2. Lahan Gambut di IndonesiaPada bagian ini akan disampaikan hal-hal mengenai definisi, sebaran dan luas lahan <strong>gambut</strong>, nilaidan manfaat, kebijakan dan kelembagaan, permasalahan dan ancaman, aspek pengelolaan sertakerjasama antar Kabupaten/Kota/Propinsi dalam pengelolaan lahan <strong>gambut</strong> di Indonesia.Informasi yang akan disampaikan dalam bagian ini di ambil/diacu dari berbagai sumber tertulis dariinstansi teknis, lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan darisumber-sumber lain yang kompeten dalam bidang pengkajian lahan <strong>gambut</strong>.2.1 Definisi dan Karakteristik GambutLahan <strong>gambut</strong> merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanyapenimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari reruntuhan vegetasi diatasnya dalam kurun waktu lama (ribuan tahun). Akumulasi ini terjadi karena lambatnya lajudekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik di lantai hutan yangbasah/tergenang tersebut.Secara fisik, lahan <strong>gambut</strong> merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalujenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase. Beberapa ahli mendefinisikan <strong>gambut</strong>dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa definisi yang sering digunakan sebagai acuan antaralain:Gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari 65 % (berat kering)dan ketebalan <strong>gambut</strong> lebih dari 0.5 m (Driessen, 1978)Gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan lebih dari 40 cmatau 60 cm, tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organiknya (SoilTaxonomy).Pembentukan <strong>gambut</strong> di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zamanglasial akhir, sekitar 3.000 - 5.000 tahun yang lalu. Proses pembentukan <strong>gambut</strong> pedalamanbahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu (Brady 1997 dalam Daniel Murdiyarsodkk, 2004). Tabel di bawah ini memperlihatkan umur tanah <strong>gambut</strong> di beberapa lokasi diKalimantan.Tabel 1.Estimasi umur lahan <strong>gambut</strong> beberapa lokasi di KalimantanLokasi Umur (tahun) Sumber- Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah 11.000 Rieley et al., 1992- Palangkaraya, Kalimantan Tengah 8.145 – 9.600 Neuzil, 1997- Teluk Keramat, Kalimantan Barat 4.040 – 1.980 Staub and Esterly, 1994Sumber : <strong>Wetlands</strong> <strong>International</strong> - Indonesia Programme, 19976 Strategi dan Rencana Tindak Nasional <strong>Pengelolaan</strong> Lahan Gambut Berkelanjutan
Seperti <strong>gambut</strong> tropis lainnya, <strong>gambut</strong> di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropisyang kaya akan kandungan Lignin dan Selulosa (Andriesse, 1988). Karena lambatnya prosesdekomposisi, di dalam tanah <strong>gambut</strong> sering dijumpai adanya timbunan batang, cabang dan akartumbuhan besar yang terawetkan dan strukturnya relatif masih nampak jelas.Sebagai sebuah ekosistem lahan basah, <strong>gambut</strong> memiliki sifat yang unik dibandingkan denganekosistem-ekosistem lainnya. Sifat unik <strong>gambut</strong> dapat dilihat dari sifat kimia dan fisiknya. Sifatkimia <strong>gambut</strong> lebih merujuk pada kondisi kesuburannya yang bervariasi, tetapi secara umum iamemiliki kesuburan rendah. Hal ini ditandai dengan tanah yang masam (pH rendah), ketersediaansejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) rendah, mengandungasam-asam organik beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapiKejenuhan Basa (KB) rendah.Sifat fisik <strong>gambut</strong> yang unik dan perlu dipahami antara lain menyangkut kematangan, warna, beratjenis, porositas, kering tak balik, subsidensi, dan mudah terbakar. Dari sisi kematangan, <strong>gambut</strong>memiliki tingkat kematangan bervariasi karena dibentuk dari bahan, kondisi lingkungan, dan waktuyang berbeda. Gambut yang telah matang (tipe saprik) akan cenderung lebih halus dan lebihsubur. Sebaliknya yang belum matang (tipe fibrik), banyak mengandung serat kasar dan kurangsuburGambut memiliki warna yang bervariasi pula. Meskipun bahan asal <strong>gambut</strong> berwarna kelabu,coklat atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa-senyawa yang berwarna gelap(Nurhayati dkk, 1986) sehingga <strong>gambut</strong> (juga air <strong>gambut</strong>) umumnya berwarna coklat sampaikehitaman. Warna <strong>gambut</strong> menjadi salah satu indikator kematangan <strong>gambut</strong>. Semakin matang,<strong>gambut</strong> semakin berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat, hemik berwarna coklat tua, dan saprikberwarna hitam (Darmawijaya, 1990). Dalam keadaan basah, warna <strong>gambut</strong> biasanya semakingelap.Gambut memiliki berat jenis yang jauh lebih rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang <strong>gambut</strong>,semakin besar berat jenisnya. Selain itu, <strong>gambut</strong> memiliki daya dukung atau daya tumpu yangrendah karena mempunyai ruang pori besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnyaringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86-91 % (volume) dan untuk bahanhemik/saprik 88-92 %, atau rata-rata sekitar 90 % volume (Suhardjo dan Dreissen, 1977). Sebagaiakibatnya, pohon yang tumbuh di atasnya menjadi mudah rebah. Rendahnya daya tumpu akanmenjadi masalah dalam pembuatan saluran irigasi, jalan, pemukiman, perkebunan dan pencetakansawah.Gambut juga memiliki daya hantar hidrolik (penyaluran air) secara horisontal (mendatar) yangcepat sehingga memacu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya,<strong>gambut</strong> memiliki daya hidrolik vertikal (ke atas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas<strong>gambut</strong> sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah. Hal ini juga menyulitkanpasokan air ke lapisan perakaran. Selain itu, <strong>gambut</strong> juga mempunyai sifat kering tak balik.Artinya, <strong>gambut</strong> yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali.Setelah dilakukan drainase atau reklamasi, <strong>gambut</strong> berangsur akan kempes dan mengalamisubsidence/ambelas yaitu penurunan permukaan tanah. Kondisi ini disebabkan oleh prosespematangan <strong>gambut</strong> dan berkurangnya kandungan air. Lama dan kecepatan penurunan tersebuttergantung pada kedalaman <strong>gambut</strong>. Semakin tebal <strong>gambut</strong>, penurunan tersebut semakin cepatdan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata kecepatan penurunan adalah 0,3-0,8 cm/bulan, danterjadi selama 3-7 tahun setelah drainase dan pengolahan tanah.Strategi dan Rencana Tindak Nasional <strong>Pengelolaan</strong> Lahan Gambut Berkelanjutan 7