BAB III - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
BAB III - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
BAB III - Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA<br />
WANITA DI PT HM SAMPOERNA<br />
Oleh : Supriyono *)<br />
PENDAHULUAN<br />
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat<br />
menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya<br />
produktifitas kerja dan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.<br />
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin masih didalam kandungan, bayi, anak–<br />
anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001).<br />
Status gizi baik merupakan perwujudan dan terpenuhinya konsumsi pangan sesuai dengan<br />
anjuran kecukupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro (vitamin dan<br />
mineral). Akhir-akhir ini masalah gizi makro mulai bergeser pada masalah gizi mikro, yaitu karena<br />
kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin dan mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan<br />
Gizi VI 1998 disebutkan bahwa masalah gizi mikro terjadi disebabkan karena distribusi sayuran terhadap<br />
konsumsi zat gizi, khususnya vitamin dan mineral ternyata sangat rendah (WKNPG, 1998).<br />
Di <strong>Indonesia</strong>, kasus anemia gizi sangat umum dan mudah dijumpai pada semua kelompok umur<br />
baik laki-laki maupun perempuan. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat anemia gizi terjadi karena<br />
kekurangan zat besi. Anemia zat besi ini banyak diderita oleh wanita hamil, laki –laki dewasa, pekerja<br />
penghasilan rendah, balita dan anak sekolah. Pada remaja putri, anemia gizi besi dapat mengurangi<br />
kemampuan belajar, sehinggga dapat menurunkan prestasi di sekolah. Dalam kondisi anemia, tubuh<br />
mudah terkena infeksi. Keadaan ini tentunya dapat menghambat perkembangan kualitas sumber daya<br />
manusia (Depkes ,1995).<br />
Kasus anemia di <strong>Indonesia</strong>, sebagian besar disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi atau Fe<br />
dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat <strong>Indonesia</strong> khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber<br />
makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron). Sedangkan bahan<br />
makanan nabati (non-heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga<br />
dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya. Anemia gizi karena<br />
kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama yang banyak menimpa kelompok rawan yaitu<br />
ibu hamil, anak balita, wanita usia subur (WUS) dan pekerja berpenghasilan rendah.<br />
Di tingkat nasional, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah<br />
tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil 50,9%, ibu nifas<br />
45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar<br />
39,5%. Sedangkan di Jawa Timur berdasarkan kajian data anemia tahun 2002, ditemukan 16% wanita<br />
1
usia subur menderita anemia, sedangkan untuk remaja putri dan calon pengantin ditemukan masingmasing<br />
80,2% dan 91,5% menderita anemia (Dinkes Prop. Jatim, 2002)<br />
Masih tingginya prevalensi anemia gizi besi terutama pada remaja putri dan setelah sekian lama<br />
program penanggulangan anemia gizi ini dijalankan, namun kasus anemia masih cukup tinggi dan tidak<br />
kunjung menurun, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang<br />
mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna Lamongan.<br />
Permasalahan yang timbul adalah : Adakah hubungan antara umur, status pernikahan,<br />
pendidikan, status gizi berdasarkan LILA dan IMT dengan anemia gizi besi pada pekerja wanita ?<br />
Hipotesis : Ada hubungan antara umur, status pernikahan, pendidikan, status gizi berdasarkan<br />
LILA dan IMT dengan anemia gizi besi<br />
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui status anemia pada tenaga kerja<br />
wanita. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik responden (umur, status<br />
pernikahan, pendidikan), mengukur status gizi berdasarkan LILA dan IMT, mengukur kadar haemoglobin<br />
(Hb) responden dan menganalisis hubungan antara karakteristik responden (umur, status pernikahan,<br />
pendidikan), status gizi (LILA dan IMT) dengan anemia.<br />
2
METODOLOGI PENELITIAN<br />
Rancang bangun penelitian<br />
Desain penelitian ini bersifat studi observasional dengan menggunakan metode observasi,<br />
wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Adapun berdasarkan waktunya jenis<br />
penelitian ini bersifat cross sectional yaitu semua data variabel yang diteliti dikumpulkan pada waktu<br />
yang sama.<br />
Populasi dan sampel<br />
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja wanita di PT Sampoerna Lamongan,<br />
sedangkan sebagai sampel adalah pekerja wanita yang terpilih, dengan kriteria eklusi tidak dalam keadaan<br />
hamil dan tidak sedang sakit, dan kriteria inklusi berbadan sehat, bersedia ikut dalam penelitian, usia > 17<br />
tahun dan < 45 tahun. Besar sampel sebanyak 362 orang (sampel diambil antara 10-20% populasi), yang<br />
diambil secara random (Nursalam, 2002)<br />
Cara pengumpulan data<br />
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, pengukuran antropometri<br />
dan pemeriksaan laboratorium.<br />
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner, untuk mengetahui data tentang<br />
karakteristik responden yang meliputi umur, status pernikahan dan tingkat pendidikan.<br />
Pengukuran antropometri dilakukan untuk mendapatkan data tentang status gizi. Pengukuran<br />
status gizi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu lingkar lengan atas (LILA) dan status<br />
IMT. Status IMT dilakukan dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan<br />
diukur dengan timbangan seca, sedangkan untuk tinggi badan dengan microtoise.<br />
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap sampel darah, untuk mengetahui kadar<br />
haemoglobin dengan menggunakan alat spektrophotometer<br />
Lokasi dan waktu penelitian<br />
Penelitian ini dilakukan di PT Sampoerna unit produksi Lamongan, pada bulan Desember 2010.<br />
Pengolahan data<br />
Data yang telah dikumpulkan diproses dengan tahapan, pengeditan, pengkodean, pemasukan<br />
data ke komputer, pembuatan tabulasi. Analisis data dengan menggunakan uji statistik Chi Square.<br />
3
HASIL PENELITIAN<br />
PT Sampoerna unit produksi Lamongan dalam melakukan produksinya bermitra kerja dengan<br />
koperasi unit desa (KUD) Tani Mulyo Lamongan, terletak disebelah barat jantung kota Lamongan + 6<br />
km, berada di jalan raya Sukoanyar Desa Karanglangit Kecamatan Lamongan, dengan produksi<br />
utamanya adalah rokok jenis sigaret. Perusahaan ini mempekerjakan karyawan lebih dari 1.500 orang,<br />
dengan jadual kerja mulai hari Senin s.d. Sabtu jam 07.00 – 17.00 Wib.<br />
1. Karakteristik Responden<br />
1.1. Usia Responden<br />
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar (70%) dalam<br />
kategori usia produktif yaitu 21 – 35 tahun. Rata-rata (mean) usia responden adalah 25 tahun, dengan<br />
standar deviasi (SD) adalah 5 tahun. Usia responden termuda 17 tahun dan tertua 45 tahun. Untuk lebih<br />
jelasnya distribusi usia responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :<br />
Tabel 1.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia<br />
Usia (tahun) n %<br />
< 20 70 19,30<br />
21 – 25 134 37<br />
26 – 30 108 29,80<br />
31 – 35 37 10,20<br />
>= 36 13 3,60<br />
Total 362 100<br />
1.2. Tingkat Pendidikan Responden<br />
Tingkat pendidikan responden sebagian besar (79%) berpendidikan menengah atau tamat<br />
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Responden yang<br />
berpendidikan rendah atau tamat sekolah dasar (SD) sebesar 17,10% dan yang berpendidikan tinggi<br />
sebesar 3,90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :<br />
Tabel 1.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan<br />
Pendidikan n %<br />
Rendah (SD) 62 17,10<br />
Menengah (SLTP + SLTA) 286 79<br />
Tinggi (Diploma + Sarjana) 14 3,90<br />
Total 362 100<br />
1.3. Status Pernikahan Responden<br />
Sebagian besar (71%) responden sudah menikah, dengan distribusi status pernikahan adalah<br />
sebagai berikut :<br />
Tabel 1.3 Distribusi responden berdasarkan status pernikahan<br />
Status pernikahan n %<br />
Menikah 257 71<br />
Belum menikah 105 29<br />
Total 362 100<br />
4
1.4. Status Gizi Responden<br />
Dalam penelitian ini status gizi responden diukur berdasarkan lingkar lengan atas (LILA) dan<br />
indeks massa tubuh (IMT).<br />
Status LILA<br />
Lingkar lengan atas (LILA) digunakan untuk mengetahui gambaran status gizi terutama bagi<br />
orang dewasa wanita. Untuk mengetahui status gizi responden dengan menggunakan pita Lila dalam<br />
satuan sentimeter (cm). Dinyatakan KEK (kurang energi kronis) apabila hasil pengukurannya < 23,5 cm<br />
dan tidak KEK (kurang energi kronis) apabila > 23,5 cm. Dari hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa<br />
rata-rata (mean) LILA responden adalah 24,08 cm, dengan LILA terendah 17,50 cm dan tertinggi 35 cm<br />
dengan standar deviasi (SD) sebesar 3,20 cm. Gambaran status gizi responden berdasarkan LILA adalah<br />
sebagai berikut :<br />
Tabel 1.4 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan lingkar lengan atas (LILA)<br />
Status LILA n %<br />
KEK (23,5 cm) 197 54,40<br />
TOTAL 362 100<br />
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA <<br />
23,5 cm sebanyak 45,60%, sedangkan yang tidak KEK atau LILA nya > 23,5 cm sebanyak 54,40%.<br />
Status IMT<br />
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan gambaran postur tubuh seseorang. Dalam penelitian sebagai<br />
indikator yang digunakan adalah dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan.<br />
Dinyatakan kurus bila IMT < 18,5, Normal bila IMT 18,5-25,0 dan gemuk bila IMT > 25,0. Ratarata<br />
(mean) berat badan responden adalah 47,88 kg, dengan berat badan terendah adalah 30,70 kg dan<br />
tertinggi 87,30 kg, dengan standar deviasi (SD) 8,86 kg. Rata-rata (mean) tinggi badan adalah 153 cm,<br />
dengan tinggi badan terendah adalah 136,50 cm dan tertinggi 164,30 cm dan standar deviasi (SD) 4,80<br />
cm. Status gizi responden berdasarkan indeks masa tubuh berturut-turut adalah sebagai berikut, 59,10%<br />
mempunyai status gizi yang normal, 26,50% kurus dan 14,40% gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat<br />
dilihat pada tabel berikut ini :<br />
Tabel 1.5 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)<br />
Status IMT n %<br />
Kurus ( < 18,5 ) 96 26,50<br />
Normal ( 18,5 – 25,0 ) 214 59,10<br />
Gemuk ( > 25,0 ) 52 14,40<br />
Total 362 100<br />
1.5. Status Anemia Responden<br />
Untuk mengetahui status anemia gizi responden dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb)<br />
dengan menggunakan alat spektrophotometer, yang dinyatakan dalam satuan g/dl. Dinyatakan anemia<br />
apabila kadar hb < 12 g/dl, dan tidak anemia bila kadar Hb > 12 g/dl.<br />
5
Tabel 1.5 Status Anemia Responden berdasarkan kadar haemoglobin (Hb)<br />
Status Anemia n %<br />
Anemia 121 33,40<br />
Tidak Anemia 241 66,60<br />
Total 362 100<br />
33,40% anemia.<br />
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar haemoglobin dapat diketahui prevalensi anemia sebesar<br />
2. Hubungan anemia gizi besi dengan beberapa variabel<br />
2.1. Hubungan usia dengan anemia gizi besi<br />
Tabel 2.1. Hubungan antara usia dengan anemia gizi besi<br />
Kejadian Anemia<br />
Usia (tahun)<br />
Anemia Tidak Anemia<br />
Total<br />
n % n % n %<br />
< 20 23 32,9 47 67,1 70 100<br />
21 – 25 42 31,3 92 68,7 134 100<br />
26 – 30 36 33,3 72 66,7 108 100<br />
31 – 35 16 43,2 21 56,8 37 100<br />
> 36 4 30,8 9 69,2 13 100<br />
Total 121 33,4 241 66,6 362 100<br />
Dari tabel diatas, menggambarkan prevalensi kejadian anemia pada pekerja wanita sebesar<br />
33,40%, dengan distribusi kejadian anemia yang hampir merata, kecuali pada kelompok umur 31-35 tahun<br />
yang mencapai 43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita masih cukup<br />
tinggi. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak ada<br />
hubungan yang bermakna antara usia dengan anemia pada pekerja wanita (p=0,751 > α =0,05).<br />
2.2. Hubungan tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi<br />
Tabel 2.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi<br />
Kejadian Anemia<br />
Tingkat<br />
Total<br />
Anemia Tidak Anemia<br />
Pendidikan<br />
n % n % n %<br />
Rendah (SD) 27 43,5 35 56,5 62 100<br />
Menengah (SLTP + SLTA) 91 31,8 195 68,2 286 100<br />
Tinggi (Diploma + Sarjana) 3 21,4 11 78,6 14 100<br />
TOTAL 121 33,4 241 66,66 362 100<br />
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa responden yang berpendidikan rendah yaitu Sekolah<br />
Dasar atau yang sederajat sebanyak 43,5% anemia dan 56,5% tidak anemia, sedangkan responden yang<br />
berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) atau yang sederajat, 31,8% anemia dan 68,2 % tidak anemia.<br />
6
Selanjutnya responden yang berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) ditemukan sebanyak<br />
21,4% anemia dan 78,6% tidak anemia.<br />
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada<br />
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi (p=0,129 > α = 0,5).<br />
2.3. Hubungan status pernikahan dengan anemia gizi besi<br />
Tabel 2.3 Hubungan antara status pernikahan dengan anemia gizi besi<br />
Kejadian anemia<br />
Status<br />
Total<br />
Anemia Tidak Anemia<br />
pernikahan<br />
n % n % n %<br />
Menikah 86 33,5 171 66,5 257 100<br />
Belum menikah 35 33,3 70 66,7 105 100<br />
TOTAL 121 33,4 241 66,6 362 100<br />
Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa responden yang belum menikah sebanyak 33,3%<br />
anemia dan 66,7% tidak anemia, sedangkan responden yang sudah menikah ditemukan sebanyak 33,5%<br />
anemia dan 66,5% tidak anemia.<br />
Dari hasil uji statistik dengan chi square diketahui nilai p = 0,981 > α = 0,05, hal ini menunjukkan<br />
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan anemia gizi besi.<br />
2.4. Hubungan status LILA dengan anemia gizi besi<br />
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa sebanyak 34,5% responden yang status gizinya<br />
KEK mengalami anemia, sedangkan responden yang status gizinya tidak KEK terdapat 32,5% yang<br />
mengalami anemia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :<br />
Tabel 2.4 Hubungan antara status LILA dengan anemia gizi besi<br />
Status gizi<br />
Kejadian Anemia<br />
Berdasarkan<br />
Anemia Tidak Anemia<br />
Total<br />
LILA<br />
n % n % n %<br />
KEK 57 34,5 108 65,5 165 100<br />
Non KEK 64 32,5 133 67,5 197 100<br />
TOTAL 121 33,4 238 66,6 362 100<br />
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara<br />
status LILA dengan anemia gizi besi (p=0,679 < α : 0,05).<br />
2.5. Hubungan status IMT dengan anemia gizi besi<br />
Tabel 2.5. Hubungan antara status IMT dengan anemia gizi besi<br />
Status Gizi<br />
Kejadian Anemia<br />
Berdasarkan<br />
Anemia Tidak Anemia<br />
Total<br />
IMT<br />
n % n % n %<br />
Kurus 29 30,2 67 69,8 96 100<br />
Normal 75 35 139 65 214 100<br />
Gemuk 17 32,7 35 67,3 52 100<br />
TOTAL 121 33,4 241 66,6 362 100<br />
7
Tabel 2.5. tersebut menunjukkan bahwa pada pekerja wanita yang status gizinya kurus cenderung<br />
mengalami anemia dibanding dengan pekerja wanita yang status gizinya baik atau gemuk berdasarkan<br />
IMT (Indek Massa Tubuh), Namun berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan<br />
yang bermakna antara status IMT dengan anemia gizi besi (p=0,701 > α = 0,05).<br />
8
PEMBAHASAN<br />
1. Karakteristik responden<br />
Dari hasil penelitian nampak bahwa sebagian besar (70%) responden dalam kategori usia<br />
produktif yaitu berusia 21 – 35 tahun, sehingga dalam penelitian ini didominasi kelompok usia muda. Bila<br />
dilihat dari kejadian anemia, maka responden yang mengalami anemia didominasi oleh responden pada<br />
kelompok umur 31-35 tahun yaitu mencapai 43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua,<br />
kemungkinan untuk mengalami anemia lebih besar dibandingkan dengan responden yang berusia lebih<br />
muda. Hal ini selaras dengan bertambahnya usia, seseorang maka akan mengalami penurunan kemampuan<br />
yang dapat mempengaruhi kapasitas kerjanya (Depkes RI, 1995).<br />
Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar (79%) responden berpendidikan menengah (SLTP dan<br />
SLTA). Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan rendah (Sekolah<br />
Dasar) mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia dibandingkan pekerja yang berpendidikan<br />
lebih tinggi yaitu menengah dan tinggi.<br />
Pendidikan bukan merupakan faktor yang dominan terhadap kejadian anemia pada pekerja wanita, karena<br />
meskipun mempunyai pendidikan yang tinggi akan tetapi bila perilaku yang mendukung terhadap<br />
pencegahan anemia masih rendah, misalnya tidak biasa mengkonsumsi sayuran hijau, tidak minum tablet<br />
tambah darah secara rutin selama haid, maka akan tetap mengalami anemia, sebaliknya bagi pekerja<br />
wanita yang mempunyai pendidikan rendah namun konsumsi makanan sumber zat besinya tinggi, maka<br />
akan terhindar dari anemia. Pendidikan juga akan menentukan tingkat pengetahuan seseorang, paling<br />
tidak kemampuan berpikir seseorang dengan pendidikan tinggi akan lebih luas. Pengetahuan atau kognitif<br />
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 1993).<br />
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh<br />
pengetahuan. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebagai penyebab anemia, disamping pendidikan masih ada<br />
faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat pengetahuan, perilaku, sosial budaya, pendapatan, pola<br />
asuh dan lain-lain.<br />
Untuk status pernikahan, responden yang sudah menikah mencapai 71%. Pekerja yang sudah<br />
menikah mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja<br />
yang belum menikah. Bagi pekerja wanita yang sudah menikah, maka secara tidak langsung mempunyai<br />
fungsi dan peran ganda. Disamping berfungsi untuk pencari nafkah bagi keluarganya, juga berperan<br />
sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati akan mengalami kehamilan, melahirkan dan<br />
memberikan ASI bagi bayinya. Sehingga keadaan ini perlu diperhatikan agar perannya sebagai wanita<br />
sekaligus pencari nafkah dapat berjalan dengan baik. Keadaan inilah sebagai salah satu pemicu timbulnya<br />
anemia bagi wanita yang bekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu perlu diperhatikan<br />
asupan zat besi baik dari makanan maupun tambahan zat besi.<br />
Kejadian anemia pada wanita pekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perilaku untuk<br />
mengkonsumsi sayuran hijau dan minum tablet tambah darah selama masa haid. Pekerja wanita terutama<br />
pada usia produktif, diperlukan tambahan zat besi yang lebih besar dibandingkan dengan usia yang belum<br />
9
dan tidak produktif, karena pada usia produktif kegunaan zat besi, disamping sebagai kebugaran tubuh<br />
juga digunakan untuk mengganti zat besi yang hilang pada masa haid.<br />
2. Status Gizi<br />
Status gizi adalah keadaan seseorang yang merupakan gambaran sejauh mana orang tersebut telah<br />
memperhatikan nilai gizi dari makanan yang dikonsumsinya (Apriaji, 1983). Sedangkan Suharjo<br />
mendefinisikan bahwa status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan<br />
dan penggunaan makanan oleh jumlah, dan jenis makanan yang dikonsumsinya (Suhardjo, 1985)<br />
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran cadangan zat-zat gizi di dalam tubuh.<br />
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA<br />
< 23,5 cm sebanyak 34,5%, sedangkan yang tidak kurang energi kronis (non KEK) atau LILA nya ><br />
23,5 cm sebanyak 32,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dengan status gizi (KEK) mempunyai<br />
kecenderungan untuk mengalami anemia gizi besi dibandingkan yang tidak KEK. Hal ini dapat dijelaskan<br />
bahwa terbentuknya haemoglobin dalam darah dipengaruhi pula oleh ketersediaan zat-zat gizi lain seperti<br />
protein. Sehingga hal ini dimungkinkan pekerja yang mempunyai status Lila nya kurang baik<br />
kemungkinan untuk mengalami anemia cukup besar. Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik<br />
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status LILA dengan kejadian anemia<br />
(p=0,551 > α = 0,05).<br />
Keadaan LILA merupakan gambaran cadangan makanan di dalam tubuh, bila seseorang mempunyai LILA<br />
yang baik maka cadangan makanan di dalam tubuh juga baik. LILA bagi pekerja wanita harus<br />
diperhatikan, mengingat fungsi dan peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati<br />
akan mengalami kehamilan, melahirkan anak dan memberikan ASI bagi bayinya. Oleh karena itu seorang<br />
ibu harus mempunyai cadangan makanan yang cukup dalam tubuh agar dapat menjalankan peranannya<br />
baik sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah / pekerja dengan baik.<br />
Indeks massa tubuh (IMT) adalah merupakan gambaran tentang postur tubuh seseorang. Indikator<br />
ini digunakan dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan. Dari hasil perhitungan<br />
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (59,1%) mempunyai IMT normal (18,5-25). Hal ini<br />
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi baik.<br />
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi<br />
berdasarkan IMT dengan kejadian anemia pada pekerja wanita (p=0,701 > α : 0,05).<br />
3.Status anemia<br />
Dari hasil pemeriksaan darah reponden, menunjukkan bahwa kadar Hb responden sebagian besar<br />
(66,6%) dalam kategori normal (tidak anemia). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi responden<br />
berdasarkan kadar Hb dalam keadaan normal. Pembentukan haemoglobin (Hb) sangat dipengaruhi dan<br />
sangat tergantung cukup tidaknya asupan zat gizi lain seperti protein, zat besi dan vitamin C. Menurut<br />
Darwin Karyadi (1996), bahwa konsumsi zat gizi dari makanan diharapkan seimbang dalam kandungan<br />
zat gizinya, sehingga proses metabolisme tubuh akan bekerja dengan optimal. Sebaliknya apabila salah<br />
satu zat gizi tidak terpenuhi, maka metabolisme tubuh tidak dapat bekerja dengan optimal pula.<br />
10
SIMPULAN<br />
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :<br />
:1) Berdasarkan lingkar lengan atas, diperoleh hasil bahwa pekerja wanita dengan kurang energi kronis<br />
(KEK) mengalami anemia gizi besi sebesar 34,5%<br />
.2) Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), diperoleh hasil pekerja wanita yang mengalami anemia gizi<br />
besi adalah status gizi kurus sebesar 30,2%, normal 35% dan gemuk 32,7%.<br />
3) Ditemukan sebanyak 33,40% pekerja wanita mengalami anemia gizi besi.<br />
4) Tidak ada hubungan antara karakteristik responden (usia, status pernikahan, pendidikan), status gizi<br />
(LILA dan IMT) dengan anemia gizi besi.<br />
SARAN<br />
1) Perlu pendekatan baru untuk menanggulangi masalah, terutama pekerja dengan memprioritaskan<br />
faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan anemia gizi besi<br />
2) Perlu dikaukan penelitian lebih lanjut, faktor-faktor penting lainnya dengan menggunakan sample<br />
yang lebih besar.<br />
*) Widyaiswara Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI<br />
11
DAFTAR PUSTAKA<br />
Depkes RI, 1995, Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbangrogram Penanggulangan Anemia Gizi pada<br />
Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta, Direktorat Jenderal Bina <strong>Kesehatan</strong> Masyarakat, <strong>Departemen</strong><br />
<strong>Kesehatan</strong> <strong>Republik</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Depkes RI, 2001, Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta,<br />
Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina <strong>Kesehatan</strong> Masyarakat, <strong>Departemen</strong><br />
<strong>Kesehatan</strong> <strong>Republik</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Depkes RI, 2005, Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah (TTD), untuk Wanita Usia Subur (WUS),<br />
Jakarta, Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina <strong>Kesehatan</strong> Masyarakat,<br />
<strong>Departemen</strong> <strong>Kesehatan</strong> <strong>Republik</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
Depkes RI, 2006, Survei <strong>Kesehatan</strong> Rumah Tangga tahun 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan<br />
<strong>Kesehatan</strong>, Jakarta<br />
Dinas <strong>Kesehatan</strong> Propinsi Jawa Timur, 2002, Jurnal Data dan Info 2001, Prevalensi Anemia Ibu Hamil di<br />
Jawa Timur dan Prevalensi WUS di 30 Kab/Kota Propinsi Jawa Timur), Surabaya<br />
Dinas <strong>Kesehatan</strong> Propinsi Jawa Timur, 2006, Hasil Kajian Data Anemia WUS di Pondok Pesantren<br />
Propinsi Jawa Timur, Surabaya<br />
Kuntoro, Purnomo Windhu, dkk, 2007, Modul SPSS, Bagian Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas<br />
<strong>Kesehatan</strong> Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya<br />
Muhilal, 1998, Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan, Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan<br />
dan Gizi VI, Lembaga Ilmu Pengetahuan <strong>Indonesia</strong><br />
Notoatmojo, 1992, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Karnisius, Yogyakarta<br />
Nursalam, 2002, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika,<br />
Jakarta<br />
Suhardjo, 1985, Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Karnisius, Yogyakarta,<br />
WHO, 2002, Physical Status, The Use And Interpretation of Antropometri Report of a WHO Expret<br />
Committe, WHO, Genewa<br />
12