05.01.2015 Views

Bunuh MUNIR - KontraS

Bunuh MUNIR - KontraS

Bunuh MUNIR - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bagian 1. Reka Duga Pembunuhan Munir<br />

berdatangan; Kasus penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi I<br />

dan Semanggi II, Tragedi Mei (1998), Kasus Tanjung Priok (1984), Kasus<br />

Talangsari (1989), dan lainnya.<br />

Di luar itu Munir juga “menggarap” beberapa kasus keras lainnya seperti<br />

kasus Timor Timur pasca referendum 1999, kasus DOM di Aceh dan Papua,<br />

kerusuhan di Maluku, Kalimantan, dan Poso. Hampir semua daftar kasus di<br />

atas bisa didefinisikan sebagai kasus “keras” karena melibatkan kalangan<br />

perwira tinggi militer. Sementara itu para elit politik yang baru pasca<br />

transisi masih membutuhkan kemitraan politik dengan mereka.<br />

Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan politik dari rezim Soeharto ke<br />

rezim elektoral 4 , selanjutnya membawa angin baru bagi agenda gerakan<br />

HAM di Indonesia. Beberapa legislasi dan institusionalisasi negara mulai<br />

akomodatif terhadap isu HAM. Munir segera terlibat dalam proses ini,<br />

mulai dari memberi masukan dalam rancangan UU (terutama untuk isu<br />

HAM dan militerisme) hingga aktif terlibat di Komisi Penyelidik Pelanggaran<br />

(KPP HAM), khususnya untuk peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM di<br />

Timor Timur pada 1999. Namun layaknya keterbatasan struktural transisi<br />

politik Indonesia pasca 1998, perjuangan Munir pun punya batasannya.<br />

Seperti yang menjadi pepatah politik terkenal dari Thomas Hobbes:<br />

“hukum tanpa hukuman, hanyalah rangkaian kata-kata”.<br />

Munir hingga akhir hidupnya tetaplah seorang aktivis HAM yang<br />

mengambil posisi skeptis dan pesimis dalam penegakkan HAM di<br />

Indonesia terlepas banyaknya produk-produk HAM formal yang sudah<br />

disahkan. 5 Kekecewaan utamanya adalah tiadanya pertanggungjawaban<br />

dari pelaku atas peristiwa pelanggaran berat HAM. Dan (pergantian)<br />

rezim pemerintahan yang baru sendiri tidak mampu dan tidak mau<br />

memutus rantai impunitas tersebut.<br />

4<br />

Rezim elektoral adalah rezim yang legitimasi politiknya semata-mata didasari oleh proses<br />

demokrasi yang formal dan prosedural, dalam hal ini pemilu. Sementara prasyarat demokrasi<br />

substansial belum terpenuhi. Gejala ini nampak sebagai sebuah pola transisi di negeri dunia<br />

ketiga.<br />

5<br />

Sikap skeptis Munir ini dengan baik ditampilkan dalam Nono A. Makarim, Munir, dari Dalam,<br />

dalam Jaleswari Pramodhawardani dan Andi Widjojanto (ed), “Munir; Sebuah Kitab Melawan<br />

Lupa”, Mizan Media Utama, 2004.<br />

18<br />

<strong>Bunuh</strong> <strong>MUNIR</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!