (CDB)9. Permukiman transmigrasi10. Sawah11. Hutan produksi terbatas12. Hutan lindung5 - 28


5 - 29


Arahan Pemanfaatan Ruang Kota Sigli1. Zona hutan pantai2. Zona lahan usaha tambak dan pertanian basah dengan permukiman sangat terbatas3. Zona kawasan komersial dan perkantoran4. Zona permukiman terbatas dengan kepadatan tinggi5. Zona permukiman terbatas dengan kepadatan rendah6. Zona permukiman perkotaan7. Zona lahan usaha sawah8. Zona lahan usaha perkebunan dan hutan lindung9. Zona rawa5 - 30


5 - 31ZONASI KOTA SIGLI


5.5.9 Kabupaten NiasPola pemanfaatan Kabupaten Nias yang terdiri dari kawasan perkotaan dan perdesaandisesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana, adalah sebagai berikut.No Pola Pemanfaatan Kode1 Hutan bakau Z-1-12 Perikanan dan permukiman desa terbatas Z-1-23 Hutan/hutan produksi/ruang terbuka hijau Z-1-34 Hutan lindung Z-1-45 Rawa Z-1-56 Pariwisata Z-1-67 Pertenian lahan basah dan permukiman desaZ-2-1terbatas8 Pertanian lahan kering dan permukiman desaZ-2-2terbatas9 Pertanian tanaman tahunan dan permukimanZ-2-3terbatas10 Perkebunan besar dan permukiman terbatas Z-2-411 Perkebunan rakyat/tanaman rakyat danZ-2-5permukiman desa terbatas12 Pusat kota/CBD dan sub pusat kota Z-3-113 Pusat permukiman baru Z-3-214 Pusat permukiman terbatas Z-3-315 Fasilitas umum, sosial, dan ekonomi Z-3-4Berikut adalah contoh salah satu pola pemanfaatan di Kecamatan Sirombu.5 - 32


5 - 33


Bab 6Isu Lintas BidangBerikut ini akan dijabarkan secara khusus beberapa permasalahan lintas bidang (crosscuttingissues) yang terkait dengan bantuan pemulihan aset produktif non-publik; hakkepemilikan tanah; anak dan perempuan korban bencana; serta masalah keamanandalam pengelolaan rehabilitasi dan rekonstruksi.6.1 Bantuan Pemulihan Aset Non Publik (Harta Milik Pribadi).Berkaitan dengan bencana di Provinsi NAD Pemerintah bermaksud untuk memberikanbantuan kepada masyarakat agar dapat memulai kegiatan ekonominya. Kesulitan untukmenjalankan kegiatan ekonomi merupakan permasalahan yang harus secepatnyadipecahkan. Salah satu upaya adalah memberikan bantuan kepada masyarakat untukmemulihkan asetnya. Bantuan pemulihan aset masyarakat dibagi menjadi tiga:1. Bantuan penggantian tanahBantuan penggantian tanah hanya akan diberikan kepada mereka yang tanahnya tidakdapat digunakan sebagai tempat tinggal akibat bencana. Tanah tidak dapat digunakansebagai tempat tinggal yang disebabkan oleh musnahnya tanah karena tenggelam atauoleh karena secara teknis tidak layak untuk ditempati. Seperti diketahui tidak adakeharusan untuk relokasi tempat tinggal. Dengan demikian keputusan untuk tinggal dilokasi yang lama atau pindah ke lokasi yang baru diputuskan sepenuhnya olehmasyarakat. Bagi lokasi yang tidak dapat digunakan lagi karena musnah, hilang, atautenggelam karena tergerus oleh air pemerintah merencanakan untuk memberikanbantuan tanah seluas 200 m 2 dengan rumah inti di atasnya seluas 36 m 2 per keluarga dilokasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Hubungan perdata dengan tanah yang musnahtersebut tidak mengalami perubahan. Sedangkan bagi mereka yang memilih pindah ketempat baru karena tanahnya secara teknis tidak dapat digunakan pemerintahmembantu dengan memberikan bantuan tanah seluas 200 m 2 dengan rumah inti diatasnya seluas 36 m 2 per keluarga di lokasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Tanahyang dahulu dimiliki menjadi milik pemerintah tanpa diberikan penggantian.Bila terjadi perubahan peruntukan tanah karena alasan akan digunakan untukkepentingan masyarakat, seperti pembuatan jalur penyelamatan, penggantian kepadamasyarakat menggunakan mekanisme ganti rugi biasa sesuai dengan peraturanperundangan yang berlaku.2. Bantuan perumahanUntuk membantu meringankan beban korban bencana alam gempa bumi dan tsunamidi Provinsi NAD dan Sumatera Utara pemerintah menyediakan rumah inti (core house)seluas 36 m2 perkeluarga. Pemerintah merencanakan untuk memberikan sumbangan


BKM ini maka keputusan mengenai siapa yang akan mendapat bantuan, dalam bentukapa, serta dimana mereka tinggal, dapat dilakukan pada tingkat masyarakat.Bantuan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat ini diberikan kepadaperorangan dan usaha mikro yang dikelompokan ke dalam 3 kegiatan yaitu kegiatanekonomi, investasi prasarana umum, serta sosial.6.2 Hak Kepemilikan TanahPermasalahan hak kepemilikan tanah pada dasarnya berhubungan dengan subyekhukum (pihak yang menguasai tanah) dan obyek hukum (tanah). Gempa dan tsunamimemiliki dampak secara fisik terhadap bangunan di atas tanah berikut tanahnya diProvinsi NAD dan Kep. Nias - Sumatera Utara. Permasalahan hak kepemilikan tanahdapat dikelompokkan sebagai berikut:1. Dilihat dari obyek hukum atau tanaha. Secara fisik, tanahnya masih ada; ataub. Tanahnya hilang/musnah, misalnya terendam air dll.2. Dilihat dari ada tidaknya pemilik atau yang menguasai tanah (subyek hukum)a. Tanah yang pemiliknya masih ada atau;b. Tanah yang pemiliknya tidak ada.Secara rinci permasalahan tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut:Dari segi obyek hukum (kondisi tanahnya)1. Bila secara fisik, tanahnya ada, terdapat 2 kemungkinan. Pertama, batas-batas tanahmasih ada dan jelas, maka persoalan yang perlu diatasi selanjutnya adalah mengenaisubyek hukum (pemilik) tanah tersebut. Kedua, tanah masih ada, namun batas-batastanah kabur, maka perlu ada mekanisme penetapan batas tanah.2. Tanahnya hilang/musnah, maka perlu dibuat pengertian/definisi atas tanahmusnah/hilang, karena hal ini belum diatur secara tegas dalam peraturanperundang-undangan.Dari segi subyek hukum (pemilik/yang menguasai tanah)1. Tanah yang masih ada pemilik/yang menguasainya.Dalam kelompok ini, terdapat dua kemungkinan, yaitu terdaftar atau tidak terdaftar.Alternatif penyelesaiannya dari segi hukum adalah sebagai berikut:(1) Tanah yang masih ada pemilik/yang menguasainya dan tidak terdaftar.(a) Dilakukan pemeriksaan subyek dan obyek hak atas tanah.(b) Diumumkan selama 2 (dua) bulan(c) Penerbitan sertifikat baru.(2) Tanah yang masih ada pemilik/yang menguasainya dan terdaftar.(a) Pengumuman 2 (dua) bulan(b) Sumpah dari pemohon sertifikat atas tanah, yang menyatakan bahwa diaadalah pemilik dari tanah tersebut.6 - 3


(c) Penerbitan sertifikat pengganti2. Tanah yang pemilik/yang menguasainya tidak ada.Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) menetapkan Fatwa No. 2 Tahun 2005 yangmenyatakan bahwa ”Tanah milik orang yang mati dengan tidak mempunyai ahliwaris adalah menjadi milik umat Islam, melalui Baitul Mal.” Fatwa tersebut jugamenyatakan bahwa ”Gugatan hak milik dan gugatan kewarisan atas tanah korbantsunami hanya diterima dalam waktu 5 (lima) tahun sejak musibah tsunami terjadi.Dan setelah itu, dinyatakan lewat waktu (taqadum, kadaluarsa). Sedang bagi anakyang belum dewasa, ketika musibah tsunami terjadi, hak mengajukan gugatan inidiperpanjang sampai dia berumur 19 tahun.”Tugas, fungsi dan wewenang Baitul maal dimuat dalam Qanun No. 7 Tahun 2004mengenai Pengelolaan Zakat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yangberlaku, Baitul maal belum bisa dikategorikan sebagai Badan Hukum. Dengandemikian Baitul maal tidak memenuhi syarat sebagai subyek hukum pemegang hakatas tanah. Oleh karena itu, perlu ada kajian lebih lanjut mengenai status hukumBaitul maal sebagai subyek hukum yang dapat memegang hak atas tanah, terutamadalam pengelolaan “tanah-tanah tak bertuan”.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) PenangananMasalah Pertanahan di Provinsi NAD dan Nias-Sumatera UtaraPerlu ada dasar hukum untuk penanganan terhadap kondisi khusus yang terjadi diAceh dan Nias, Sumatera Utara akibat bencana gempa-tsunami di bidangpertanahan, yaitu:1. Ketentuan mengenai Obyek Hukum (tanah)(a) Perlu ada ketentuan mengenai ”tanah musnah”Pasal 27 huruf b jo. Pasal 34 huruf f. Jo Pasal 40 huruf f, UU No. 5 Tahun1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria (UUPA) menyatakanbahwa hak atas tanah (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hakpengelolaan) dinyatakan “hapus” antara lain apabila tanahnya “musnah”.Pengertian musnah ialah tanah yang bentuk fisiknya tidak dikenali lagi.Namun demikian, pengertian tersebut belum menjelaskan kriteria ”tanahmusnah”. Sehingga perlu ada ketentuan peraturan perundang-undanganmengenai pengertian dan kriteria tanah musnah.(b) Hasil pemindaian (scanning) terhadap sertifikat tanah sebagai alat bukti.Data pertanahan yang disimpan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)sebagian hilang dan sebagian mengalami kerusakan terendam air. Sebagiandata yang terendam tersebut diselamatkan melalui proses pemindaian(disimpan secara digital di komputer). Hukum acara perdata saat ini hanyamengakui akta otentik sebagai alat bukti yang sah di muka persidangan dantidak mengakui alat bukti dalam bentuk digital seperti hasil pemindaian.Oleh karena itu, perlu ada ketentuan hukum acara perdata khusus yangberlaku di NAD dan Nias, Sumatera Utara, mengenai pengakuan hasilpemindaian sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang sah.2. Ketentuan mengenai Subyek Hukum(a) Tanggung jawab pemohon penerbitan sertifikat6 - 4


Pihak pemohon penerbit sertifikat harus bertanggung jawab atas kebenaranmateriil dokumen-dokumen yang diajukan ke instansi yang berwenang (BPN,Mahkamah Syariah).(b) Larangan melakukan transaksi/pengalihan hak-hak atas tanah selama belumada kejelasan tentang subyek-obyek tanah.Berdasarkan Fatwa MPU No. 2 Tahun 2005, MPU mengusulkan kepadaPemerintah atau MA agar memerintahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) untuk tidak menerima permintaan transaksi pengalihan hak atastanah korban tsunami, apabila keberadaan dan batas-batas tanah tersebutbelum jelas, serta alat bukti yang diajukan tidak sah atau belum memadai.Untuk menjamin perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yangsah, Perpu perlu mengatur larangan melakukan transaksi/pengalihan hakhakatas tanah dalam periode tertentu.Dalam butir yang sama, fatwa tersebut juga menyatakan, apabila terjadi sengketapewarisan, kepemilikan atas tanah, hadhanah dan penetapan nasab, menjadikewenangan Mahkamah Syariah. Oleh karena itu diperlukan Perpu agarMahkamah Syariah menjalankan wewenang tersebut.3. Baitul MaalPerlu adanya kajian mengenai Baitul Maal sebagai subyek hukum yang dapatmemegang hak atas tanah.4. Mekanisme Pengumuman dan SumpahMasyarakat mengharapkan percepatan proses penerbitan sertifikat penggantihak atas tanah. Peraturan yang berlaku menetapkan diperlukan pengumumanselama 2 (dua) bulan dan sumpah dari pihak pemohon bahwa ia merupakanpemilik yang sah dari tanah tersebut. Apabila periode pengumuman dan sumpahini akan dipersingkat, dibutuhkan Perpu.6.3 Anak Dan PerempuanAnak dan perempuan korban gempa bumi dan tsunami di Provinsi NAD dan NiasSumatera Utara cukup besar. Keterangan beberapa LSM asal Aceh menjelaskan bahwasalah satu sebab lebih banyak laki-laki yang bertahan hidup dibandingkan perempuanketika menghadapi gempa bumi dan tsunami adalah kemungkinan bahwa anak gadisdan perempuan Aceh tidak didorong untuk aktif berolahraga terutama berenang,sehingga ketahanan fisik mereka tidak optimal. Dengan tradisi perempuan mengurusbanyak hal, perempuan membagi perhatian mereka kepada anak, orang tua, dan sanakkeluarga, sehingga konsentrasi penyelamatan diri tidak maksimal.Dalam penanganan akibat bencana, anak dan perempuan mempunyai kebutuhan yangspesifik, sehingga kebutuhan mereka dalam tahapan penanggulangan bencana perlumendapat perhatian khusus dan perlu diatasi secara lintas sektor dan terpadu.Masalah yang dihadapi anak dan perempuan, selain masalah trauma fisik dan psikologisadalah meningkatnya resiko terjadinya tindakan pelecehan seksual dan perdaganganmanusia. Untuk trauma psikologis pada anak dan perempuan telah dan akandilanjutkan pelayanan trauma konseling melalui women trauma center dan childrencenter. Untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan perdagangan anak, akan6 - 5


dibentuk Gugus Tugas anti-trafficking dan Pencegahan Tindak Kekerasan. Di sampingitu, juga telah dilakukan upaya untuk mempertemukan kembali anak-anak dengankeluarganya dilakukan melalui kegiatan ”reunifikasi keluarga”.Dengan banyaknya perempuan yang kehilangan mata pencaharian atau harus menjadipencari nafkah keluarga, maka akan dilakukan upaya peningkatan usaha ekonomi bagiperempuan terutama perempuan kepala keluarga. Untuk membantu anak danperempuan dalam mengatasi masalah hukum yang mungkin terjadi di masa datang,akan disiapkan pelayanan bantuan hukum termasuk pemberian akte kelahiran secaragratis kepada anak-anak.Untuk menjaga keberlangsungan upaya-upaya perlindungan pada tahap rehabilitasi danrekonstruksi akan dibentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan(P2TP2) yang dapat menampung dan menyalurkan kebutuhan spesifik kaumperempuan.Pada pelaksanaannya hal ini diselenggarakan secara lintas sektor dengan peran sertaLSM dan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan konsep budaya dan tradisi Aceh yangmemperhatikan peran perempuan dalam pengambilan keputusan dan dalamperlindungan anak. Dengan demikian masalah perlindungan anak dan perempuan sertakesetaraan jender penting untuk dilaksanakan secara lintas sektor.6.4 Masalah Keamanan6.4.1 Aspek Security ClearanceBencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan banyak peralatan termasuksenjata yang hilang, dan sekaligus membawa masuknya bantuan logistik ke Aceh. Hal inimemberikan peluang penguatan logisitik bagi pihak Gerakan Separatis Bersenjata Aceh-Gerakan Aceh Merdeka (GSBA-GAM) untuk mengkonsolidasikan kekuatannya. Disamping itu banyak tahanan GAM yang akan bebas dan dipastikan beberapa akankembali ke Aceh. Terkait dengan prediksi kondisi keamanan dan ketertiban tersebut,pihak Penguasa Darurat Sipil Pusat (PSDP) mengeluarkan maklumat untuk mengaturkegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama masa darurat sipil.Dalam melaksanakan isu ini, akan dilakukan sosialisasi peraturan yang berlaku kepadapihak-pihak terkait yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan rehabilitasi danrekonstruksi.6.4.2 Contingency Fund untuk Memperlancar Kegiatan Rehabilitasi danRekonstruksiPembangunan di Aceh dan Nias di berbagai sektor akan dilaksanakan secara intensifdalam kurun waktu lima tahun ke depan. Namun, pelaksanaannya terutama pada tahaptahapawal diperkirakan akan mengalami hambatan mengingat kondisi keamanan danketertiban yang masih rawan. Dengan kondisi tersebut, diperkirakan lembaga-lembagakeamanan dan ketertiban akan masih berperan secara signifikan.Untuk mengatasi hal ini, diusulkan agar masing-masing program/kegiatan rehabilitasidan rekonstruksi menyusun estimasi biaya keamanan resminya, yang kemudian dana6 - 6


tersebut dialokasikan di Departemen Pertahanan yang selanjutnya akan mengamankanpelaksanaan program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.6.4.3 Prioritas Aktivitas Tahap Awal RehabilitasiMembangun kebersamaan dan kepercayaan akan sangat ditentukan oleh keberhasilanpelaksanaan program/kegiatan R3MAS pada tahap awal. Oleh karena itu, pengamananprogram/kegiatan dimaksud menjadi prasyarat utama.Untuk tujuan dimaksud, diperlukan adanya identifikasi program/kegiatan prioritas yangmembutuhkan pengamanan pada tahapan rehabilitasi6.4.4 Pengembangan Incentive FrameworkPenanganan korban paska konflik termasuk mantan GAM perlu dilakukan secaraintensif, komprehensif, proporsional dan adil. Selama ini, pembinaan mantan GAMdengan berbagai insentif yang diperolehnya telah membuat kecemburuan masyarakatAceh lainnya yang justru memiliki semangat untuk mempertahankan NKRI.Terkait dengan persoalan ini, akan dibentuk Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan(TPRK) yang bertujuan untuk mencari formula insentif framework yang tepat bagisemua pihak secara adil. Diharapkan adanya dukungan program/kegiatan rehabilitasidan rekonstruksi dan para pakar untuk membantu merumuskan dan melaksanakankebijakan tersebut.6.4.5 Mekanisme Kerjasama Kelembagaan Pusat dan DaerahKerjasama yang sinergis antara kelembagaan pemerintahan dan masyarakat di pusatdan daerah baik secara vertikal dan horizontal perlu diperkuat dengan dibangun dandiperkuatnya suatu mekanisme kerjasama yang baik. Perlu pembagian kewenangansecara tegas antara pemerintah pusat terutama TNI/Polri, pemerintah daerah, BadanPelaksana, dan masyarakat.6.4.6 Metodologi Pelaksanaan KegiatanMomentum gempa bumi dan tsunami dapat dimanfaatkan oleh kepentingan kelompoktertentu termasuk GSBA-GAM untuk melakukan konsolidasi kekuatan sehinggadiprediksi dapat memperburuk kondisi keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat.6 - 7


Bab 7Partisipasi MasyarakatDan Swasta7.1 Partisipasi MasyarakatBencana alam yang melanda Aceh dan Nias telah menimbulkan kerugian yang amatbesar, baik jiwa maupun harta benda. Pada umumnya korban bencana yang masihhidup berada di daerah pengungsian, yaitu di sekitar tempat tinggal asal maupun daerahlain. Implikasi kondisi ini adalah terpecahnya struktur, tatanan dan ikatan sosial yangselama ini telah terbentuk. Keadaan ini menimbulkan tantangan tersendiri bagiberbagai pihak dalam menyusun perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh danNias berbasis partisipatif. Masyarakat korban bencana yang masih hidup tidak hanyamerupakan sumber data dan informasi dalam perencanaan rehabilitasi danrekonstruksi, namun harus ditempatkan pula sebagai pelaku utama rangkaian kegiatanpembangunan.Penempatan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan pada umumnya masihterbatas pada tingkat pembicaraan atau sebatas konsep di atas kertas, walaupunpemerintah telah mengeluarkan berbagai perundangan dan peraturan pelaksanaannya.Realisasi pendekatan partisipatif dalam seluruh proses pembangunan masih memilikiketerbatasan kelembagaan, yaitu sarana dan prasarana pengambilan keputusan yangmelibatkan seluruh pelaku pembangunan dan kemampuan para pelaku pembangunanitu sendiri. Realisasi pendekatan partisipatif dalam seluruh proses pembangunanharus segera dimulai dengan memperkuat kelembagaan pemerintah dan masyarakatyang ada, sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing. Penguatan kelembagaanpemerintah dalam konteks partisipasi sektor publik, swasta dan masyarakat luas dalampembangunan diartikan sebagai peningkatan pemahaman, kepekaan dan kemampuanaparat dan lembaga pemerintah dalam bekerja bersama masyarakat. Penguatan swastadan masyarakat dalam konteks yang sama diartikan sebagai peningkatan pengetahuan,keahlian, akses informasi dan posisi tawar kelompok ini dalam bekerja bersamapemerintah. Apabila kondisi seperti ini telah terwujud, proses partisipatif yangmengutamakan kesetaraan antar pelaku pembangunan dapat mulai berlangsung (lihatDiagram 1).


Diagram 1: Prinsip Partisipasi Masyarakat dan Dunia UsahaPerubahan dari dominasi pemerintah menuju kesetaraan antara pemerintah, masyarakat dan duniausaha (warga): meliputi cara-cara langsung dimana warga mempunyai pengaruh dan melakukanpengawasan terhadap pemerintahan. Menjamin agar kepedulian masyarakat lokal/daerah dan duniausaha (warga) berkesesuaian secara langsung dengan kepedulian penerintah atau negara.PENDIDIKAN WARGADAN PEMBANGUNANKESADARAN1Pendidikan rakyat denganmetodologi komunikasiuntuk meningkatkankesadaran warga atas hakhakdan kewajibannya.Metode: penggunaan radiokomunitas dan teater rakyatADVOKASI, ALIANSI DANKOLABORASI3Warga, organisasi berbasismasyarakat dan LSM yangsebelumnya tersisihkandalam proses pengambilankeputusan perlu belajarkecakapan advokasi danpengaruh dari kebijakan.Begitu juga bagipemerintah.PEMBUATAN ANGGARANYANG PARTISIPATIF4Pengalaman partisipasirakyat yang berhasil dalampengambilan keputusan ditingkat lokal adalahpengalaman pembuatananggaran belanja yangpartisipatif.MELATIH DAN MEMBUAT PEKAPEMERINTAH DAERAH2Mengajak pemda untukberhubungan dengan rakyat dengancara-cara yang lebih partisipatifMENINGKATKANAKUNTABILITAS PEMERINTAHDAERAH5Menggalang gerakan hak atasinformasi yang menuntutketerbukaan minimal pemda7.1.1 Prinsip dan DefinisiPartisipasi adalah suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang ikut sertadalam suatu kegiatan secara bersama, mengembangkan langkah-langkah kegiatan danmembentuk atau menguatkan kelembagaan lokal. Partisipasi adalah hak, dan bukansebuah alat untuk mencapai tujuan suatu kegiatan pembangunan. Inti pokok daripartisipasi adalah keterlibatan seluruh unsur masyarakat dalam proses pengambilankeputusan yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring danevaluasi. Dalam kerangka rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, pengertianpartisipasi harus dapat direalisasikan dalam suatu model dan kerangka kerja samadimana pemerintah (pusat dan daerah) bergandeng-tangan dengan masyarakat dalammembangun kembali Aceh dan Nias.Prinsip kerjasama sinergis antara pemerintah dan masyarakat (para pelakupembangunan) adalah untuk mewujudkan hasil pembangunan yang lebih besar jikadilakukan secara bersama, dibandingkan jika setiap pelaku pembangunanmelakukannya sendiri-sendiri.Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan perangkatturunannya di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan.Masyarakat adalah sekelompok orang yang berdomisili di suatu daerah dalam suatuwilayah administratif tertentu. Dalam konteks pembangunan, khususnya rehabilitasidan rekonstruksi Aceh dan Nias, masyarakat diartikan sebagai sekelompok orang (dan7 - 2


atau lembaga kemasyarakatan) yang berada di luar bidang pemerintahan, yang padaumumnya dapat dibedakan antara lain sebagai berikut:1. Lembaga yang berkaitan dengan swasta, seperti yang dapat diwakili olehKadinda, REI, Himpunan Pengusaha Perhotelan dan Restoran, INKINDO, dansebagainya. Kelompok ini umumnya dikenal sebagai swasta.2. Lembaga lain yang terdiri dari berbagai unsur di masyarakat seperti perguruantinggi, asosiasi profesi (Persatuan Guru, IDI, IAI, IAP dan ISEI), PersatuanNelayan, Panglima Laot/Kelompok Tani, Kelompok Usaha Perdagangan,Kelompok Perajin, Kelompok Budayawan, Kelompok Seniman, Persatuan Buruh,berbagai jenis lembaga swadaya masyarakat, lembaga kemasyarakatan dan adat(keuchik, kepala lingkungan, Masyarakat Adat Aceh, Majelis Adat Aceh, MajelisPermusyawaratan Ulama) dan media massa.Berdasarkan pengelompokan ini, pemahaman yang umum terdapat di masyarakatmengenai pengelompokan aktor pembangunan adalah pemerintah, masyarakat danswasta. Dalam kerangka inilah kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Niasdisusun.7.1.2 KebijakanKegiatan partisipatif seluruh aktor pembangunan—pemerintah, swasta danmasyarakat—tidak perlu dibedakan dalam rangkaian proses pembangunan, mengingatkeragaman latar belakang dan kemampuan setiap komponen masyarakat di setiapdaerah. Berdasarkan pertimbangan ini, beberapa langkah kebijakan partisipasimasyarakat dan swasta dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias adalah:1. Pemerintah berfungsi tidak hanya sebagai salah satu aktor pembangunan namunharus melaksanakan fungsi fasilitasi dalam kegiatan pembangunan. Fasilitasi adalahsuatu kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator (pemerintah atau anggota masyarakat)bersama masyarakat (seluruh pihak) dalam mengenali permasalahan,mengidentifikasi potensi dan kendala pembangunan maupun masing-masing pelakupembangunan dan merumuskan berbagai alternatif penyelesaian masalah, memilihberbagai alternatif tersebut dan menyusun prioritas penyelesaian masalah danstrategi pelaksanaannya.2. Dalam hal pemerintah daerah (di semua tingkat administratif) belum mampumelaksanakan fungsi fasilitasi ini, pihak luar seperti perguruan tinggi, lembagaswadaya masyarakat, atau pihak lainnya dapat mendampingi pemerintah daerahdalam memahami prinsip dan strategi pelaksanaan kegiatan pembangunan yangpatisipatif.3. Pada tingkat masyarakat, terutama di wilayah dimana pemerintah belum dapatmelakukan fungsi fasilitasi seperti di atas, lembaga swadaya masyarakat/lembagapendidikan tinggi atau anggota masyarakat yang peduli pembangunan (sukarelawan)dapat mendampingi masyarakat umum dan melaksanakan fungsi fasilitasi.4. Penguatan masyarakat di setiap desa dan kelurahan perlu dilakukan melalui suatuorganisasi dengan prinsip membangun kembali struktur kelembagaan adat/lokal(lihat Sub Bab 8.4). Dalam kondisi dimana struktur kelembagaan masyarakat di7 - 3


tingkat terkecil tidak lagi tersedia, pembentukan kembali struktur kelembagaanadat/kelembagaan lokal perlu dilakukan.5. Di setiap desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten dan propinsi perlu dibentuksebuah dewan pembangunan (DP), yang terdiri dari unsur pemerintah daerah,swasta dan masyarakat, untuk menciptakan tradisi, iklim dan kerangkapembangunan partisipatif. Dewan pembangunan adalah nama generik, yang dalampelaksanaannya dapat berbentuk lembaga adat/lembaga kemasyarakatan yangsudah ada sejauh lembaga tersebut membicarakan masalah pembangunan yangmenyangkut kehidupan masyarakat umum.6. Tugas DP adalah sebagai lembaga yang menampung aspirasi ketiga kelompok besarpelaku pembangunan, memutuskan rencana dan mekanisme pelaksanaanpembangunan, beserta monitoring dan evaluasinya. Dengan demikian DP jugaberfungsi sebagai lembaga penerima dan penyebarluasan informasi pembangunan.7. Pada tingkat administrasi pemerintahan yang lebih tinggi (sepertikecamatan/kabupaten/kota) perlu dibentuk jaringan DP horizontal (misalnya antardesa/kecamatan) dan vertikal (misalnya antara tingkat desa dan kecamatan) yangberfungsi sebagai lembaga komunikasi dan pengambilan keputusan lintas pelakudalam skala yang lebih besar.8. Keterlibatan DP dalam proses pembangunan dimulai dari langkah awal kegiatanpembangunan, yaitu perencanaan (identifikasi masalah, potensi, ancaman danpeluang), penyusunan mekanisme pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi.Pemerintah perlu menjamin keterlibatan DP dalam setiap proses pengambilankeputusan atas berbagai jenis kegiatan tersebut di atas, dan disahkan dalam qanunoleh DPRD.7.1.3 Mekanisme PelaksanaanPelaksanaan kebijakan partisipasi masyarakat dan swasta secara umum dapatdigambarkan sebagai berikut:1. Kegiatan pembangunan dapat dibedakan atas skala dan tingkat kompleksitaspelaksanaannya, berdasarkan tingkat kebutuhan skala propinsi, kabupaten/kota,kecamatan dan desa/kelurahan. Untuk pelaksanaan kegiatan berskala besar danmenengah, peran pemerintah dan swasta pada umumnya akan lebih besar. Untukkegiatan berskala kecil peran masyarakat akan lebih dominan. Namun demikianproses pengambilan keputusan dalam seluruh rangkaian kegiatan—terutamaberskala besar—tetap harus melibatkan masyarakat, terutama masyarakat di daerahlokasi kegiatan tersebut.2. Pada tingkat desa/kelurahan, pembangunan kembali lembaga adat/masyarakatdilakukan dengan berbagai cara pemetaan sosial yang tujuannya adalahmengidentifikasi warga masyarakat beserta perangkat kelembagaan masyarakat yangmasih ada (seperti keuchick, kepala meunasah, kepala mukim, perangkat gampongdan lain sebagainya). Pada saat masyarakat—sebagai satu kesatuan warga suatuwilayah—telah kembali terbentuk, kelembagaan masyarakat adat setempat dapatsegera berfungsi. Pada saat ini terjadi berbagai kegiatan pembangunan dapat7 - 4


dilakukan, misalnya dimulai dari pengurusan kembali identitas diri dan kegiatan lainyang menjamin hak keperdataan warga, termasuk didalamnya pendataan tanah danharta benda lain, maupun kegiatan pembangunan pada umumnya seperti tata ruangdesa, pembangunan perumahan, prasarana dan sarana fisik lingkungan, ekonomilokal dan sebagainya.3. Pembentukan DP di tingkat desa menjadi titik awal dan utama. Anggota DP dipiliholeh komunitasnya, dan tidak berdasarkan penunjukan, dan bertugas untuk suatuperiode waktu yang ditentukan bersama.4. Pembentukan DP di tingkat kecamatan/tingkat adiministratif yang lebih tinggi harusdilakukan berdasarkan kesiapan berbagai unsur di tingkat desa untuk membentukdan mengoperasikan lembaga ini.5. DP di tiap tingkatan adalah otonomi dan bukan merupakan subordinasi DP ditingkat administrasi yang lebih tinggi.6. DP dapat berfungsi berdasarkan kegiatan pembangunan sektoral (khusus perikanan,pertanian, perumahan, dan sebagainya). Pembentukan DP adalah sebagai berikut:a. Di tingkat desa/kelurahan, DP dibentuk bersama masyarakat, dan terdiri dariwakil pemerintah tingkat terkecil dan perwakilan masyarakat (lembagakemasyarakatan yang representatif seperti dewan ulama mukim/perangkatmukim) dan swasta. DP didampingi oleh fasilitator dan anggota masyarakatyang peduli pembangunan (sukarelawan). Sejauh DP belum berfungsi secarasempurna, fasilitator bertugas sebagai motor penggerak. DP yang telahterbentuk dapat bekerja bersama lembaga kemasyarakatan yang sudah ada untukmemulai dan atau memperluas kegiatan pembangunan yang akan direncanakandi desa/kelurahan itu. Rencana pembangunan yang telah ditetapkan DP akandilaksanakan oleh warga desa/kelurahan berdasarkan mekanisme pelaksanaanyang disepakati bersama. Setelah DP di tingkat desa terbentuk secara matangdan beroperasi baik, pembentukan DP ditingkat kecamatan dapat dimulai.b. Di tingkat kecamatan, DP terdiri dari wakil DP tingkat desa/kelurahan, wakilpemerintah kecamatan, swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakatdan sukarelawan. Tingkat cakupan pembahasan substansi pembangunanumumnya menyangkut kegiatan pembangunan lintas desa/kelurahan.c. Di tingkat kota/kabupaten, DP terdiri dari wakil DP tingkat kecamatan, swasta,wakil pemerintah kota/kabupaten, perguruan tinggi, lembaga swadayamasyarakat dan anggota masyarakat yang peduli terhadap materi pembangunanterkait. Tingkat cakupan pembahasan substansi pembangunan umumnyamenyangkut kegiatan pembangunan lintas kecamatan.d. Di tingkat propinsi, DP terdiri dari DP tingkat kota dan kabupaten danperguruan tinggi/lembaga swadaya masyarakat, swasta, wakil pemerintah,anggota masyarakat yang peduli terhadap materi pembangunan terkait dan wakilBadan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, Sumut (BAPEL).7. Perencanaan pembangunan meliputi perencanaan fisik dan penganggarannya.Untuk menghindari proses penyaringan usulan perencanaan yang berlebihan pada7 - 5


suatu tingkat administratif, sebagai konsekuensi dari keterbatasan dana, DPRD danpemerintah tingkat yang lebih tinggi harus menciptakan proses komunikasi yangterbuka dan efektif.8. Untuk mendukung pelaksanaan proses pembangunan partisipatif seperti tersebut diatas, diperlukan kebijakan dan mekanisme pengalokasian sumber dayapembangunan yang menjadi otonomi setiap desa, kecamatan, kota/kabupaten danpropinsi. Sebagai contoh, kebutuhan pembangunan minimum desa dipenuhimelalui dana hibah langsung (block grant) ke desa bersangkutan berdasarkanrencana pembangunan yang diputuskan oleh DP di desa tersebut. Jumlah dana iniharus dapat memenuhi kebutuhan investasi pembangunan yang dapat dikerjakandalam skala desa. Jika kebutuhan dana investasi minimum tidak mencukupi, usulankegiatan tambahan harus diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi untuk memperolehtambahan sumber pendanaan. Demikian pula untuk tingkat kecamatan danseterusnya.7 - 6


7.1.4 Model Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Aceh.Salah satu usaha dalam membangun kembali masyarakat Aceh adalah dengankebijakan memberdayakan lembaga agama, adat dan sosial lainnya yangada di Aceh. Kebijakan tersebut diimplementasikan dengan strategi pemberdayaandan optimalisasi lembaga mukim dan gampong yang telah ada. Fokuspemberdayaan dan optimalisasi fungsi pada kedua lembaga tersebut disebabkan karenalembaga mukim dan gampong memiliki unsur pemberdayaan masyarakat dankemandirian rakyat yang lebih dominan (berdasarkan Undang-Undang No 18/2001).Bentuk lembaga sosial masyarakat Aceh di tingkat akar rumput yang perlu direvitalisasiadalah Mukim dan Meusanah. Dalam budaya Aceh kedua lembaga itu menjadi semacamsumber energi sosial, semacam sumber daya internal yang mempunyai mekanisme dankemampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri. Hal ini tercipta karena lembaga inilebih dekat dengan kenyataan sehari-hari masyarakat. Saat ini keberadaannya diakui,namun karena bencana yang terjadi, eksistensinya semakin berkurang.1. Model Kelembagaan MukimMukim adalah sebutan untuk satu wilayah kesatuan masyarakat hukum adat, yangmempunyai batas-batas tertentu, memiliki perangkat dan simbol-simbol adat, hak-hakpemilikan dan penguasaan atas suatu sumber daya dan prasarana serta mempunyaitatanan sosial yang spesifik lokal. Mukim terdiri atas gabungan beberapa Gampongyang mempunyai batas wilayah tertentu dan memiliki harta kekayaan sendiri. Mukimberkedudukan langsung di bawah kecamatan/Sagoe Cut.Ada lima unsur pokok dalam jenjang struktur kepemerintahan pada masa Kerajaan Acehyaitu : Sultan, Panglima Sagoe, Uleebalang, Imeum Mukim dan Keuchiek Salah satualasan dibentuknya mukim adalah karena kebutuhan skala ekonomis dan beberapapersyaratan administrasi untuk melakukan suatu kegiatan. Pada masa itu, wilayahteritorial mukim adalah seluas radius orientasi jangkauan mesjid untuk shalat jum’at.Jumlah penduduk mukim berkisar antara 200 – 300 jiwa.Mukim dipimpin oleh seorang Imeum Mukim, yang statusnya mengalamimetamorfosa sebagai berikut:1. Sebutan imam diperoleh dari perannya sebagai imam shalat Jum’at.2. Dalam perkembangannya peran Imeum Mukim berkembang dalam sistempemerintahn formal dengan kedudukan diantara Uleebalang dan Keuchiek (Kades).3. Kemudian Imeuem Meukim lebih berspesialisasi dalam pemerintahan, dengansebutan lainnya dalah Imeum Adat. Sedangkan imam shalat Jum’at disebutdengan Imeum Mesjid atau Teungku Imeum.Unsur-unsur lembaga, seperti mukim, yang terdapat dalam masyarakat Acehadalah:1. Tuha Peut atau Tuha Lapan: orang yang paling paham dan berpengalaman dibidang adat, agama, dan kehidupan kampung dan dapat menjadi petugas dibidang tertentu.2. Keujreun: pejabat pengatur tanaman pangan dan irigasi (Keujreun Blang)dan pengatur pertambangan (Keujreun Meuih).3. Panglima Kawon: kepala/kepemimpinan suatu keluarga besar.7 - 7


4. Panglima Lhok/Laot: pejabat koordinator kegiatan mata pencaharian di laut5. Petua Seunebok: pejabat pengatur sistem perladangan dan pembukaanladang baru.6. Pawang Glee: Pejabat pengatur pemanfaatan areal hutan dan penjaga ekologihutan.7. Raja Kuala : Pejabat pengatur tambatan perahu dan pukat di muara.8. Haria Peukan : Pejabat pengelola pasar/pengutip retribusi pasar.Sebagai lembaga masyarakat, mukim dapat dikembangkan secara bertahap, yaitudengan cara dikembangkan menjadi lebih terorganisasi dan dibina menjadi lebihmandiri. Untuk menjalankan hal tersebut, maka hal yang penting adalahmemberdayakan Imeum Mukim untuk: (a) Meningkatkan fungsi mukim sebagai suatukesatuan masyarakat; (b) Menata lembaga-lembaga kelengkapan mukim danmengefektifkan peran dan fungsinya seperti Majelis Musyawarah Mukim dan RapatAdat Mukim; (c) Mengelola harta kekayaan dan pendapatan mukim untuk kepentinganmasyarakat.Diagram 2 - Struktur Kelembagaan MukimDEWAN PENASIHATMUKIMPerangkat MukimDewan Ulama MukimImum Mukim(Ketua Mukim)Tuha Peut/Tuha Lapan MukimUnsurPelayanan• Sekretariatmukim• Tata usahaPenjelasan:PelaksanaTeknis• PanglimaLaot• PawangUteun/Glee• SyahbandaUnsurWilayah(Geuchik)Tengku Dayah ChikTengku DayahImum ChikKelembagaan pemerintah, adat dan agama pada tingkat mukim terdiri atas lembagalembagasebagai berikut:• Dewan Penasehat Mukim merupakan lembaga tertinggi di wilayah mukim. DPMmemiliki kedudukan, tugas, dan fungsi sebagai penasihat mukim.• Dewan Ulama Mukim terdiri dari Imeum Chik, Tengku Dayah, tengku DayahChik, Tuha Peut/Tuha Lapan Mukim. Dewan ulama mukim merupakan badankonsultatif Imeum Mukim bidang pemerintahan, pelaksanaan syariat danadat istiadat.7 - 8


• Tuha Peut/Tuha Lapan Mukim merupakan lembaga independen yang bertugasmengawasi jalannya pemerintahan mukim. Tuha Peut/Tuha Lapan Mukimmerupakan Dewan Legislatif Mukim, hanya saja anggota-anggotanya tidak dipilihmelalui pemilihan umum.• Perangkat Mukim, pemerintahan mukim terdiri dari imeum mukim danperangkat mukim. Perangkat mukim terdiri dari unsur pelayanan (sekretariatmukim dan tata usaha), unsur pelaksana teknis (panglima laot, pawang uteun/glee,syahbanda), dan unsur wilayah (geuchik).2. Model Kelembagaan Gampong dan MeunasahGampong adalah kesatuan msyarakat hukum yang merupakan organisasi pemerintahanterendah langsung di bawah mukim yang dipimpin oleh Keuchik.Kelembagaan pemerintah, adat dan agama pada tingkat Gampong terdiri atas lembagalembagasebagai berikut:(1) Dewan Penasehat Gampong(2) Geuchik(3) Imeum Meunasah(4) Tuha Peut/Tuha Lapan Gampong(5) Teungku Rangkang/Dayah(6) Sekretariat Gampong(7) Keujreun Blang/Peutua Seuneubok/Panglima Glee/Panglima Uteun/PanglimaLaot/Panglima Lhok.Setiap desa memiliki satu meusanah atau lebih yang berfungsi sebagai tempat ibadah,pusat komunikasi dan informasi, balai musyawarah, tempat penyelesaian perkara, danpusat kegiatan-kegiatan lainnya.7 - 9


Diagram 3 - Struktur Kelembagaan GampongDEWAN PENASIHATGAMPONGPerangkat GampongDewan Ulama GampongKeuchik/Imeum MeunasahTuha Peut/Tuha Lapan GampongUnsurPelayananSekretariatgampongPelaksana TeknisKeujreun blang,peutua seuneubok,panglima glee,panglima uteunUnsurWilayah(Geuchik)Tengku Rangkang/ Dayah7 - 10


7.2 Partisipasi SwastaPartisipasi swasta merupakan komponen penting guna membangun kembali NanggroeAceh Darussalam pasca bencana gempa dan tsunami. Di samping terbatasnyasumberdaya dan kemampuan yang dimiliki oleh pemerintah, hal ini dapat menjadi nilaitambah positif karena ada tanggung jawab yang bias diringankan melalui keterlibatanswasta kepada yang menderita bencana. Montgomery (1988) menyatakan bahwa sudahmenjadi tugas pemerintah untuk merangsang terjadinya partisipasi dan kegiatankelompok masyarakat dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri.Pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik bila hanya mengandalkan padakekuatan yang ada pada pemerintah, hasilnya pun tidak akan sama denganpembangunan yang mendapat dukungan dan partisipasi rakyat.7.2.1 Prinsip dan DefinisiPartisipasi swasta di sini adalah segala bentuk keterlibatan masyarakat dan/ataulembaga-lembaga nonpemerintah yang bertujuan memberikan bantuan, baik dalambentuk uang, barang maupun jasa yang berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi danrekonstruksi NAD pasca bencana gempa dan tsunami. Partisipasi rakyat dalam hal inidapat berbentuk partisipasi secara perorangan maupun yang terorganisir dalamkelompok-kelompok, termasuk di dalamnya kelompok-kelompok yang berorientasi padaprofit maupun kelompok-kelompok nirlaba.Lembaga-lembaga tersebut yang dari kacamata pemerintah disebut sebagai kelompokswasta dapat berupa lembaga swadaya masyarakat, lembaga-lembaga sosial sepertiyayasan, asosiasi, badan keagamaan dan sosial politik, serta badan-badan usaha, baikyang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.Kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh lembaga-lembaga swasta inilah yang diharapkandapat menggerakkan kegiatan pembangunan di wilayah NAD yang luluh lantak pascabencana gempa dan tsunami 2004. Hal itu perlu dikelola dengan baik guna menjaminkeselarasan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah dan dicita-citakan olehseluruh masyarakat.Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola partisipasi swasta padapembangunan kembali NAD pasca bencana gempa dan tsunami ini, antara lain:1. Kebijakan yang pro partisipasi swastaBirokrasi selama ini cenderung dicap menghambat partisipasi masyarakat dalampembangunan, untuk itu diperlukan kebijakan-kebijakan terobosan agar masyarakatmerasa dapat bergabung dengan mudah dalam membangun.2. ManfaatPartisipasi swasta yang muncul haruslah bermanfaat bagi masyarakat Aceh danPemerintah harus menjaga agar tidak terjadi hal-hal negatif akibat partisipasi ini.3. Netral dan terbukaPemerintah harus menjaga agar kesempatan partisipasi ini terbuka bagi seluruhlapisan dan golongan masyarakat, dan juga harus dapat menampung aspirasi semuapemangku kepentingan.4. Transparansi7 - 11


Pengaturan pola dan bentuk partisipasi swasta seyogyanya dapat melibatkanmasyarakat luas untuk memantau setiap tahapan pembangunan agar dapatmemberikan umpan balik bagi perbaikan pelaksanaannya.5. Akuntabilitas7.2.2 KebijakanSaat ini, banyak pihak baik perorangan maupun kelompok yang sangat berminat untukberpartisipasi membangun kembali Aceh, untuk itu, diperlukan pola yang sifatnyamemberikan peluang yang lebih luas sehingga swasta dapat melaksanakan kegiatanpembangunan NAD. Pemerintah harus mengimbanginya dengan suatu kebijakan dankerangka yang jelas dalam memberikan pijakan dan patokan dalam membangun Aceh.Misalnya mengenai tata ruang, mana yang dapat dikembangkan dan mana yang tidakharus dapat diinformasikan secepat mungkin agar swasta yang ingi berpartisipasi tidanmerasa ada tekanan.Kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam pengaturan partisipasi swasta antara lain:1. Membangun e-Aceh.org dan policy matrix sebagai akses informasi2. Menyebarluaskan informasi dan memberi akses yang lengkap tentang rencanapembangunan di wilayah NAD, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangkapanjang.3. Memberikan kemudahan prosedur. Hal ini bisa berbentuk kemudahan perizinan,perlakuan khusus dalam prosedur pengadaan barang dan jasa, atau yang lainnya.4. Memberikan insentif dan disinsentif yang mendorong partisipasi swasta, sepertimemberikan pengurangan/pembebasan bea masuk, ataupun pengurangan pajak.7.2.3 Mekanisme PelaksanaanGuna menjaga keselarasan partisipasi oleh semua pihak swasta dibentuk suatumekanisme yang mengatur administrasi dan koordinasi antar pihak-pihak terkait.Dalam kasus pembangunan kembali NAD pasca bencana gempa dan tsunami,diperlukan suatu organisasi yang memainkan peran strategis dalam mengelolapartisipasi swasta. Lembaga tersebut, Badan Pelaksana (Bapel), memiliki kewenanganuntuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang diperlukan.Koordinasi partisipasi swasta dilaksanakan oleh Bapel. Lembaga ini mengkoordinasikansemua elemen yang terlibat baik dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupundan pihak swasta yang ingin terlibat dalam membangun Aceh. Pihak swasta yangmempunyai inisiatif membangun sesuatu di Aceh harus melihat dan mencocokkandengan master plan yang ada di Bapel dan juga keinginan masyarakat Aceh sendiri, sertamasukan dari Pemerintah Daerah. Hal ini mutlak dilakukan guna menghindariterjadinya tumpang tindih bentuk dan lokasi kegiatannya dengan kegiatan yangdilaksanakan oleh pihak-pihak lain serta ketidakmanfaatan bantuan akibat tidak adanyarencana yang baik dan matang.Prosedur bantuan swasta ini disusun sesederhana mungkin tanpa meninggalkan prinsipakuntabilitas dalam mengelola bantuan. Pada Diagram 4 di bawah ini ditunjukkanbagaimana mekanisme pelaksanaan partisipasi swasta yang dimulai dari inisiatif yang7 - 12


datang dari swasta. Inisiatif tersebut kemudian dikoordinasikan dengan Bapel danPemda untuk melihat keterkaitan antara inisiatif swasta tersebut dengan master plan(rencana induk) dan keinginan masyarakat. Setelah melakukan koordinasi, Bapelmelakukan konfirmasi dan menerbitkan persetujuan teknis atas inisiatif tersebut.Persetujuan teknis diteruskan untuk dituangkan dalam Nota Kesepakatan yangditandatangani oleh Swasta dan Bapel. Kesepakatan tersebut dapat dipakai sebagaiacuan oleh pihak swasta untuk melakukan kontrak dengan pihak ketiga, dan Bapel dapatmelaporkan jumlah dana ke Departemen Keuangan untuk dicatat dalam register. Padatahap implementasi, Bapel, Pemda dan swasta bersama-sama terlibat melaksanakankegiatan. Setelah implementasi selesai, Departemen Keuangan mencatat sebagaipenerimaan negara. Untuk monitoring, dilakukan oleh semua pihak yang terkait,termasuk Departemen Keuangan.7 - 13


Diagram 4:Prosedur Bantuan SwastaDalam Membangun Kembali NADDonor Bapel Pemda DepkeuInisiatif Inisiatif InisiatifUsulanKonfirmasiPersetujuanTeknisMemorandum ofUnderstandingKontrak dngPihak ke IIIPembayaranLaporanJumlah DanaRegisterImplementasiImplementasiImplementasiPencatatanSbg PenerimaanNegaraMonitoring7 - 14


Bab 8PendanaanHasil kajian awal yang dilakukan oleh Bappenas bersama Bank Dunia, perkiraankerusakan dan kerugian (loss and damage assessment) yang ditimbulkan oleh gempabumi dan tsunami mencapai sekitar Rp. 41,40 triliun yang terdiri dari kerusakan diberbagai sektor mencapai Rp. 27,19 triliun dan kerugian sebesar Rp 14,21 triliun. Jumlahkerusakan dan kerugian tersebut hampir sebanding dengan lima kali APBD provinsiNAD dan seluruh kabupaten/kota.Pada tahap tanggap darurat yang merupakan kegiatan awal dan usaha penyelamatan(rescue), dan merupakan kegiatan yang sangat sulit dilaksanakan akibat kelangkaanberbagai sumber daya, secara kasar diperkirakan memerlukan dana tidak kurang dariRp. 5,1 triliun. Pada tahap ini sumber bantuan datang dari berbagai pihak mulai darimasyarakat dan dermawan setempat, sampai kelompok-kelompok masyarakat, yayasan,LSM, badan usaha, hampir dari seluruh Indonesia, baik dalam bentuk bantuan danamaupun bantuan tenaga secara fisik. Bantuan juga berupa upaya-upaya kreatifberbentuk koordinasi bantuan. Bantuan secara nyata juga dilakukan oleh aparat TNIdan Kepolisian yang telah mengerahkan segala daya dan kemampuan untuk usahapenyelamatan, pembersihan, dan mengatasi keadaan darurat. .Sumbangan secara nyata juga dilakukan oleh berbagai lembaga/institusi internasional,mulai dari kapal induk dan beberapa helikopter milik pemerintah Amerika besertaratusan tentaranya. Aparat militer juga hadir dari Australia, Inggris, Perancis, danberbagai negara eropa lainnya. Banyaknya bantuan dari negara sahabat, dan negarasesama anggota ASEAN hampir seluruhnya memberikan bantuan pada tahap ini.Kelompok masyarakat baik yang berbentuk Non Government Organization (NGO)internasional atau kelompok khusus kemanusiaan yang juga terlibat dan membantudalam tahap tanggap darurat ini bahkan mencapai lebih dari 300 organisasi/lembaga.Ratusan ribu jiwa yang meninggal dan hilang tidak akan pernah tergantikan, namunupaya untuk mewujudkan masyarakat dan lingkungan yang lebih baik, harus menjadiagenda rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara.Pembangunan kembali provinsi NAD dan Nias, termasuk rekonsiliasi dari luka lama,sehingga terwujud masyarakat yang lebih sejahtera, aman dan bebas dari rasa takut.Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi kebutuhan pendanaan akan jauh lebih besardibanding dengan pendanaan pada tahap tanggap darurat. Dalam pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi kebutuhan dana yang paling besar adalah untuk keperluanpembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur), pembangunan sektor sosial,pembangunan sektor produktif (ekonomi), dan sektor-sektor lainnya.Sebagaimana dimaklumi, mengingat besarnya korban jiwa akibat bencana gempa dantsunami, pembangunan kembali sarana dan prasarana yang baru tentu akanmempertimbangkan kondisi yang ada saat ini, baik dari segi jumlah penduduk yang ada,8 - 1


minat (preference) dari penduduk, kualitas layanan (pendidikan, kesehatan, layanandasar dan layanan sosial lainnya) yang ingin diwujudkan, serta aspek pencegahan danpenanggulangan (prevention and mitigation) bencana serupa di waktu-waktu yang akandatang. Oleh karena itu, perkiraan kebutuhan pendanaan untuk pembangunan kembalimungkin berbeda dengan perkiraan dana kerusakan dan kerugian.8.1 Kebutuhan PendanaaanPerkiraan kebutuhan pendanaan (need assestment) untuk rehabilitasi dan rekonstruksiwilayah Aceh dan Nias, dikumpulkan dengan dua cara. Pertama, perkiraan kebutuhanpendanaan yang berasal dari data yang dikumpulkan oleh Departemen/lembaga, yangdikumpulkan dengan melibatkan bantuan instansi terkait di daerah-daerah bencana. Kedua,perkiraan kebutuhan yang berasal dari Bappenas yang memperkirakan kebutuhanpendanaan untuk pembangunan kembali berdasarkan pada perencanaan tata ruang yangbaru, kualitas layanan baru yang ingin diwujudkan, serta sarana dan prasarana baru untukmendukungnya.Dengan membandingkan 2 (dua) pendekatan perhitungan tersebut, diharapkan terjadipemeriksaan silang (cross check), dalam penentuan prioritas kegiatan, penentuan urutan(sequence) dari pelaksanaan kegiatan, serta integrasi kegiatan antar sektor, pada akhirnyadapat ditentukan jenis kegiatan beserta jumlah pendanaan yang diperlukan untuk setiaptahun anggaran selama 5 (lima) tahun (dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009).Disamping itu, berdasarkan data perkiraan kebutuhan pendanaan yang terkumpul,dilakukan evaluasi berdasarkan prinsip-prinsip, sebagai berikut:1) Pemerintah hanya akan melakukan pembangunan kembali prasarana dan saranapelayanan umum (public goods), seperti: jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah,rumah sakit pemerintah, puskesmas, air bersih, listrik, dan sebagainya;2) Pembangunan kembali sarana dan prasarana pelayanan umum yang rusak hanyadilakukan di daerah yang terkena bencana;3) Kompensasi terhadap harta benda pribadi (private property), akan ditentukansecara khusus dan sumbangan dari pemerintah tidak cukup besar, sepertikompensasi terhadap rumah yang hancur total sebesar Rp 28 juta/keluarga danterhadap rumah yang memerlukan rehabilitasi sebesar Rp 10 juta/keluarga;4) Kompensasi terhadap aktivitas ekonomi (asset produktif), seperti: Ruko, bengkel,dan lain-lain: sebesar Rp. 2 juta untuk perseorangan, atau Rp. 15 juta perkelompokyang nanti bergulir; dan bantuan akses kepada sistem perbankan yang dipermudah;5) Prosedur dan mekanisme pendanaan harus mengedepankan aspek transparansi,efisiensi, efektivitas yang tinggi, dan akuntabel.Berdasarkan perkiraan kebutuhan dana yang dilakukan oleh Bappenas, sebelum terjadinyagempa yang menimpa Pulau Nias dan Pulau Simeulue tanggal 28 Maret 2005, untukmembiayai rehabilitasi dan rekonstruksi dibutuhkan dana sebesar Rp 41,7 triliun.Berkenaan dengan terjadinya bencana gempa yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 yangmenimpa Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Simeulue, telah8 - 2


dilakukan penyesuaian terhadap besarnya kebutuhan dana, dan untuk itu diperkirakantambahan kebutuhan dana sebesar Rp. 3.171,6 milyar. Di samping perlu juga di tambahkankebutuhan pendanaan untuk keperluan Lintas Sektor yaitu komponen Pemulihan Ketertibandan Kemanan sebesar Rp. 2.194,9 milyar serta kebutuhan dana komponen BantuanPemulihan Sarana Produktif Masyarakat Aceh dan Nias sebesar Rp. 1.638,0 milyar yangtidak tertampung dalam buku induk maupun buku rinci sebelumnya.Dengan demikian jumlah kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh danNias, Sumatera Utara setelah dilakukan penyesuaian akibat gempa tanggal 28 Maret 2005seluruhnya berjumlah Rp. 48.767,8 milyar yang rincian per sektor dan komponennya dapatdilihat pada Tabel 8.1.Berdasarkan usulan Kementerian/Lembaga, kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksiadalah sebesar Rp 58,3 triliun, dengan rincian untuk tahun 2005 sebesar Rp 5,1 triliun,tahun2006 Rp 14,7 triliun, dan untuk tiga tahun berikutnyasebesar Rp 30,7 triliun (lihat Tabel 8.2).8 - 3


Tabel 8.1Perkiraan Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekontruksi(dalam miliar rupiah)Sektor Perkiraan Kerusakan dan Kerugian *) PerkiraanPrivat Publik Total KebutuhanPendanaanSektor Sosial300.0 2,508.0 2,808.0 14,564.0Pendidikan 84.0 1,110.0 1,194.0 8,295.7Kesehatan 216.0 622.0 838.0 2,095.1Agama dan kebudayaan 776.0 776.0 4,173.1Infrastructure16,129.0 5,216.0 21,345.0 26,593.6Perumahan 13,098.0 94.0 13,192.0 5,384.9Perhubungan 1,542.0 3,442.0 4,984.0 10,848.8Telekomunikasi 80.0 123.0 203.0 386.6Energi 10.0 622.0 632.0 4,386.9Air Minum dan Sanitasi 170.0 106.0 276.0 3,270.0Prasarana Sumber Daya Air 1,229.0 829.0 2,058.0 1,913.8Prasarana lainnya - 402.6Sektor Produksi10,207.0 418.0 10,625.0 1,499.2Pertanian dan Pangan 1,490.0 230.0 1,720.0 492.1Perikanan 4,729.0 23.0 4,752.0 870.9Industri dan Perdagangan 3,988.0 165.0 4,153.0 41.1Tenaga kerja 17.0UKM dan Koperasi 73.3Pariwisata 4.8Lintas Sektor130.0 6,309.0 6,439.0 6,111.0Lingkungan Hidup. 5,105.0 5,105.0 1,315.0Administrasi/Pemerintahan 829.0 829.0 680.0Hukum 375.0 375.0 283.0Ketertiban Keamanan 2,195.0Bantuan Sarana Produksi 1,638.0Perbankan 130.0 130.0TOTAL 26,766.0 14,451.0 41,217.0 48,767.8*) Sumber: World Bank8 - 4


Tabel 8.2Rekapituasi Usulan Dana Rehabilitasi dan RekonstruksiYang Diajukan oleh Kementerian/Lembaga(dalam triliun rupiah)Usulan 2005 2006 2007-2009 TotalTanggap DaruratRehabilitasi/Rekonstruksi5,17,8-14,7-30,75,153,2Total 12,9 14,7 30,7 58,3Perkiraan kerusakan dan kerugian dihitung secara menyeluruh, meliputi sarana danprasarana umum, serta harta benda perseorangan (private property). Jumlah kebutuhanpendanaan, belum termasuk kebutuhan yang diusulkan oleh pemerintah daerah danmasyarakat yang juga harus diperhitungkan.Terhadap kebutuhan pendanaan untuk pembangunan kembali yang diusulkandepartemen/lembaga pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, selama lima tahun perludilakukan penilaian kembali, antara lain dengan mempertimbangkan:(1) masih adanya overlapping antar departemen/lembaga;(2) kemampuan penyerapan;(3) skala prioritas; dan(4) berdasarkan ketersediaan dana.8.2 Sumber-Sumber PendanaanMelihat kebutuhan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedemikian besardibandingkan dengan kemampuan keuangan negara yang sangat terbatas, makakebijaksanaannya adalah mendayagunakan semua potensi sumber pendanaan yangtersedia, yang secara garis besar terdiri dari dana APBN, APBD, hibah (grant), sertadana yang berasal dari masyarakat8.2.1 Dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN)Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam penanganan bencana nasional,pemerintah perlu mengalokasikan dana secara khusus untuk pelaksanaan rehabilitasidan rekonstruksi di provinsi NAD dan Nias. Potensi sumber dana yang berada dalamAPBN terdiri dari:(1) dana rupiah murni;(2) hibah luar negeri baik yang bersifat bilateral maupun multilateral;(3) realokasi atau reprogramming dana pinjaman luar negeri yang sedang berjalandialihkan untuk provinsi NAD dan Nias;(4) pinjaman luar negeri baru (apabila diperlukan); serta(5) penundaan dana pembayaran bunga dan pokok utang luar negeri akibat moratoriumdi Paris Club.Dana rupiah murni, dalam APBN 2005 dana rupiah murni yang bisa digunakanuntuk mendukung pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain berasal daridana cadangan umum sebesar Rp. 2 triliun, dana hasil moratorium (Paris Club) sebesar8 - 5


Rp. 3.9 triliun. Di samping itu juga terdapat dana Departemen/Lembaga yang berada diprovinsi NAD dan Nias baik berupa dana dekonsentrasi, tugas pembantuan maupundana instansi pusat yang kewenangannya tidak didesentralisasikan seperti bidangagama, bidang peradilan serta bidang keuangan. Untuk kebutuhan tahun anggaran 2006dan tahun-tahun berikutnya dana kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi akanlangsung dimasukkan rancangan APBN.Hibah luar negeri, terdiri dari hibah yang berasal dari negara-negara dan lembagadonor yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI) telahmenyampaikan kesediaan dan memberikan janji (pledge) bantuan sekitar Rp 15.7 triliunyang terdiri dari :1. Donor Bilateral Rp. 8,0 triliun;2. Donor Multilateral Rp. 7,7 triliunBerdasarkan penyalurannya, jumlah dana itu akan disalurkan dalam APBN on-budgetsebesar Rp. 9,1 trilun, dan sisanya sebesar Rp. 6,6 triliun akan disalurkan secara offbudget.Saat ini sudah dapat direalisasikan hibah dari Bank Pembangunan Asia (ADB)sebesar US$ 300 juta.Jumlah hibah tersebut akan bertambah setelah negara donor maupun lembagainternasional melakukan need assessment. Pemberi hibah juga akan memberikan hibahsetelah Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi provinsi NAD dan Nias selesai.Hibah dari swasta/masyarakat bersumber dari perusahaan, Non GovernmentOrganization (NGO), perorangan dan sumber lain. Perkiraan dana hibah yangbersumber dari Swasta/masyarakat diperkirakan sebesar Rp.13.50 triliun Penggalangandana untuk membantu korban tsunami dilakukan di berbagai negara. Dana yangterkumpul dari swasta dapat lebih besar lagi dengan adanya upaya penggalangan danadari swasta/masyarakat yang akan dilakukan melalui Private Sector Summit on PostTsunami Reconstruction Program pada bulan Mei 2005. Oleh karena itu, pemerintahmenyediakan keikutsertaan swasta dan masyarakat dalam program rehabilitasi danrekonstruksi agar tercipta dan terjamin akuntabilitas, efektivitas, transparansi dalampenyaluran dan penggunaannya.Realokasi dana pinjaman luar negeri,Realokasi pinjaman luar negeri dari Islamic Development Bank, Bank Dunia dan BankPembangunan Asia (ADB) untuk proyek-proyek yang sedang berjalan merupakan salahsatu sumber pendanaan untuk pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Realokasidilakukan tanpa merugikan pembangunan daerah/provinsi lain. Dana yang direalokasiadalah dana yang belum dialokasikan untuk kegiatan tertentu (unallocated), serta danadari sisa pinjaman yang tidak terpakai. Dana pinjaman yang tersedia untuk direalokasiper tanggal 15 Maret 2005 sebesar .Rp. 2,49 triliun.Pinjaman Luar Negeri baruDengan pendanaan yang begitu besar, serta ketersediaan dana dari hibah dan danadalam negeri yang terbatas, maka pinjaman luar negeri terutama yang sangat lunakmenjadi salah satu sumber dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Beberapa pinjamansangat lunak yang sudah disepakati, diantaranya dari Pemerintah Australia sebesar A$500 juta, dengan masa pengembalian selama 40 tahun, tenggang waktu pembayaran(grace period) selama 10 tahun, dan bunga 0%.Moratorium merupakan salah satu sumber pembiayaan pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi pada tahun anggaran 2005. Paris Club pada sidang tanggal 9 Maret 20058 - 6


telah memutuskan untuk memberikan moratorium utang kepada negara yang terkenabencana tsunami sampai dengan 31 Desember 2005. Indonesia mendapatkanmoratorium sebesar Rp. 3,9 triliun. Pembayaran hutang yang jatuh tempo tahun iniditangguhkan selama 5 tahun dengan masa tenggang satu tahun. Dengan adanyamoratorium tersebut, Pemerintah Indonesia pada tahun anggaran 2005 dapat memilikiruang gerak yang lebih lapang untuk penyediaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi.Meskipun demikian moratorium tersebut adalah penundaan beban, oleh karena itupemerintah harus mempertimbangkan beban anggaran pada saat penundaan tersebutjatuh tempo.Pemerintah Indonesia telah menyatakan persetujuannya untuk menerima tawaranmoratorium tersebut. Dengan diterimanya moratorium tersebut, maka pemerintahIndonesia akan kehilangan sebagian hibah dari beberapa negara donor sebagai trade offatas fasilitas moratorium, diantaranya pemerintah Indonesia akan kehilangan hibah dariAmerika Serikat sebesar Rp. 270 miliar.8.2.2 Non APBNDari berbagai sumber pendanaan terdapat sumber pendanaan yang berasal darimasyarakat, lembaga donor dan dunia usaha yang bermaksud membantu pendanaanrehabilitasi dan rekontruksi wilayah Aceh dan Nias dengan cara langsung melaksanakansuatu kegiatan tertentu tanpa melalui APBN (off budget).Meskipun pendanaan rehabilitasi dan rekontruksi menerapkan prinsip on budget,namun sumbangan secara langsung dari masyarakat, lembaga donor dan dunia usahaperlu difasilitasi. Untuk itu tatacara yang selama ini telah dilakukan dalam ProgramPartnership yang dikelola oleh UNDP dapat digunakan sebagai model.8.3 Mekanisme Pengelolaan PendanaanPada dasarnya mekanisme dan prosedur pendanaan dalam rangka rehabilitasi danrekonstruksi Aceh dan Nias mengikuti prosedur baku pendanaan sebagaimana yangtertuang dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara danUndang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan serta aturanpelaksanaan yang terkait dengan undang undang dimaksud.Mekanisme pendanaan yang akan menggunakan APBN, baik rupiah murni maupunpinjaman dilakukan dengan mekanisme yang baku sesuai aturan yang telah ditetapkanDepartemen Keuangan. Namun demikian untuk memperlancar rehabilitasi danrekonstruksi dapat dilaksanakan langkah-langkah percepatan antara lain: percepatanpenyelesaian administrasi dokumen anggaran, percepatan pembayaran melalui KantorPelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus untuk melayani pelaksanaanRehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias. KPPN tersebut juga akan melakukanfungsi pembayaran valuta asing..Badan Pelaksana (Bapel) yang dibentuk merupakan satuan kerja (satker), dan menjadipengguna anggaran dengan yang mempunyai dokumen anggaran (DIPA) tersendiri.Mengingat DIPA dalam rangka Rehabilitasi dan rekonstruksi ada pada Bapel, makapelaksanaan pengadaan barang dan jasa serta penendatanganan kontrak dilakukan oleh8 - 7


Bapel. Bapel berwenang untuk melaksanakan proyek –proyek pada berbagai sektor yangutama dan strategis (flagship) serta seluruh proyek yang lintas sektor.ALUR PENDANAAN R2WANSPemerintah PusatAPBNDIPA BapelNon APBNDAKDAUBagiHasilDIPADAK/Dana DaruratGrantDIPA RekonBADAN PELAKSANAPemerintah DaerahAPBDRehabilitasi &Rekonstruksi SektoralProyekStrategisPengeluaran RutinRehabilitasi & RekonstruksiDana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Bagi Hasil yang ada di APBD akanlangsung dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi NAD dan masing-masing PemerintahKabupaten/Kota. Perencanaan dan pemanfaatan dana tersebut tetap dilaksanakansendiri oleh masing-masing pemerintah daerah, namun untuk kegiatan tertentu yangsejenis dengan pekerjaan yang dilaksanakan Bapel, perlu dilakukan langkah-langkahkoordinasi dengan Bapel.Untuk penyaluran dana hibah, dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi provinsi NADdan Nias, Pemerintah Indonesia telah membuat kesepakatan dengan donor/lenderuntuk memperpendek prosedur dan mempercepat proses, sehingga dana hibah dapatsegera dilaksanakan dengan lebih cepat.Setelah melakukan perkiraan kebutuhan berdasarkan Rencana Induk di bawahkoordinasi Bappenas, para donor akan membuat dokumen kesepakatan, seperti: GrantAgreement atau Memorandum of Understanding, Exchange of Notes atau sejenisnya.Berdasarkan dokumen kesepakatan tersebut, proyek dapat segera melaksanakankegiatannya. Dokumen kesepakatan tersebut seyogyanya dicatatkan (registered) kepadaDepartemen Keuangan, dan ditembuskan kepada Bappenas dan Sekretariat Kabinet.Setiap Instansi akan mengeluarkan persetujuan sesuai dengan kewenangannya dansejalan dengan pelaksanaan di lapangan. Khusus untuk barang impor harus8 - 8


memperoleh pembebasan pajak dari Departemen Keuangan dengan rekomendasi dariSekretariat NegaraBagan Alir Mekanisme Hibah Luar NegeriDonorExecutingAgency/BAPELBappenasCCITC/SetkabDepartemenKeuanganNeed AssesmentDokumen PelaksanaanccPersetujuanPembebasan Pajakdan Izin tinggalRegisterPelaksanaanLaporanPelaksanaanPencatatan.Alur persiapan, persetujuan dan pelaksanaan proyek/program sebagai berikut :(1) Proposal proyek/program disiapkan oleh Pemerintah Indonesia;(2) Steering Committee mengevaluasi usulan proyek/program dan memberikanpersetujuan;(3) trustee melakukan penilaian (appraisal);Perjanjian hibah antara Trustee dan Pemerintah indonesia.Penampungan hibah dari Swasta (private)/masyarakat, sesuai dengan surat MenteriKeuangan No. S-24/MK.06/2005 tanggal 18 Januari 2005. Menteri Keuangan telahmembuka 4 (empat) rekening di bank Indonesia untuk menampung hibah dari luarnegeri dan masyarakat dalam negeri dalam mata uang Rupiah (No. Rek 510.000.272),Dollar Amerika Serikat (No. Rek 602.074.411), Japanese Yen (No. Rek. 602.075.111) danEuro (No. Rek. 602.076.991). Apabila swasta dalam dan luar negeri yang bermaksudmemberikan bantuan hibah dapat disetorkan langsung ke rekening tersebut diatas.Namun demikian, apabila tidak bersedia untuk menyetorkan dananya, makaswasta/masyarakat dapat melaksanakan sendiri, dengan ketetentuan bahwakegiatan/proyek yang akan dilaksanakan harus sudah dikonsultasikan dan disetujui oleh8 - 9


Bapel untuk memastinkan kegiatan tersebut sesuai dengan Rencana Induk Rehabilitasidan Rekonstruksi provinsi NAD dan Kabupaten Nias.8.4 Pengadaan Barang dan JasaMekanisme dan prosedur pengadaan barang/jasa (procurement) dalam pelaksanaankegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, Sumatera Utara, pada prinsipnyamengikuti Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003, tentang Pedoman PengadaanBarang dan Jasa Instansi Pemerintah.Beberapa perubahan terhadap Keppres No. 80 Tahun 2003, khusus untuk pelaksanaankegiatan di propinsi NAD dan di Kabupaten Nias, perlu dilakukan untuk memberikankeleluasaan bagi para pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran mempercepatpelaksanaan kegiatannya, serta memberikan beberapa kemudahan dan fleksibiltas,dengan tidak mengabaikan prinsip efisien, transparan, persaingan yang adil, sertaakuntabel.Beberapa perubahan dan penyesuaian yang diperlukan meliputi pemberian kewenanganyang lebih besar untuk melakukan penyesuaian paket-paket kontrak kegiatan sesuaidengan kondisi lapangan. Disamping itu, diberikan wewenang yang lebih besar untukhal-hal yang batasannya telah ditentukan. Perubahan ketentuan juga diberikan untukmeningkatkan peran pemantauan dan pengawasan dalam rangka mengurangi potensipenyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan.Pengadaan barang/jasa untuk setiap paket kegiatan pada prinsipnya harus dilaksanakanoleh pengguna anggarana atau di instansi yang memegang dokumen anggaran.Penentuan instansi sebagai pengguna anggaran (pemegang dokumen anggaran) akansegera ditetapkan sesuai dengan kewenangan yang telah digariskan oleh aturanperundangan yang berlaku.Dengan pelaksanaan pengadaan sesuai dengan kewenangan, maka penyediabarang/jasa setempat mempunyai kesempatan yang terbuka untuk berpartisipasi dalamberkompetisi melaksanakan pekerjaan. Ketelibatan penyedia barang/jasa setempatdianggap mempunyai keunggulan komparatif yang diantaranya pengenalan medan,penggunaan tenaga dan sumber daya lokal, dan budaya setempat lainnya. Meskipundemikian apabila dianggap, pelaksanaan pengadaan barang/jasa tidak mungkin dapatdilakukan di daerah bencana, maka Menteri/Ketua Lembaga atau Ketua Bapel sebagaiPengguna Anggaran dapat menetapkan lokasi pengadaan barang/jasa di tempat lain.Di samping penyederhanaan beberapa prosedural, dan penyingkatan waktu, saat inisedang dipersiapkan dokumen pengadaan barang/jasa yang seragam untuk berbagaisumber pendanaan, baik pendanaan yang berasal dari luar negeri maupun pendanaanyang berasal dari dalam negeri. Dalam mempersiapkan penyeragaman dokumentersebut, telah dijalin koordinasi dengan beberapa lender/donor, diantaranya: BankDunia, Bank Pembangunan Asia, dan JBIC.Atas pertimbangan hal tersebut di atas khusus untuk pengadaan barang/jasa di propinsiNAD dan Nias, untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, diusulkandibuat Peraturan Presiden yang baru, tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Untuk8 - 10


Penanganan Pasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami di propinsi NAD danKabupaten Nias. Namun perlu dicatat bahwa pengaturan baru diluar Keppres 80 Tahun2003 tersebut hanya berlaku di daerah propinsi NAD yang terkena bencana dan Nias,dan hanya berlaku selama 5 (lima) tahun.8 - 11


Bab 9Penerapan Prinsip-Prinsip TataKelola Yang Baik dan PengawasanPelaksanaanUntuk menjamin keberhasilan pencapaian tujuan/sasaran rehabilitasi dan rekonstruksiwilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara serta untukmenghindarkan terjadinya korupsi dan penyimpangan lainnya, harus diterapkanprinsip-prinsip tata-kelola yang baik (good governance) dalam pelaksanaan rehabilitasidan rekonstruksi. Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan mencakup tindakanpreventif dan represif terhadap korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya.Langkah preventif berupa penerapan prinsip-prinsip tata-kelola yang baik dengan 4(empat) prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan penegakanhukum dan sejalan dengan prinsip tata kelola lainnya yaitu amanah, jaminan keadilan,berorientasi kesepakatan, responsif, berhasil guna dan berdaya guna. Sedangkanlangkah represif berupa pengawasan terhadap pelaksanaan rencana induk (R3WANS).Pedoman ini hanya mengatur pengawasan oleh Aparat Pengawasan InternalPemerintah (APIP) termasuk Satuan Pengawas Internal pada Badan PelaksanaRehabilitasi dan Rekonstruksi serta mendorong pengawasan oleh masyarakat umumdan stakeholders. Adapun pengawasan/pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota terhadap pelaksanaan rencana induk ini dilakukan sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.9.1. Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola yang BaikSeluruh pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara oleh Badan Pelaksana atau instansi/lembaga lain dibawah koordinasiBadan Pelaksana harus menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, untuk itu,perlu disusun sistem manajemen yang dapat mendorong terwujudnya transparansi danpartisipasi publik, akuntabilitas, taat asas, serta prinsip-prinsip pelaksanaan programrehabilitasi dan rekonstruksi lainnya. Lebih detail, unsur utama tata kelola pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi adalah:9.1.1 Penerapan Prinsip AkuntabilitasAkuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan danpengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan termasuk keberhasilan ataukegagalan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media


pertanggungjawaban berupa laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) secaraperiodik.Unsur-unsur pendukung akuntabilitas meliputi: 1) Penetapan Tujuan dan Sasaranyang jelas, baik untuk jangka pendek maupun jangka menengah. Apabila dianggapperlu, Badan Pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dapat menyusun visi dan misiyang jelas, sebagai acuan untuk menyusun tujuan dan sasaran rehabilitasi danrekonstruksi. 2) Struktur Kelembagaan yang solid untuk mendorong terwujudnyasistem manajemen yang efisien dan efektif guna mencapai tujuan dan sasaran yangtelah ditetapkan. 3) Penetapan Kebijakan yang jelas dan terarah, konsisten dengantujuan organisasi, tertulis, dan transparan. 4) Perencanaan yang realistis, terinci dansesuai dengan kebutuhan, transparan dan partisipatif, akomodatif terhadap sosialbudaya masyarakat setempat, dan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran yangtelah ditetapkan Badan Pelaksana. 5) Penetapan Prosedur Kerja yang tepat dan jelas,mudah dilaksanakan, mudah dimengerti dan transparan, serta mempertimbangkanperaturan perundangan yang terkait. 6) Sumber Daya Manusia yang kompeten,profesional, dan bermoral. 7) Pelaksanaan Kegiatan yang efektif dan efisien, tertibadministrasi, transparan, baik dalam pengadaan barang dan jasa, pengelolaankeuangan, pengelolaan barang inventaris, pengelolaan barang persediaan, maupunpengelolaan barang bantuan. 8) Sistem Pencatatan yang jelas, akurat, dan sederhana.9) Satuan Pengawasan Internal yang independen tapi bertanggung jawab langsungkepada Badan Pelaksana.Laporan pelaksanaan (akuntabilitas kinerja) rehabilitasi dan rekonstruksi akanmengacu pada prinsip-prinsip objektifitas, transparansi, akurasi yang tinggi, sertaprofesionalisme yang dapat diandalkan.9.1.2 Penerapan Prinsip Transparansi dan PartisipasiPenerapan prinsip transparansi dimaksudkan agar data/informasi kegiatan rehabilitasidan rekonstruksi wilayah NAD dan Nias-Sumatera Utara termasuk perumusankebijakan dan pelaksanaan kerja organisasi, dapat diakses oleh publik. Transparansimenumbuhkan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, Badan Pelaksana(termasuk antar unit-unit internalnya), masyarakat dan stakeholders lainnya. Prinsippartisipasi dimaksudkan agar publik dapat berpartisipasi aktif dan konstruktif dalampengambilan keputusan rehabilitasi dan rekonstruksi, baik secara langsung maupunmelalui institusi yang mewakili kepentingannya,. Partisipasi tersebut dibangun atasdasar kebebasan berasosiasi dalam menyampaikan pendapat demi keberhasilanpencapaian tujuan/sasaran rehabilitasi dan rekonstruksi. Tiga faktor utama yang dapatmendorong dan mempercepat terwujudnya transparansi dan partisipasi di atas adalah:1) ketersediaan data/informasi yang akurat, komprehensif, dan terkini; 2) kemudahanmengakses data/informasi; serta 3) keseragaman data/informasi yang disampaikan.Informasi dan kegiatan yang harus transparan meliputi pengelolaan dana yangmeliputi sistem, jumlah dan sumber dana, serta penyalurannya; organisasi dan personalmeliputi struktur, tugas, personal, dan sistem manajemennya; perencanaan meliputirencana jangka pendek dan menengah; pelaksanaan meliputi progres report sertakendala yang dihadapi; pengadaan barang dan jasa meliputi informasi terpadupelaksanaannya; dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan meliputi jumlah dan nilaidana yang tersedia, kriteria dan jumlah penerima, sumber dan bentuk bantuan, sertamekanisme pertanggung jawaban.Dalam rangka transparansi dan partisipasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksiwilayah NAD dan Nias-Sumatera Utara, diperlukan media interaktif dengan9 - 2


mekanismenya yang jelas. Beberapa media yang dipandang efektif dan efisien, antaralain melalui Website (internet) rehabilitasi dan rekonstruksi yang dirancang secaraterpadu untuk seluruh program, kotak pos pengaduan, telepon bebas pulsa, sertadiskusi/pertemuan terbuka dengan publik dipimpin oleh Dewan Pengawas dan BadanPelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi. Perlu dibentuk Tim atau Unit yang mengolahdan mempelajari masukan, kritik dan saran yang diterima dari publik. Tim akanmengevaluasi kelayakan informasi untuk ditindak lanjuti. Tanggapan, jawaban atautindak lanjut dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja dan dimuat di website. Untukpelaksanaan mekanisme ini diperlukan sarana dan sumber daya manusia di bidangteknologi informasi yang memadai. Sedangkan untuk pengawasan yang dilaksanakandalam bentuk forum pertemuan, pihak Badan Pelaksana memberikan tanggapan danjawaban yang objektif dan bila diminta/diperlukan dapat disampaikan dalam bentukjawaban/tanggapan tertulis.9.1.3 Penerapan Prinsip Penegakan HukumApabila terjadi korupsi atau penyimpangan dalam pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utara, perlu segera dilakukan tindakanperbaikan, tindakan administratif dan/atau sanksi pidana. Untuk menjaminditerapkannya prinsip di atas, tindak lanjut atas rekomendasi hasil pengawasan/auditharus dilakukan secara transparan dan konsisten sesuai peraturan perundangundanganyang berlaku. Badan Pelaksana akan menerima pengaduan dan masukandari semua komponen masyarakat tentang pelaksanaan dan kinerja program/kegiatan,baik yang dilakukan oleh Badan Pelaksana sendiri atau oleh pihak lain dibawahkoordinasinya (dinas, kementerian/LPND, LSM, pihak swasta). Badan Pelaksanamempunyai wewenang untuk menindaklanjuti berbagai pengaduan melalui jalurhukum.9.1.4 Pelaporan Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiBadan Pelaksana menyusun dan menyampaikan laporan (akuntabiltas kinerja) tentangpelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara.Badan Pelaksana wajib menyusun Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan yangdisampaikan kepada Presiden, Gubernur NAD dan atau Gubernur Sumut, DewanPengawas, dan Dewan Pengarah, serta Menteri dan Lembaga lainnya yang terkait.Kedua laporan disusun secara berjenjang mulai dari penanggung jawab/ unit pelaksanaprogram, pimpinan unit hingga jenjang Pimpinan Badan Pelaksana.Laporan pelaksanaan (akuntabiltas kinerja) rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Acehdan Nias, Sumatera Utara mengacu kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Konsisten dan menggambarkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik(good governance) dan auditable.2. Obyektif, komprehensif, informatif dan akurat.3. Didukung dengan bukti-bukti yang cukup, relevan, kompeten (berkesesuaian), danmateril.4. Menunjukkan tingkat pencapaian kinerja atau tujuan/sasaran yang telahditetapkan, termasuk tingkat keberhasilan dan/atau kegagalan dalam pencapaiantujuan/ sasaran yang telah ditetapkan.Sedangkan materi laporan sekurang-kurang mengenai:1. Tingkat kemajuan/pencapaian kinerja tujuan/sasaran yang telah ditetapkan.9 - 3


2. Realisasi/pertanggunggjawaban keuangan/pembiayaannya.3. Pengelolaan barang inventaris/persediaan/bantuan.4. Kendala/permasalahan yang dihadapi dan penanganan/penyelesaiannya.5. Pengaduan masyarakat dan stakeholders lainnya serta tindak lanjutnya.9.2 Pengawasan Terhadap PelaksanaanPengawasan terhadap Badan Pelaksana adalah untuk meningkatkan kinerja,memberikan informasi yang independen atas kinerja, serta untuk mengarahkanmanajemen dalam mengkoreksi masalah-masalah pencapaian kinerja. BadanPelaksana harus dapat berpartispasi penuh untuk kelancaran dan berhasil gunanyapengawasan tersebut. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), masyarakat,dan lembaga lainnya merupakan mitra bagi Badan Pelaksana untuk mencapaitujuan/target pengawasan yang telah ditetapkan.9.2.1 Lembaga PengawasanProgram rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utaramerupakan program lintas sektoral dengan lokasi yang tersebar di beberapakota/kabupaten, disamping itu, instansi/lembaga/pihak yang berwenang melakukanpengawasan terhadap pelaksanaan cukup beragam di lingkungan APIP yaitu: BadanPengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerianatau Inspektorat LPND, Bawasda Provinsi, Bawasda Kota/Kabupaten, Unit Pengawasandi POLRI, Unit Pengawasan di TNI, dan Satuan Pengawas Internal.Lembaga, instansi dan pihak-pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsungyang dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program rehabilitasi danrekonstruksi, antara lain adalah, unsur Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota) lainnya diluar Bawasda, Dewan Pengawas, Badan Pengawas Penguasa Darurat Sipil Daerah(NAD), Tim Pengawas Operasi Terpadu (TPOT), pengawasan dari masyarakat luas,LSM, media massa, yang tidak menjadi anggota dari Dewan Pengawas, serta kantorakuntan publik atau independent auditors (seperti McKinsey untuk bidangakuntabilitas, dan Ernst and Young untuk masalah pemeriksaan keuangan) ataspermintaan Dewan Pengawas dan donors.BPK, KPK, DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan pengawasan/pemeriksaan terhadap pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh danNias, Sumatera Utara sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.Karena itu, hal-hal tersebut tidak dapat diatur dalam buku pedoman ini.9.2.2 Koordinasi PengawasanMengingat banyaknya APIP yang berpotensi untuk melaksanakan pengawasanpelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, SumateraUtara diharapkan terciptanya sistim koordinasi pengawasan, sehingga dapatdihindarinya audit yang tumpang tindih. Untuk itu, harus dilakukan pertemuan secaraberkala antar APIP melalui forum koordinasi baik pada tahap perencanaanpengawasan, pelaksanaan, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Denganadanya forum koordinasi tersebut diharapkan dapat terkompilasi hasil pengawasan dariAPIP dan lembaga lainnya. Untuk efisiensi dan efektivitas kegiatan forum koordinasi,dapat ditunjuk koordinator yang disepakati bersama.9 - 4


9.2.3 Partisipasi dan Kemitraan dalam PengawasanPengawasan/audit dikatakan berakhir apabila seluruh rekomendasi audit telahditindaklanjuti oleh unit/pihak yang terkait di lingkungan Badan Pelaksana.Pengawasan/audit dapat bersifat current audit (ex-ante) dan post audit (ex-post).Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan audit dan tindak lanjutnya, seluruhjajaran Badan Pelaksana hendaknya mengetahui dan berpartispasi aktif dalam setiaptahap/proses kegiatan pengawasan yang terdiri dari pelaksanaan uudit, pelaksanaantindak lanjut, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut, serta tindak lanjutatas penyimpangan yang melanggar peraturan dan prosedur.Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga lainnya pada umumnya tidak terstrukturseperti pengawasan yang dilakukan oleh APIP. Bentuk partisipasi dan kemitraan olehBadan Pelaksana adalah dalam bentuk tanggapan berupa upaya tindak lanjut yangsudah atau yang akan dilakukan melalui media interaktif.Dalam hal penyimpangan terhadap peraturan/prosedur kepentingan pencapaiankinerja program/kegiatan dan tidak merugikan pihak manapun, karena tidak sesuaidengan kondisi dan hampir mustahil untuk dialksanakan, maka perlu ditindaklanjutidengan pengkajian/penelaahan terhadap peraturan/prosedur tersebut. Untukmelakukan pengkajian/penelaahan tersebut perlu dibentuk semacam Komisi/Panitia.Untuk tingkat Provinsi NAD anggotanya ditetapkan oleh Gubernur dari unsurPemerintah Daerah NAD, DPRD, LSM yang bergerak di bidang anti-korupsi, lembagakeagamaan, lembaga akademik/profesional (misalnya Ikatan Akuntan Indonesia),unsur swasta, dan pihak-pihak lainnya yang relevan.9.3 SanksiPenyimpangan terhadap prosedur dan ketentuan yang telah diuraikan dalampedoman ini dan atau penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara yangberakibat pada kerugian negara dan tidak tercapai tujuan dan sasaran yang telahditetapkan, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundanganundanganyang berlaku.9.4 Review BerkalaPedoman ini dapat disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dilapangan sepanjang bertujuan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran/targetprogram rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara.Penyempurnaan tersebut termasuk juga penyusunan prosedur kerja dan format yangdiperlukan sesuai kebutuhan.Diharapkan penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi tidak hanya untuk keberhasilan program/kegiatanrehabilitasi dan rekonstruksi, tetapi juga dapat turut mendorong atau memberikankontribusi bagi penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai good governance dalampenanggulangan bencana alam di wilayah lainnya; dan penerapan prinsip-prinsip goodgovernance di lingkungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Aceh danSumatera Utara pada khususnya, serta lingkungan pemerintahan pada umumnya.9 - 5


Bab 10KelembagaanDalam membangun kembali secara cepat wilayah Aceh dan Kepulauan Nias, SumateraUtara yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami, diperlukan penanganan dengancara khusus yang cepat, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh denganmelibatkan partisipasi luas para pemangku kepentingan (stakeholders), danmemperhatikan aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat setempat.Untuk melaksanakan proses rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan KepulauanNias-Sumatera Utara secara efektif dan efisien, diperlukan suatu badan rehabilitasi danrekonstruksi yang mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab yangmenyeluruh, terpusat dan terkoordinasi, guna melaksanakan perencanaan,pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan berdasarkan asas tatakepemerintahan yang baik, berhasil guna, transparan dan akuntabel. Badan tersebutdalam menjalankan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi berpedoman pada RencanaInduk yang telah ditetapkan dan menjabarkannya secara lebih operasional dan detailsesuai dengan kondisi yang ada di lapangan dan prioritas kebutuhan masyarakatsetempat.10.1 Struktur Kelembagaan/OrganisasiPembentukan badan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Kepulauan Nias-Sumatera Utara berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden.Secara fungsional, terdapat tiga kelengkapan organisasi yang ada dalam struktur badanrehabilitasi dan rekonstruksi, yakni: (a) Dewan Pengarah, (b) Dewan Pengawas, dan (c)Badan Pelaksana.a. Dewan PengarahDewan pengarah adalah kelengkapan organisasi dalam struktur badan rehabilitasi danrekonstruksi yang memiliki fungsi pengarah, mengemban tugas memberikan arahandalam perumusan, perencanaan, dan pelaksanaan proses rehabilitasi dan rekonstruksi.Anggota Dewan Pengarah merupakan representasi berbagai pemangku kepentingan(stakeholders) seperti dari unsur masyarakat, unsur akademisi/perguruan tinggi, unsurpemerintah baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta unsur lain yang dapatmendukung fungsi pengarah. Anggota Dewan Pengarah bertanggung jawab untukmeyakinkan bahwa aspirasi berbagai pihak yang diwakilinya telah menjadi acuan dalamproses rehabilitasi dan rekonstruksi. Dewan Pengarah memberikan laporan ataspelaksanaan tugas-tugasnya kepada Presiden Republik Indonesia.


. Dewan PengawasDewan pengawas adalah kelengkapan organisasi dalam struktur badan rehabilitasi danrekonstruksi yang memiliki fungsi pengawas, mengemban tugas antara lain (i)melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses rehabilitasi dan rekonstruksi; (ii)menerima dan menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat; (iii)melakukan audit pelaksanaan tugas Badan Pelaksana. Dalam melakukan audit danmembantu pelaksanaan tugas-tugasnya, Dewan Pengawas dapat menggunakan jasaprofesional auditor independen atau tenaga ahli lainnya. Pelaksanaan tugas-tugastersebut, dilaporkan secara berkala kepada Presiden.Para anggota Dewan Pengawas berasal dari individu-individu yang memilikipemahaman memadai di bidang pengawasan, yang terdiri dari unsur-unsur tokohnasional dan tokoh masyarakat Aceh yang independen. Selain itu, dimungkinkan dariperwakilan negara/lembaga donor masuk dalam keanggotaan Dewan Pengawas. Untukmenjamin dan memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi, maka hasil-hasil pengawasan yang telah dilakukanterbuka bagi publik untuk mengakses.c. Badan PelaksanaBadan pelaksana adalah kelengkapan organisasi dalam struktur badan rehabilitasi danrekonstruksi yang memiliki fungsi pelaksana, mengemban tugas antara lain (i)merumuskan strategi dan kebijakan operasional; (ii) menyiapkan rencana tindak danmelaksanakan kegiatan; (iii) melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksiuntuk proyek tertentu sesuai kesepakatan instansi/institusi lainnya; dan (iv)memastikan penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan denganmenjunjung tinggi integritas dan bebas dari tindak pidana korupsi.Untuk mengefektifkan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, dan pencapaiantarget/sasaran yang telah ditetapkan khususnya yang digariskan dalam rencana indukdan rencana rinci pada masing-masing bidang rehabilitasi dan rekonstruksi, makastruktur organisasi Badan Pelaksana dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhandan optimalisasi kinerja pelaksanaan.Badan Pelaksana disamping mengemban tugas-tugas sebagaimana tersebut di atas,mempunyai kewenangan antara lain; (i) mengelola pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalamdan Kepulauan Nias, Sumatera Utara; (ii) mengelola sumberdaya yang ada, baiksumberdaya manusia maupun keuangan untuk melaksanakan rehabilitasi danrekonstruksi; (iii) menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berhubungan denganpelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi; dan (iv) meminta bantuan berupa informasidan dukungan teknis dalam pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah Pusat,Pemerintah Daerah, dan pihak-pihak yang terkait lainnya, dan (v) mengorganisasikandan mengkoordinasikan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan olehPemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait lainnya.Pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Pelaksana tersebut mengacu pada rencanainduk dan rencana rinci rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-SumateraUtara yang disusun oleh Pemerintah bersama dengan Pemerintah Daerah. Selain itu,10 - 2


dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, perlu memperhatikan masukan-masukan daripihak-pihak di tingkat daerah, nasional maupun internasional khususnya dalammenangani permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan. Mengingat bahwawilayah Nagroe Aceh Darussalam memiliki status otonomi khusus maka ketentuanketentuandan norma-norma umum yang berlaku di wilayah Nanggroe Aceh Darussalamwajib diperhatikan dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.Untuk menggerakkan dan melaksanakan tugas-tugas dalam pelaksanaan rehabilitasidan rekonstruksi secara cepat, terarah, terpadu dan komprehensif, maka perludidukung sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki kapabilitas tinggi dankompetensi yang relevan serta integritas yang tinggi terhadap Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI). Untuk mendukung hal ini, maka Badan Pelaksana dapatmelakukan rekruitmen pegawai sesuai dengan kebutuhan. Proses rekruitmen pegawaiharus dilakukan secara profesional dan obyektif.10.2 Tata Kelola Yang Baik (Good Governance)Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatra Utara, harusdilandasi prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) yangmeliputi transparansi, akuntabilitas, partisipatif, independensi dan mendahulukankepentingan umum. Penerapan prinsip-prinsip tersebut, untuk menjaga kredibilitas dimata rakyat Indonesia dan dunia internasional, dan khususnya untuk memastikanbahwa pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi tepatsasaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, dan dapat dipertanggungjawabkankepada publik. Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance juga berlaku untukseluruh pihak-pihak terkait, dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.10.3. Hubungan Antar LembagaPelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias-Sumut dikhawatirkanmenimbulkan kompleksitas hubungan antar lembaga, mengingat cakupan kegiatannyadimobilisasi secara masif dan cepat. Untuk itu diperlukan pengaturan hubungan antarlembaga agar proses pelaksanaannya tetap dapat terkoordinasi secara baik sesuaidengan lingkup tugas dan wewenang yang ada pada masing-masing lembaga/instansiterkait. Beberapa hal yang diatur antara lain sebagai berikut:(1) Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh dan Nias-Sumatera Utaraharus dilakukan melalui koordinasi yang intensif dengan Pemerintah Pusat,Pemerintah Daerah dan pihak-pihak yang terkait.(2) Kegiatan dekonsentrasi oleh Departemen dan Kementrian Teknis yang terkaitdengan kegiatan dan program rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pascabencana dikoordinasikan dengan badan pelaksana yang menangani pelaksanaanrehabilitasi dan rekonstruksi.(3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pihak-pihak yang terkait diwajibkanmemberikan dukungan secara penuh kepada badan pelaksana yang menanganirehabilitasi dan rekonstruksi.10 - 3


10.4. PendanaanPendanaan yang dibutuhkan untuk pembiayaan pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi berasal dari berbagai sumber, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.Dari dalam negeri seperti dana khusus untuk rehabilitasi dan dana perimbangan,sedangkan dari luar negeri seperti dari pinjaman luar negeri, hibah dan moratorium.Mengingat sifat urgensi dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, proses penyalurandana-dana di atas dapat menggunakan prosedur khusus yang diatur lebih lanjut denganSurat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Pimpinan Badan Pelaksana.10.5. Pertanggungjawaban dan PelaporanBadan rehabilitasi dan rekonstruksi menyampaikan laporan pertanggungjawabankepada Presiden dan dilaksanakan dengan cara menerbitkan berbagai laporan dalambentuk laporan semesteran, tahunan dan laporan akhir, serta menyediakan informasilaporan pertanggungjawaban kepada publik. Laporan tersebut sekurang-kurangnyamemuat laporan pengelolaan kegiatan dan laporan pengelolaan keuangan dananggaran.Laporan keuangan badan rehabilitasi dan rekonstruksi diaudit oleh auditorindependen. Laporan Keuangan dan Laporan Kegiatan, beserta laporan auditnya dapatdiakses oleh masyarakat luas.10 - 4


STRUKTUR ORGANISASIBADAN REHABILlTASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DANKEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEHDARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS, PROVINSISUMATERAUTARADPR/DPD/DPRD(NAD/SUMUT)PRESIDENRENCANA INDUKDewan PengawasBadan PelaksanaRehabilitasi danrekonstruksi Wilayahdan KehidupanMasyarakat provinsiNanggroe AcehDarussalam danKepulauanANias,Sumatera UtaraDewan PengarahIMPLEMENTASI10 - 5


Bab 11PenutupBuku Utama Rencana Induk ini disusun bersama-sama dan dilengkapi denganBuku Rencana berdasarkan bidang-bidang rehabilitasi dan rekonstruksi. Bukubukurencana bidang tersebut dilampirkan bersama-sama serta merupakanbagian utuh yang tidak terpisahkan dari Buku Utama ini.Pelaksanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh danNias ini dapat menghadapi potensi tantangan serta perlunya pengelolaan masaperalihan dari waktu ditetapkannya rencana ini sampai efektifnya tugas danfungsi Badan Pelaksana.Setelah rencana induk ini ditetapkan secara resmi oleh Presiden RepublikIndonesia sebagai pedoman kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraanRehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, selanjutnya buku iniakan menjadi pegangan dan acuan bagi Badan Pelaksana (BAPEL) Rehabilitasidan Rekonstruksi Wilayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara, khususnya BadanPelaksana Harian yang selanjutnya akan menjabarkan kebijakan, strategi, danrencana-rencana yang ada ke dalam rencana aksi dan kegiatan-kegiatan rinci,sesuai dengan periode waktu yang ditetapkan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!