KOTAK 1Penabatan parit di Sumatera Selatan & Kalimantan TengahPembuatan parit secara illegal banyak dilakukan oleh masyarakat di S. Merang-Kepahiyang Kab. Musi Banyuasin,Sumatra Selatan dengan tujuan untuk mengeluarkan kayu hasil tebangan disaat musim hujan. Di sepanjangsungai Merang dijumpai sekitar 113 parit dan 83 diantaranya terdapat di lahan <strong>gambut</strong>. Parit dibuat denganmenggunakan chainsaw dan berukuran lebar 1.7 – 3 m, kedalaman 1.5-2,5 m dan panjang 1.5-5 km. Beberapaparit ini kini sudah tidak digunakan lagi dan diindikasikan telah menyebabkan terjadinya pengeringan <strong>gambut</strong> yangberlebihan disaat musim kemarau dan akhirnya terbakar. Untuk mencegah keringnya/terbakarnya <strong>gambut</strong> didaerah ini, Proyek CCFPI <strong>Wetlands</strong> <strong>International</strong> bekerjasama dengan LSM setempat (WBH, Wahana Bumi Hijau)pada bulan Mei – Desember 2004 telah memfasilitasi penyekatan parit sebanyak 8 buah yang dilakukan oleh parapemiliknya. Selain di Sumsel, kegiatan serupa juga dilakukan pada 18 buah parit/saluran yang terdapat di lahan<strong>gambut</strong> eks PLG-sejuta hektar - Kalimantan Tengah. Seluruh kegiaan penyekatan ini melibatakan partisipasimasyarakat dan atas dukungan pemerintah daerah setempat. Hasil kegiatan ini juga menyebabkan <strong>gambut</strong> tetapbasah di musim kemarau dan vegetasi di sekitar saluran tumbuh dengan subur.Penyekatan parit di S. Merang-Musi Banyuasin- Penyekatan saluran primer utama di eks PLG-Sumsel (lebar saluran 2 meter) sejuta hektar, Mentangai-Kalteng (lebar saluran 352. Sarana konservasi keanakeragaman hayatiGambut hanya terdapat di sebagian kecil permukaan bumi. Lahan <strong>gambut</strong> di dunia diperkirakanseluas 400 juta ha atau hanya sekitar 2,5% daratan di permukaan bumi ini. Jumlahnya yangterbatas dan sifatnya yang unik menyebabkan <strong>gambut</strong> merupakan habitat unik bagi kehidupanberaneka macam flora dan fauna. Beberapa macam tumbuhan ternyata hanya dapat hidupdengan baik di lahan <strong>gambut</strong>, sehingga apabila lahan ini mengalami kerusakan, dunia akankehilangan beraneka macam jenis flora karena tidak mampu tumbuh pada habitat lainnya. DiSumatera, lebih dari 300 jenis tumbuhan dijumpai di hutan rawa <strong>gambut</strong> (Giesen W, 1991). Contohtumbuhan spesifik lahan <strong>gambut</strong> yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah jelutung (Dyeracustulata), ramin (Gonystylus bancanus), dan Meranti (Shorea spp), Kempas (Koompassiamalaccensis), Punak (Tetramerista glabra), perepat (Combretocarpus royundatus), Pulai rawa(Alstonia pneumatophora), Terentang (Campnosperma spp), Bungur (Lagestroemia spesiosa), danNyatoh (Palaquium spp) (Iwan Tricahyo W, Labueni Siboro, dan Suryadiputra, 2004). Sedangkansatwa langka pada habitat ini antara lain buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii), harimausumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus),mentok rimba (Cairina scutulata), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) yang merupakansalah satu spesies burung air yang dilindungi, dan terdaftar dalam Appendix I CITES, serta masukdalam kategori Vulnerable dalam Red Databook IUCN.Keanekaragaman hayati yang hidup di habitat lahan <strong>gambut</strong> merupakan sumber plasma nutfahyang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat varietas atau jenis flora dan fauna komersialsehingga diperoleh komoditas yang tahan penyakit, berproduksi tinggi, atau sifat-sifatmenguntungkan lainnya.12 Strategi dan Rencana Tindak Nasional <strong>Pengelolaan</strong> Lahan Gambut Berkelanjutan
Jelutung Meranti Pulai RaminGambar 2. Jenis-jenis pohon di lahan <strong>gambut</strong> (Sumber foto: Iwan Tri Cahyo W./Dok. WI-IP)3. Penjaga iklim globalPerubahan iklim merupakan fenomena global yang ditandai dengan berubahnya suhu dandistribusi curah hujan. Kontributor terbesar bagi terjadinya perubahan tersebut adalah gas-gas diatmosfer yang sering disebut Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2), methana(CH4), dan Nitorus oksida (N2O) yang konsentrasinya terus mengalami peningkatan (DanielMurdiyarso dan Suryadiputra, 2004). Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasigelombang panjang yang bersifat panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gasgastersebut meningkat di atmosfer.Meningkatnya suhu udara secara global akan merubah peta iklim dunia seperti perubahandistribusi curah hujan serta arah dan kecepatan angin. Kesemuanya itu akan berdampak langsungpada berbagai kehidupan di bumi seperti berkembangnya penyakit pada hewan, manusia maupuntanaman; perubahan produktivitas tanaman; kekeringan, banjir dan sebagainya.Gambut memiliki kandungan unsur Carbon (C) yang sangat besar. Menurut perhitungan Matbydan Immirizi (1993) dalam Daniel Murdiyarso dan Suryadiputra (2004), kandungan karbon yangterdapat dalam <strong>gambut</strong> di dunia sebesar 329-525 Gt atau 35% dari total C dunia. Sedangkan<strong>gambut</strong> di Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 46 GT (catatan 1 GT sama dengan 10 9ton) atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam <strong>gambut</strong> di dunia. Dengan demikian, <strong>gambut</strong>memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global. Apabila <strong>gambut</strong> tersebut terbakaratau mengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan gas terutama CO2, N2O, dan CH4 keudara dan siap menjadi perubah iklim dunia. Jika hal ini terjadi, kita harus siap-siap menanggungdan merasakan dampaknya.4. Sarana budi dayaPemanfaatan lahan <strong>gambut</strong> sebagai sarana budidaya tanaman (termasuk perkebunan sawit atauHTI), peternakan, dan perikanan sudah sejak lama dikenal oleh petani maupun swasta diIndonesia. Di Indonesia, budidaya pertanian di lahan <strong>gambut</strong> secara tradisional sudah dimulaisejak ratusan tahun lalu oleh Suku Dayak, Bugis, Banjar, dan Melayu dalam skala kecil. Merekamemilih lokasi dengan cara yang cermat, memilih komoditas yang telah teruji, dan dalam skalayang masih terdukung oleh alam.Strategi dan Rencana Tindak Nasional <strong>Pengelolaan</strong> Lahan Gambut Berkelanjutan 13