PERKEMBANGAN OTAK PADA FASE AWAL MASA ANAK - pediatrik
PERKEMBANGAN OTAK PADA FASE AWAL MASA ANAK - pediatrik
PERKEMBANGAN OTAK PADA FASE AWAL MASA ANAK - pediatrik
- No tags were found...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
31<br />
dan emosi. Sebagai contoh, salah satu prediktor terbesar dari penilaian hasil akhir fungsi sosial<br />
dan emosional anak adalah hubungan anak dengan pengasuhnya. Hubungan tersebut mulai<br />
terbentuk pada saat anak berusia 6 hingga 18 bulan dan direfleksikan sebagai rasa aman jika anak<br />
berdekatan dengan pengasuhnya. Karena perasaan aman dan nyaman pada pengasuh akan<br />
menghilangkan stress anak, hal tersebut akan membangun kesehatan sosial dan emosional, dan<br />
dapat memberi efek yang positip dalam perkembangan otak anak. 35<br />
Anak-anak belajar untuk mengatur respon emosional terhadap orang lain dan kejadiankejadian<br />
disekelilingnya. Jika hubungan tersebut terjadi secara baik, anak akan belajar untuk<br />
menyerahkan masalahnya pada pengasuh untuk membantu mengatur responnya terhadap situasi<br />
stress dan selanjutnya mulai belajar untuk mengaturnya sendiri. Jika hubungan tidak terasa aman<br />
karena kurang cukup waktu, tidak konsisten atau perilaku pengasuh yang tidak efektif, anak akan<br />
mengalami fase stress yang berkepanjangan dan pada kasus-kasus yang berat, anak akan<br />
mengalami kegagalan perkembangan kemampuan mengatur diri sendiri misalnya sulit tidur<br />
sendiri. Paparan berkepanjangan terhadap hormon stress dapat berdampak pada sinaps di korteks<br />
serebri, dan dapat dimengerti bahwa hal tersebut dapat mengubah struktur fisik otak, jika hal<br />
3, 36<br />
tersebut sering terjadi pada periode kritis perkembangan terutama perkembangan otak.<br />
Sekelompok orang tua yang memiliki anak yang beresiko berada dalam lingkungan yang<br />
tidak aman dan terpaparan dalam waktu yang panjang terhadap stress adalah anak dengan ibu<br />
yang mengalami depresi. 40% dari semua ibu pernah mengalami depresi dalam bentuk yang<br />
ringan sedangkan 10% dalam bentuk sedang hingga berat selama periode dini postpartum.<br />
Walaupun hal tersebut merupakan bentuk exacerbasi akut karena kelahiran bayi, faktor-faktor<br />
lain seperti dukungan sosial, keluarga berperan penting untuk mendukung kapasitas interaksi ibu<br />
dan bayinya. Ibu yang menderita depresi klinik akan mengalami kesulitan berhubungan secara<br />
baik dengan bayinya, sering tidak memperdulikan perkembangan bayi dan sering gagal untuk<br />
menciptakan respon yang adaptif dari tanda-tanda emosional bayi. Penelitian juga menekankan<br />
ibu yang mengalami depresi juga kurang memperhatikan perkembangan anak. Efek dari<br />
perlakuan ibu depresi dapat diamati secara obyektif dari pemeriksaan EEG, yang menunjukkan<br />
peningkatan aktivitas elektrik otak pada lobus frontalis yang diekspresikan sebagai emosi yang<br />
negatif dibandingkan dengan anak dengan ibu yang tidak depresi. Pola peningkatan aktivitas<br />
elektrik di otak menunjukkan adanya usaha untuk mengatur reaksi negatif dari kejadian yang<br />
dialaminya, tetapi usaha tersebut sering gagal, anak dengan ibu depresi sering lebih iritabel dan<br />
tampak sedih dan mudah marah. 35<br />
Bayi dengan ibu depresi juga menunjukkan peningkatan kadar kortisol dalam darah yang<br />
lebih persisten, merupakan hormon yang dikeluarkan dalam keadaan stress dibanding dengan<br />
bayi kontrol. Penelitian lain menunjukkan peningkatan kadar kortisol dihubungkan dengan