10SOCIAL JUSTICE EXPLORECita-Cita Bung Karnodan Kedaulatan <strong>Energi</strong><strong>Indonesia</strong>Oleh: RafiantiTahun 1957 PresidenPertama RI Soekarnomelancarkan aksi politikkedaulatan modal. Politik inimerupakan alternatif ekonomidunia yang saling menghormat,sebuah dunia yang salingmenyadari keberadaan masingmasing,sebuah dunia yangsaling berkerjasama.Sejak perlombaan pengaruhkekuasan meningkat antaraUniSoviet dan Amerika Serikat,Soekarno sudah menyadari<strong>Indonesia</strong> akan menjadi sasaranekspansi sumber-sumber energi–minyak-- oleh dua negaraitu. Dalam pandangannya,kemerdekaan <strong>Indonesia</strong> bukansaja soal kemerdekaan secarapolitik tapi soal bagaimanamenjadikan rakyat <strong>Indonesia</strong>yang hidup di dalamnyahidup terhormat dan terjaminkesejahteraannya.Berikutnya, pada tahun1960, masih dalam aksikedaulatan modalnya,dengan lebih jelas Soekarnomengungkapkan ambisiterbesarnya menjadikan energisebagai puncak kedaulatanbangsa. ‘’Gerak adalah sumberkehidupan dan gerak yangdibutuhkan di dunia inibergantung pada energi, siapayang menguasai energi dialahpemenang.’’Pada peresmian pembeliankapal tanker oleh Ibu Sutowotahun 1960, Bung Karnodengan lantang berkata, “Duniaakan bertekuk lutut kepadasiapa yang punya minyak,heee....joullie (kalian =bahasabelanda) tau siapa yangpunya minyak paling banyak,siapa yang punya pendudukpaling banya...? Inilah bangsa<strong>Indonesia</strong>, <strong>Indonesia</strong> punyaminyak, punya pasar. Jadiminyak itu dikuasai penuh olehorang <strong>Indonesia</strong> untuk orang<strong>Indonesia</strong>, lalu dari minyak kitaciptaken pasar-pasar dimanaorang <strong>Indonesia</strong> menciptakenkemakmurannya sendiri”.Sejak sebelum kemerdekaan,ada jenis kolonialisme lainyang disadari Bung Karno,yakni penguasaan modal asingyang memperbudak bangsa<strong>Indonesia</strong>. Soekarno ingin,perkebunan-perkebunandi <strong>Indonesia</strong>, terutamapengelolaan minyak yangmemiliki modal asingdihentikan dan dihancurleburkadengan kekuatan rakyat. Tahun1960, Bung Karno memintaDjuanda untuk menyusunsebuah regulasi tentang konsesiminyak yang kemudian dikenaldengan UU No 44 Tahun 1960.Isi kebijakan menyatakan,‘’Seluruh minyak dan gasalam dilakukan negara atauperusahaan negara.’’ Jelas sajakebijakan tersebut membuatgempar perusahaan minyakasing saat itu dan memukulMulti National Corporation(MNC).Soekarno menolak ketikatiga perusahaan asing (Stanvac,Caltex dan Shell) memintaSoekarno menarik kembalipemberlakuan UU No 44Tahun 1960 dan tetap padaperjanjian lama yang disebut‘’Let Alone Agreement” yangmemustahilkan <strong>Indonesia</strong>menasionalisasi perusahaanasing. Tapi Soekarno dengantegas menjawab,’’ Undang-Undang itu aku buat untukmembekukan UU lama dimanaUU lama merupaken sebuahfait accomply atas keputusanenergi yang tidak bisamenasionalisasikan perusahaanasing. UU 1960 itu kubuat agarmereka tau, bahwa merekabekerja di negeri ini harusmembagi hasil yang adil kepadabangsaku, bangsa <strong>Indonesia</strong>.”Bukan Soekarno namanyaketika perusahaan asing ituSOCIAL JUSTICE MAGZ VOL. 2 TAHUN 1 - SEPTEMBER 2012
SOCIAL JUSTICE EXPLORE11‘keukeh’ menolak peraturanbaru, Soekarno malah bersuaralebih keras. Ketiga perusahaanminyak asing tersebut dimintauntuk berpikir, atau Soekarnoakan memberikan konsesipengelolaan minyak padanegara lain yang bisa membagihasilnya secara adil ke Bangsa<strong>Indonesia</strong>.Ambisi terbesar Soekarnowaktu itu adalah menjadikanPermina (sekarang Pertamina)menjadi perusahaan terbesardi dunia. Untuk itu, Soekarnomembutuhkan investasiyang cukup besar untukmengembangkan Pertamina.Maka, ada tiga strategibesar yang dilakukannyayakni, Caltex diperintahkanmenyerahkan 53% hasil minyakke Permina untuk disuling.Caltex diminta memberikanfasilitas pemasaran dandistribusi kepada pemerintah,dan menyerahkan modal dalambentuk dolar untuk menyuplaikebutuhan investasi jangkapanjang Permina.Keberhasilan bangsa<strong>Indonesia</strong> atas kedaulatanmodalnya semakin cemerlangketika <strong>Indonesia</strong> bisa menangatas Irian Barat yangmerupakan lumbung minyakterbesar, selain di Sumatera,Jawa, dan Kalimantan. IrianBarat juga merupakan lumbungemas dan gas bumi. Maka,<strong>Indonesia</strong> pun bersiap menjadinegara paling kuat dan maju diAsia tahun 1975 seperti prediksiSoekarno saat itu.Obsesi terbesar Sukarnoadalah membangun Perminasebagai perusahaankonglomerasi yangmengatalisator perusahaanperusahaannegara lainnya didalam struktur modal nasional.Modal nasional inilah yangkemudian bisa dijadikan alatuntuk mengakuisisi ekonomidunia, di kalangan penggedesaat itu struktur modal itudiberi kode namanya sebagai‘Dana Revolusi Sukarno”.Kelak empat puluh tahunkemudian banyak negaranegarakaya seperti Dubai, ArabSaudi, Cina dan Singapuramenggunakan struktur modalnasional dan membentuk apayang dinamakan SovereignWealth Fund (SWF), sebuahstruktur modal nasional yangdigunakan untuk mengakuisisibanyak perusahaan di negaraasing, salah satunya apa yangdilakukan Temasek denganmenguasai saham Indosat(sumber: Nugrahanto, 2012http://kfk.kompas.com/blog/view/117915-Bung-Karno-dan-Politik-Minyak-Kita).Singkat cerita, mimpi tidakseindah realita. Semua rencanatak selalu berjalan mulus.Idealisme Soekarno menjadikan<strong>Indonesia</strong> negara hebat secaramandiri melalui kedaulatanenergi diplintir dan dikebiridemi kepentingan segelintirgolongan. Apa gerangan yangakan dikatakan Bung Karnobila dia tahu bahwa <strong>Indonesia</strong>kini krisis energi. Bahkanenergi yang dimiliki <strong>Indonesia</strong>pun bukan sepenuhnya dikelola<strong>Indonesia</strong>, tapi pihak asing.95 persen dikuasai asingSeperti yang disebutkanpengamat ekonomi IkhsanNurdin Nursi awal Februarilalu, 95 persen sektor minyakdan gas bumi (migas) <strong>Indonesia</strong>dikuasai korporasi asing.Chevron mengambil porsi 44persen, diikuti Total E&P10 persen, Conoco Phillips8 persen, Medco Energy6 persen, China NationalOffshore Oil Corporation5 persen, China NationalPetroleum Corporations 2persen, British Petroleum,Vico <strong>Indonesia</strong>, dan KodecoEnergy masing-masingnya satupersen. Sedangkan Pertaminayang notabene asli <strong>Indonesia</strong>hanya mendapatkan porsi 16persen.”<strong>Energi</strong> di <strong>Indonesia</strong>dijadikan komoditas komersialsemata, bukan komoditasstrategis,” kata Pengamatekonomi dari Econit AdvisoryGroup Hendri Saparini(Republika, 10 Februari 2012).Jika energi menjadikomoditas komersial,berarti semua orang bolehmenguasainya. Ini didukungdengan regulasi yang sangatmenguntungkan para pemodalasing. Undang-undangPenanaman Modal dan anakperaturannya menyatakansektor migas dapat dikuasaiasing 95 persen, sementarasektor tambang 90 persen.Yang menyakitkan lagi, sepertidisebutkan Pengamat energiKurtubi kepada Republika diGedung Dewan PerwakilanDaerah Jakarta, pengelolaanmigas di tanah air adalah yangterburuk di Asia dan Oceania.Hasil survei teknologi globalmenunjukkan dari 143 negaradi Asia, pengelolaan migas di<strong>Indonesia</strong> ada di posisi 113 diAsia. Di Oceania, pengelolaanmigas <strong>Indonesia</strong> bahkan lebihburuk di bawah Timor Leste(Republika, 10 Februari 2012).VOL. 2 TAHUN 1 - SEPTEMBER 2012SOCIAL JUSTICE MAGZ