05.01.2015 Views

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

sebagai faktor produktif yang dapat membantu usaha petani. Pendapat demikian<br />

mungkin benar jika modal yang <strong>di</strong>pinjamkan pedagang sangat kecil <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan<br />

kebutuhan modal usahatani dan kemitraan tersebut terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah dengan infrastruktur<br />

ekonomi yang buruk <strong>di</strong>mana alternatif pemasaran yang dapat <strong>di</strong>lakukan petani sangat<br />

terbatas.<br />

Analisis berikut ini mengkaji manfaat dan kerugian finansial petani yang<br />

melakukan kemitraan dengan pedagang. Dalam kajian tersebut modal yang <strong>di</strong>pinjamkan<br />

pedagang tidak hanya <strong>di</strong>pandang sebagai faktor pengikat antara petani dan pedagang<br />

tetapi <strong>di</strong>perhitungkan pula sebagai faktor input milik pedagang yang <strong>di</strong>gunakan oleh<br />

petani.<br />

Salah satu metoda analisis yang dapat <strong>di</strong>pakai untuk mengevaluasi manfaat<br />

finansial yang <strong>di</strong>peroleh petani dari suatu kemitraan adalah dengan pendekatan fungsi<br />

produksi. Dengan pendekatan tersebut maka petani dan pedagang <strong>di</strong>anggap<br />

memperoleh manfaat yang optimal jika masing-masing pihak memperoleh pangsa output<br />

yang seban<strong>di</strong>ng dengan kontribusi input yang <strong>di</strong>milikinya terhadap total output yang<br />

<strong>di</strong>hasilkan. Pendekatan fungsi produksi tersebut misalnya <strong>di</strong>gunakan oleh Irawan et al.,<br />

(1988) dalam mengevaluasi sistem bagi hasil yang berkembang <strong>di</strong> sektor perikanan.<br />

Namun pendekatan tersebut sulit <strong>di</strong>terapkan dalam penelitian ini karena modal yang<br />

<strong>di</strong>pinjamkan pedagang tidak dapat <strong>di</strong>telusuri dengan jelas pengalokasiannya untuk<br />

berbagai jenis input usahatani yang <strong>di</strong>gunakan oleh petani.<br />

Pada prinsipnya, petani maupun pedagang memperoleh manfaat finansial yang<br />

optimal <strong>di</strong> dalam kemitraan jika masing-masing pihak memperoleh pangsa output yang<br />

seban<strong>di</strong>ng dengan pangsa input yang <strong>di</strong>miliki terhadap total output yang <strong>di</strong>hasilkan. Jika<br />

setiap faktor input <strong>di</strong>asumsikan memiliki produktivitas marginal yang homogen terhadap<br />

total output maka kon<strong>di</strong>si tersebut tercapai manakala pangsa output yang <strong>di</strong>peroleh<br />

masing-masing pihak <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan pangsa modal yang <strong>di</strong>sertakan <strong>di</strong> dalam<br />

kemitraan.<br />

Misalkan dengan penggunaan modal usahatani sebesar Z petani akan<br />

memperoleh penerimaan sebesar R = Q.P, <strong>di</strong>mana Q adalah kuantitas output dan P<br />

adalah harga output <strong>pada</strong> harga pasar. Tetapi jika petani melakukan kemitraan dengan<br />

pedagang sayuran maka harga output yang <strong>di</strong>terima petani lebih rendah dari harga<br />

pasar. Sehingga penerimaan yang <strong>di</strong>peroleh petani kemitraan hanya sebesar R* yang<br />

lebih kecil dari R karena harga yang <strong>di</strong>terima petani kemitraan (P*) lebih kecil dari harga<br />

18

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!