05.01.2015 Views

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

endah, terutama untuk kasus kentang dan kubis. Dengan kata lain, desakan kebutuhan<br />

modal petani tidak selalu merupakan faktor pendorong utama terja<strong>di</strong>nya kemitraan antara<br />

petani dan pedagang. Secara implisit hal ini menunjukkan pula bahwa permodalan tidak<br />

selalu merupakan masalah utama yang <strong>di</strong>hadapi petani karena dua hal yang saling<br />

terkait yaitu: (1) Pada prinsipnya, petani melakukan kemitraan dengan pedagang dengan<br />

tujuan agar mitranya tersebut (pedagang) dapat membantu petani mengatasi permasalah<br />

utama yang tidak dapat <strong>di</strong>atasi oleh petani sen<strong>di</strong>ri. Dengan kata lain, jika petani mampu<br />

mengatasi semua permasalahannya sen<strong>di</strong>ri maka petani tidak perlu melakukan<br />

kemitraan dengan pedagang karena hal itu memberikan resiko ke<strong>pada</strong> petani yang dapat<br />

berupa harga jual sayuran lebih rendah dari<strong>pada</strong> harga pasar; (2) Konsekuensi dari butir<br />

(1) adalah, jika keterbatasan modal merupakan masalah utama petani maka petani yang<br />

melakukan kemitraan seharusnya memiliki kemampuan modal (<strong>di</strong>cerminkan oleh luas<br />

penguasaan lahan) lebih rendah <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan petani non kemitraan. Namun seperti<br />

<strong>di</strong>perlihatkan dalam Tabel 9 kemampuan modal petani yang bermitra dengan pedagang<br />

justru lebih tinggi dari<strong>pada</strong> petani non mitra, khususnya untuk komo<strong>di</strong>tas kentang dan<br />

kubis. Sedangkan untuk komo<strong>di</strong>tas cabai dan bawang merah kemampuan modal petani<br />

kemitraan se<strong>di</strong>kit lebih rendah <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan petani non kemitraan.<br />

Untuk memperjelas hubungan antara kemampuan modal petani (<strong>di</strong>cerminkan<br />

oleh penguasaan lahan) dengan kemitraan yang <strong>di</strong>lakukan petani, dalam Tabel 9<br />

<strong>di</strong>perlihatkan <strong>di</strong>stribusi jumlah petani menurut kelompok luas penguasaan lahan. Dalam<br />

tabel tersebut dapat <strong>di</strong>simak bahwa proporsi petani yang berkemampuan modal tinggi<br />

(luas garapan <strong>di</strong> atas 1 hektar) cukup banyak yang melakukan kemitraan dengan<br />

pedagang, secara total sekitar 36 persen petani contoh. Proporsi kelompok petani kaya<br />

tersebut relatif sama untuk petani non pelaku kemitraan yaitu sekitar 37 persen petani<br />

contoh. Artinya, secara agregat untuk seluruh petani sayuran yang <strong>di</strong>kaji kemampuan<br />

modal petani pelaku kemitraan tidak berbeda dengan petani non kemitraan. Pada<br />

komo<strong>di</strong>tas cabai petani yang melakukan kemitraan memang cenderung merupakan<br />

petani bermodal lemah tetapi <strong>pada</strong> komo<strong>di</strong>tas kentang justru petani bermodal kuat yang<br />

lebih banyak melakukan kemitraan dengan pedagang.<br />

16

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!