Toxic Threads_Meracuni surga_26 April 2013
Toxic Threads_Meracuni surga_26 April 2013
Toxic Threads_Meracuni surga_26 April 2013
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Gambar Peritel Adidas.<br />
Pacific Place Mall, Jakarta.<br />
<strong>Toxic</strong><br />
section chapter one six<br />
<strong>Threads</strong><br />
#5<br />
Merek Busana Internasional<br />
dan Industri Tekstil di<br />
Indonesia<br />
Setelah China dan India, Indonesia adalah<br />
negara dengan laju pertumbuhan ekonomi<br />
tercepat diantara negara-negara industri di<br />
dunia (G20), dan merupakan negara dengan<br />
ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Tingkat<br />
pertumbuhan Indonesia diperkirakan akan<br />
melampaui China dan Indonesia dalam<br />
jangka waktu 10 tahun, dan disebut-sebut<br />
sebagai “negara yang bertekad untuk<br />
menjadi pusat produksi dan industri di Asia<br />
Tenggara”. 102<br />
Sektor pembuatan adalah penyumbang paling<br />
penting bagi pendapatan domestik kotor (GDP)<br />
Indonesia, menyumbang lebih dari 27% pada<br />
2003 hingga 2007, dan terkonsentrasi di Pulau<br />
Jawa, dimana ada tidak kurang dari 80% dari<br />
total industri manufaktur. 103 Jawa Barat sendiri<br />
menyumbang 37% persen pada 2007, dimana<br />
Bandung merupakan kota dengan keberadaan<br />
pabrik manufaktur terbanyak. 104 Banyak pabrik<br />
berlokasi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS)<br />
Citarum, disebabkan oleh faktor ketersediaan lahan,<br />
infrastruktur, sumberdaya alam, dan kedekatan jarak<br />
dengan Jakarta. Berbagai industri manufaktur yang<br />
beroperasi di DAS Citarum utamanya adalah industri<br />
tekstil, elektronik, farmasi, kulit, dan makanan.<br />
Provinsi Jawa Barat juga merupakan pusat tekstil<br />
modern dan industri busana di Indonesia.<br />
BOX 7<br />
Industri Tekstil di<br />
Sungai Citarum<br />
Sektor pewarnaan tekstil mempunyai sejarah<br />
panjang di sepanjang DAS Citarum, dimana<br />
nama Citarum sendiri berasal dari Tarum,<br />
tanaman yang saat itu banyak ditemukan<br />
dan dijadikan bahan pewarnaan alami nila<br />
(indigo) sejak abad ke-4, dan secara tradisional<br />
digunakan oleh para pembuat batik. Hanya<br />
saja, dibutuhkan proses panjang dan rumit<br />
untuk mengekstrak pewarna dari tanaman<br />
itu yang akhirnya membuat banyak pembuat<br />
batik memilih pewarna kimia sintetis. 105 Saat<br />
ini tanaman Tarum tidak lagi tumbuh di DAS<br />
Citarum, meski Tarum dan pewarna nila lainnya<br />
pernah menjadi bagian penting dari budaya<br />
setempat. Tidak ada upaya yang dilakukan untuk<br />
memproduksi pewarna nila yang lebih baru, lebih<br />
efisien dengan jalan pemanfaatan teknologi.<br />
Sektor pembuatan tekstil masih menjadi hal<br />
yang sangat penting hingga saat ini. Pewarna<br />
kimia sintetis secara besar-besaran digunakan<br />
untuk menggantikan Tarum, dikombinasikan<br />
dengan penggunaan bahan kimia sintetis<br />
lain yang beberapa diantaranya berbahaya<br />
beracun. Sekitar 60% dari total produsen tekstil<br />
nasional berada di DAS Citarum 106 . Pabrik<br />
tekstil juga paling mendominasi DAS Citarum<br />
dibanding sektor lainnya, ia mewakili 46% dari<br />
keseluruhan industri. 107 Meski demikian, industri<br />
tekstil modern juga berperan dalam rusaknya<br />
sungai Citarum.<br />
Greenpeace International <strong>Toxic</strong> <strong>Threads</strong>: Mencemari Surga 29