Peternakan - BPTP NTB - Departemen Pertanian
Peternakan - BPTP NTB - Departemen Pertanian
Peternakan - BPTP NTB - Departemen Pertanian
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Jenis produk olahan yang dihasilkan yakni biji kopi kering dari kopi dan es krim susu kambing dari<br />
ternak kambing. Bahan baku kedua produk tersebut seluruhnya lokal, tidak ada yang dibeli dari daerah lain.<br />
Dalam kaitannya dengan teknologi, penguasaan teknologi budidaya kopi dengan pupuk organik dan<br />
pemeliharaan kambing dengan menyediakan pakan konsentrat sendiri relatif baik. Namun disayangkan<br />
bahwa kerjasama kemitraan kelembagaan untuk pengadaan input dan penanganan hasil belum ada. Namun<br />
demikian, nilai tambah yang diperoleh petani dari pengolahan sederhana relatif baik.<br />
Di sisi pasar output, persentase harga yang diterima petani dari produk olahan kopi sebesar 80<br />
persen, sedang sisanya diterima oleh pihak lain, seperti pedagang, buruh dsb. Untuk kambing, baik produk<br />
primer maupun sekunder, persentase harga yang diterima petani 100 pesen. Artinya nilai atau harga kambing<br />
tidak dibagi dengan pihak lain, karena petani melakukan pemasaran produk ternak ini langsung ke konsumen.<br />
Efisiensi pemasaran untuk ke dua komoditas masing-masing relatif baik, karena struktur pasar yang terbentuk<br />
adalah bersaing. Seperti halnya dalam pengolahan hasil, kemitraan dalam pemasaran juga belum ada. Dalam<br />
hal kopi, petani dengan bimbingan <strong>BPTP</strong> dan Pemda Bali telah memprakarsai pengolahan basah untuk kopi<br />
petik merah. Hal ini merupakan salah satu bentuk diversifikasi pasar dengan sasaran perusahaan exportir<br />
kopi. Bahkan Pemda Bali telah mencanangkan promosi kopi organik dari hasil introduksi teknologi kopi<br />
menggunakan pupuk organik dan tanpa bahan kimia. Kopi petik merah dan kopi organik mempunyai segmen<br />
pasar tersendiri, yaitu hotel internasional dan expor (Swastika, 2005).<br />
Dari aspek permodalan, saat ini petani adopter masih menggunakan modal sendiri untuk melakukan<br />
kegiatan usahatani integrasi tanaman perkebunan dengan ternak kambing. Di desa kajian belum dikenal<br />
adanya kredit program, sehingga petani masih mengandalkan modal sendiri. Hal ini disebabkan akses kredit<br />
ke perbankan masih dirasakan sulit, baik dalam hal jarak maupun prosedur administrasi yang harus ditempuh.<br />
Kelembagaan Pengelolaan Teknologi Integrasi Tanaman Kopi-Ternak Kambing<br />
Penerapan teknologi akan berhasil apabila kelembagaan yang ada didalamnya juga solid,<br />
sebagaimana dinyatakan Binswanger dan Ruttan dalam Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan merupakan<br />
faktor utama yang menghasilkan teknologi. Teknologi yang baik hanya dapat dihasilkan dari suatu<br />
manajemen kelembagaan yang baik pula. Seterusnya, penerapan suatu teknologi yang telah dihasilkan<br />
tersebut akan lebih berhasil bila dilakukan oleh kelembagaan yang memadai pula.<br />
Pengelolaan kelembagaan teknologi integrasi tanaman kopi-ternak kambing di lokasi pengkajian<br />
tidak kesemuanya dilakukan secara kolektif. Namun demikian pengelolaannya mengalami penyesuaian<br />
sesuai dengan sosiokultur masyarakat petani/peternak. Perbedaan pola pengelolaan ini dipandang sebagai<br />
suatu upaya adaptasi teknologi melalui rekayasa kelembagaan yang diintroduksi. Beberapa kegiatan yang<br />
dikelola secara kolektif antara lain dalam hal pengolahan limbah kopi/kakao, pelaksanaan IB atau laser<br />
punktur, dan aspek pemasaran. Hingga saat ini kerjasama dalam pemasaran yang telah berjalan antara lain<br />
dalam hal : pemasaran kambing, pemasaran susu, pemasaran hasil-hasil olahan susu (kerupuk susu kambing<br />
dan ice cream susu kambing). Hal ini disebabkan karena pemasaran melalui kelompok diyakini lebih efektif<br />
dan efisien disbanding secara individu, dan untuk individu yang menangani seksi pemasaran memiliki<br />
tanggung jawab yang besar baik dalam hal mencari informasi pasar maupun dalam hal kemitraan usaha.<br />
Salah satu alasan utama pemasaran output hasil susu kambing adalah karena di kelompok tersedia alat<br />
penyimpanan sehingga produk tidak akan mangalami kerusakan, walaupun tiap anggota yang menjual<br />
produknya melalui kelompok dikenakan iuran wajib/potongan namun mereka tidak merasa keberatan. Hal ini<br />
dikarenakan selain potongan yang tidak terlalu besar, juga karena sumbangan tersebut guna pemupukan<br />
modal tabungan simpan pinjam di kelompok yang akan digulirkan di anggota.<br />
Dalam hal dinamika kelompok sudah berjalan cukup optimal, hal ini dapat tercermin masih rutinnya<br />
pertemuan kelompok yang diselenggarakan sebulan sekali namun dalam hal pengkaderan/pergantian<br />
pengurus belum berjalan maksimal. Walaupun dalam aturan dikelompok sudah tertulis periode pergantian<br />
kepengurusan namun tidak keseluruhan dijalankan. Reward and punishment juga sudah mulai diterapkan<br />
dikelompok mulai dari yang terkecil seperti apabila dalam setiap pertemuan bulanan anggota tidak hadir<br />
maka diwajibkan untuk membayar denda, sesuatu yang kecil namun sangat berarti bagi keberlanjutan<br />
kelompok.<br />
Dalam hal pengelolaan sumberdaya manusia di kelompok, masing-masing individu sudah<br />
memerankan kewajiban sesuai dengan tugasnya dimasing-masing seksi kelompok sesuai dengan keahliannya<br />
setelah mengikuti pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan bidangnya. Teradopsinya berbagai komponen<br />
teknologi telah meningkatkan peran wanita tani dalam usahatani, sebagaimana yang dinyatakan oleh Guntoro<br />
et al., (2004) peran wanita tani dalam berusahatani meningkat meningkat dari 25-30% menjadi 40% terutama<br />
dalam hal pengolahan hasil seperti penanganan limbah kopi, penanganan susu kambing . Hal ini<br />
mengindikasikan bahwa kesetaraan gender sudah mulai dijalankan pada kelembagaan integrasi tanaman kopi<br />
ternak kambing.<br />
191