Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO
Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO
Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
sejauh mana Indonesia memiliki<br />
komitmen untuk menjalankan<br />
konvensi dan secara sadar melihat<br />
upaya-upaya konservasi merupakan<br />
hal yang harus inheren di dalam<br />
perencanaan dan pelaksanaan<br />
pembangunan. . Pengalaman<br />
Indonesia yang ikut dalam ratifikasi<br />
CITES namun masih dalam<br />
implementasinya masih belum<br />
optimal sehingga mengakibatkan<br />
perdebatan dengan negara anggota<br />
CITES lainnya. Hal ini dapat<br />
merefleksikan bahwa adopsi atau<br />
ratifikasi suatu konvensi<br />
internasional tidak dapatdilakukan<br />
berdasarkan kepentingan kebijakan<br />
diplomasi suatu negara, melainkan<br />
kepentingan kebijakan negara yang<br />
terintegrasi . dengan kebijakan<br />
negara-negara lain.<br />
6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun<br />
1997, tentang Pengelolaan<br />
Lingkungan Hidup<br />
Undang-undang No. 23<br />
Tahun 1997 resmi diundangkan<br />
pada tanggal 19 September 1997,<br />
menggantikan UU No. 4 Tahun<br />
1982 tentang Pengelolaan<br />
Lingkungan Hidup (UULH 1982).<br />
Sebelum membahas UU No. 23<br />
Tahun 1997, penting kiranya untuk<br />
melihat sekilas UULH 1982, karena<br />
UU 1nl merupakan peraturan<br />
pertama setingkat undang-undang<br />
yang memiliki semangat pengaturan<br />
lingkungan hidup dan landasan<br />
pemikiran dan pengembangan<br />
pengaturan berbagai peraturan<br />
lainnya seperti Perlindungan<br />
Sumberdaya Alam Hayati,<br />
Perlindungan Sumberdaya Alam<br />
Buatan, Perlindungan Cagar<br />
Budaya dan Konservasi<br />
Sumberdaya Alam Hayati dan<br />
EkosistemnY\3. Undang-undang ini<br />
mengartikan Iingkungan hidup<br />
sebagai kesatuan ruang dengan<br />
semua benda, daya dan keadaan<br />
dan makhluk hid up, termasuk di<br />
dalamnya manusia dan prilakunya,<br />
yang mempengaruhi kelangsungan<br />
perikehidupan dan kesejahteraan<br />
manusia serta makhluk hidup<br />
lainnya.<br />
Undang-Undang No. 4<br />
Tahun 1982 memuat pengaturan<br />
tentang konservasi di dalam Pasal<br />
12, yang menyebutkan bahwa<br />
ketentuan tentang konservasi<br />
sumberdaya a/am hayati dan<br />
ekosistemnya ditetapkan dengan<br />
undang-undang. Dari pasal inilah<br />
kemudian lahir UU No. 5 Tahun<br />
1990 tentang Konservasi<br />
Sumberdaya Alam Hayati dan<br />
Ekosistemnya. Konservasi<br />
Sumberdaya Alam Hayati diarahkan<br />
pada pengelolaan sumberdaya alam<br />
yang menjamin pemanfaatannya<br />
secara bijaksana dan bagi<br />
sumberdaya terbaharui . dapat<br />
menjamin kesinambungan<br />
persediannya dengan tetap<br />
memelihara dan meningkatkan<br />
kualitas nilai dan<br />
keanekaragamannya.<br />
Undang-undang Nomor 23<br />
Tahun 1997 secara substansi. dan<br />
ruang lingkup dianggap lebih maju<br />
dibandingkan dengan UU Nomor 4<br />
Tahun 1982. Perubahan<br />
mendasarnya adalah pada<br />
substansi, mempertahankan<br />
berbagai prinsip yang telah ada<br />
selama 1nl (hak untuk<br />
berperanserta, hak atas lingkungan<br />
hidup yang baik dan sehat), juga<br />
menambahkan beberapa pnnslp<br />
mendasar lainnya, seperti hak atas<br />
informasi (right for information), hak<br />
untuk mengadu/melapor, hak<br />
mengajukan gugatan perwakilan<br />
(class action), hak organisasi<br />
lingkungan untuk mengajukan<br />
gugatan (NGO's Legal Standing)<br />
dan Tanggung Jawab Mutlak (Strict<br />
Leability). UU No. 23 Tahun 1997<br />
juga memberikan kewenangan yang<br />
lebih besar terhadap Menteri<br />
(kementerian) Lingkungan Hidup<br />
atau Pemerintah seperti<br />
kewenangan Menteri (Lingkungan<br />
Hidup) untuk memerintahkan<br />
__ J I<br />
24<br />
i<br />
--.J