05.01.2015 Views

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa faktor ketiga itulah yang umumnya<br />

menja<strong>di</strong> daya tarik bagi perusahaan untuk melakukan kemitraan sehingga PIR<br />

perkebunan dapat berjalan. Sedangkan <strong>pada</strong> program kemitraan lainnya seringkali<br />

<strong>di</strong>jumpai kegagalan yang <strong>pada</strong> intinya terja<strong>di</strong> karena kemitraan yang <strong>di</strong>kembangkan<br />

cenderung merugikan atau tidak memberikan manfaat ke<strong>pada</strong> salah satu pihak, petani<br />

atau perusahaan mitranya. Padahal, manfaat yang dapat <strong>di</strong>peroleh justru merupakan<br />

daya tarik utama bagi setiap pihak untuk melakukan kemitraan. Pada umumnya,<br />

kontinyuitas pasokan petani ke<strong>pada</strong> perusahaan mitra merupakan manfaat yang<br />

<strong>di</strong>inginkan oleh perusahaan mitra sedangkan jaminan pasar baik dalam kuantitas<br />

maupun harga merupakan manfaat utama yang <strong>di</strong>inginkan petani dalam melakukan<br />

kemitraan.<br />

Pengalaman menunjukkan bahwa kedua manfaat yang <strong>di</strong>inginkan oleh<br />

perusahaan mitra dan petani seringkali semakin kecil sehingga kemitraan yang telah<br />

<strong>di</strong>bangun tidak berkelanjutan. Pada umumnya hal ini terja<strong>di</strong> karena adanya pelaku<br />

agribisnis lain <strong>di</strong> luar kemitraan (pedagang lokal) yang berani membeli produksi petani<br />

dengan harga lebih tinggi dari<strong>pada</strong> harga yang <strong>di</strong>sepakati dengan mitranya. Akibatnya<br />

adalah petani cenderung menjual produksinya bukan ke<strong>pada</strong> mitranya, melainkan<br />

ke<strong>pada</strong> pedagang lokal yang membeli dengan harga lebih tinggi. Bagi petani hal itu<br />

merupakan pilihan yang rasional walaupun cenderung merugikan mitranya akibat<br />

berkurangnya pasokan produksi petani ke<strong>pada</strong> mitranya.<br />

Fakta <strong>di</strong> atas mengungkapkan bahwa program kemitraan yang <strong>di</strong>bangun tanpa<br />

melibatkan pelaku agribisnis lokal (pedagang lokal) sulit <strong>di</strong>pertahankan secara<br />

berkelanjutan. Dalam konteks lebih luas, banyak pendapat mengungkapkan bahwa<br />

kegiatan pembangunan agribisnis yang <strong>di</strong>lakukan tanpa memperhitungkan kelembagaan<br />

yang sudah berkembang secara alami <strong>di</strong> pedesaan akan mengalami hambatan. Oleh<br />

karena itu, dalam mendorong kemitraan <strong>di</strong> sektor agribisnis pemerintah tidak harus<br />

mengubah atau memperkenalkan bentuk kelembagaan yang baru tetapi cukup dengan<br />

melakukan pembenahan <strong>pada</strong> kelembagaan yang sudah berkembang, sesuai dengan<br />

tujuan yang <strong>di</strong>inginkan (Hastuti, 1986). Hal ini karena bentuk-bentuk kerjasama usaha<br />

antara petani dengan pihak lain sebenarnya sudah banyak yang berkembang <strong>di</strong> daerah<br />

pedesaan dan dalam kerjasama tersebut secara umum sudah <strong>di</strong>perhitungkan pula<br />

masalah pemerataan dan aspek keberlanjutan usaha bagi pihak-pihak yang bermitra<br />

(Sura<strong>di</strong>sastra, 1999; Hastuti, 1986).<br />

4

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!