13.04.2014 Views

Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO

Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO

Ujicoba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq ... - ITTO

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

I<br />

I<br />

I<br />

I<br />

roi<br />

r­<br />

I<br />

I<br />

I<br />

r-<br />

I<br />

I<br />

!<br />

khas dan tanahnya yang jenuh air. Hal<br />

pentingyang harus dicermati bahwa<br />

akses jalan yang sulit pasca penebangan<br />

berimplikasi pad a aspek pemeliharaan<br />

tegakan tinggal yang sulit dilakukan.<br />

Aspek habitat HRG juga perlu<br />

diperhatikan selain beberapa hal<br />

sebelumnya. Habitat HRG terbentuk dari<br />

tumpukan ranting dan dahan kayu yang<br />

tertimbun ribuan tahun lalu. Penguraian<br />

dahan dan kayu terse but tidak sempurna<br />

karena kondisi hutan yang selalu<br />

digenangi air, sehingga kondisi HRG<br />

menjadi sangat rentan dan marjinal.<br />

. Kondisi tersebut berimplikasi pada<br />

potensi dan kelestarian <strong>Ramin</strong>.<br />

Berdasarkan hal tersebut,<br />

pemerintah perlu membentuk suatu<br />

aturan tersendiri mengenai pengelolaan<br />

kayu <strong>Ramin</strong> dan habitatnya secara<br />

komperhensif. Hal ini dikarenakan<br />

penerapan sistem silvikultur HRG tidak<br />

dapat disamakan dengan sistem<br />

silvikultur yang ada untuk hutan daratan<br />

mengingat potensi tegakan <strong>Ramin</strong> yang<br />

makin menurun dan pola<br />

pengembangbiakannya yang khusus dan<br />

memakan waktu.<br />

Dengan terbitnya Kepmenhut No.<br />

127/Kpts-V/2001 dan Kepmenhut No.<br />

168/Kpts-IV/G/2001 merupakan hal<br />

penting dan menjadi langkah strategis<br />

bagi pemerintah untuk mengendalikan<br />

kelangkaan kayu <strong>Ramin</strong>.Secara<br />

legalitas, pemerintah juga perlu<br />

menetapkan kebijakan yang permanen<br />

tentang status kayu <strong>Ramin</strong>. Hal ini<br />

didasarkan pada pp No. 8 tahun 1999<br />

tentang Pemanfaatan <strong>Jenis</strong> Tumbuhan<br />

dan Satwa Liar, dimana pemerintah<br />

berwenang untuk menentukan daftar<br />

jenis mana yang boleh dan tidak boleh<br />

diperdagangkan dengan memperhatikan<br />

konvensi ,internasional berkaitan dengan<br />

upaya perlindungan jenis tumbuhan dan<br />

satwa.. Kerangka kebijakan pengelolaan<br />

<strong>Ramin</strong> sebenarnya dapat lebih dipertegas<br />

lagi seiring dengan dimasukkannya jenis<br />

<strong>Ramin</strong> dalam Appendix III CITES tahun<br />

2001 dan pada tahun 2004 diperbaharui<br />

menjadi Appendix 1,.<br />

Bila merunut sejarah, pemanenan<br />

<strong>Ramin</strong> mulai dilakukan dalam skala besar<br />

sejak tahun 1970-an. Eksploitasi<br />

berlebihan sampai dengan tahun 2000-an<br />

menimbulkan kelangkaan potensi jenis<br />

<strong>Ramin</strong>. Pemerintah melalui Menteri<br />

Kehutanan kemudian menerbitkan<br />

peraturan perundangan mengenai ramin<br />

yaitu Kepmenhut No. 127/Kpts-V/2001<br />

dan Kepmenhut No. 168/Kpts-IVG/2001.<br />

Selain ketentuan tersebut, Pemerintah<br />

juga menerbitkan Kepmenhut<br />

No.1613/Kpts-1I/2001 tanggal 21 Oktober<br />

2001 tentang pelarangan ekspor kayu<br />

<strong>Ramin</strong> dalam bentuk kayu gergajian.<br />

Namun demikian, data BPS mencatat<br />

adanya ekspor kayu <strong>Ramin</strong> dalam bentuk<br />

gergajian sebesar 1.399 m 3 ke beberapa<br />

negara anggota CITES pad a tahun 2002.<br />

Sedangkan saat itu jenis ramin telah<br />

masuk dalam Appendix III CITES, dim ana<br />

artinya bahwa kayu ramin telah langka<br />

dan wajib dilindungi dengan sistem<br />

penzman yang melibatkan standar<br />

internasional.<br />

Dengan dimasukkannya jenis<br />

<strong>Ramin</strong> dalam CITES Appendix III tahun<br />

2001 dan diperketat lagi menjadi CITES<br />

Appendix 11 pad a tahun 2004, semakin<br />

mempertegas komitmen kerja sama<br />

internasional untuk mencegah praktek<br />

pemanfaatan sumberdaya hutan yang<br />

tidak berkelanjutan. Pemanfaatan jenis<br />

ramin hanya mungkin dilakukan dengan<br />

perizinan yang diakui CITES dalam<br />

koridor sertifikasi pengelolaan hutan yang<br />

berkelanjutan. Melalui· Siaran Pers<br />

Kehutanan No. S.308/11/PIK-1/2007,<br />

Badan Litbang Departemen Kehutanan<br />

juga menegaskan bahwa kayu <strong>Ramin</strong><br />

ditegorikan sebagai kayu jenis langka dan<br />

pemerintah telah memasukkannya ke<br />

dalam Appendix 11 CITES. Berdasarkan<br />

siaran pers tersebut, terdapat sinyalsinyal<br />

komitmen pemerintah dalam ha! ini<br />

Departemen Kehutanan untuk menjaga<br />

kelestarian kayu <strong>Ramin</strong>.<br />

Kebijakan moratorium kayu <strong>Ramin</strong><br />

juga .. mengandung implikasi adanya<br />

penyesuaian terhadap berbagai<br />

ketentuan, . antara lain: Kepmen<br />

Perindustrian dan Perdagangan No.<br />

33<br />

r­<br />

i

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!